Estimasi Nilai Paparan Bisfenol-A

31 menunjukan untuk korelasi variable umur bayi dengan konsumsi pangan memiliki nilai koefisien korelasi sebesar 0.123 yang memiliki arti hubungan korelasinya sangat lemah dan signifikan pada level 0.050 yang berarti asosiasi kedua variable signifikan pada tingkat taraf 5 H0 ditolak dan H1 diterima. Selanjutnya untuk korelasi variable berat badan bayi dengan konsumsi pangan memiliki nilai koefisien korelasi sebesar 0.199 yang memiliki arti hubungan sangat lemah dan signifikan pada level 0,002 yang berarti asosiasi kedua variable signifikan pada tingkat taraf 5 H0 ditolak dan H1 diterima Dari besarnya nilai signifikansi kedua variable yang telah diuji korelasi maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara umur dan berat badan bayi terhadap konsumsi pangan. Dalam hal ini hubungan yang terjadi adalah berbanding lurus dengan semakin tinggi umur dan berat badan bayi maka konsumsi pangannya pun akan semakin banyak.

4.1.10 Estimasi Nilai Paparan Bisfenol-A

Hasil survey konsumsi pangan yang dilakukan di kota Jakarta Barat, Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Jakarta Timur, dan Jakarta Utara menunjukan bahwa rata-rata berat makanan yang dikemas botol polikarbonat yaitu sebesar 133 mL, konsumsi pangan rata-rata sebesar 6 Loranghari, sedangkan berat badan rata-rata bayi yang mengkonsumsi susu formula yang dikemas botol polikarbonat adalah 10 kg. dari data tersebut kemudian dilakukan perhitungan estimasi nilai paparan senyawa bisfenol-A dari kemasan botol polikarbonat ke pangan yang dikemasnya. Dalam estimasi nilai paparan ini, kadar zat kimia dalam pangan yang dalam hal ini adalah residu bisfenol-A yang diasumsikan besarnya sama dengan batas aman yang telah ditetapkan oleh Departemen Kesehatan RI dan EN-14350, yaitu sebesar 0,03 mgL. Estimasi nilai paparan ini juga menggunakan asumsi bahwa telah terjadi migrasi 100 senyawa bisfenol-A masuk ke dalam pangan untuk menunjukan kasus terburuk dari resiko yang paling besar yang diterima dari senyawa bisfenol-A yang masuk ke dalam pangan yang dikonsumsi. Hasil estimasi dari survei yang dilakukan di lima kota DKI Jakarta memberi gambaran bahwa nilai paparan senyawa bisfenol-A sebesar 0,0023 mg bisfenol-Akg berat badanhari. Besarnya nilai paparan senyawa bisfenol-A dari lima kota DKI Jakarta dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 6. Estimasi nilai paparan bisfenol-A Lokasi Berat makanan rata-rata mL Konsumsi pangan Loranghari Berat badan bayi kg Nilai paparan mg bisfenol-Akg berat badanhari Jakarta Barat 136 0.78 10 0.0024 Jakarta Pusat 129 0.75 11 0.0021 Jakarta Selatan 135 0.82 9 0.0028 Jakarta Timur 133 0.71 9 0.0023 Jakarta Utara 133 0.63 11 0.0017 Rata-rata 133 0.74 10 0.0023 Dari hasil estimasi nilai paparan senyawa bisfenol-A sebesar 0,0023 mg bisfenol-Akg berat badanhari masih dibawah nilai Tolerable Daily Intake TDI bisfenol-A yang sebesar 0,05 mg bisfenol-Akg berat badanhari, artinya masih di bawah nilai asupan maksimum harian yang ditoleransi sementara atau dengan kata lain masih aman. Akan tetapi hal ini belum sepenuhnya aman karena nilai paparan senyawa bisfenol-A yang didapatkan berasal dari asumsi-asumsi yang telah ditetapkan sebelumnya dan belum sesuai dengan kondisi riil di lapang, sehingga bila dilakukan pengujian lagi yang sesuai dengan kondisi riil di lapang hasil estimasi paparannya mungkin akan berbeda. 32 Hal-hal yang mempengaruhi nilai paparan senyawa bisfenol-A, diantaranya besarnya porsi dan frekuensi konsumsi, kadar residu bisfenol-A yang bermigrasi ke pangan, dan berat badan. Pada Lampiran 2, 3, 4, 5, dan 6 menunjukan bahwa porsi dan frekuensi pangan berbanding lurus dengan nilai paparan, artinya semakin besar porsi dan frekuensi konsumsi pangan yang dikonsumsi maka nilai paparannya pun semakin tinggi dan sebaliknya. Kadar residu juga berbanding lurus dengan nilai paparan, akan tetapi dalam memprediksi kasus terburuk digunakan satu nilai kadar residu yaitu nilai yang paling tinggi untuk menunjukan kualitas kemasan yang paling rendah. Berbeda dengan berat badan, seseorang yang memiliki berat badan yang lebih tinggi maka nilai paparannya malah semakin rendah. Besarnya kadar residu senyawa bisfenol-A yang masuk ke pangan tergantung dari tingkat migrasinya. Hasil survei juga dimaksudkan untuk memberi informasi terkait faktor yang berpengaruh terhadap migrasi senyawa bisfenol-A ini terutama mewakili kondisi riil di lapangan, diantaranya waktu lama kontak, merk botol susu polikarbonat yang digunakan, proses sterilisasi botol susu polikarbonat, dan proses penyiapan susu formula. Sedangkan informasi terkait terkait pendidikan dan pekerjaan responden, umur, dan jenis kelamin bayi secara langsung memang tidak berpengaruh terhadap estimasi nilai paparan. Akan tetapi secara tidak langsung mungkin mempengaruhi tingkat kesadaran dalam memahami resiko bahaya paparan BPA dari botol polikarbonat, serta mempengaruhi tingkat konsumsi dari bayi, yang tentunya besarnya konsumsi akan mempengaruhi paparan yang diterima. Berdasarkan studi terkait uji paparan migrasi bisfenol-A yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti yang dirangkum pada Tabel 6. Dari tabel terlihat bahwa nilai residu berbanding lurus dengan lama waktu kontak dan suhu, semakin lama waktu kontak dan semakin tinggi suhu maka residu yang bermigrasi ke pangan juga semakin besar. Walaupun waktu kontak rata-rata hasil penelitian ini adalah 17,74 menit, namun hal ini merupakan informasi yang penting untuk mengetahui lama kontak riil dilapangan, sehingga dapat dijadikan pembanding dengan studi lain yang pernah dilakukan. Pada dasarnya migrasi bisfenol-A pada botol susu polikarbonat tidak dapat 100 dihilangkan, akan tetapi dengan melakukan penanganan yang benar besarnya migrasi bisfenol-A dapat ditekan dan dikurangi seminimal mungkin. Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi besarnya bisfenol-A yang bermigrasi, diantaranya yaitu : 1. Jangan memanaskan cairan di dalam botol polikarbonat untuk menyiapkan susu formula. 2. Hindari mengisi cairan panas langsung kedalam botol polikarbonat. Sebaiknya didinginkan terlebih dahulu di dalam gelas hingga hangat, selanjutnya baru dimasukan kedalam botol polikarbonat. 3. Dalam mencuci botol bayi gunakan cairan sabun yang memang khusus diperuntukkan untuk peralatan bayi, jangan gunakan sembarang sabun karena cairan sabun yang keras akan memicu lepasnya bisfenol-A dari botol bayi. 4. Gunakan air sabun hangat dan juga sponge dalam mencuci botol bayi, hal tersebut dapat mencegah pelepasan bisfenol-A. Jika ingin menggunakan sikat dalam mencuci, maka gunakanlah sikat yang halus agar gesekan yang terjadi dengan botol bayi ketika mencuci tidak sampai menyebabkan lepasnya bisfenol-A. 5. Bilaslah botol bayi dengan sempurna setelah selesai dicuci, apabila perlu lakukan berulang kali. 6. Hindari pemanasan susu di dalam botol polikarbonat pada suhu yang tinggi, karena suhu yang tinggi memudahkan terjadinya pelepasan bisfenol-A dari strktur dinding botol. 33 Tabel 7. Hasil uji paparan migrasi bisfenol-A dari beberapa peneliti Kondisi Pengujian Konsentrasi BPA Sumber Formula susu bayi pada kemasan kaleng 6 sampel formula Rata-rata 5.3 ppb, maks 17 ppb EWG 2007a 14 sampel formula Rata-rata 5 ppb, maks 13 ppb FDA 1997 Botol diuji pada suhu 25°C hingga 80°C 25°C selama 5 jam Tidak terdeteksi 2 ppb Hanai 1997 25°C selama 72 jam Tidak terdeteksi 5 ppb FDA 1996 40°C selama 24 jam Tidak terdeteksi 2 - 5 ppb FCPSA 2005 50°C Tidak terdeteksi 10 ppb Simouneau 2000 70°C selama 1 jam, digunakan juga air dan minuman berasam sebagai simulasi pangannya Tidak terdeteksi 1 ppb - 5.1 ppb CSL 2004 80°C selama 30 detik dan 2 menit Tidak terdeteksi 1 ppb - 2.5 ppb DAntuono 2001 80°C selama 24 jam 4 - 10 ppb, rata-rata 7 ppb Environment California 2007 Botol diuji pada suhu 95°C 95°C selama 30 menit Tidak terdeteksi 0.5 to 0.75 ppb Sun 2000 95°C selama 30 menit Tidak terdeteksi 0.05 to 3.9 ppb Miyamoto 2006 100°C selama 30 menit, lalu dilakukan penyimpanan selama 72 jam Tidak terdeteksi 5 ppb FDA 1996 100°C selama 1 jam 0.11 - 17 ppb, rata-rata 7 ppb dengan botol yang dicuci selama periode pengujian Brede 2003 100°C lalu didinginkan 3 to 55 ppb Hanai 1997 100°C lalu didinginkan, lalu dipanaskan kembali 40°C Tidak terdeteksi 10 to 50 ppb Earls 2000 Sumber : http:www.ewg.orgnode25572 34 V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Hasil survei konsumsi pangan yang dilakukan di kota Jakarta Barat, Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Jakarta Timur, dan Jakarta Utara memberikan beberapa gambaran, antara lain pengguna botol susu polikarbonat paling banyak berdasarkan tingkat pendidikan adalah diploma sarjana keatas sebesar 54, berdasarkan pekerjaan adalah ibu rumah tangga sebesar 57, berdasarkan jenis kelamin bayi adalah perempuan sebesar 52, berdasarkan umur bayi adalah 19 – 24 bulan sebesar 23, dan berdasarkan berat badan bayi adalah 10 – 12 kg sebesar 40. Selain itu, juga memberi gambaran sebaran berdasarkan merk botol susu polikarbonat yang paling banyak digunakan adalah merk A sebesar 83, berdasarkan proses sterilisasi botol susu polikarbonat adalah dengan direbus sebesar 75, berdasarkan proses penyiapan susu formula adalah dengan cara langsung dibuat di botol susu sebesar 95, berdasarkan tempat penyimpanan botol adalah ditempat tertutup sebesar 74, dan lamanya waktu kontak antara kemasan botol susu polikarbonat dengan susu formula dari seluruh kota rata-ratanya sebesar 16,74 menit. Hasil uji korelasi dengan SPSS Statistical Products and Solution Services dari tingkat pendidikan dan pekerjaan terhadap perilaku konsumen dalam memilih merk botol susu, proses sterilisasi botol susu, dan proses penyiapan botol susu memperlihatkan, bahwa terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dan pekerjaan responden dengan perilaku responden dalam memilih merk botol susu, proses sterilisasi botol susu, dan proses penyiapan susu formula. Sedangkan untuk hasil uji korelasi umur dan berat badan bayi terhadap konsumsi pangan memperlihatkan, bahwa terdapat hubungan antara umur dan berat badan bayi terhadap konsumsi pangan bayi. Dalam hal ini hubungan yang terjadi adalah berbanding lurus dengan semakin tinggi umur dan berat badan bayi, maka konsumsi pangannya pun semakin banyak. Kajian awal paparan bisfenol-A dari botol polikarbonat pada botol susu ini adalah mengkaji besarnya risiko bisfenol-A dalam pangan yang akan diterima atau berpotensi memapari jika terkonsumsi. Hasil estimasi nilai paparan bisfenol-A pada susu formula yang dikemas botol susu polikarbonat dari kegiatan survei di lima kota di DKI Jakarta memberikan gambaran bahwa nilai paparan bisfenol-A sebesar 0,0023 mgkg berat badanhari. Hasil estimasi nilai paparan ini masih dibawah nilai Tolerable Daily Intake TDI bisfenol-A yang sebesar 0,05 mgkg berat badanhari. Akan tetapi hal ini belum sepenuhnya aman karena nilai paparan senyawa bisfenol-A yang didapatkan berasal dari asumsi-asumsi yang telah ditetapkan sebelumnya dan belum sesuai dengan kondisi riil di lapang, sehingga bila dilakukan pengujian lagi yang sesuai dengan kondisi riil di lapang hasil estimasi paparannya mungkin akan berbeda. Hal-hal yang mempengaruhi nilai paparan, diantaranya besar porsi dan frekuensi konsumsi, kadar residu bisfenol-A yang bermigrasi ke pangan, dan berat badan. Porsi dan frekuensi pangan yang dikonsumsi berbanding lurus dengan nilai paparan, artinya semakin besar porsi dan frekuensi konsumsi maka nilai paparannya pun semakin tinggi dan sebaliknya. Kadar residu juga berbanding lurus dengan nilai paparan, akan tetapi dalam memprediksi kasus terburuk digunakan satu nilai kadar residu yaitu nilai yang paling tinggi untuk menunjukan kualitas kemasan yang paling rendah. Berbeda dengan berat badan, seseorang yang memilki berat badan yang lebih tinggi maka nilai paparannya akan lebih rendah.