Patofisiologi DM Diabetes Melitus

walaupun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia pospradial setelah makan. Pada DM tipe 2 terjadi dua defek fisiologi yaitu abnormalitas sekresi insulin, dan resistensi kerjanya pada jaringan sasaran. Pada DM tipe 2 terjadi 3 fase urutan klinis. Pertama, glukosa plasma tetap normal meski pun terjadi resistensi insulin karena insulin meningkat. Pada fase kedua, resistensi insulin cenderung memburuk sehingga meski pun terjadi peningkatan konsentrasi insulin, tetap terjadi intoleransi glukosa dalam bentuk hiperglikemia setelah makan. Pada fase ketiga, resistensi insulin tidak berubah, tetapi sekresi insulin menurun, sehingga menyebabkan hiperglikemia puasa dan DM yang nyata Foster, 2000; ADA 2014. Hipotesis menjelaskan adanya keterlibatan sintesis lemak terstimulasi insulin dalam hati dengan transpor lemak melalui VLDL menyebabkan penyimpanan lemak sekunder dalam otot. Peningkatan oksidasi lemak akan mengganggu ambilan glukosa dan sintesis glikogen. Keterlambatan penurunan pelepasan insulin dapat disebabkan oleh efek toksik glukosa terhadap pulau Langerhans atau akibat defek genetik. Sebagian besar pasien DM tipe 2 mengalami obesitas, dan hal itu sendiri yang menyebabkan resistensi insulin. Namun penderita DM tipe 2 yang relatif tidak obesitas dapat mengalami hiperinsulinemia dan pengurangan kepekaan insulin. Hal ini membuktikan bahwa obesitas bukan penyebab resistensi satu ‐ satunya DM tipe 2 Foster, 2000 ; ADA, 2014.

f. Penatalaksanaan DM

Penatalaksanaan Penatalaksanaan Diabetes Melitus dapat dilakukan dengan cara pengelolaan yang baik. Tujuan penatalaksanaan secara umum menurut PERKENI 2006 adalah meningkatkan kualitas hidup penderita Diabetes. Penatalaksanaan dikenal dengan empat pilar penatalaksanaan diabetes melitus, yang meliputi : edukasi, terapi gizi medis, latihan jasmani dan pengelolaan farmakologis. Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama beberapa waktu 2-4 minggu. Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral OHO dan atau suntikan insulin. Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau langsung kombinasi, sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun dengan cepat, adanya ketonuria, insulin dapat segera diberikan. Pengetahuan tentang pemantauan mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia dan cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien, sedangkan pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus PERKENI, 2006. 1 Edukasi Diabetes Melitus umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah terbentuk dengan kokoh. Keberhasilan pengelolaan diabetes mandiri membutuhkan partisipasi aktif penderita, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan harus mendampingi penderita dalam menuju perubahan perilaku. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif pengembangan ketrampilan dan motivasi. Edukasi secara individual dan pendekatan berdasarkan penyelesaian masalah merupakan inti perubahan perilaku yang berhasil. Perubahan perilaku hampir sama dengan proses edukasi yang memerlukan penilaian, perencanaan, implementasi, dokumentasi dan evaluasi PERKENI, 2006. 2 Terapi Gizi Medis Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein, lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai berikut PERKENI, 2006: a Karbohidrat : 45 – 65 total asupan energi b Protein : 10 – 20 total asupan energi c Lemak : 20 – 25 kebutuhan kalori Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres akut, dan kegiatan jasmani untuk mencapai dan mempertahankan berat badan ideal. Jumlah kalori yang diperlukan