Hasil Tangkapan Dan Kelayakan Usaha

ditentukan oleh jumlah uang yang tersisa. Sistem bagi hasil ini berbeda dengan sistem bagi hasil di Prigi Trenggalek Jawa Timur seperti dilaporkan oleh Priambodho 2004 dan Nurasiah 1999 sistem bagi hasil di Cilauteureum kabupaten Garut. Sistem bagi hasil di Prigi Trenggalek Jawa Timur, yaitu hasil penjualan ikan setelah di kurangi biaya operasional dibagikan 23 bagian 0,67 untuk pemilik, 13 bagian 0,33 untuk nelayan buru, dan nakhoda 10 dari 23 bagian pemilik. Sedangkan sistem bagi hasil di Cilauteureum kabupaten Garut yaitu setelah hasil penjualan dikurangi biaya operasioanal, sisanya dibagikan 65 untuk pemilik dan 35 untuk nelayan pandega nakhoda dua bagian dan ABK yang lainnya masing-masing satu bagian. Hasil tangkapan produksi mini purse seine soma pajeko di pulau Mayau baik nelayan lokal nelayan pulau Mayau maupun nelayan andon nelayan dari Bitung dipasarkan langsung ke kapal penampung dari Bitung yang perpangkalan di pulau Mayau dan kemudian kapal penampung memasarkan ke perusahaan ikan yang berada di Kota Bitung. Hal ini sangat menguntungkan perikanan mini purse seine soma pajeko di pulau Mayau, karena dalam memasarkan hasil tangkapan tidak mengeluarkan biaya transportasi lagi. Menurut Rahim 2005, bahwa dalam proses pemasaran hasil perikanan laut, semakin banyak lembaga pemasaran yang dilalui, maka biaya yang dikeluarkan akan semakin besar, berarti bahwa margin pemasaran juga semakin besar.

5.2 Hasil Tangkapan Dan Kelayakan Usaha

Dominasi layang dalam perikanan mini purse seine di sekitar pulau Mayau tidak lepas dari musim penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan andon nelayan dari Bitung, yaitu dimulai pada bulan Februari sampai Juli dengan puncak musim pada bulan Maret dan April. Nelayan tampaknya sudah mengenal waktu kehadiran layang di perairan tersebut. Ikan jenis ini ternyata sasaran utama nelayan andon nelayan dari Bitung karena memiliki harga yang baik sebagai umpan perikanan rawai tuna Filipina. Berkurangnya kapal mini purse seine dan rumpon yang beroperasi di perairan sekitar pulau Mayau diduga sangat berkaitan dengan patroli laut yang dilakukan oleh Tim Pengawasan dan Pemantauan illegal, unreported and unregulated IUU fishing oleh Polisi Perairan dan Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku Utara. Kegiatan patroli ini secara tidak langsung menunjukkan adanya perlindungan sumberdaya ikan yang dilakukan pengelola perikanan setempat Provinsi Maluku Utara dari eksploitasi nelayan yang berasal dari provinsi lain Sulawesi Utara. Di sisi lain, kegiatan perlindungan ini mencerminkan suatu persaingan kompetisi di antara dua pengelola perikanan yang berdampak pada penurunan pemanfaatan potensi sumberdaya ikan. Penurunan pemanfaatan tersebut seyogianya tidak perlu terjadi mengingat usaha perikanan mini purse seine, baik yang dilakukan oleh nelayan andon nelayan dari Bitung maupun nelayan lokal nelayan pulau Mayau, masih menguntungkan dan layak untuk dikembangkan. Keuntungan usaha perikanan mini purse seine lokal nelayan pulau Mayau setelah pinjaman dana bergulir lunas dan keuntungan yang diperoleh pengusaha andon pengusaha dari Bitung dalam menjalankan usaha perikanan mini purse seine yang beroperasi di perairan sekitar pulau Mayau lebih besar dari keuntungan usaha perikanan mini purse seine lokal nelayan pulau Mayau masih dalam pemberdayaan. Perbedaan ini disebabkan karena usaha perikanan mini purse seine lokal nelayan pulau Mayau masih dalam pemberdayaan berkewajiban mengembalikan angsuran bantuan dana bergulir sebesar 25. Keuntungan yang diperoleh pengusaha andon pengusaha dari Bitung dalam menjalankan usaha perikanan mini purse seine yang beroperasi di perairan sekitar pulau Mayau lebih besar dari keuntungan usaha perikanan mini purse seine lokal nelayan pulau Mayau setelah pinjaman dana bergulir lunas. Perbedaan ini disebabkan karena jumlah ikan yang ditangkap oleh nelayan andon nelayan dari Bitung lebih banyak maka keuntungan yang diperoleh usaha perikanan mini purse seine andon pengusaha dari Bitung lebih besar dari keuntungan usaha perikanan mini purse seine lokal nelayan pulau Mayau. Perbedaan produksi dan keuntungan sangat berkaitan erat dengan faktor teknologi yang diterapkan. Kapal nelayan dari Bitung berukuran lebih besar serta dilengkapi dengan mesin penggerak utama yang lebih besar dan dilengkapi dengan line hauler yang berguna mempercepat penarikan tali kolor purse line dengan lebih cepat. Selain itu, nelayan dari Bitung, khususnya tonaas, lebih trampil dan berpengalaman. Perbedaan teknologi dan keterampilan tersebut diharapkan tidak akan berlanjut menjadi semacam konflik di antara kedua kelompok nelayan yang beroperasi di perairan sekitar pulau Mayau. Pengaruh faktor teknik kapal spesifikasi terhadap hasil tangkapan telah di laporkan oleh beberapa peneliti, diantaranya Marasut 2005 di beberapa daerah Sulawesi Utara Bitung, Lolak, Tumumpa, dan Belang; selanjutnya menurut Nomura dan Yamazaki 1977, faktor yang memegang peranan penting dalam keberhasilan operasi penangkapan ikan adalah kecepatan melingkar gerombolan ikan, kecepatan tenggelam jaring, dan kecepatan penarikan tali cincin. Pendapatan upah yang diperoleh nelayan mini purse seine lokal nelayan pulau Mayau setelah pinjaman dana bergulir lunas dan pendapatan upah nelayan andon nelayan dari Bitung lebih besar dari pendapatan upah nelayan mini purse seine lokal nelayan pulau Mayau masih dalam pemberdayaan. Perbedaan ini disebabkan karena usaha perikanan mini purse seine lokal nelayan pulau Mayau masih dalam pemberdayaan memiliki kewajiban mengembalikan bantuan dana bergulir sebesar 25 ke Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku Utara.

5.3 Pengembangan Usaha