Bentuk-bentuk disiplin Kajian tentang Disiplin

32 2 Teknik Inner control atau internal control Teknik ini mengajarkan kepada peserta didik untuk mendisiplinkan diri mereka sendiri. mereka diajarkan arti pentingnya dari disiplin. Dalam teknik ini, guru dituntut untuk menjadi teladan bagi peserta didik dalam hal kedisiplinan. Karena jika guru tidak memberikan contoh disiplin kepada peserta didik, maka peserta didik pun tidak akan menjadi disiplin. Guru harus memilki self control dan inner control yang baik. Teknik inner control artinya kepekaan akan disiplin harus tumbuh dan berkembang dari dalam diri anak Tina Rahmawati, Dosen Manajemen Pendidikan, FIP, UNY. Sehingga untuk menumbuhkan kepekaan akan disiplin dalam diri siswa, guru sangat berperan penting dalam memberikan teladan dan contoh berdisiplin kepada siswanya. 3 Tenik Cooperatif control Teknik ini mengedepankan kerja sama antara peserta didik dengan pendidik guru dalam menegakkan kedisiplinan. Guru bersama peserta didik membuat kontrak belajar yang berisi aturan yang harus ditaati bersama. Hukum atau sanksi pelanggaran juga harus ditaati dan dibuat bersama antara guru dengan peserta didik. Selain itu kontrak perjanjian ini juga diharapkan dapat membelajarkan siswa dalam hal bertoleransi, mengemukakan pendapat serta berlatih untuk menghargai. 33 Menurut Tina Rahmawati Dosen Manajemen Pendidikan, FIP, UNY teknik cooperatif control artinya disiplin kelas yang baik harus mengandung akan kesadaran kerjasama yang terjalin antara guru dengan peserta didik secara harmonis, respektif, efektif, serta produktif.

C. Karateristik Anak SD

Implementasi pendidikan karakter menurut Ratna Megawangi dalam Agus Wibowo, 2013: 146-147 bahwa guru harus memperhatikan tahapan perkembangan karakter anak, yaitu sebagai berikut: 1 Fase usia 0-3 tahun Peran orang tua sangat besar dan sangat berpengaruh. Karena dalam hal ini landasan moral baru akan dibentuk pada umur ini. Diperlukan cinta serta kasih sayang serta perhatian dari orang tua yang sangat berpengaruh dan sangat dibutuhkan oleh anak sepanjang fase ini. 2 Fase usia 2-3 tahun Pada umur ini, orang tua ada baiknya sudah mengajarkan anak bagaimana bersopan santun serta perbuat baik dan buruk. Dalam usia ini anak sedang mencoba melanggar aturan dan sangat sulit untuk di atur. Sehingga dalam usia ini orang tua dituntut untuk lebih ekstra sabar. 3 Fase 0 usia 4 tahun Fase ini membuat anak menjadi egosentris, dimana ia akan melanggar aturan, memamerkan diri serta memaksa keinginannya. Namun, anak 34 mudah didorong untuk melakukan hal yang baik karena iya mengharapkan pujian serta mengharapkan hadiah. 4 Fase 1 umur 4,5 – 6 tahun Fase ini anak lebih penurut dan bisa untuk diajak bekerja sama. Dalam fase ini, anak-anak lebih percaya dan sangat mempercayai orang tua guru, sehingga penekanan pentingnya perilaku baik dan sopan santun akan berpengaruh sangat positif. 5 Fase 2 usia 6,5 – 8 tahun Anak memiliki hak seperti orang dewasa. Mempunyai potensi untuk melakukan dan bertindak kasar akibat menurunnya otoritas orang tua guru dalam pikiran mereka, mempunyai konsep keadilan yang kaku, yaitu balas-membalas. Anak-anak SD memiliki karakteristik dalam pertumbuhan jiwa menurut Suharjo 37-38 adalah sebagai berikut: 1 Pertumbuhan antara fisik dan motorik melaju dengan pesat. Hal ini tentunya sangat penting mengingat pentingnya peranannya bagi pengembangan dasar yang dibutuhkan sebagai makhluk sosial dan makhluk individu. 2 Kemampuan dalam berfikirnya masih dalam tahap persepsional. 3 Mempunyai kesanggupan yang sama untuk mencapai dan memahami hubungan sebab-akibat. 4 Semakin menyadari diri sendiri tentang apa yang dipikirkannya, perasaan juga semakin bertumbuhnya tentang minat tertentu. 35 5 Kehidupan akan sosialnya mulai bertambah seiring berjalannya waktu dimulai dalam kemampuan dalam kerjasama, bersaing serta dalam kehidupan kelompok sebaya. 6 Dalam bergaul, kegiatan bekerja sama dan tidak membedakan jenis, melainkan yang menjadi dasar adalah perhatian dan pengalaman yang sama. 7 Ketergantungan terhadap orang dewasa orang tua semakin berkurang dan menggap bahwa dirinya bisa melakukan sesuai dengan apa yang diinginkannya. Selain itu ia merasa bahwa tidak lagi memerlukan perlindungan dari orang dewasa TIM Dosen FIP IKIP Malang, 1980.

D. Penelitian yang Relevan

1. Metode yang serupa juga pernah dilakukan oleh Trimanto 2013 yang meneliti tentang Penanaman Nilai-Nilai Kedisiplinan pada Siswa Kelas Tinggi di Sekolah Dasar Negeri Soka Pundong Bantul. Pada penelitian yang relevan ini metode yang digunakan oleh peneliti juga sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Trimanto. Metode tersebut menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Selain itu, teknik pengambilan data yang digunakan juga serupa dengan yang dilakukan oleh peneliti. Teknik pengambilan data tersebut menggunakan teknik observasi, wawancara dan studi dokumentasi. Berikut adalah hasil kesimpulan dari penelitian Penanaman Nilai-Nilai Kedisiplinan pada Siswa Kelas Tinggi di