Analisis Lingkungan Internal 1. Kekuatan

108 5.4.1. Analisis Lingkungan Internal 5.4.1.1. Kekuatan Strength 1. Potensi Sumberdaya Alam Kabupaten Halmahera Barat dengan total luas lahan 233.467 hektar memiliki curah hujan rata-rata antara 1500 – 2000 mm. Sebagian besar 66,27 wilayah merupakan daerah berbukit dengan ketinggian kurang dari 750 m dpl dari luas wilayah keseluruhan. Wilayah dengan ketinggian diatas 750 m dpl sebagian besar terdapat pada Kecamatan Ibu Utara yaitu seluas 126.562 atau 29,85 dari luas wilayah dengan ketinggian 750-2000 m dpl. Jenis tanah di Kabupaten Halmahera Barat terdiri dari jenis tanah aluvial, latosol, regosol dan podsolik merah kuning. Dilihat dari aspek klimatologi sangat dipengaruhi oleh iklim laut tropis dengan curah hujan antara 1500-3500 mmtahun. Dari sembilan kecamatan yang menjadi wilayah kesatuan Kabupaten Halmahera Barat memiliki potensi pertanian, dengan luasan areal sebesar 202.200 Ha lahan pertanian yang terdiri dari sawah, lahan kering, lahan tidur serta lahan tadah hujan. Lahan irigasi yang ditanami padi sawah seluas 1812 Ha dan menghasilkan 2.549 ton. Dari 423 Ha luas lahan padi ladang dipanen 1.223 ton. Sementara tanaman pangan palawija seperti jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah dan kedelai sekitar 5.310 Ha serta tanaman hortikultura berupa buah-buahan seluas 597 Ha dan sayur-sayuran dengan luas 448 Ha, Bappeda Kabupaten Halmahera Barat, 2008. Kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB tahun 2007 mencapai 38,19 dan nilai LQ location quotient sesuai dengan hasil analisis penelitian bahwa sektor pertanian mempunyai nilai lebih besar dari satu 1,064, menggambarkan bahwa sektor pertanian merupakan perekonomian basis Kabupaten Halmahera Barat. Mengingat luas areal pertanian masih dapat ditingkatkan pada tahun-tahun mendatang, maka kontribusi sektor pertanian juga diperkirakan akan terus meningkat. Keunggulan sektor pertanian ini disumbangkan oleh masing-masing sub- sektor dengan besaran LQ yang dianalisis secara berurutan, yaitu : tanaman pangan dan hortikultura sebesar 13,43 LQ = 0.564, perkebunan sebesar 64,14 LQ = 1.35 , peternakan dan hasil-hasilnya 9,71 LQ = 2.669 , 109 sementara sub-sektor perikanan sebesar 9,38 LQ = 0.534 yang kemudian diikuti oleh sub-sektor kehutanan yaitu sebesar 3,32 LQ = 0.738. Dimana sub- sektor tanaman pangan dan hortikultura tanaman bahan makanan berada pada posisi kedua terbesar setelah tanaman perkebunan namun sesuai hasil analisis secara kuantitatif sub-sektor ini tidak termasuk dalam sub-sektor basis karena nilainya lebih kecil dari satu sub-sektor servis. Besarnya kontribusi sektor pertanian khususnya sub-sektor tanaman pangan dan hortikultura tersebut tidak terlepas dari dukungan alam dan letak geografis Kabupaten Halmahera Barat yang sangat strategis sehingga dapat menunjang pengembangan tanaman pangan dan hortikultura, karena berdekatan dengan ibukota propinsi dan beberapa Kabupatenkota sehingga membuka ruang untuk memasarkan hasil-hasil pertanian. Hal ini menunjukan bahwa Kabupaten Halmahera Barat sangat berpotensi dan memenuhi syarat dalam pengembangan tanaman pangan dan hortikultura.

2. Tanaman Pangan dan Hortikultura dalam Pemantapan Ketahanan Bahan Makanan

Peningkatan ketahanan pangan baik pada tingkat nasional maupun tingkat rumah tangga pedesaan diarahkan untuk menopang kekuatan ekonomi domestik agar mampu menyediakan pangan yang cukup secara berkelanjutan bagi seluruh penduduk dengan mengutamakan produksi dan penyediaan bahan makanan dalam negeri. Jumlah dan keragaman pangan yang tersedia harus cukup, aman, dan pada tingkat harga yang terjangkau dari waktu ke waktu. Strategi dan kebijakan yang dibutuhkan dalam pengembangan tanaman pangan dan hortikultura diimplementasikan melalui: 1 peningkatan produktivitas dan perluasan areal tanam; 2 peningkatan efisiensi produksi dan kualitas produk; 3 penguatan kelembagaan petani, pengembangan unit usaha bersama, dan memperkuat permodalan; 4 peningkatan nilai tambah dan akses pasar; 5 perwilayahan komoditas atas dasar ketersediaan, nilai tambah, dan pendapatan; dan 6 pengembangan infrastruktur dan pengaturan tataniaga dan insentif usaha Rusastra Wayan, at all, 2007.

3. Penyerapan Tenaga Kerja

Tanaman pangan dan hortikultura merupakan komoditas utama kedua 110 setelah tanaman perkebunan, sehingga sangat berperan dalam menciptakan lapangan kerja dan sebagai sumber pendapatan bagi sebagian masyarakat di Kabupaten Halmahera Barat. Pengusahaan sektor pertanian khususnya sub-sektor tanaman pangan dan hortikultura secara intensif akan menyerap lebih banyak tenaga kerja terutama ditunjang dengan kesiapan sumberdaya manusia yang berkualitas sehingga dapat diandalkan bagi masyarakat Halmahera Barat, apalagi jika diikuti dengan pengembangan produk olahan dan jaringan pemasarannya agroindustri.

4. Kebiasaan Bertani dan Nilai Tambah

Kondisi di lapangan saat ini menunjukan bahwa, rumahtangga tani tanaman pangan dan hortikultura sudah terbiasa dengan usahatani, namun sistim tanamnya masih bersifat tradisional dan hanya sebagian kecil saja yang dapat menggunakan sarana produksi saprodi secara baik. Sementara pengolahan hasil- hasil pertanian tanaman pangan dan hortikultura masih belum maksimal, misalnya ubi kayu hanya diolah menjadi makanan tambahan selain beras, dan buah-buahan hanya dikunsumsi sebagai pelengkap hidangan, sehingga mengakibatkan nilai tambah yang dihasilkan masih relatif rendah. Permintaan produk-produk pertanian di Kabupaten Halmahera Barat pada saat ini relatif tinggi, bahkan belum semuanya terpenuhi karena masih menggunakan sistim pengolahan yang sederhana sehingga produksinya rendah. Apabila produk-produk tersebut diolah lebih lanjut menjadi produk akhir, maka nilai tambah value added dan pendapatan masyarakat juga akan meningkat.

5. Dukungan Pemerintah Daerah

Kebijakan Pemerintah Kabupaten Halmahera Barat tetap sepenuhnya mendukung produksi dan pengolahan produk-produk pertanian tanaman pangan dan hortikultura, karena merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang perkembangan seluruh sektor ekonomi di wilayah ini, namun dukungan pemerintah daerah tersebut belum maksimal.

6. Adanya Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian

Berdirinya Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian di Jailolo tahun 2009, merupakan sebuah tuntutan masyarakat yang diakomodir dan diprakarsai oleh pemerintah daerah dan bekerjasama dengan Institut Pertanian Bogor IPB, 111 dengan tujuan untuk mendukung program pemerintah daerah Kabupaten Halmahera Barat dalam rangka memajukan ilmu pengetahuan dan tekhnologi IPTEK, yang terfokus pada potensi daerah yaitu sektor pertanian. Harapanya bahwa hadirnya sekolah tinggi ini, dapat membawa inspirasi baru dalam pengembangan sektor pertanian dan sebagai agen perubahan yang senantiasa memegang peranan penting dalam menghasilkan sumberdaya yang berkualitas dan relevan dengan kebutuhan sekaligus mentransfer IPTEK kepada masyarakat, terlebih pada kegiatan pendidikan, penelitian dan pemberdayaan masyarakat community empowerment yang sesuai dengan Tridarma Perguruan Tinggi.

5.4.1.2. Kelemahan Weakness

1. Lahan Garapan Petani

Lahan pertanian merupakan penentu dari pengaruh faktor produksi komoditas tanaman pangan dan hortikultura, karena secara umum luas lahan yang digarap atau ditanami akan cenderung meningkatkan jumlah produksi yang dihasilkan. Ukuran lahan yang digarap rumahtangga tani tanaman pangan dan hortikultura di Kabupaten Halmahera Barat relatif masih sempit atau belum maksimal karena terbentur dengan segala keterbatasan, berupa dana, minimnya tingkat pendidikan dan ketrampilan, alat kelengkapan usaha saprodi, dan lain- lain. Rata-rata garapan petani untuk usaha tanaman pangan dan hortikultura adalah seluas 0,50 Ha, yang berarti bahwa sebagian besar rumahtangga tani dalam mengelolah usahanya masih bersifat subsinten dan tidak berorientasi profit agribisnis.

2. Kualitas dan Keterampilan Petani

Meskipun sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura dapat menyerap banyak tenaga kerja dan menjadi sumber pendapatan utama sebagian masyarakat, namun kualitas dan keterampilan sumberdaya manusia sebenarnya masih tergolong rendah, terutama dalam hal pengelolaan asset, pengolahan produk, pengembangan usaha, dan peningkatan pendapatan ekonomi. Hal ini tampak dari profil usaha pertanian yang relatif tidak banyak berubah dari waktu ke waktu. Pemanfaatan hasil sampingan produk, terutama tanaman pangan dan hortikultura juga belum banyak dilakukan. 112 Rendahnya kemampuan dan keterampilan petani tercermin dari rendahnya tingkat pendidikan formal petani, yang sebagian besar berpendidikan sekolah dasar. Padahal, untuk pengembangan pertanian secara terintegrasi, termasuk pengembangan produk-produk olahannya, diperlukan tenaga-tenaga yang berketerampilan menengah keatas.

3. Produksi dan Produktifitas

Produksi dan produktifitas sebuah usaha sangat tergantung pada sumberdaya yang digunakan, dimana terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi produksi dan produktifitas usahatani tanaman pangan dan hortikultura adalalah lahan, tenaga kerja, modal, pupuk, pestisida, bibit, tekhnologi, dan manajemen. Namun sebagian besar rumahtangga tani di Kabupaten Halmahera Barat hanya memiliki lahan dan tenaga kerja anggota keluarga, dengan demikian maka hasil usaha tani yang diperoleh tidak maksimal sehingga mempengaruhi tingkat pendapatan keluargganya.

4. Akses Jalan dan Informasi Pasar

Prasarana perhubungan sangat penting dalam pengembangan komoditi tanaman pangan dan hortikultura. Produksi yang tinggi tidak ada artinya kalau produk tersebut tidak bisa dipasarkan. Prasarana perhubungan perlu dibangun untuk menghubungkan sentra produksi dengan pusat pemasaran atau dengan tempat-tempat pengumpulan barang. Merupakan salah satu faktor pendorong dalam memajukan perekonomian rakyat. Diantara fungsi informasi bagi masyarakat adalah tersedianya informasi harga pasar dari komoditi yang ditanam dan yang akan dijual oleh petani, tempat pemasaran yang baik, teknologi dan perubahan teknologi, komoditi unggulan dan informasi lainnya yang dapat meningkatkan pengetahuan petani dan masyarakat pada umumnya. Terbatasnya media informasi disetiap kecamatan yang tersebar di Kabupaten Halmahera Barat merupakan salah satu penghalang kemajuan daerah dalam mengembangkan produksi tanaman pangan dan hortikultura. Informasi pasar berperan penting dalam pengalokasian sumberdaya, penentuan strategi bisnis, penentuan harga jual, penanggungan risiko, dan lainnya. Sebagian besar pelaku usaha pertanian tanaman pangan dan hortikultura di Kabupaten Halmahera Barat tidak memiliki informasi pasar, sehingga 113 perdagangan yang adil fair trade belum terlaksana. Misalnya harga buah dan sayur-sayuran di Kota Ternate hanya diketahui oleh para pedagang pengumpul pedagang antar pulau di Kabupaten Halmahera Barat, sehingga petani tidak mengetahui perkembangan harga, terutama ketika terjadi peningkatan harga pasar. Pasar bagi komoditas tanaman pangan dan hortikultura umumnya bersifat monopsoni atau oligopsoni hanya ada satu atau beberapa pembeli produk petani, sehingga petani mendapatkan harga yang rendah bagi produknya. Para pedagang pengumpul tersebut, terkadang juga berperan sebagai tengkulak yang memberikan pinjaman-pinjaman kepada petani, yang berimplikasi pada rendahnya harga beli produk petani dan pengenaan bunga yang cukup tinggi.

5. Dukungan Biaya Usaha Tani

Akses terhadap biaya usaha merupaka faktor yang penting sebagai penunjang terhadap pengembangan pertanian tanaman pangan dan hortikultura. Secara umum dapat dipelajari bahwa akses terhadap bantuan usaha berupa uang tunai, belum banyak terbuka bagi petani karena adanya kendala-kendala teknis yang tidak bisa dipenuhi oleh petani. Fakta menunjukan bahwa permohonan bantuan dana relatif hanya dinikmati oleh golongan tertentu yang mempunyai jaringan atau kekuatan negosiasi pada lembaga-lembaga keuangan formal. Disamping itu lembaga keuangan yang ada umumnya tidak berfungsi secara ideal, sehingga para petani hanya mengharapkan perlindungan dari koperasi sebagai salah satu lembaga yang berkerakyatan, namun sebagian besar kondisi koperasi tidak berfungsi sebagaimana mestinya, maka diperlukan lembaga keuangan alternatif atau seharusnya membenahi terhadap sistem koperasi yang telah ada. Sebagian besar petani tanaman pangan dan hortikultura di Kabupaten Halmahera Barat tidak memiliki akses kepada lembaga-lembaga keuangan, sehingga banyak petani yang terjerat hutang kepada para tengkulak. Walaupun ada beberapa lembaga keuangan yang beroperasi, namun mereka tidak mampu memenuhi persyaratan untuk dapat mengakses dana di lembaga-lembaga formal tersebut lembaga keuangan pedesaan atau lembaga kredit mikro, hal ini disebabkan oleh penerapan sistem dan prosedur yang relatif sulit. 114

6. Keberpihakan Pemerintah Daerah pada Petani Tanaman Pangan dan Hortikultura Masih Rendah

Pengembangan tanaman pangan dan hortikultura di Kabupaten Halmahera Barat masih bersifat parsial dan belum ditangani secara integral. Peran dan dukungan pemerintah daerah dalam menunjang sarana dan prasarana pengembangan usaha bagi petani, seperti pembentukan kelompok tani, koperasi, dan lembaga penyuluhan pertanian, masih rendah atau tidak aktif. Selain itu peranan pemerintah daerah dalam memberikan stimulasi kepada lembaga- lembaga ekonomi kemasyarakatan yang juga mempunyai peranan penting dalam pengembangan pertanian berupa: lembaga perkreditan, penyedia input, pemasaran koperasi atau KUD, dan lainnya belum menunjukan arah yang positif. Ketiadaan lembaga-lembaga penunjang semacam ini serta ketidakseriusan pemerintah daerah dalam menyikapi kebutuhan usaha rumahtangga tani tanaman pangan dan hortikultura, dapat menyebabkan petani menjadi tidak mampu dalam mengakses teknologi, pembiayaan dan pemasaran produk serta mengakibatkan rendahnya bargaining position posisi rebut tawar mereka, mengingat kelembagaan tersebut sangat berperan dalam mengakomodir kepentingan petani dalam rangka pemberdayaan, peningkatan pendapatan, pengembangan jaringan usaha, dan lain-lain.

7. Terbatasnya Infrastruktur dan Lembaga Ekonomi

Keterbatasan prasarana pertanian dalam mengembangkan sub-sektor tanaman pangan dan hortikultura sangat berpengaruh terhadap produksi dan produktifitas usaha yang dilakukan oleh rumahtangga tani. Dimana karakteristik usaha dan produk tanaman pangan dan hortikultura sangat memerlukan infrastruktur yang memadai berupa jalan menuju sentra-sentra produksi, irigasi, transportasi, listrik, pelabuhan, informasi dan telekomonikasi, alat-alat pertanian dan lain-lain. Sebagian besar prasarana tersebut belum disediakan sepenuhnya oleh pemerintah daerah, termasuk lembaga-lembaga ekonomi berupa kerjasama dengan lembaga keuangan dalam program penyaluran kredit bunga rendah kepada petani dan aspek pemasaran berupa kerjasama dengan investor untuk mengolah produk segar tanaman pangan dan hortikultura menjadi produk olahan agroindustri. 115

8. Adopsi Inovasi Teknologi Budidaya Lambat Diterima Petani

Tingkat pendidikan dapat dijadikan sebagai dasar dalam pengetahuan mengadopsi inovasi tekhnologi khususnya dalam pemanfaatan dibidang pertanian tanaman pangan dan hortikultura. Sementara dalam penelitian ini menunjukan bahwa, sebagian besar kepala rumahtangga petani tanaman pangan dan hortikultura di Kabupaten Halmahera Barat memiliki tingkat pendidikan yang rendah, diantaranya yang tidak pernah sekolah formal sebanyak 22 orang 24,44, menyelesaikan pendidikan dasar SD sebanyak 27 orang 30, 31 orang 34,44 untuk tingkat pendidikan menengah pertama dan hanya 10 orang 11,11 petani yang dapat menyelesaikan pendidikan menengah atas. Dengan latar belakang tingkat pendidikan seperti ini dapat mempengaruhi logika berpikir para petani, khususnya dalam pemanfaatan kemajuan tekhnologi. Bilamana para petani mempunyai tingkat pendidikan menengah keatas, maka mereka akan lebih responsif terhadap perkembangan tekhnologi khususnya dibidang pertanian tanaman pangan dan hortikultura yang lebih terbuka dan lebih cepat mengerti terhadap penggunaan fasilitas pertanian tersebut. Oleh karena itu tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap pola pikir dan tingkah laku dari petani itu sendiri. Rendahnya kemampuan dan keterampilan petani tercermin dari rendahnya tingkat pendidikan formal petani, yang sebagian besar berpendidikan sekolah dasar. Padahal, untuk pengembangan pertanian secara terintegrasi, termasuk pengembangan produk-produk olahannya, diperlukan tenaga-tenaga yang berketerampilan menengah keatas.

9. Belum Berfungsinya Kelompok Tani

Aspek kelembagaan petani yang terkait dengan usaha pengembangan tanaman pangan dan hortikultura di Kabupaten Halmahera Barat telah terbentuk berupa kelompok-kelompok tani, tetapi efektivitas terhadap peningkatan pendapatan serta aksesnya terhadap kelembagaan pendukung pembangunan pertanian belum dilaksanakan secara baik. Hal ini disebabkan oleh berbagai keterbatasan yang dimiliki oleh petani, berupa pembinaan dan pemberian motivasi dari pemerintah daerah belum optimal dan terkesan bahwa kelompok tani itu lebih aktif disaat ada alokasi bantuan anggaran proyek dari pemerintah ke desa atau 116 masyarakat.

10. Kuantitas dan Kualitas Tenaga Penyuluh Masih Rendah

Petani tanaman pangan dan hortikultura di Kabupaten Halmahera Barat berdomisili di pedesaan yang tersebar di sembilan wilayah kecamatan yang terdiri dari 144 desa. Sesuai dengan data yang diambil dalam penelitian ini sebagai keterwakilan sebanyak sembilan desa yang tersebar di tiga wilayah kecamatan, maka dapat dianalisis dan sesuai dengan amatan dilapangan bahwa aksesibilitas para petani masih sangat rendah sebagai akibat dari keterjangkauan sarana dan prasarana jalan dan informasi yang terbatas, mengisyaratkan perlunya sistim pembinaan dan penyuluhan yang efektif dan efisien. Sementara itu segala keterbatasan juga dialami oleh penyuluh pertanian sebagai akibat dari terbatasnya fasilitas pendukung, motivasi kerja yang rendah, tingkat pengetahuan penyuluh tentang budidaya dan pengolahan produk masih rendah serta jumlah tenaga penyuluh tidak berimbang dengan luasan lokasi binaan. 5.4.2. Analisis Lingkungan Eksternal 5.4.2.1. Peluang