Analisis pengembangan tanaman pangan dan hortikultura dalam penanggulangan kemiskinan di kabupaten Halmahera Barat, propinsi Maluku Utara

(1)

ANALISIS PENGEMBANGAN SUB-SEKTOR TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN

DI KABUPATEN HALMAHERA BARAT, PROVINSI MALUKU UTARA

JUSMUN MOID

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Analisis Pengembangan Sub-Sektor Tanaman Pangan dan Hortikultura dalam Penanggulangan Kemiskinan di Kabupaten Halmahera Barat, Propinsi Maluku Utara adalah merupakan karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juni 2010

JUSMUN MOID H152070041


(3)

ABSTRACT

JUSMUN MOID. Development Analysis of Food Plants Sub-sector and Horticulture for poverty tackling in West Halmahera Regency North Molucas Provinces (BAMBANG JUANDA as Chairman, and SETIA HADI as member of the Advisory Committee)

Development of food plants sub-sector and horticulture implies to the society life need, and the increase of household farmer income in West Halmahera Regency, where most household is still being under poverty line. The purpose of this research are for: (1) Analysis of the role of food plants sub-sector and horticulture in tackling poverty, (2) Analysis of factors influencing income

level and poverty in farmer household of food plants and horticulture, (3) Formulation of policy recommendation in developing sub-sector of food plants

and horticulture, to tackle poverty in West Halmahera Regency. The result of research indicates that development of food plants and horticulture has effect to poverty tackling effort in West Halmahera Regency. Factors that have an effect to increase farmer household income level are: age, side job, land area, cropping system, family size, and access to market.


(4)

RINGKASAN

JUSMUN MOID. Analisis Pengembangan Sub-Sektor Tanaman Pangan dan Hortikultura dalam Penanggulangan Kemiskinan di Kabupaten Halmahera Barat Propinsi Maluku Utara. Dibimbing oleh BAMBANG JUANDA sebagai Ketua dan SETIA HADI sebagai Anggota Komisi Pembimbing.

Kabupaten Halmahera Barat adalah merupakan daerah agraris yang mempunyai peluang untuk mengembangkan sektor pertanian khususnya pengembangan sub-sektor tanaman pangan dan hortikultura. Sebagai pertimbangan bahwa sub-sektor ini merupakan kebutuhan hidup masyarakat yang semakin meningkat seiring dengan lajunya pertumbuhan populasi penduduk. Kabupaten Halmahera Barat memiliki kedudukan wilayah yang sangat strategis, karena di apit oleh beberapa wilayah kabupaten/kota dan Ibukota Propinsi Maluku Utara, yang mempunyai luas lahan dan kesuburan tanah sebagai syarat tumbuh tanaman pangan dan hortikultura. Dengan demikian maka pengembangan tanaman pangan dan hortikultura dapat meningkatkan pendapatan rumahtangga tani di Kabupaten Halmahera Barat yang sebagian masih berada dibawah garis kemiskinan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk : (1) Menganalisis peranan sub-sektor tanaman pangan dan hortikultura dalam pembangunan wilayah di Kabupaten Halmahera Barat, (2) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pendapatan dan kemiskinan bagi rumahtangga tani tanaman pangan dan hortikultura di Kabupaten Halmahera Barat, dan (3) Merumuskan rekomendasi kebijakan dalam mengembangkan sub-sektor tanaman pangan dan hortikultura, sebagai upaya penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Halmahera Barat.

Analisis data meliputi Location Quetient (LQ), Shift Share Analysis (SSA), Regresi Linier Berganda, Indeks Gini Rasio (IG), Regresi Logistik Binari dan analisis SWOT. Hasil Penelitian menunjukan bahwa pengembangan tanaman pangan dan hortikultura sangat berpengaruh terhadap upaya penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Halmahera Barat.

Dengan penerapan budidaya tanaman pangan dan hortikultura secara baik dan profesional, cenderung mengurangi tingkat kemiskinan pada rumahtangga tani yang sesuai hasil analisis masih sebesar 38% dari total populasi rumahtangga tani tanaman pangan dan hortikultura. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pendapatan rumahtangga tani tanaman pangan dan hortikultura adalah faktor umur, pekerjaan sampingan, luas lahan, dan sistem tanam.

Selain itu ada beberapa variabel yang mempengaruhi tingkat kemiskinan rumahtangga tani yaitu, Umur, jumlah tanggungan keluarga, dan akses pasar. Kebijakan penanggulangan kemiskinan harus terfokus pada pemberdayaan petani dalam meningkatkan produksi, produktivitas dan kualitas produk tanaman untuk meningkatkan pendapatan rill sub-sektor tanaman pangan dan hortikultura, seperti membangun hubungan kerjasama lintas sektor, terutama dalam penerapan tekhnik budidaya yang baik, intensif dalam penyuluhan dan pembinaan, mengalokasikan bantuan berupa saprodi dan memberikan kemudahan bagi petani dalam mengakses sumberdaya produktif, menyiapkan sarana/prasarana jalan, transportasi, informasi dan akses terhadap pasar.

Kata Kunci : Pengembangan Sub-Sektor Tanaman Pangan dan Hortikultura, pendapatan, dan penanggulangan kemiskinan.


(5)

©Hak Cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah ; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.


(6)

ANALISIS PENGEMBANGAN SUB-SEKTOR TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN

DI KABUPATEN HALMAHERA BARAT, PROVINSI MALUKU UTARA

JUSMUN MOID

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magsiter Sains pada

Program Studi Ilmu-Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(7)

Judul Tesis : Analisis Pengembangan Tanaman Pangan dan Hortikultura dalam Penanggulangan Kemiskinan di kabupaten Halmahera, Propinsi maluku Utara

Nama : Jusmun Moid

NIM : H152070041

Program Studi : Ilmu-Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (PWD)

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, MS Dr. Ir. Setia Hadi, MS

Ketua Anggota

Diketahui

A

Tanggal Ujian : 03 Juni 2010 Tanggal Lulus : Ketua Program Studi

Ilmu-Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan

Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana


(8)

PRAKATA

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T karena hanya dengan limpahan rahmat dan inayah-Nya jualah, penulis dapat merampungkan penulisan Tesis Program Magister Sains ini dengan baik. Judul yang diambil dalam penulisan tesis ini adalah "Analisis Pengembangan Sub-Sektor Tanaman Pangan dan Hortikultura dalam Penanggulangan Kemiskinan di Kabupaten Halmahera Barat, Propinsi Maluku Utara". Dimana akan membahas tentang peranan pertanian khususnya komoditas tanaman pangan dan hortikultura terhadap pengembangan wilayah dalam upaya penanggulangan kemiskinan, di Kabupaten Halmahera Barat, Propinsi Maluku Utara.

Berpijak dari sebuah realita, dimana kemiskinan adalah merupakan sebuah masalah multidimensial yang dapat ditemui pada berbagai penjuru belahan bumi, termasuk di Kabupaten Halmahera Barat dengan jumlah penduduk 90% bermukim diperdesaan. Mayoritas penduduk Kabupaten Halmahera Barat menggantungkan hidupnya di sektor pertanian yang sebagian besar masih dikategorikan miskin. Sementara Kabupaten Halmahera Barat menyimpan berjuta potensi sumberdaya alam, terutama sektor pertanian dan didukung oleh faktor geografis yang sangat strategis dalam mengembangkan sektor pertanian khususnya tanaman pangan dan hortikultura. Fenomena tersebut dapat mengilustrasikan penulis untuk menekuni sebuah penulisan ilmiah sebagaimana yang tertera pada judul tersebut diatas untuk menempuh gelar Magister Sains di Institut Pertanian Bogor.

Adapun prosesing penyelesaian penulisan tesis yang sebentar nanti dapat mengantarkan penulis untuk mengakhiri studi ini, tidak terlepas dari berbagai dukungan, baik berupa material maupun spiritual. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada ; Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, MS dan Dr. Ir. Setia Hadi, MS yang masing-masing sebagai ketua dan anggota komisi pembimbing, yang dengan penuh tekun dan kesabaran dalam meluangkan waktu untuk membimbing dan selalu memberi motivasi kepada penulis sampai tersusunnya tesis ini.

Selanjutnya, penulis haturkan hormat dan banyak terima kasih kepada teman-teman mahasiswa Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan


(9)

Perdesaan (PWD) Pascasarjana angkatan 2007, dan teman-teman di Forum Wacana Propinsi Maluku Utara yang telah memberikan saran dan motivasi secara moril kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan ini, semoga social capital dapat terbina serta dipertahankan selamanya.

Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan studi dan pada akhirnya pada penulisan tesis ini. Untuk itu penulis ingin menyampaikannya kepada : 1. Prof. Dr. Bambang Juanda, M.S. Selaku Ketua program Studi Ilmu-Ilmu

Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan, staf administrasi dan seluruh dosen yang telah memberikan pengetahuan saat menjalani perkuliahan di IPB.

2. Rektor dan Dekan Sekolah Pasca Sarjana IPB, karena telah diberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti perkuliahan di IPB.

3. Pemerintah Kabupaten Halmahera Barat yang telah mengizinkan dan mengakomodir penulis dalam melanjutkan studi pada Program Pascasarjana.

4. Rekan-rekan staf dan Kepala Bappeda Kabupaten Halmahera Barat yang telah memberikan dukungan, spirit dan telah membantu penulis dalam segala kebijakan termasuk memperoleh data dan informasi yang menyangkut dengan kelengkapan penulisan ini.

Secara khusus, penulis menyampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orangtua, Baba Hi. Moid Buka dan Alm. Mama Kursia Djen atas keikhlasan do’a, tenaga, pikiran serta tetesan darah dan keringat dalam membesarkan, mendidik, membina serta mendorong penulis hingga penulis dapat menitihkan karier sampai saat ini. Juga kepada Io Fuheka; Eme, Leha, Atika, Hadi, Itang, dan Io Nunau ; Asan, Samad, Amir serta Fira Majojo: Sana dan Hani yang turut berdoa, motivasi dan selalu mengharapkan yang terbaik untuk penulis.

Kepada Istri tercinta “Aisa” yang didalam hidup sebagai perempuan tegar dan tangguh dalam mengasuh, membimbing, dan membesarkan anak-anak dengan keikhlasan serta do’a selama penulis studi di Bogor, dan lebih khusus untuk ketiga buah hati : Kaka Ika, Dea dan Riziq sebagai sumber inspirasi dan


(10)

selalu memberikan spirit dan motivasi via hp cellular di saat telpon dan mengajak untuk cepat selesai studi, agar kembali dan selalu bersama mereka.

Penulis juga menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, maka apabila terdapat kehilafan dan kesalahan dalam penulisan ini kiranya dapat dikritisi serta sumbang saran agar diperbaiki untuk sebuah kemajuan. Harapan penulis semoga tesis ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak, terutama bagi pembaca sebagai sumber informasi, pengetahuan yang bermanfaat serta sebagai inspirasi dalam melakukan penelitian selanjutnya. Semoga Allah SWT selalu memberikan berkah dan hidayahnya kepada kita sekalian.

Bogor, Juni 2010


(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Bobanehena Kecamatan Jailolo Kabupaten Halmahera Barat, pada tanggal 05 September 1973 sebagai anak ke sembilan dari sepuluh bersaudara dari pasangan Bapak Moid Buka dan Kursia Djen (Alm). Pendidikan yang ditempuh penulis sebelumnya adalah SDN 2 Bobanehena, SMPN 1 Jailolo dan menyelesaikan pendidikan pada SMAN 1 Ternate pada tahun 1992.

Penulis melanjutkan pendidikan S1 pada tahun 1993 di Program Studi Ekonomi Pembangunan, Universitas Khairun Ternate dan meraih gelar sarjana ekonomi pada tahun 1998. Sejak tahun 2000 penulis diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil Daerah di lingkungan Pemerintah Daerah Kota Ternate Propinsi maluku Utara.

Pada tahun 2006 penulis ditugaskan di Kabupaten Halmahera Barat sebagai daerah kelahiran atas permintaan sendiri, dan pada tahun 2007 diberikan kesempatan untuk melanjutkan jenjang pendidikan S2 di Program Studi Ilmu-Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.


(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xvi

i I. PENDAHULUAN ………... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ...………... 8

1.3. Tujuan Penelitian ...………... 10

1.4. Manfaat Penelitian... 10

II. TINJAUAN PUSTAKA ...………... 11

2.1. Pembangunan dan Pengembangan ... 11

2.2. Konsep dan Strategi Pembangunan Ekonomi Wilayah ………….... 12

2.3. Teori Basis Ekonomi : Teori Lokasi ... 16

2.4. Keunggulan Komparatif dan Keunggulan Kompetitif ... 18

2.5. Sektor Pertanian ………... 19

2.6. Peranan Sektor Pertanian ... 21

2.7. Kemiskinan ... 21

2.7.1. Karakteristik Rumahtangga Miskin ... 23

2.7.2. Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan ... 25

2.7.3. Pembangunan Masyarakat Pedesaan dalam Mengatasi Kemiskinan ... 26

2.8. Penelitian Terdahulu ...…... 27

III. METODELOGI PENELITIAN ... 32

3.1. Kerangka Pemikiran ...………... 32

3.2. Hipotesis ...………... 40

3.3. Tempat dan Waktu Penelitian .………... 41

3.4. Jenis dan Sumber Data ...………... 41

3.5. Metode Pengambilan Data ... 41

3.6. Metode Analisis ... 42

3.6.1. Analisis Perekonomian Wilayah ... 42


(13)

3.6.1.2. Analisis Shift-Share (SSA) ... 44

3.6.2. Analisis Peranan Sub-Sektor Tanaman Pangan dan Hortikultura dalam Rumahtangga Petani ... 45

3.6.2.1. Analisis Kontribusi Pendapatan Rumahtangga Petani Tanaman Pangan dan Hortikultura ... 45

3.6.2.2. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Petani ... 46

3.6.2.3. Analisis Indeks Gini Ratio (GR) ... 46

3.6.2.4. Analisis Variabel-Variabel yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan Rumahtangga Petani ... 47

3.6.3. Analisis SWOT ... 49

3.7. Defenisi Operasional... 49

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH ………... 53

4.1. Letak Geografis dan Fisik Wilayah ………. 53

4.2. Wilayah Administratif ... 56

4.3. Karakteristik Penduduk ... 57

4.4. Aspek Ekonomi, Sosial, Budaya, Sarana dan Prasarana ... 58

4.5. Karakteristik Usaha Tanaman Pangan dan Hortikultura ... 70

4.5.1. Profil Rumahtangga Tanaman Pangan dan Hortikultura ... 70

4.5.2. Distribusi Rumahtangga Usaha Tanaman Pangan dan Hortikultura ... 71

4.5.3. Karakteristik Rumahtangga Tanaman Pangan dan Hortikultura (Bahan Makanan) Kabupaten Halmahera Barat... 72

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ……….. 75

5.1. Kontribusi Sub-Sektor Tanaman Pangan dan Hortikultura Terhadap Pembangunan Wilayah di Kabupaten Halmahera Barat... 75

5.1.1. Sektor Basis dan Keunggulan Komparatif Wilayah ... 77

5.1.2. Keunggulan Kompetitif Wilayah ... 81

5.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengembangan Tanaman Pangan dan Hortikultura di Kabupaten Halmahera Barat ... 85

5.2.1. Infrastruktur Sub-Sektor Tanaman Pangan dan Hortikultura... 86

5.2.2. Aspek Transportasi Wilayah ... 87

5.2.3. Aspek Kelembagaan ... 88


(14)

5.2.3.2. Lembaga Ekonomi dan Organisasi Petani ... 90

5.2.4. Sumberdaya Manusia (SDM) ... 92

5.3. Analisis Rumahtangga Tani Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Halmahera Barat ... 93

5.3.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Petani Tanaman Pangan dan Hortikultura ... 93

5.3.2. Tingkat Kemiskinan Rumahtangga Tani Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Halmahera Barat.... 99

5.3.3. Ketimpangan Pendapatan Rumahtangga Petani Tanaman Pangan dan Hortikultura ... 101

5.3.4. Pengaruh Beberapa Variabel Terhadap Tingkat Kemiskinan Rumahtangga Tani Tanaman Pangan dan Hortikultura ... 102

5.3.4.1. Variabel Umur ... 103

5.3.4.2. Jumlah Tanggungan Keluarga ….…………... 104

5.3.4.3. Variabel Akses Pasar .……… 105

5.4. Strategi Pengembangan Tanaman Pangan dan Hortikultura dalam Penanggulangan Kemiskinan ... 106

5.4.1. Analisis Lingkungan Internal ... 107

5.4.1.1. Kekuatan (Strength) ... 107

1. Potensi Sumberdaya Alam ... 107

2. Tanaman Pangan dan Hortikultura dalam Pemantapan Ketahanan Bahan Makanan... 108

3. Penyerapan Tenaga Kerja ... 108

4. Kebiasaan Bertani dan Nilai Tambah ... 109

5. Dukungan Pemerintah Daerah ………... 109

6. Adanya Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian ... 109

5.4.1.2. Kelemahan (Weakness) ……….. 110

1. Lahan Garapan Petani ...………... 110

2. Kualitas dan Keterampilan Petani ……….. 110

3. Produksi dan Produktifitas ………... 111

4. Akses Jalan dan Informasi Pasar ... 111

5. Dukungan Biaya Usaha Tani ……...………… 112

6. Keberpihakan Pemerintah Daerah pada Petani Tanaman Pangan dan Hortikultura Masih Rendah ... 113

7. Terbatasnya Infrastruktur dan Lembaga Ekonomi ... 113 8. Adopsi Inovasi Tekhnologi Budidaya Lambat


(15)

Diterima Petani ... 9. Belum Berfungsinya Kelompok Tani ... 114

10. Kuantitas dan Kualitas Tenaga Penyuluh

masih Rendah ………... 115 5.4.2. Analisis Lingkungan Eksternal ……… 115 5.4.2.1. Peluang (Opportunity)………... 115

1. Kebutuhan Pangan dan Hortikultura

(Bahan Makanan) ……... 115 2. Peluang Pasar ………….……….. 115 3. Pengembangan Teknologi Budidaya

Tanaman Pangan dan Hortikultura Cukup

Besar ...………... 116 4. Peluang Kerjasama Dengan Investor

dalam Pengembangan Agribisnis ……... 116 5. Komitmen Para Pemangku Kepentingan… 117 5.4.2.2. Ancaman (Threat) ... 117 1. Persaingan dengan Daerah Lain ….…….. 117 2. Harga Jual Tanaman Pangan dan

Hortikultura yang Relatif Rendah Saat

Panen Raya ...………... 118 4. Pengalihan Usaha Tani Tanaman Pangan

dan Hortikultura ke Sektor Lain ... 119 5. Terjadinya Konversi Lahan ... 119 6. Jumlah dan Kualitas Tanaman ... 120 5.4.3. Analisis SWOT Melalui Prosedur IFAS dan EFAS pada

Pengembangan Tanaman Pangan dan Hortikultura ... 124 5.4.3.1. Strategi S-O ……… 126

1. Pemanfaatan Potensi Daerah dalam Pengembangan Sub-Sektor Tanaman

Pangan dan Hortikultura ... 126 2. Membangun Mitra Usaha dalam

Meningkatkan Ekonomi Lokal Kabupaten

Halmahera Barat ... 128 3. Penguatan Kegiatan Promosi dan

Pengembangan Jaringan Pemasaran di

Luar Daerah ...………... 129 5.4.3.2. Strategi S-T ………... 129

1. Pembinaan Kemampuan Tani dalam


(16)

2. Aplikasi Teknologi Tepat Guna untuk Pengolahan Produk Tanaman Pangan

dan Hortikultura ... 130

3. Peran Pemerintah Daerah dalam Menunjang Pengembangan Tanaman Pangan dan Hortikultura ...………... 130

4. Menjadikan Iklim Usaha yang Kondusif... 131

5. Pengembangan Pasar Domestik dan Ekspor ………... 131

5.4.3.3. Strategi W-0 ….……… 131

1. Pemberdayaan Petani dan Kelompok Tani ... 131

2. Penguatan Kelembagaan Penunjang ………. 132

3. Transportasi dan Pemasaran ... 132

4. Pemanfaatan Tekhnologi ... 132

5. Mobilisasi Sumber Dana dan Pengembangan Infrastruktur ... 132

5.4.3.4. Strategi W-T ... 133

1. Meningkatkan Ketrampilan Petani dan Pengembangan Jaringan Informasi Pemasaran ... 133

2. Optimalisasi Fungsi dan Peran Lembaga Ekonomi (Bank dan Koperasi) untuk Mendukung Kegiatan Usahatani ...……... 134

3. Membangun Kerjasama dengan Perguruan Tinggi untuk Meningkatkan Kemampuan Petani ………... 136

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 138

6.1. Kesimpulan ... 138

6.2. Saran ... 139

DAFTAR PUSTAKA ... 141


(17)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Halmahera Barat Atas

Dasar Harga Berlaku Tahun 2005-2007 ………... 4

2. Data Luas Tanam, Luas Panen, Produksi dan Produktifitas Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Halmahera Barat ……….... 6

3. Wilayah Administrasi dan Luas Wilayah Kecamatan di Kabupaten Halmahera Barat ... 56

4. Jumlah dan Kepadatan Penduduk di Kabupaten Halmahera Barat ... 57

5. PDRB Kabupaten Halmahera Barat Tahun 2005-2007 (Juta Rupiah) ... 59

6. Struktur PDRB seluruh sektor di Kabupaten Halmahera Barat Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 ... 60

7. Jarak dan Waktu Tempuh Antar Ibu Kota Kabupaten dengan Ibukota Kecamatan Kabupaten Halmahera Barat Tahun 2005 ……… 67

8. Jumlah dan Presentase Rumahtangga Petani Tanaman Pangan dan Hortikultura di Kabupaten Halmahera Barat ... 72

9. Karakteristik Usaha Tani Tanaman Pangan dan Hortikultura di Kabupaten Halmahera Barat ... 74

10. Jumlah Penduduk, Kepala Rumahtangga, Rumahtangga Miskin di Bidang Usaha Tanaman Pangan dan Hortikultura di Kabupaten Halmahera Barat ... 76

11. Hasil Analisis Sub-Sektor Pertanian Berdasarkan Nilai PDRB Kabupaten Halmahera Barat ... 79

12. Hasil Analisis Shift Share Sub-Sektor Tanaman Pangan dan Hortikultura Berdasarkan PDRB Kabupaten Halmahera Baratdan PDRB Propinsi Maluku Utara ... 84

13. Hasil Analisis Shift Share Sub-Sektor Tanaman Pangan dan Hortikultura Berdasarkan PDRB Kabupaten Halmahera Baratdan PDRB Propinsi Maluku Utara ... 95

14. Kemiskinan pada Rumahtangga Petani Tanaman Pangan dan Hortikultura di Kabupaten Halmahera Barat ... 100

15. Hasil Analisis Regresi Logistik Binari terhadap Peluang Petani untuk Lepas dari Kemiskinan ... 103

16. Faktor Strategis Internal dan Eksternal ………... 120

17. Ringkasan Faktor Analisis Internal ... 121

18. Ringkasan Faktor Analisis Eksternal ... 122

19. Analisis Keterkaitan Faktor-Faktor Internal dan Faktor-faktor Eksternal (Matriks SWOT) Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura ……….... 124


(18)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Kerangka Pikir Penelitian ………... 37

2. Metode Pengambilan Data Secara Sengaja ………... 42

3. Garis Kemiskinan Diukur dari Pendapatan ... 101

4. Pendapatan Tani Vs Umur Petani ... 104

5. Pendapatan Tani Vs Jumlah Tanggungan Kelarga ... 105

6. Pendapatan Tani Vs Akses Terhadap Pasar ... 106

7. Grafik Analisis SWOT Pengembangan Tanaman Pangan dan Hortikultura ... 123


(19)

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Kemiskinan merupakan permasalahan kemanusiaan purba yang bersifat laten dan aktual sekaligus. Ia telah ada sejak peradaban manusia ada dan hingga kini masih menjadi masalah sentral di belahan bumi manapun (Suharto E, 2006). Kemisikinan juga merupakan faktor dominan yang mempengaruhi persoalan kemanusiaan lainnya, seperti keterbelakangan, kebodohan, ketelantaran, dan kematian dini. Problema buta huruf, putus sekolah, anak jalanan, pekerja anak, perdagangan manusia (human trafficking) tidak bisa dipisahkan dari masalah kemiskinan.

Berbagai permasalahan serta kausalitas tentang kemiskinan tersebut dapat memacu setiap bangsa untuk tetap berupaya dalam mensikapi melalui berbagai kebijakan secara universal dan berkelanjutan agar bisa keluar dari lingkaran kemiskinan. Hingga saat ini bangsa Indonesia selalu saja mempunyai perhatian besar terhadap terciptanya masyarakat yang adil dan makmur semenjak awal kemerdekaan sebagaimana termuat dalam alinea keempat Undang-Undang Dasar 1945. Program-program pembangunan yang dilaksanakan selama ini juga selalu memberikan perhatian besar terhadap upaya penanggulangan kemiskinan karena pada dasarnya pembangunan yang dilakukan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Meskipun demikian, masalah kemiskinan sampai saat ini terus-menerus menjadi masalah yang berkepanjangan.

Data Biro Pusat Statistik (BPS 2008) menyebutkan jumlah penduduk miskin di Indonesia sebanyak 34.963,3 ribu jiwa atau 15,42 persen rakyat Indonesia tergolong miskin, data tersebut menunjukan besarnya tingkat kemiskinan yang tersebar di seluruh Indonesia. Kalaupun demikian maka sebagian besar kehidupan masyarakat Indonesia berada dibawah garis kemiskinan. Sementara itu penetapan garis kemiskinan yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS, 2008) secara terpisah sebatas wilayah, yang diantaranya adalah sebesar Rp. 204.896,- untuk daerah perkotaan dan Rp.161.831,- untuk daerah pedesaan sehingga rata-rata secara keseluruhan antara desa dan kota sebesar Rp. 182.638,-. Penetapan garis kemiskinan ini berlaku secara nasional, hanya saja di berbagai daerah Propinsi maupun


(20)

Kabupaten/kota juga mempunyai standar penetapan yang sesuai dengan kondisi geografis wilayah masing-masing. Secara khusus Kabupaten Halmahera Barat sebagai daerah penelitian belum mempunyai ketetapan garis kemiskinan, namun secara struktural administrasi pemerintahan, maka Halmahera Barat berpedoman pada sebuah keputusan yang dikeluarkan oleh wilaya tertinggi yaitu Badan Pusat Statistik Propinsi Maluku Utara yang secara khusus menetapkan garis kemiskinan sebesar Rp. 226.732,- untuk wilayah perkotaan dan wilayah pedesaan sebesar Rp. 190.838,- maka rata-rata secara keseluruhan antara desa dan kota sebesar Rp. 201.500,-.

Kerja keras pemerintah dalam memerangi kemiskinan seolah dianggap sebelah mata dan tanpa memperoleh hasil yang berarti. Kemiskinan yang terlanjur meraksasa di Indonesia memang seolah-olah menjadi sebuah lingkaran benang kusut yang semakin sulit untuk diatasi, program-program dan berbagai kegiatan dalam penanggulangan kemiskinan menjadi mandul dan tidak menampakkan keberhasilan yang berarti.

Meskipun upaya penanggulangan kemiskinan bukan suatu usaha yang mudah, tetapi lewat berbagai diskusi dan penggagasan aksi-tindak tidak boleh surut kebelakang. Untuk menuju pada tingkat kesejahteraan rakyat, maka harus menyatukan segala pemikiran berupa pemahaman mengenai konsep dan strategi penanggulangan kemisikinan yang harus terus dikembangkan.

Berbagai literatur dan media memperlihatkan bahwa persentase jumlah penduduk miskin di pedesaan lebih tinggi dibandingkan dengan yang ada di perkotaan. Hal ini bisa dimungkinkan karena sebagian besar penduduk Indonesia berdomisili di pedesaan yang bermata pencaharian utama adalah sektor pertanian, namun mereka tetap bertahan dengan kehidupan yang selalu terbatas dengan berbagai kebutuhan yang seakan-akan mereka jauh dari berbagai sentuhan kebijakan dari para pengambil keputusan disetiap waktu.

Seiring dengan terjadinya krisis ekonomi, beberapa sektor mengalami keterpurukan, namun sektor pertanian mampu bertahan pada kondisi krisis tersebut. Sektor pertanian telah membuktikan paling survivel pada krisis ekonomi yang terjadi pada era tahun 1997 sampai dengan sekarang, sektor ini yang paling tahan terkena badai krisis moneter yang terjadi di Indonesia. Sektor


(21)

pertanian, mampu memberikan nilai tambah pendapatan bagi para petani yang cukup signifikan. Akan tetapi peningkatan harga komoditas pertanian tersebut disertai dengan peningkatan biaya beberapa input produksi dan biaya hidup sehingga peningkatan pendapatan dari komoditas ekspor tidak dapat dijadikan penyangga terhadap krisis (Sunderlin, et. al, 2000). Hal ini telah membuka kesadaran dan cakrawala baru bahwa sektor pertanian harus terus diupayakan sebagai basis untuk mengatasi krisis dan tercapainya pertumbuhan ekonomi nasional yang tinggi, melalui pemberdayaan ekonomi rakyat dengan perangkat peraturan-peraturan yang memudahkan untuk mewujudkan pembangunan ekonomi melalui sektor pertanian yang sepenuhnya harus di dukung oleh pemerintah.

Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan keuangan antara pusat dan daerah, mengisyaratkan pemerintah harus bertindak kreatif dalam mengelolah potensi daerah agar dapat menunjang dan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), serta dituntut pemerintah memiliki rasa tanggung jawab terhadap kemakmuran rakyat melalui kegiatan pembangunan di semua sektor, termasuk di dalamnya adalah pengembangan sub-sektor tanaman pangan dan hortikultura yang merupakan sebuah upaya dalam penanggulangan kemiskinan.

Gambaran di atas merupakan masalah umum yang terjadi hampir seluruh daerah di Indonesia termasuk Propinsi Maluku Utara. Dimana jumlah keluarga miskin adalah tercatat sebanyak 86.345 KK (BPS Propinsi Maluku Utara, 2008) yang tersebar di delapan Kabupaten/kota, diantaranya berdomisili di Kabupaten Halmahera Barat sebanyak 10.887 rumahtangga/KK dari 26.642 KK atau sebesar 41% dari jumlah keseluruhan kepala keluarga di Kabupaten Halmahera Barat (BPS Kab. Halmahera Barat, 2008), yang sebagian besar bermukim di pedesaan dan menggantungkan hidupnya di sektor pertanian.

Maluku Utara adalah daerah agraris yang secara umum pekerjaan utama penduduknya adalah sektor pertanian. Sejalan dengan itu, diperlukan kebijakan dalam upaya untuk mengembangkan sektor pertanian di berbagai Kabupaten se-Propinsi Maluku Utara, terutama komoditas yang berada pada sub-sektor


(22)

tanaman perkebunan, sub-sektor tanaman pangan dan hortikultura, sub-sektor peternakan, sektor kehutanan dan sektor perikanan. Dari kelima sub-sektor ini, secara berurutan sub-sub-sektor perkebunan merupakan sub-sub-sektor yang paling menonjol, yang memberikan kontribusi PDRB yang paling besar di Propinsi Maluku Utara. Urutan berikutnya adalah sub-sektor tanaman pangan dan hortikultura, kemudian diikuti oleh sub-sektor perikanan, sub-sektor kehutanan dan yang terakhir adalah sub-sektor peternakan (BPS Propinsi Maluku Utara, 2008). Keadaan seperti ini tampaknya sama dengan yang terjadi di Kabupaten Halmahera Barat.

Berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Halmahera Barat tahun 2007, menunjukan pertumbuhan yang sangat berarti bagi perekonomian daerah yaitu sebesar 4,75%, dengan rata-rata pertumbuhan pertahun adalah 3,93% yang disumbangkan oleh berbagai sektor, diantaranya sektor Pertanian 38,19%, Pertambangan dan Penggalian 0,15%, Industri Pengolahan 22,20%, Listrik dan Air Bersih 0,60%, Bangunan 0,68%, Perdagangan, Hotel dan Restoran 25,83%, Pengangkutan dan komunikasi 5,63%, Keuangan dan Persewaan 3,07%, dan Jasa – Jasa 3,80%, secara jelas dapat di lihat pada tabel berikut :

Tabel 1 : Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Halmahera Barat Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2005-2007 (Juta Rupiah)

Sumber Data : BPS Kabupaten Halmahera Barat, 2008

Sektor 2005 2006 2007

Pertanian

a. Tanaman Bahan makanan b. Tanaman Perkebunan

c. Peternakan dan Hasil-hasilnya d. Kehutanan e. Perikanan 79,610.47 11,175.38 47,706.67 9,952.87 2,843.81 7,931.74 85,094.67 12,013.98 50,383.50 11,178.12 2,914.49 8,604.58 90,686.53 12,931.47 53,747.01 11,344.72 3,102.58 9,560.74 Pertambangan & Penggalian 249.46 316.50 360.78 Industri Pengolahan 45,608.65 48,476.58 52,968.56 Listrik dan Air Bersih 1,324.23 1,370.01 1,431.58

Bangunan 1,163.87 1,408.89 1,644.90

Perdagangan,Hotel dan Restoran 52,031.12 55,454.44 61,620.87 Angkutan dan Komunikasi 11,842.13 12,683.32 13,438.21 Keu.Persewaaan dan Js Perush 6,140.00 6,632.70 7,314.40

Jasa-jasa 7,984.30 8,183.94 9,061.86


(23)

Berdasarkan tabel satu di atas, menunjukan bahwa sektor primer atau sektor pertanian memberikan kontribusi yang sangat dominan terhadap fundamental ekonomi Halmahera Barat. Sementara itu, letak geografis, struktur alam, serta daya dukung lahan yang memadai maka Kabupaten Halmahera Barat mempunyai peluang yang besar untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian dibutuhkan kreatifitas dari para pengambil kebijakan dalam pengembangan sektor pertanian yang merupakan basis ekonomi masyarakat, dengan memperhatikan serapan tenaga kerja yang sangat memadai disumbangkan oleh sektor ini, utamanya pada sub-sektor perkebunan, tanaman pangan dan hortikultura dan perikanan, sehingga kedepan perlu dikembangkan produk-produk unggulan yang mampu menguasai pasar lokal, regional dan nasional, bahkan jika dimungkinkan pada beberapa jenis produk dapat diorentasikan untuk ekspor.

Secara terperinci bahwa kemampuan produksi pada sub-sektor tanaman pangan dan hortikultura di Kabupaten Halmahera Barat sudah tidak dapat diragukan lagi dalam pengembangannya dan memang secara riil selalu diakui oleh masyarakat pada umumnya di Propinsi Maluku Utara terutama yang berdomisili di Kota Ternate, karena memang secara historis Kabupaten Halmahera Barat adalah daerah penyangga dan mempunyai kapasitas dalam menyediakan bahan pangan dan hortikultura (tanaman bahan makanan) yang dikenal sejak dahulu. Hal ini dapat terihat pada kapasitas produksi tanaman pangan dan hortikultura berdasarkan data tahun 2005, bahwa jenis tanaman pangan dengan kapasitas produksi tertinggi adalah jenis tanaman ubi kayu yaitu 15.784 ton, dengan luas tanam 2.307 hektar, luas panen 1.835 hektar, yang hanya mencapai 3.386,4 ton, sehingga produktifitas 8,6 ton pertahun. Sedangkan untuk produksi padi sawah dengan produksi 775 ton, sedangkan padi ladang 1.560 ton pertahun, belum menunjukan produksi yang berarti, dengan produktivitas di bawah 10 ton pertahun, belum mampu mencukupi kebutuhan pangan Kabupaten Halmahera Barat. Lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut :


(24)

Tabel 2. Data Luas Tanam, Luas Panen, Produksi dan Produktifitas Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Halmahera Barat

Luas Tanam Luas Panen Produksi Produktivitas No Jenis Tanaman

( Ha ) ( Ha ) ( Ton ) (Ton/Ha)

1 2 3 4 5 6

1 Padi Sawah 196 123 775 6,3

2 Padi Ladang 845 325 1,560 4,8

3 Jagung 1,208 1,017 2,949 2,9

4 Kedelai 59 50 75 1,5

5 Kacang Tanah 769 599 1,737 2,9

6 Kacang Hijau 32 29 41 1,4

7 Ubi Kayu 2,307 1835 15,784 8,6

8 Ubi Jalar 918 745 4,545 6,1

9 Talas 404 345 1,829 5,3

Jumlah 4,431 5,068 29,295 39,8

1 2 3 4 5 6

1 Alpukat 8 6 8 1,3

2 Belimbing 3 2 2 1,0

3 Duku/Langsa 158 95 175 1,8

4 Durian 92 76 350 4,6

5 Jambu Biji 15 10 13 1,3

6 Jambu Air 81 35 17 0,5

7 Jeruk Siam/Keprok 75 25 420 16,8

8 Jeruk Besar 38 35 75 2,1

9 Mangga 66 40 150 3,8

10 Manggis 9 7 9 1,3

11 Nangka/Cempedak 30 17 63 3,7

12 Nenas 20 15 21 1,4

13 Pepaya 174 116 175 1,5

14 Pisang 13.734 12.964 25.000 1,9

15 Rambutan 100 75 278 3,7

16 Salak 75 61 25 0,4

17 Sukun 35 24 19 0,8

18 Semangka 23 21 79 3,8


(25)

Tabel 2. Lanjutan

No Jenis Tanaman Luas Tanam

Luas

Panen Produksi Produktivitas ( Ha ) ( Ha ) ( Ton ) (Ton/Ha)

1 Bawang Merah 20 18 38 2,1

2 Kubis/Kol 5 5 3 0,6

3 Petsai/Sawi 27 19 23 1,2

4 Kacang Panjang 55 48 72 1,5

5 Cabe Besar 63 57 117 2,1

6 Cabe Rawit 60 58 63 1,1

7 Tomat 49 45 55 1,2

8 Terung 45 41 91 2,2

9 Buncis 22 18 39 2,2

10 Ketimun 38 35 68 1,9

11 Kangkung 79 77 80 1,0

12 Bayam 41 40 41 1,0

Jumlah 504 461 690 18,1

1 2 3 4 5 6

1 Jahe 65 43 46 1,1

2 Laos/Lengkuas 26 23 14 0,6

3 Kencur 15 9 3 0,3

4 Kunyit 57 32 61 1,9

Jumlah 163 107 124 3,9

Sumber : Dinas Pertanian Kab. Halbar Tahun 2005

Produksi padi sawah tahun 2005, sebanyak 775 ton, jika perbandingan luas lahan 196 hektar dan luas panen menunjukan produktivitas sebesar 6,3 ton perhektar, dengan kapasitas produksi serta produktivitas yang rendah pada jangka panjang perlu ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi pangan, melalui peningkatan produksi padi dengan perbaikan pola tanam dan memanfaatkan sumber makanan pokok pengganti padi seperti sagu, ubi, dan makanan pokok sumber karbohidrat lainnya yang dikenal masyarakat. Disamping itu perlu dilakukan pengolahan bahan makanan sehingga terdapat variasi makanan yang secara ekonomis memiliki nilai tambah (value added) dan memiliki komposisi gizi yang seimbang. Disisi lain Kabupaten Halmahera Barat, merupakan wilayah yang mampu memproduksi tanaman hortikultura terbesar di Provinsi Maluku Utara, jenis hortikultura dengan kapasitas produksi yang tinggi pertahun seperti


(26)

durian, duku/langsa, pisang, dan rambutan perlu terus ditingkatkan dengan menjaga sirkulasi produksi untuk memenuhi kebutuhan konsumsi baik untuk konsumsi lokal maupun regional. Posisi wilayah Kabupaten Halmahera Barat yang strategis karena sangat berdekatan dengan Kota Ternate dan Sofifi sebagai ibu kota provinsi, perlu didorong pengembangan produksi tanaman pangan dan hortikultura, yang dapat mencegah aliran masuknya barang-barang konsumsi dari kota Bitung Provinsi Sulawesi Utara.

Secara administratif, Kabupaten ini memiliki 9 (sembilan) kecamatan yang mempunyai potensi utama adalah sektor pertanian, karena didukung oleh keadaan iklim dan tanah yang sesuai dengan syarat tumbuh tanaman pertanian. Mengingat luas areal pertanian masih dapat ditingkatkan pada tahun-tahun mendatang, maka kontribusi sektor pertanian khususnya tanaman pangan dan hortikultura juga diperkirakan akan terus meningkat.

Oleh karena itu menjadi sangat penting bagi pemangku kepentingan (stake holder) terutama Pemerintah Daerah Kabupaten Halmahera Barat untuk mengembangkan sektor pertanian agar dapat memberikan kontribusi yang lebih besar lagi terhadap pembangunan wilayah. Sub-sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura di Kabupaten Halmahera Barat adalah merupakan mata pencaharian utama kedua setelah tanaman perkebunan bagi masyarakat, sehingga apabila tidak ada kebijakan dalam pengembangan sektor pertanian ini, maka dimungkinkan rumah tangga petani tanaman pangan dan hortikultura akan terpuruk pada kondisi kemiskinan.

1.2. Perumusan Masalah

Ketika arus globalisasi semakin tidak terbendung, semangat regionalisasi dari berbagai daerah semakin menguat, terutama daerah-daerah yang memiliki sumberdaya alam yang melimpah. Semangat ini muncul sebagai perlawanan terhadap sistem sentralisasi yang dilakukan oleh pemerintah Orde Baru. Semangat regionalisasi tersebut akhirnya ditanggapi oleh pemerintah dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah yang berlaku efektif mulai 1 Januari tahun 2001 dan dipandang sebagai proses awal bangkitnya semangat desentralisasi pada sistem pemerintahan Indonesia.


(27)

Di era otonomi daerah sekarang ini masing-masing daerah dituntut untuk mengembangkan perekonomiaan daerahnya, sehingga diharapkan dapat mengurangi ketimpangan pendapatan dan kesejahteraan rakyat dapat ditingkatkan sehingga terwujud pembangunan yang berimbang. Pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi melalui pemacuan satu atau beberapa sektor ekonomi kunci tanpa memperhatikan keterkaitan antar sektor perekonomian yang lain seringkali akan membawa dampak kesenjangan antar sektor perekonomian maupun kesenjangan antar wilayah serta selalu diikuti pula dengan kesenjangan pendapatan antar golongan masyarakat.

Dengan berkembangnya sektor pertanian akan mampu mendorong berkembangnya sektor perekonomian yang lain, karena sektor pertanian sebagai sektor primer, yang menjadi input bagi kegiatan sektor lain, sehingga memiliki daya dorong yang besar (forward lingkages) jika diikuti oleh pengembangan sektor sekunder yang berbasis pertanian, yang pada akhirnya dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah secara umum.

Dari uraian di atas, sektor pertanian merupakan salah sektor unggulan bagi Kabupaten Halmahera Barat khususnya. Akan tetapi sejauh mana peran dari sektor ini terhadap pertumbuhan dan pemerataan pembangunan wilayah serta peningkatan kesejahteraan bagi rumah tangga petani harus mendapat kajian lebih lanjut. Hal ini penting terutama menunjang perencanaan pembangunan wilayah khususnya untuk pengembangan di sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura.

Selain terbatasnya sarana-prasarana, mutu pelayanan publik dan sumber daya manusia, tantangan yang harus dihadapi oleh sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura adalah tingkat harga komoditas tanaman ini sangat ditentukan oleh tingkat harga di pasar. Pergerakan harga tersebut seharusnya dapat dipantau langsung oleh para petani, akan tetapi kebanyakan petani tidak mempunyai akses ke sumber informasi tersebut sehingga harga ditentukan oleh pedagang pengumpul atau pedagang perantara antar daerah.

Berkembangnya sektor pertanian akan dapat mengurangi kesenjangan pendapatan masyarakat serta dapat meningkatkan pendapatan rumah tangga khususnya petani tanaman pangan dan hortikultura, sehingga kemiskinan akan


(28)

dapat teratasi.

Berdasarkan ulasan tersebut diatas, maka ada beberapa permasalahan yang perlu ditindaklanjuti dan membutuhkan sebuah tinjauan kritis yang perlu diteliti lebih lanjut, diantaranya :

1. Bagaimana peran sub-sektor tanaman pangan dan hortikultura dalam pembangunan wilayah di Kabupaten Halmahera Barat ?

2. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi tingkat pendapatan dan kemiskinan bagi rumahtangga petani tanaman pangan dan hortikultura di Kabupaten Halmahera Barat ?

3. Sejauhmana strategi dan kebijakan dalam pengembangan sub-sektor tanaman pangan dan hortikultura sebagai upaya penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Halmahera Barat ?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan diatas, penelitian ini bertujuan untuk :

1. Menganalisis peranan sub-sektor tanaman pangan dan hortikultura dalam pembangunan wilayah di Kabupaten Halmahera Barat.

2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pendapatan dan kemiskinan bagi rumahtangga tani tanaman pangan dan hortikultura di Kabupaten Halmahera Barat.

3. Merumuskan rekomendasi kebijakan dalam mengembangkan sub-sektor tanaman pangan dan hortikultura, sebagai upaya penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Halmahera Barat.

1.4. Manfaat Penelitian

Pada prinsipnya penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat digunakan sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam merumuskan suatu strategi kebijakan dalam pengembangan sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura yang lebih bermanfaat dalam upaya penanggulangan kemiskinan serta tercapainya kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Halmahera Barat, Propinsi Maluku Utara. Penelitian ini juga merupakan wahana informasi sekaligus dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi penerapan ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang relevan sebagai dasar bagi pengembangan penelitian selanjutnya.


(29)

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembangunan dan Pengembangan

Pembangunan merupakan suatu upaya untuk melakukan perubahan menjadi lebih baik (Riyadi dan Bratakusumah, 2003). Sedangkan Saefulhakim (2003) mengartikan pembangunan sebagai suatu proses perubahan yang terencana (terorganisasikan) ke arah tersedianya alternatif-alternatif/pilihan-pilihan yang lebih banyak bagi pemenuhan tuntutan hidup yang paling manusiawi sesuai dengan tata nilai yang berkembang di dalam masyarakat. Menurut Siagian dalam Riyadi dan Bratakusumah (2003) pembangunan sebagai suatu upaya perubahan untuk mewujudkan suatu kondisi kehidupan bernegara dan bermasyarakat yang lebih baik dari kondisi sekarang.

Selain itu, Bappenas (1999) mendefinisikan pembangunan sebagai suatu rangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan yang dilakukan secara terencana dan berkelanjutan dengan memanfaatkan dan memperhitungkan kemampuan sumberdaya, informasi, dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta memperhatikan perkembangan global. Selanjutnya dikatakan bahwa pembangunan daerah adalah bagian integral dari pembangunan nasional yang dilaksanakan melalui otonomi daerah, pengaturan sumberdaya nasional, yang memberi kesempatan bagi peningkatan demokrasi dan kinerja daerah yang berdaya guna dalam penyelenggaraan pemerintah dan layanan masyarakat, untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah secara merata dan berkeadilan.

Sedangkan pengembangan mengandung konotasi pemberdayaan, kedaerahan, kewilayahan dan atau proses meningkatkan. Pengembangan berarti melakukan sesuatu yang tidak dari nol atau tidak membuat sesuatu yang sebelumnya tidak ada, melainkan melakukan sesuatu yang sebenarnya sudah ada tapi kualitas dan kuantitasnya ditingkatkan. Jadi dalam hal pengembangan ekonomi masyarakat tersirat pengertian bahwa masyarakat di suatu kawasan telah memiliki kapasitas tetapi perlu ditingkatkan lagi. Meskipun demikian secara hakiki pengertian pengembangan dengan pembangunan umumnya sama dan dapat dipertukarkan. Kedua istilah tersebut diterjemahkan dari kata development (Rustiadi et al., 2007).


(30)

Dengan demikian, dalam penelitian ini istilah pembangunan dan pengembangan dapat dipertukarkan yang dimaknai sebagai upaya untuk mengembangkan ekonomi wilayah yang berorientasi pada upaya meningkatkan pendapatan masyarakat melalui pengembangan sub-sektor tanaman pangan dan hortikultura yang selama ini telah ada, meskipun belum sepenuhnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di wilayah yang diteliti. Pembangunan atau pengembangan merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan untuk melakukan perubahan dalam arti meningkatkan kapasitas ekonomi melalui penentuan prioritas sumberdaya pembangunan (sumberdaya alam, sumberdaya manusia, sumberdaya sosial dan sumberdaya buatan) agar dapat mengurangi kesenjangan pembangunan dan kemiskinan di daerah.

2.2. Konsep dan Strategi Pembangunan Ekonomi Wilayah

Pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap negara berkembang mempunyai perbedaan prinsip yang dilandasi falsafah, hakikat, tujuan, strategi maupun kebijakan program pernbangunannya. Selain itu, pola, dan proses dinamika pembangunan ekonomi di suatu negara sangat ditentukan oleh banyak faktor, baik internal (domestik) maupun eksternal (Tambunan, 2001). Faktor-faktor internal di antaranya adalah kondisi fisik (termasuk iklim), lokasi geografi, jumlah dan kualitas sumberdaya alam dan sumberdaya manusia, yang dimiliki, kondisi awal ekonomi, sosial dan budaya, sistem politik, serta peranan pemerintah di dalam ekonomi. Sedangkan faktor-faktor eksternal di antaranya adalah perkembangan teknologi, kondisi perekonomian dan politik dunia serta keamanan global. Berdasarkan kondisi-kondisi di atas, maka pola dan proses pembangunan di suatu negara akan berbeda dengan negara lainnya.

Pada hakekatnya pembangunan merupakan sesuatu proses perubahan sosial kumulatif dengan ekonomi dan demokrasi politik di dalamnya yang paling terkait. Dengan perkataan lain, pernbangunan terjadi dalam, hubungan sebab-akibat kumulatif atau "Circular Cumulative Caution" (Supriatna, 1997). Sedangkan Budiharsono (1998) menyatakan bahwa pembangunan merupakan suatu usaha untuk dapat menyediakan banyak alternatif yang sahih bagi setiap warga negara untuk mencapai aspirasi yang paling humanistik. Defenisi tersebut mengandung arti bahwa pembangunan bukan hanya untuk satu golongan tetapi


(31)

bagi seluruh masyarakat dan pembangunan bukan hanya dari segi fisik saja tetapi mencakup juga segi mental spiritual.

Pembangunan paling tidak harus mempunyai tiga sasaran utama Todaro (2000), yaitu:

Meningkatkan ketersediaa dan memperluas distribusi barang kebutuhan pokok seperti pangan, papan, kesehatan dan perlindungan.

Meningkatkan taraf hidup yaitu, selain meningkatkan pendapatan juga memperluas kesempatan kerja, pendidikan yang lebih baik dan perhatian yang lebih besar terhadap nilai-nilai budaya manusia yang keseluruhannya akan memperbaiki bukan hanya kesejahteraan material akan tetapi juga menghasilkan rasa percaya diri sebagai individu maupun sebagai suatu bangsa.

3. Memperluas pilihan ekonomi dan sosial yang tersedia bagi setiap orang dan setiap bangsa dengan membebaskan mereka dari ketergantungan bukan hanya dalam hubungan dengan orang dan negara lain akan tetapi juga masalah kebodohan dan kesengsaraan manusia.

Pembangunan perekonomian dibagi atas dua sektor, yaitu sektor basis dan sektor non basis. Sektor basis adalah sektor-sektor yang merupakan tumpuan bagi pertumbuhan wilayah yang memiliki ciri-ciri kontribusi yang besar terhadap total output wilayah. Oleh karena itu, prioritas pembangunan ekonomi dapat bertitik tolak pada sektor-sektor mana yang menjadi basis perekonomian wilayah. Penentuan prioritas pembangunan yang tepat berarti membuat suatu program pembangunan yang sesuai dengan potensi-potensi yang ada di daerah tersebut serta mempertimbangkan sistem ekonorni, sosial, dan lingkungan yang ada. Hal ini berarti pula ada usaha optimalisasi pemanfaatan potensi (sumberdaya, alam, manusia, man-made capital, sosial capital) wilayah sehingga secara langsung ataupun tidak langsung akan mengoptimalkan pemanfaatan kesejahteraan masyaraka. Supriatna (1997), mengemukakan ada empat konsep dan strategi pembangunan sebagai basil dari proses perkembangan pelaksanaan pembangun di berbagai negara, yaitu pembangunan, pertumbuhan dan pemerataan, pembangunan berkelanjutan, dan pembangunan manusia.


(32)

dan menganggap bahwa kesejahteraan masyararakat dapat ditingkatkan dengan cepat melalui pemacuan satu atau beberapa sektor ekonomi kunci. Peningkatan output suatu sektor atau beberapa sektor kunci akan ikut meningkatkan output sektor-sektor lainnya melalui proses penggandaan (multiplier) dan keterkaitan (linkage) antar sektor. Namun strategi ini menimbulkan permasalahan pembangunan, yaitu kemiskinan.

Konsep pertumbuhan ekonomi yang menekankan pada growth yang tinggi sering menghadapi masalah (trade off) dengan pemerataan yang relatif rendah. Konsep pertumbuhan ekonomi yang baru mulai mengalami pergeseran paradigma dari strategi pertumbuhan ekonomi menjadi pertumbuhan dan pemerataan pembangunan (growth and equity of strategy development). Menurut strategi ini, pertumbuhan ekonomi yang dicapai ditujukan untuk pemerataan dalam bidang pendapatan, kesejahteraan sosial, dan kelestarian lingkungan hidup yang ditandai oleh struktur perubahan ekonomi dan sosial.

Pemerataan hasil-hasil pembangunan biasanya dikaitkan dengan .masalah kesenjangan atau ketimpangan dalam distribusi pendapatan antara kelompok masyarakat berpendapatan tinggi dengan masyarakat berpendapatan rendah serta tingkat kemiskinan (Tambunan, 2001). Secara logika, jurang pemisah (gap) yang semakin besar antara kelompok masyarakat kaya dan miskin mencerminkan distribusi pendapatan yang tidak merata. Dengan demikian, orientasi pemerataan merupakan usaha untuk memerangi kemiskinan.

Para ahli ekonomi melakukan pembangunan dengan menggunakan berbagai metode untuk memaksimalkan kesejahteraan manusia dibawah kendala keterbatasan sumberdaya (capital stock) dan teknologi yang ada. Karena itulah perhatian mereka terfokus pada bagaimana mengelolah sumberdaya sedemikian rupa sehingga dapat memberikan tingkat pertumbuhan dan efisiensi yang tinggi. Akan tetapi pembangunan tersebut cenderung mengabaikan aspek ekologi maupun sosialnya. Sebagai akibatnya, semakin banyak orang yanng merasa bahwa pola pembangunan seperti ini telah melampaui batas kegunaannya dan bahkan beralih ke arah yang merugikan kesejahteraan manusia, yaitu kerusakan lingkungan melebihi manfaat pembangunan. Oleh karena itu pembangunan berkelanjutan harus memperhatikan aspek ekonomi maupun non ekonomi dan


(33)

mengintegrasikan tiga tujuan yang berbeda, yaitu: (1) tujuan ekonomi, yaitu pertumbuhan berkelanjutan dan efisiensi kapital, (2) tujuan sosial, yaitu pengentasan kemiskinan dan pemerataan, dan (3) tujuan ekosistem, yaitu pengelolaan sumberdaya yang menjamin keberlanjutan. Walaupun demikian, tidaklah mudah untuk menyatukan ketiga tujuan di atas dan akan terdapat trade off di antara tujuan-tujuan tersebut.

Dengan demikian pembangunan berkelanjutan selain diukur perkembangan pembangunan berdasarkan ekonomi juga harus didukung oleh tolok ukur yang bersifat non ekonomis. Ukuran ekonomi seperti Gross National Product (GNP), temyata tidak mampu mengukur adanya inequality dan kemiskinan serta, perkembangan sumberdaya manusia, adanya degradasi serta penyusutan sumberdaya alam dan lingkungan, dan aspek-aspek sosial, politik, dan spiritual manusia, (Rustiadi et al . 2005).

Setelah pembangunan berkelanjutan yang mulai memadukan sisi ekonomi dan non ekonomi sebagai tolok ukur keberhasilan pembangunan, namun yang menjadi target semua pembangunan tersebut adalah pembangunan bagi manusia. Fungsi manusia terdiri atas dua, yaitu sebagai makhluk individu dan makhluk sosial dimana, manusia tersebut dapat dikatakan sebagai kapital. Anwar (2005) mengemukakan bahwa ada empat tipe, kapital, yaitu (1) man-made capital, seperti mesin, pabrik, bangunan dan bentuk infrastruktur dan teknologi lainnya, (2) natural capital, seperti sumberdaya alam (SDA) dan lingkungan hidup, (3) human capital atau sumberdaya manusia yang dihubungkan dengan kuantitas dan kualitas penduduk, dan (4) sosial capital, lebih dikaitkan kepada fungsi kelembagaan dan budaya yang berbasis sosial.

Human Capital. Manusia merupakan subyek dan sekaligus sebagai obyek pembangunan. Sebagai subyek pembangunan, maka kualitas dan kuantitas penduduk diharapkan dapat mendukung dan diandalkan dalam pelaksanaan pembangunan kesejahteraan manusia. Sebagai obyek pembangunan, penduduk diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya dengan menikmati hasil-hasil pembangunan. Oleh karena itu, pengembangan (investasi) surnberdaya manusia merupakan hal yang sangat penting terutama dalam perencanaan strategi pembangunan. Bentuk-bentuk pengembangan sumberdaya manusia adalah


(34)

investasi di bidang pendidikan, kesehatan, tingkat gizi individu, dan lain-lain. Social Capital merupakan bentuk kapital yang lebih tertuju pada kelembagaan, hubungan, dan norma sebagai bentuk kualitas dan kuantitas interaksi masyarakat. Tata nilai dan kelembagaan dalam masyarakat, baik formal maupun non formal, merupakan fungsi kelembagaan dan budaya berbasis sosial yang penting dalam pelaksanaan pembangunan. Social capital mempunyai dampak yang penting untuk pengembangan teori, pembangunan, dan kebijakan karena menyangkut beberapa aspek yang dipelajari, yaitu aspek pendidikan, aspek kesehatan, aspek kelembagaan swasta, dan aspek terhadap akses ke pasar. Oleh karena itu, social capital ini sangat penting dalam pembangunan karena dapat mendukung tercapainya tujuan pembangunan dengan melibatkan seluruh komponen masyarakat.

2.3.Teori Basis Ekonomi : Teori Lokasi

Untuk lebih mengenal potensi aktivitas ekonomi suatu wilayah, maka pendekatan analisis yang sering digunakan adalah dengan menggunakan analisis basis ekonomi yang merupakan rujukan dalam menentukan keunggulan komparatif dan sekaligus sektor basis yaitu Location Quotient Analysis (LQ) dan untuk melihat kemampuan berkompetisi (competitiveness) dari suatu aktifitas ekonomi tertentu (komoditas) pada suatu wiayah, maka langkah yang dipakai adalah dengan pendekatan Shift-Share Analysis atau SSA (Sukla, 2000) diacu dalam (Rustiadi et al. 2005). Pendekatan dari kedua analisis ini adalah untuk melihat keunggulan baik secara komparatif maupun kompetitif suatu sektor di suatu wilayah.

Potensi ekonomi suatu wilayah dapat dikatagorikan basis dan bukan basis dengan metode LQ, yang merupakan perbandingan relatif antara kemampuan sektor yang sama pada daerah yang lebih luas dalam suatu wilayah. Aktivitas ekonomi suatu wilayah dapat dikelompokkan dalam dua bagian, yaitu sektor basis dimana kelebihan dan kekurangan yang terjadi dalam proses pemenuhan kebutuhan tersebut menyebabkan terajinya mekanisme ekspor dan impor antar wilayah. Artinya industri basis ini akan menghasilkan barang dan jasa, baik untuk pasar domestik daerah maupun pasar luar wilaya/daerah. Sedangkan sektor non basis adalah sektor dengan kegiatan ekonomi yang hanya melayani pasar di


(35)

daerahnya sendiri, dan kapasitas ekspor ekonomi daerah belum berkembang. Asumsi dalam LQ adalah terdapat sedikit variasi dalam pola pengeluaran secara geografi dan produktivitas tenaga kerja seragam serta masing-masing industri menghasilkan produk atau jasa yang seragam. Berbagai dasar ukuran dalam pemakaian LQ harus disesuaikan dengan kepentingan penelitian dan sumber data yang tersedia. Jika penelitian dimaksudkan untuk mencari sektor yang kegiatan ekonominya dapat memberikan kesempatan kerja sebanyak-banyaknya maka yang dipakai sebagai dasar ukuran adalah jumlah tenaga kerja sedangkan bila keperluannya untuk menaikkan pendapatan daerah, maka pendapatan merupakan dasar ukuran yang tepat sedangkan jika hasil produksi maka jumlah hasil produksi yang dipilih. LQ juga menunjukkan efisiensi relatif wilayah, serta terfokus pada substitusi impor yang potensial atau produk dengan potensi ekspansi ekspor (Rustiadi et al. 2005).

Arus pendapatan yang dihasilkan dari aktivitas ekonomi industri basis akan meningkatkan investasi, kesempatan kerja, pendapatan dan konsumsi, pada gilirannya akan menaikan pendapatan dan kesempatan kerja serta menaikkan permintaan hasil industri non basis (Loilatu, 2006). Hal ini berarti kegiatan industri basis mempunyai paranan penggerak pertama (prime mover role), dimana setiap perubahan kenaikan atau penurunan mempunyai efek pengganda (multiplier effect) terhadap perekonomian wilayah.

Untuk memahami pergeseran struktur suatu aktifitas atau sektor serta menghitung seberapa besar share masing-masing sektor atau aktifitas tersebut di suatu lokasi tertentu dibandingkan dengan suatu referensi, dengan cakupan wilayah yang lebih luas dalam dua titik waktu, yaitu dengan menggunakan Shift Share Analysis. Hasil analisisi ini dapat menjelaskan kemampuan berkompetisi wilayah secara dinamis atau perubahan yang lebih luas, yang terkait dengan (competitiveness) tertentu di suatu aktifitas dalam cakupan wilayah pertumbuhan suatu wilayah.

Hasil analisis shift-share mampu menjelaskan kinerja suatu aktifitas atau sektor pada suatu wilayah dan membandingkannya dengan kinerja di dalam total wilayah. Disamping itu hasil analisis juga memberikan gambaran sebab-sebab terjadinya pertumbuhan suatu aktifitas di suatu wilayah antam lain: (a) berasal


(36)

dari dinamika lokasi (sub wilayah), (b) dari dinamika aktifitas/sektor dari total wilayah, dan (c) dinamika wilayah secara umum. Sehingga secara umum akan dijelaskan dalam tiga komponen hasil analisis yaitu: (1) Komponen laju pertumbuhan total (komponen share), yang menjelaskan pertumbuhan total wilayah pada dua titik waktu yang menunjukkan dinamika total wilayah; (2) Komponen pergeseran proporsional, yang menjelaskan pertumbuhan total aktifitas atau sektor tertentu secara relatif dibandingkan dengan pertumbuhan secara umum dalam total wilayah yang menunjukkan dinamika sektor atau aktifitas total dalam wilayah; (3) Komponen pergeseran differential, yang menggambarkan bagaimana tingkat competitiveness suatu wilayah tertentu dibandingkan dengan pertumbuhan sektor atau aktiftas dalam wilayah.

2.4. Keunggulan Komparatif dan Keunggulan Kompetitif

Menurut hukum keunggulan komparatif, meskipun sebuah wilayah berupa negara/daerah kurang efisien dibanding (atau memiliki kerugian absolut) terhadap negara atau daerah lain dalam memproduksi kedua komoditi, namun masih tetap terdapat dasar untuk melakukan perdagangan yang menguntungkan kedua belah pihak. Negara atau daerah pertama harus melakukan spesialisasi dalam memproduksi dan mengekspor komoditi yang memiliki kerugian absolut lebih kecil (ini merupakan komoditi dengan keunggulan komparatif) dan mengimpor komoditi yang memiliki kerugian absolut lebih besar (komoditi ini merupakan kerugian komparatif). Asumsi yang dipakai berupa : 1) dua negara/wilayah dengan dua komoditas, 2) perdagangan bersifat bebas, 3) terdapat mobilitas tenaga kerja yang sempurna di dalam wilyah, namun tidak ada mobilitas antara dua negara, 4) biaya produksi konstan, 5) tidak ada biaya transportasi dan 6) tidak ada perubahan teknologi (Gonarsyah, 2005).

Terdapat pengecualian terhadap hukum keunggulan komparatif walaupun hal ini jarang terjadi. Sebuah wilayah memiliki kerugian absolut terhadap wilayah lain dalam memproduksi kedua komoditi, masih terdapat dasar untuk melakukan perdagangan yang menguntungkan kedua belah pihak, kecuali jika kerugian absolut (salah satu wilayah) pada kedua komoditi tersebut memiliki proporsi yang sama.


(37)

tergantung dari keunggulan atau daya saing sektor-sektor ekonomi di wilayahnya. Nilai strategis setiap sektor didalam memacu menjadi pendorong utama (prime mover) pertumbuhan ekonomi wilayah berbeda-beda (Rustiadi et al. 2005).

Sektor ekonomi dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu sektor basis dimana kelebihan dan kekurangan yang terjadi dalam proses pemenuhan kebutuhan tersebut menyebabkan terjadinya mekanisme ekspor dan impor antar wilayah. Artinya sektor basis ini akan menghasilkan barang dan jasa, baik untuk pasar domestik daerah maupun pasar luar wilayah/daerah. Sedangkan sektor non basis adalah sektor dengan kegiatan ekonomi yang hanya melayani pasar di daerahnya sendiri dan kapasitas ekspor daerah belum berkembang.

2.5. Sektor Pertanian

Pertanian merupakan kegiatan dalam usaha mengembangkan (reproduksi) tumbuhan dan hewan dengan maksud supaya tumbuh lebih baik untuk memenuhi kebutuhan manusia, misalnya bercocok tanam, berternak, dan melaut. Pertanian juga sebagai jenis usaha atau kegiatan ekonomi berupa penanaman tanaman atau usahatani (pangan, hotikultura, perkebunan, dan kehutanan), peternakan (beternak) dan perikanan (budi daya dan menangkap). Sementara petani adalah orang yang melakukan usaha untuk memenuhi sebagian atau seluruh kebutuhan hidupnnya di dalam bidang pertanian dalam arti luas yang meliputi usaha tani pertanian, peternakan, perikanan (termasuk penangkapan ikan), dan pemungutan hasil laut (Surahman et. al, 1999).

Lebih rinci lagi oleh Rahim dan Hastuti (2005) mengatakan bahwa sektor pertanian terdiri atas sub-sektor tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, perikanan, peternakan, dan kehutanan.

Sub-sektor tanaman pangan (food) dikenal juga sebagai makanan pokok. Suatu komoditas termasuk sebagai makanan pokok jika dikonsumsi (dimakan) secara teratur oleh kelompok penduduk dalam jumlah yang cukup besar. Sebagai contoh tanaman pangan adalah padi dan palawija (kedelei, kacang hijau, jagung, dan gandum). Pangan menurut Suharja et. al. (1985 ) merupakan bahan-bahan yang dimakan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan pemeliharaan, pertumbuhan, kerja, dan penggantian jaringan tubuh yang rusak.


(38)

Soenoeadji dalam Rahim dan Hastuti (2007) juga mendefenisikan subsektor tanaman hortikultura (horticulture) adalah merupakan tanaman yang menghasilkan buah, sayuran, tanaman hias, serta rempah-rempah dan bahan baku obat tradisional. Contoh tanaman buah-buahan antara lain apel (Pyrus malus), anggur (Vitis sp.), alpukat (Porsea americana), belimbing manis (Averrloa carambola), dan jeruk (Citrus sp.). Contoh tanaman sayur adalah kubis/kol (Brassica oleracea), cabai (Capsium sp.), kapri (Pisum sativum), bayam (Amarantus sp.), labu putih (Lagenaria leucantha) wortel (Daucus carota), dan tomat (Solanum lypersicum). Tanaman hias seperti anggrek (Orchidaceae), bakung (Crinum asiaticum), mawar (Rosaceae), dan melati (Rubiaceae). Sementara itu, contoh tanaman penghasil rempah-rempah dan bahan baku tanaman obat tradisional antara lain jahe dan temulawak.

Subsektor tanaman perkebunan (plantation) sebagaimana ditetapkan oleh pemerintah melalui Departemen Pertanian (Deptan) dibagi menjadi dua kelompok, yaitu tanaman tahunan atau keras (perennial crop) dan tanaman semusim (annual crop). Tanaman yang termasuk perennial crop adalah kakao, karet, kopi, teh, kelapa, kelapa sawit, kina, kayu manis, cengkeh, kapuk, lada, pala, jambu mete dan sebagainya. Sementara annual crop antara lain tebu, tembakau, kapas, rosela, dan rami.

Subsektor peternakan (cattle raising) terdiri dari komoditas unggas (ayam dan itik yang menghasilkan telur dan daging), sapi potong dan kambing menghasilkan daging, serta sapi perah menghasilkan susu.

Subsektor perikanan (fishery) terdiri dari perikanan laut (penangkapan di laut misalnya ikan tuna dan tenggiri serta budidaya di laut, muara, dan sungai misalnya tiram dan mutiara) dan perikanan darat (penangkapan di perairan umum, yaitu di sungai, waduk dan rawa; serta budi daya di darat, yaitu tambak, kolam, keramba, dan sawah).

Subsektor kehutanan (forestry) terdiri atas hutan lindung yang berfungsi mencegah erosi dan banjir; hutan produksi untuk keperluan manusia, industri, dan ekspor, misalnya hutan jati, hutan wisata untuk keperluan wisata; serta hutan suaka alam seperti flora fauna dan marga satwa (binatang liar) yang mempunyai nilai khas.


(39)

2.6. Peranan Sektor Pertanian

Hakikat pertumbuhan bagi negara-negara berkembang dewasa ini, dalam berbagai aspek sangat berlainan dengan pengalaman negara-negara maju pada awal masa pertumbuhan ekonomi modern. Pertumbuhan ekonomi yang pesat selalu diikuti dengan ketimpangan pendapatan terutama pada awal proses pembangunan ekonomi (Adelman dan Morris, 1973). Beban utama pembangunan dan penciptaan lapangan kerja pada akhirnya akan ditanggung oleh sektor perekonomian yang bertumpu pada kegiatan-kegiatan pertanian, yakni sektor pertanian (Francis Blanchard).

Secara tradisional, peranan pertanian dalam pembangunan ekonomi hanya dipandang pasif dan bahkan hanya dianggap sebagai unsur penunjang semata. Berdasarkan sejarah yang dijalani oleh negara-negara Barat, apa yang disebut sebagai pembangunan ekonomi diidentikkan dengan transformasi struktural terhadap perekonomian cepat, yakni dari perekonomian yang bertumpu pada kegiatan pertanian menjadi perekonomian industri modern dan jasa-jasa yang serba lebih kompleks. Dengan demikian peranan utama pertanian dianggap hanya sebatas sebagai sumber tenaga kerja dan bahan-bahan pangan yang murah demi berkembangnya sektor-sektor industri yang dinobatkan sebagai sektor unggulan dinamis dalam strategi pembangunan ekonomi secara keseluruhan. Lewis (1954) dalam "dual sector economy" pembangunan yang menitikberatkan upaya pengembangan sektor industri secara cepat, di mana sektor pertanian hanya dipandang sebagai pelengkap atau penunjang dalam kedudukannya selaku sumber tenaga kerja dan bahan-bahan pangan yang murah.

2.7. Kemiskinan

Banyak definisi tentang kemiskinan telah diungkapkan dan menjadi bahan perdebatan. Kemiskinan telah didefinisikan berbeda-beda dan merefleksikan suatu spektrum orientasi idiologi. Bahkan pendekatan kuantitatif untuk mendefinisikan kemiskinan telah diperdebatkan secara luas oleh beberapa peneliti yang mempunyai minat dalam masalah ini. Kemiskinan adalah suatu situasi atau kondisi yang dialami oleh seseorang atau kelompok orang yang tidak mampu menyelenggarakan hidupnya sampai suatu taraf yang dianggap manusiawi (Parwoto, 2001). Kondisi tersebut menyebabkan tidak terpenuhinya kebutuhan


(40)

dasar atau asasi manusia seperti sandang, pangan, papan, afeksi, keamanan, identitas kultural, proteksi, kreasi, kebebasan, partisipasi, dan waktu luang (Fernandez, 2000).

Lebih jauh lagi, kemiskinan dipandang tidak hanya menyangkut standar pendapatan atau konsumsi yang rendah melainkan juga rendahnya kebebasan berpolitik dan pengaruhnya terhadap pengambilan keputusan yang menyangkut pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Hal tersebut berkaitan pula dengan keterbatasan fasilitas umum, pilihan, kesempatan serta partisipasi dalam kehidupan sosial, politik, dan ekonomi (Indra, 2001).

Suparlan (2000) mendefinisikan bahwa kemiskinan adalah keadaan serba kekurangan harta dan benda berharga yang diderita oleh seseorang atau sekelompok orang yang hidup dalam lingkungan serba miskin atau kekurangan modal, baik dalam pengertian uang, pengetahuan, kekuatan sosial, politik, hukum, maupun akses terhadap fasilitas pelayanan umum, kesempatan berusaha dan bekerja. Lebih jauh lagi, kemiskinan berarti suatu kondisi di mana orang atau kelompok orang tidak mempunyai kemampuan, kebebasan, aset dan aksesibilitas untuk kebutuhan mereka di waktu yang akan datang, serta sangat rentan (vulnerable) terhadap resiko dan tekanan yang disebabkan oleh penyakit dan peningkatan secara tiba-tiba atas harga-harga bahan makanan dan uang sekolah (UNCHS, 1996 dan Indra, 2001).

Ditinjau dari sisi kelompok sasaran, terdapat beberapa tipe kemiskinan. Penggolongan tipe kemiskinan ini dimaksudkan agar tujuan program pembangunan memiliki sasaran dan target yang jelas. Hal ini dibuktikan dari beberapa program pengentasan kemiskinan yang telah dilaksanakan oleh pemerintah ternyata kurang mampu mengatasi kemiskinan secara menyeluruh (Supriatna, 1997). Berbagai program pembangunan yang telah dilaksanakan lebih berorientasi pada pemenuhan "target group" pembangunan dan tidak memperhatikan kelanjutan program. Oleh karena itu, Sumodiningrat (1999) membagi kemiskinan menjadi tiga kategori, yaitu (1) kemiskinan absolut, yaitu pendapatan di bawah garis kemiskinan dan tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya, (2) kemiskinan relatif, yaitu situasi kemiskinan di atas garis kemiskinan berdasarkan pada jarak antara miskin dan non-miskin dalam suatu komunitas, dan


(41)

(3) kemiskinan struktural kemiskinan ini terjadi saat orang atau kelompok masyarakat enggan untuk memperbaiki kondisi kehidupannya sampai ada bantuan untuk mendorong mereka keluar dari kondisi tersebut.

Secara umum, SEMERU (2000) dalam Wiraswara mendefinisikan kemiskinan mencakup berbagai dimensi, antara lain :

1. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar (pangan, sandang dan papan).

2. Tidak ada akses dalam memenuhi kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan, pendidikan, sanitasi, air bersih dan transportasi).

3. Tidak ada jaminan masa depan (karena tidak adanya investasi untuk pendidikan dan keluarga).

4. Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual maupun masal. 5. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia dan keterbatasan sumberdaya alam. 6. Tidak dilibatkannya dalam kegiatan sosial masyarakat.

7. Tidak ada akses terhadap lapangan kerja dan matapencahrian yang berkesinambungan.

8. Ketidakmampuan dalam berusaha karena cacat fisik maupun mental.

9. Ketidakmampuan dan ketidakberuntungan sosial (anak terlantar, wanita korban tindak kekerasan rumahtangga, janda miskin, kelompok marjinal dan terpencil.

Sementara garis kemiskinan yang ditetapkan Badan Pusat Statistik (BPS, 2004) adalah besarnya nilai pengeluaran (Rupiah) untuk memenuhi kebutuhan dasar minimum makanan dan non makanan. Nilai garis kemiskinan yang digunakan mengacu pada kebutuhan minimum 2.100 kkal per kapita per hari ditambah dengan kebutuhan minimum non makanan. Kebutuhan minimum non pangan merupakan kebutuhan dasar seseorang yang meliputi kebutuhan untuk papan, sandang, sekolah, transportasi serta kebutuhan rumahtangga dan individu mendasar lainnya.

2.7.1. Karakteristik Rumahtangga Miskin

Karakteristik utama kemiskinan berkaitan dengan kondisi dan potensi wilayah miskin, yang banyak dalam hal berkaitan erat dengan penyebab utama kemskinan. Penyebab utama kemiskinan berkaitan dengan faktor-faktor yang


(42)

yang menjadi penyebab kemiskinan, baik yang berkaitan dengan sumberdaya alam, rendahnya kualitas sumberdaya manusia maupun hal-hal yang berhubungan dengan kegagalan kelembagaan dalam upaya meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat.

Menurut Qubriah (1991) dalam Dabukke (1995) menggambarkan karakteristik rumahtangga miskin ke dalam lima klasifikasi, antara lain :

1. Karakteristik geografis

Secara geografis, peluang terjadinya kemiskinan lebih besar di pedesaan daripada di perkotaan terlepas dari kriteria atau metode pengukuran kemiskinan. Kemiskinan tersebut ditandai dengan variabel-variabel rendahnya pendapatan dan konsumsi, kekurangan pangan, buta huruf, kematian bayi yang cukup tinggi, kondisi tempat tinggal kurang memenuhi persyaratan kesehatan.

2. Karakteristik demografi

Diantara berbagai variabel demografi, kemiskinan berkorelasi positif langsung dengan jumlah anggota rumahtangga dan berkorelasi negatif dengan jumlah anggota rumahtangga yang menghasilkan pendapatan. Rumahtangga miskin cenderung memiliki anggota keluarga yang sangat besar dengan beberapa orang anak dan anggota rumahtangga lain yang tergantung secara ekonomi. Tetapi sebaliknya, rumahtangga miskin hanya terdiri dari sedikit orang yang bekerja dan diupah. Kemiskinan lebih tinggi peluangnya terjadi pada rumahtangga yang dikepalai oleh wanita daripada pria.

3. Karakteristik penguasaan aset

Pendapatan individu tergantung pada penguasaan aset individu (termasuk sumberdaya manusia) dan keuntungan daripada penguasaan aset. Penduduk miskin adalah mereka yang penguasaan asetnya rendah. Di negara agraris, aset yang paling penting adalah lahan dan kemiskinan berkorelasi positif dengan rendahmya penguasaan lahan. Rumahtangga miskin seringkali dirugikan karena rendahnya kualitas sumberdaya manusia. Mereka umumnya memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Penguasaan aset mempengaruhi langsung sumber potensial pendapatan. Tanpa lahan yang memadai, rumahtangga miskin hanya menyewakan tenaga dan waktu kerja. Tanpa sumberdaya tenaga


(43)

kerja yang berkualitas, akan dipaksa bekerja pada pekerjaan kasar yang dihargai dengan upah yang rendah. Tanpa penguasaan aset yang cukup, rumahtangga miskin terbatas aksesnya kepada modal lain dan kekurangan kesempatan kerja mandiri.

4. Karakteristik sumber pendapatan

Sektor pertanian dan kegiatan lain yang berhubungan langsung dengan pertanian merupakan sumber pendapatan utama bagi rumahtangga miskin. Kegiatan di sektor pertanian ditandai oleh produktifitas yang rendah, ketrampilan/keahlian rendah, modal rendah dan upah rendah.

5. Karakteristik lain

Faktor spesifik masing-masing negara menyebabkan adanya karakteristik tambahan. Faktor-faktor spesifik itu misalnya keragaan etnik, struktur kelas soaial, dinamika kemiskinan dan fenomena kemiskinan.

Berdasarkan karakteristik-karakteristik di atas, rumahtangga miskin dicirikan sebagai berikut : tinggal di pedesaan, total pendapatan yang rendah, total konsumsi yang rendah, tingkat konsumsi pangan yang rendah, tingkat pendidikan yang rendah dan buta huruf, tingkat kematian bayi yang tinggi, kondisi tempat tinggal yang kurang sehat, jumlah anggota rumahtangga yang besar, jumlah anggota rumahtanga yang berpenghasilan sedikit, pemilikan dan penguasaan lahan pertanian yang sempit, dan bermata pencahrian utama sebagai petani.

2.7.2. Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan

Kemiskinan disebabkan oleh terbatasnya sumberdaya yang dimiliki atau dapat dimanfaatkan oleh keluarga untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Keterbatasan itu berkaitan erat dengan rendahnya tingkat pendidikan. Dalam kondisi serba terbatas itu, sangat sulit bagi anak-anak keluarga miskin untuk menempuh pendidikan, disamping itu tidak mampu menyediakan makanan bergizi bagi seluruh anggota keluarga.

Menurut Suryadiningrat (2003), kemiskinan pada hakekatnya disebabkan oleh kurangnya komitmen manusia terhadap norma dan nilai-nilai kebenaran ajaran agama, kejujuran dan keadilan. Hal ini mengakibatkan terjadinya penganiayaan manusia terhadap diri sendiri dan orang lain. Penganiayaan pada diri sendiri tercermin pada : 1) keengganan bekerja dan berusaha, 2) kebodohan,


(1)

9

Lampiran 9. Hasil Analisis Regresi Logistik Faktor-Faktor Yang mempengaruhi Tingkat Kemiskinan Rumahtangga Tani Tanaman Pangan dan Horikultura

Link Function: Logit Response Information Variable Value Count

Pendapatan 1 31 (Event) 0 59

Total 90 Logistic Regression Table

95% Odds CI Predictor Coef SE Coef Z P Ratio Lower Constant 3.91405 2.54927 1.54 0.125

Umur -0.118864 0.0430899 -2.76 0.006 0.89 0.82 D1_SMP -0.387972 0.695948 -0.56 0.577 0.68 0.17 D2_SMA -1.64220 0.968500 -1.70 0.090 0.19 0.03 Pekerjaan_sampingan -0.163638 0.783138 -0.21 0.834 0.85 0.18 Jumlah_Tanggungan_Keluarga 1.05920 0.279293 3.79 0.000 2.88 1.67 Pengalamann_Bertani -0.0673766 0.0453570 -1.49 0.137 0.93 0.86 luas_lahan_keseluruhan -0.527375 0.341089 -1.55 0.122 0.59 0.30 sistem_tanam -1.59049 1.90449 -0.84 0.404 0.20 0.00 Cara_Pengolahan_Hasil -23.7875 14707.3 -0.00 0.999 0.00 0.00 akses_pasar -3.14831 0.996396 -3.16 0.002 0.04 0.01 Biaya_usaha_tani

1 0.456237 0.821779 0.56 0.579 1.58 0.32 2 0.594602 1.44193 0.41 0.680 1.81 0.11 Predictor Upper

Constant

Umur 0.97 D1_SMP 2.65 D2_SMA 1.29 Pekerjaan_sampingan 3.94 Jumlah_Tanggungan_Keluarga 4.99 Pengalamann_Bertani 1.02 luas_lahan_keseluruhan 1.15 sistem_tanam 8.52 Cara_Pengolahan_Hasil * akses_pasar 0.30 Biaya_usaha_tani

1 7.90 2 30.59 Log-Likelihood = -35.257

Test that all slopes are zero: G = 45.395, DF = 12, P-Value = 0.000 Goodness-of-Fit Tests

Method Chi-Square DF P Pearson 87.3048 77 0.198 Deviance 70.5144 77 0.686 Hosmer-Lemeshow 9.7291 8 0.285 Table of Observed and Expected Frequencies:

(See Hosmer-Lemeshow Test for the Pearson Chi-Square Statistic) Group

Value 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Total 1

Obs 0 0 1 1 0 2 6 6 8 7 31 Exp 0.0 0.2 0.6 1.1 1.8 2.6 4.0 5.4 6.9 8.4

0

Obs 9 9 8 8 9 7 3 3 1 2 59 Exp 9.0 8.8 8.4 7.9 7.2 6.4 5.0 3.6 2.1 0.6

Total 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 90 Measures of Association:

(Between the Response Variable and Predicted Probabilities) Pairs Number Percent Summary Measures

Concordant 1639 89.6 Somers' D 0.79 Discordant 190 10.4 Goodman-Kruskal Gamma 0.79 Ties 0 0.0 Kendall's Tau-a 0.36 Total 1829 100.0


(2)

(3)

PRAKATA

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T karena hanya dengan limpahan rahmat dan inayah-Nya jualah, penulis dapat merampungkan penulisan Tesis Program Magister Sains ini dengan baik. Judul yang diambil dalam penulisan tesis ini adalah "Analisis Pengembangan Sub-Sektor Tanaman Pangan dan Hortikultura dalam Penanggulangan Kemiskinan di Kabupaten Halmahera Barat, Propinsi Maluku Utara". Dimana akan membahas tentang peranan pertanian khususnya komoditas tanaman pangan dan hortikultura terhadap pengembangan wilayah dalam upaya penanggulangan kemiskinan, di Kabupaten Halmahera Barat, Propinsi Maluku Utara.

Berpijak dari sebuah realita, dimana kemiskinan adalah merupakan sebuah masalah multidimensial yang dapat ditemui pada berbagai penjuru belahan bumi, termasuk di Kabupaten Halmahera Barat dengan jumlah penduduk 90% bermukim diperdesaan. Mayoritas penduduk Kabupaten Halmahera Barat menggantungkan hidupnya di sektor pertanian yang sebagian besar masih dikategorikan miskin. Sementara Kabupaten Halmahera Barat menyimpan berjuta potensi sumberdaya alam, terutama sektor pertanian dan didukung oleh faktor geografis yang sangat strategis dalam mengembangkan sektor pertanian khususnya tanaman pangan dan hortikultura. Fenomena tersebut dapat mengilustrasikan penulis untuk menekuni sebuah penulisan ilmiah sebagaimana yang tertera pada judul tersebut diatas untuk menempuh gelar Magister Sains di Institut Pertanian Bogor.

Adapun prosesing penyelesaian penulisan tesis yang sebentar nanti dapat mengantarkan penulis untuk mengakhiri studi ini, tidak terlepas dari berbagai dukungan, baik berupa material maupun spiritual. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada ; Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, MS dan Dr. Ir. Setia Hadi, MS yang masing-masing sebagai ketua dan anggota komisi pembimbing, yang dengan penuh tekun dan kesabaran dalam meluangkan waktu untuk membimbing dan selalu memberi motivasi kepada penulis sampai tersusunnya tesis ini.

Selanjutnya, penulis haturkan hormat dan banyak terima kasih kepada teman-teman mahasiswa Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan


(4)

Perdesaan (PWD) Pascasarjana angkatan 2007, dan teman-teman di Forum Wacana Propinsi Maluku Utara yang telah memberikan saran dan motivasi secara moril kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan ini, semoga social capital dapat terbina serta dipertahankan selamanya.

Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan studi dan pada akhirnya pada penulisan tesis ini. Untuk itu penulis ingin menyampaikannya kepada : 1. Prof. Dr. Bambang Juanda, M.S. Selaku Ketua program Studi Ilmu-Ilmu

Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan, staf administrasi dan seluruh dosen yang telah memberikan pengetahuan saat menjalani perkuliahan di IPB.

2. Rektor dan Dekan Sekolah Pasca Sarjana IPB, karena telah diberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti perkuliahan di IPB.

3. Pemerintah Kabupaten Halmahera Barat yang telah mengizinkan dan mengakomodir penulis dalam melanjutkan studi pada Program Pascasarjana.

4. Rekan-rekan staf dan Kepala Bappeda Kabupaten Halmahera Barat yang telah memberikan dukungan, spirit dan telah membantu penulis dalam segala kebijakan termasuk memperoleh data dan informasi yang menyangkut dengan kelengkapan penulisan ini.

Secara khusus, penulis menyampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orangtua, Baba Hi. Moid Buka dan Alm. Mama Kursia Djen atas keikhlasan do’a, tenaga, pikiran serta tetesan darah dan keringat dalam membesarkan, mendidik, membina serta mendorong penulis hingga penulis dapat menitihkan karier sampai saat ini. Juga kepada Io Fuheka; Eme, Leha, Atika, Hadi, Itang, dan Io Nunau ; Asan, Samad, Amir serta Fira Majojo: Sana dan Hani yang turut berdoa, motivasi dan selalu mengharapkan yang terbaik untuk penulis.

Kepada Istri tercinta “Aisa” yang didalam hidup sebagai perempuan tegar dan tangguh dalam mengasuh, membimbing, dan membesarkan anak-anak dengan keikhlasan serta do’a selama penulis studi di Bogor, dan lebih khusus untuk ketiga buah hati : Kaka Ika, Dea dan Riziq sebagai sumber inspirasi dan


(5)

selalu memberikan spirit dan motivasi via hp cellular di saat telpon dan mengajak untuk cepat selesai studi, agar kembali dan selalu bersama mereka.

Penulis juga menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, maka apabila terdapat kehilafan dan kesalahan dalam penulisan ini kiranya dapat dikritisi serta sumbang saran agar diperbaiki untuk sebuah kemajuan. Harapan penulis semoga tesis ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak, terutama bagi pembaca sebagai sumber informasi, pengetahuan yang bermanfaat serta sebagai inspirasi dalam melakukan penelitian selanjutnya. Semoga Allah SWT selalu memberikan berkah dan hidayahnya kepada kita sekalian.

Bogor, Juni 2010


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Bobanehena Kecamatan Jailolo Kabupaten Halmahera Barat, pada tanggal 05 September 1973 sebagai anak ke sembilan dari sepuluh bersaudara dari pasangan Bapak Moid Buka dan Kursia Djen (Alm). Pendidikan yang ditempuh penulis sebelumnya adalah SDN 2 Bobanehena, SMPN 1 Jailolo dan menyelesaikan pendidikan pada SMAN 1 Ternate pada tahun 1992.

Penulis melanjutkan pendidikan S1 pada tahun 1993 di Program Studi Ekonomi Pembangunan, Universitas Khairun Ternate dan meraih gelar sarjana ekonomi pada tahun 1998. Sejak tahun 2000 penulis diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil Daerah di lingkungan Pemerintah Daerah Kota Ternate Propinsi maluku Utara.

Pada tahun 2006 penulis ditugaskan di Kabupaten Halmahera Barat sebagai daerah kelahiran atas permintaan sendiri, dan pada tahun 2007 diberikan kesempatan untuk melanjutkan jenjang pendidikan S2 di Program Studi Ilmu-Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.