dengan lebih cepat. Selain itu, nelayan dari Bitung, khususnya tonaas, lebih trampil dan berpengalaman. Perbedaan teknologi dan keterampilan tersebut
diharapkan tidak akan berlanjut menjadi semacam konflik di antara kedua kelompok nelayan yang beroperasi di perairan sekitar pulau Mayau. Pengaruh
faktor teknik kapal spesifikasi terhadap hasil tangkapan telah di laporkan oleh beberapa peneliti, diantaranya Marasut 2005 di beberapa daerah Sulawesi Utara
Bitung, Lolak, Tumumpa, dan Belang; selanjutnya menurut Nomura dan Yamazaki 1977, faktor yang memegang peranan penting dalam keberhasilan
operasi penangkapan ikan adalah kecepatan melingkar gerombolan ikan, kecepatan tenggelam jaring, dan kecepatan penarikan tali cincin.
Pendapatan upah yang diperoleh nelayan mini purse seine lokal nelayan pulau Mayau setelah pinjaman dana bergulir lunas dan pendapatan upah
nelayan andon nelayan dari Bitung lebih besar dari pendapatan upah nelayan mini purse seine lokal nelayan pulau Mayau masih dalam pemberdayaan.
Perbedaan ini disebabkan karena usaha perikanan mini purse seine lokal nelayan pulau Mayau masih dalam pemberdayaan memiliki kewajiban mengembalikan
bantuan dana bergulir sebesar 25 ke Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku Utara.
5.3 Pengembangan Usaha
Perikanan Mini Purse Seine
Untuk menghadapi masalah di atas, pemerintah daerah yang terkait yaitu Kota Bitung, Kota Ternate, Provinsi Maluku Utara, dan Provinsi Sulawesi Utara
perlu melakukan kerjasama pengelolaan sumberdaya perikanan di perairan sekitar pulau Mayau. Kerjasama ini seyogianya mencakup masalah perizinan usaha
perikanan mini purse seine yang berasal dari Bitung dan izin usaha kapal penampung ikan pembeli ikan untuk beroperasi di perairan sekitar pulau Mayau.
Kerjasama tersebut harus dibarengi dengan kerjasama monitoring dan pencatatan data kegiatan penangkapan ikan agar terwujud data yang akurat, pengawasan yang
efektif, penegakkan hukum yang adil, dan mencegah perselisihan antar nelayan. Kerjasama ini perlu dilakukan karena sumberdaya ikan memiliki sifat milik
bersama common property, bergerak tanpa mengenal batas wilayah administrasi, namun terbuka untuk mengalami overfishing dari pihak manapun yang
memanfaatkannya. Kerjasama tersebut perlu diterapkan dalam rangka mengoptimumkan pemanfaatan sumberdaya ikan tanpa mengancam kelestarian
sumberdaya ikan dan keberlanjutan bisnis perikanan tangkap. Menurut Gordon 1945, sebagai properti bersama sumberdaya ikan tidak
membuat keadaan buruk nelayan serta tidak efisiensinya produksi perikanan menjadi lebih baik. Kondisi semakin parah karena kerusakan dan kepunahan
spesies lebih mudah terjadi pada sumberdaya ikan dibandingkan dengan sumberdaya lain di darat, selanjutnya sumberdaya ini membawa masalah
khususnya kepada umat manusia yaitu kesulitan dalam membatasi dan membagi- bagi sumberdaya tersebut. Berdasarkan hasil dari pertemuan forum koordinasi
pengelolaan pemanfaatan sumberdaya ikan FKPPS tingkat nasional tahun 2006 pada tanggal 6 sd 9 Desember 2006 di Manado yaitu dalam rangka mewujudkan
perikanan tangkap yang adil, merata, lestari dan bertanggung jawab melalui keterpaduan dalam pengelolaan sumberdaya ikan dan dalam era otonomi daerah
saat ini, diharapkan daerah lebih mandiri dalam menangani berbagai permasalahan yang terkait dengan pengelolaan sumberdaya ikan yang menjadi
kewenangannya, antara lain dengan meningkatkan kerjasama antar instansi terkait di daerah dan atau antar daerah. Hal ini terutama diperlukan dalam menangani
pemanfaatan SDI sumberdaya ikan termasuk keakuratan data, pengawasan, penegakan hukum, dan perselisihan antar nelayan http: www. dkp. go .id
content. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang otonomi
daerah, yaitu Daerah KotaKabupaten diberikan kewenangan dalam mengelolah sumberdaya perikanan yang ada di wilayah perairannya sejauh 4 mil, dan pulau
Mayau masuk dalam wilayah administrasi Kota Ternate maka Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Ternate berhak untuk melakukan kerjasama dalam hal
pengelolaan sumberdaya perikanan di perairan sekitar pulau Mayau dengan Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Bitung. Hal ini dilakukan dengan persetujuan
Kepala Daerah Kota Ternate Walikota dan DPRD Kota Ternate. Langkah- langkah yang ditempuh dalam kerjasama ini antara lain:
1 Kepala daerah Kota Ternate Walikota Ternate maupun Kota Bitung Walikota Bitung mengeluarkan PERDA tentang kerjasama pengelolaan
sumberdaya perikanan di perairan sekitar pulau Mayau dengan persetujuan DPRD Kota Ternate maupun DPRD Kota Bitung.
2 Kepala daerah Kota Ternate Walikota Ternate mengeluarkan SK penunjukkan ke Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Ternate, dan Kepala
daerah Kota Bitung Walikota Bitung mengeluarkan SK penunjukkan ke Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Bitung sebagai “pelaksana” dalam hal
kerjasama pengelolaan sumberdaya perikanan di perairan sekitar pulau Mayau.
3 Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Ternate dan Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Bitung membuat surat perjanjian kerjasama
dalam bentuk “Dokumen” dengan persetujuan kepala daerah Walikota dan DPRD Kota Ternate maupun Kota Bitung. Adapun isi surat perjanjian
dokumen kerjasama pengelolaan sumberdaya perikanan di perairan sekitar pulau Mayau adalah sebagai berikut:
.1 Kerjasama pengelolaan sumberdaya perikanan di perairan sekitar
pulau Mayau berlaku selama 5 tahun dan terbatas pada usaha perikanan penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap mini
purse seine soma pajeko dan kapal penampung ikan pembeli ikan pelagis.
.2 Kapal-kapal
mini purse seine soma pajeko dan kapal penampung ikan pembeli ikan pelagis dari Kota Bitung harus melakukan
regristrasi di Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Bitung untuk mendapatkan surat izin operasi penangkapan dan penampungan ikan
di perairan sekitar pulau Mayau. .3
Mengingat dalam operasi penangkapan ikan dengan alat tangkap mini purse seine soma pajeko menggunakan alat bantu rumpon
maka izin pemasangan rumpon di perairan sekitar pulau Mayau dilakukan di Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Bitung dan saat
pemasangan rumpon harus mengambil titik koordinat geografis dimana rumpon tersebut dipasang.
.4 Rekapitulasi nama-nama kapal mini purse seine, kapal penampung ikan pembeli ikan dan titik koordinat geografis pemasangan
rumpon diserakan ke Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Ternate. .5 Untuk mengontrol kegiatan perikanan mini purse seine soma
pajeko dan kapal penampung ikan pembeli ikan dari Kota Bitung maka Dinas Perikanan dan Kalautan Kota Ternate mendirikan unit
pelaksana teknis UPT pengawasan sumberdaya perikanan di pulau Mayau. Mengingat pulau Mayau berada dalam wilayah administrasi
Kota Ternate maka Kepala dan staf UPT berasal dari Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Ternate.
.6 Untuk mempermudah kebutuhan nelayan yang berasal dari Kota Bitung maupun nelayan lokal nelayan pulau Mayau maka Dinas
Perikanan dan Kelautan Kota Ternate perlu memfasilitasi berupa pembangunan SPDN solar paket diesel, pembangunan pabrik es,
pembangunan tempat pendaratan ikan. .7 Untuk mengontrol sumberdaya perikanan yang telah dimanfaatkan
maka hasil tangkapan mini purse seine soma pajeko didaratkan dan dijual ke kapal penampung ikan pembeli ikan yang berpangkalan di
pulau Mayau. Data hasil tangkapan mini purse seine diserahkan ke UPT pengawasan sumberdaya perikanan di pulau Mayau.
.8 Setiap transaksi pembelian ikan oleh kapal penampung ikan pembeli ikan yang berpangkalan di TPI pulau Mayau dikenakan
restribusi. Besarnya restribusi disesuaikan dengan kondisi di lapangan.
.9 Penghasilan pendapatan dari izin usaha penangkapan ikan, penampung ikan dan pemasangan rumpon di Dinas Perikanan dan
Kelautan Kota Bitung, 40 diserahkan ke Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Ternate.
.10 Penghasilan pendapatan dari restribusi pembelian ikan oleh kapal penampung ikan yang berpangkalan di pulau Mayau, 40
diserahkan ke Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Bitung.
.11 Surat
perjanjian kerjasama ini berlaku sejak tanggal ditetapkan
dengan ketentuan akan diperbaiki kembali sebagaimana mestinya, apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan dalam penetapan ini.
4 Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Ternate dan Kota Bitung melakukan tanda tangan surat perjanjian kerjasama dokumen yang
disaksikan oleh kepala daerah Walikota dan DPRD Kota Ternate maupun Kota Bitung.
Kebijakan kerjasama dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di perairan sekitar pulau Mayau antar Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Ternate Provinsi
Maluku Utara dan Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Bitung Provinsi Sulawesi Utara diduga akan memberikan manfaat untuk kedua otoritas pengelola
Pemerintah Daerah Kota Ternate dan Pemerintah Daerah Kota Bitung. Manfaat untuk Pemerintah Daerah Kota Ternate diantaranya adalah; 1 terdatanya
perkembangan data statistika perikanan tangkap; 2 meningkatkan pendapatan asli daerah PAD Kota Ternate; 3 ketersedian pasar untuk menjual hasil
tangkapan nelayan lokal nelayan pulau Mayau; 4 ketersediaan lapangan kerja; 5 meningkatkan pendapatan nelayan; dan 5 mengurangi biaya monitoring
pengawasan dan pemantauan IUU. Bagi Pemerintah Daerah Kota Bitung, manfaat tersebut diantaranya adalah; 1 meningkatkan pendapatan asli daerah PAD Kota
Bitung; 2 ketersediaan lapangan kerja; dan 3 meningkatkan pendapatan pengusaha dan nelayan. Selain manfaat yang didapat, kedua pemerintah daerah
perlu mengantisipasi permasalahan baru, seperti keterbatasan sumberdaya untuk pengawasan monitoring dan keterbatasan dana untuk koordinasi pembagian
hasil dari kerjasama. Dalam melakukan kerjasama perlu memperhatikan pemanfataan
sumberdaya perikanan yang berkelanjutan dan berkeadilan. Menurut Gopakumar 2002, pengelolaan berkelanjutan adalah penggunaan sumberdaya perikanan
jangka panjang dengan memperhatikan karakteristik biologi, dan ekologi termasuk konservasi, serta adanya sharing keuntungan. Code of conduct for
responsible fisheries FAO 1995, artikel 10 mengenai pengelolaan perikanan disebutkan bahwa, negara-negara dan semua pihak yang terlibat dalam
pengelolaan perikanan melalui suatu kerangka kebijakan hukum dan kelembagaan
yang tepat, harus mengadopsi langkah konservasi jangka panjang dan pemanfaatan sumberdaya perikanan yang berkelanjutan. Langkah-langkah
konservasi dan pengelolaan baik pada tingkat lokal, nasional, sub regional atau regional, harus didasarkan pada bukti ilmiah terbaik dan tersedia dan dirancang
untuk menjamin kelestarian jangka panjang sumberdaya perikanan pada tingkat yang dapat mendukung pencapaian tujuan dari pemanfaatan yang optimum,
mempertahankan ketersediaan untuk generasi kini dan mendatang.
6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan