Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
tindakan kelas PTK adalah penelitian tindakan action research yang dilakukan dengan tujuan memperbaiki mutu praktik pembelajaran di
kelasnya”. Penelitian tindakan kelas dapat membantu guru dalam memecahkan permasalahan yang ada di dalam kelas. Berdasarkan
wawancara dan pengamatan, salah satu yang menjadi kendala pada guru akuntansi SMK Koperasi Yogyakarta yaitu pemilihan model pembelajaran
yang efektif dan efisien yang mampu mendukung proses pembelajaran pada kurikulum 2013 sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Ada beberapa model pembelajaran yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang menarik untuk
digunakan yaitu model pembelajaran kooperatif cooperative learning. Model pembelajaran kooperatif menekankan siswa untuk bekerja sama
dalam menyelesaikan tugas kelompok. Adanya kerja sama menjadi ciri khas dari model pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif cooperative
learning memiliki keunggulan yaitu dapat meningkatkan kemampuan akademik maupun sosial siswa, mendorong siswa untuk lebih giat belajar,
bertanggungjawab dan berani dalam membuat keputusan Wina Sanjaya. 2011: 250.
Model pembelajaran kooperatif ada beberapa tipe diantaranya Rusman, 2010: 213-225: 1 model Student Teams Achievement Divisions STAD,
2 model Jigsaw tim ahli, 3 model investigasi kelompok Group Investigation, 4 model make a match membuat pasangan, 5 model
Teams Games Tournaments TGT, dan 6 model struktural. Model
pembelajaran yang akan digunakan oleh peneliti adalah model pembelajaran tipe Student Teams Achievement Divisions STAD.
Model pembelajaran tipe Student Teams Achievement Divisions STAD merupakan salah satu model pembelajaran yang sangat sederhana sehingga
cocok digunakan oleh guru yang baru menggunakan model pembelajaran kooperatif Slavin. 2009: 143 . Pelaksanaan model pembelajaran kooperatif
tipe Student Teams Achievement Divisions STAD menurut Nur Asma 2006: 51-54 sebagai berikut; 1 guru menjelaskan materi pembelajaran
kemudian guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok dengan kemampuan yang berbeda-beda; 2 setelah itu, guru memberikan tugas
melalui LKS untuk dikerjakan secara berkelompok; 3 setelah siswa selesai mengerjakan tugas secara berkelompok, siswa diberikan kuis yang harus
dikerjakan secara individual; 4 selanjutnya, guru menghitung skor individu siswa yang berasal dari kuis untuk mengetahui perkembangan individu; 5
kemudian, guru menghitung skor kelompok yang dikelompokkan menjadi tiga dengan kategori kelompok baik, hebat, dan super; 6 perhitungan
perkembangan kelompok diakumulasi melalui skor individu siswa di setiap kelompok.
Pelaksanaan Model pembelajaran tipe Student Teams Achievement Divisions
STAD yang
mudah memungkinkan
guru untuk
mengkolaborasikan dengan permainan yang bersifat edukatif. Menurut Arief Sadiman 2011: 75 “permainan games adalah setiap kontes antara para
pemain yang berinteraksi satu sama lain dengan mengikuti aturan-aturan
tertentu untuk mencapai tujuan- tujuan tertentu pula”. Permainan tidak hanya
disukai oleh anak-anak usia 1-14 tahun. Anak-anak remaja usia 15-18 tahun rata-rata masih sangat menyukai permainan.
Permainan sangat cocok diterapkan pada proses pembelajaran di SMA maupun SMK. Jam pelajaran SMA maupun SMK yang padat, membuat
siswa jenuh dalam proses pembelajaran maka sebaiknya guru tidak memberikan pelajaran dengan menggunakan model pembelajaran yang
membuat siswa jenuh. Kejenuhan dapat membuat siswa tidak dapat menerima materi pelajaran secara baik. Memasukkan unsur permainan yang
edukatif ke dalam model pembelajaran akan membuat siswa menjadi lebih antusias dalam mengikuti proses pembelajaran. Oleh karena itu, peneliti
bermaksud untuk menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Student
Teams Achievement Divisions STAD dengan Perpaduan Permainan
Edukatif untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas XI Akuntansi 2
SMK Koperasi Yogyakarta Tahun Ajaran 20142015. B.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat dibuat beberapa identifikasi masalah sebagai berikut:
1. Guru belum bisa menerapkan metode diskusi secara optimal. 2. Rata-rata 12 dari 20 siswa 60 memiliki aspek afektif yang rendah.
3. Capaian pembelajaran peserta didik dalam kompetensi sikap spiritual tidak dapat diamati.
4. Aspek psikomotor siswa dalam pengerjaan penugasan belum sesuai harapan. Masih banyak siswa yang salah menjawab soal latihan di
depan kelas. 5. Rata-rata hanya 5 dari 20 siswa 25 siswa yang berani untuk
bertanya apabila terdapat kesulitan dalam memecahkan soal maupun bertanya mengenai hal baru.
6. Rendahnya hasil belajar siswa dalam ranah kognitif yaitu sebanyak 50 atau 10 dari 20 siswa belum mencapai KKM sebesar 75.