Deskripsi Batlle Field Bagian 1

Sedangkan figur perempuan dianalisis sebagai istri Entang bernama Cristine Cocca. Perwujudan wajah laki-laki yang di deformasi menjadi wajah berdaun menunjukkan bagaimana lingkungan sekitar dan hobi mempengaruhi pemikiran dan imajinasinya. Entang memiliki hobi merawat tumbuhan sehingga ia membuat kebun kecil disekitar tempat tinggalnya dan pada pagar rumahnya ditanami tumbuhan Ficus pumila yang dianalisa sebagai bentuk yang menginspirasi dan kemudian ditransformasi pada wajah manusia dalam karya Battle Field. Dengan bentuk-bentuk yang dideformasi Entang ingin mendiskusikan tentang manakah sesuatu yang real dan an real artinya membedakan antara persepsi dan realita. Bentuk yang dideformasi dimaknai sebagai kondisi sosial yang menganggap atau menilai suatu hal dikatakan ideal dan tidak ideal. Laki-laki membawa kendali kuda diartikan sebagai seorang laki-laki menjadi pemimpin dalam sebuah keluarga mempunyai tanggung jawab terhadap anggota keluarganya. Bagaimana seorang suami menjaga istrinya divisualkan dengan tangan laki-laki menggandeng tangan perempuan. Hal ini menjadi gambaran keluarga Entang Wiharso jika dilihat dari latar belakangnya menikah dengan perempuan berkebangsaan Amerika yang hidup dari budaya, adat dan ras yang berbeda namun disatukan dalam satu ikatan keluarga. Posisi perempuan berada di belakang kedua anaknya diartikan sebagai penjagaan istri terhadap anak-anaknya. Karya ini sebagai gambaran pengasuhan terhadap kedua anaknya yang tumbuh dalam dua budaya yang berbeda. Mereka semua saling berpegangan ditafsiri bahwasanya dalam segala keadaan sebuah keluarga harus saling menjaga dan bersama menghadapinya. Seekor kuda juga diartikan sebagai lambang dari keperkasaan karena kelincahan dan kecepatannya dalam berlari, kuda juga sering dijadikan tunggangan oleh pembesar. Di Indonesia sendiri kuda sering digunakan oleh para pahlawan dalam bertempur melawan penajahan. Menurut pandangan Entang, kuda sangat identik dengan sosok pahlawan yaitu Pangeran Diponegoro yang diidolakannya. Dari latar belakang dan interpretasi karya kita dapat mengetahui nilai sosial yang dikandung, seperti pada latar belakang Entang dan keluarganya menghadapi persoalan-persoalan perbedaan budaya antara Entang dan istrinya, perbedaan warna kulit, hal tersebut di dalam masyarakat sering dianggap menjadi masalah dalam kesetaraan. Pesan yang terkandung adalah bahwa semua manusia semestinya saling menghormati dan menghargai sesamanya, meskipun berbeda budaya. Manusia memiliki hak kedudukan atau keadilan sosial yang sama dan tidak diukur dari warna kulit atau fisik.

d. Evaluasi

Karya bagian 1 ini mengingatkan peneliti dengan relief-relief pada candi di Indonesia, hanya saja dalam penciptaannya Entang menggunakan media lain yaitu logam. Hal ini memperlihatkan bagaimana budaya Indonesia tidak terlepas dari pribadi Entang Wiharso, meskipun dalam pengakuannya ia tidak setuju dengan adanya pengelompokan, menurutnya seni bersifat universal dengan tidak mengkotak-kotak dari mana asal budayanya. Entang Wiharso menggunakan simbol subjektifnya dalam penciptaan kuda yaitu dengan anggapan kuda identik dengan sosok Pangeran Diponegoro,