Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ekspor Rumput Laut dan Kajian Trend Volume Ekspor Rumput Laut Indonesia ke China.

(1)

I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan panjang garis pantai sekitar 104.000 km serta memiliki 17.504 pulau. Wilayah laut Indonesia membentang luas terdiri dari luas laut teritorial 284.210,9 km2, wilayah zona ekonomi eksklusif sebesar 2.981.211 km2 serta luas laut 12 mil sekitar 279.322 km2. Negara kepulauan Indonesia yang terletak diantara dua benua Asia dan Australia serta berada di antara dua yaitu Samudra Pasifik dan Hindia memiliki banyak potensi unggulan yang sangat strategis ditinjau dari berbagai sudut kepentingan. Disamping itu, Indonesia yang dikenal juga sebagai negara perairan atau maritim, jika dilihat dari sisi wilayah yang begitu luas sangatlah potensial untuk menggali sumberdaya perairan. Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki banyak potensi pengembangan di sektor kelautan. Oleh sebab itu, wilayah pesisir dan lautan Indonesia dikenal sebagai negara dengan kekayaan dan keanekaragaman hayati (biodiversity) laut terbesar di dunia.

Tabel 1. Luas Lautan Indonesia

No. Rincian - Item Nilai - Value

1 2 3 4 5 6 7 8

Luas Daratan Indonesia - Total Indonesia's Waters

Luas Lautan Indonesia – Total Indonesia’s Waters

a. Luas Laut Teritorial

b. Luas Zona Ekonomi Eksklusif c. Luas Laut 12 Mil

Panjang Garis Pantai Indonesia – Coast Line of Indonesia

Jumlah Pulau – Number of Island

Pulau yang Telah Diverifikasi – The Verification Island

a. Pulau Berpenduduk – Citizen

b. Pulau Tidak Berpenduduk – Uncitizen

Jumlah Pulau yang Sudah Didaftarkan ke PBB –

Number of United Nations Listed Island

Jumlah Kabupaten/Kota – Number of Regency/City

Jumlah Kabupaten/Kota Pesisir – Number of Coastal Regency/City

1.910.931,32 Km2 (Kemendagri, Mei 2010)

281.210,90 Km2 2.981.211,00 Km2

279.322,00 Km2 (UNCLOS 1982)

104.000,00 Km (Bakosurtanal, 2006)

17.504 pulau 1) (Kemendagri, 2008) 13.466 pulau 1.659 pulau 11.807 pulau 4.981 pulau 497 kab/kota 324 kab

(Kemendagri, Mei 2010)

1)

; 24 Pulau tenggelam pada tahun 2005-2007 – 24 Islands were sink at 2005-2007

Sumber: Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP), 2010 


(2)

Salah satu bidang budidaya perairan (aquaculture) yang berkembang dewasa ini adalah budidaya rumput laut (seaweed culture) terutama budidaya rumput laut jenis Eucheuma cottonii. Indonesia memiliki potensi areal budidaya rumput laut seluas 1,2 juta Ha, dengan potensi produksi rumput laut kering rata-rata 16 ton per Ha. Apabila seluruh lahan bisa dimanfaatkan maka akan dapat dicapai 17.774.400 ton per tahun dengan harga Rp.4,5 juta per ton. Dengan kisaran jumlah produksi dan tingkat harga tersebut maka akan diperoleh nilai Rp.79,984 triliun (BEI News Maret-April 2005).

Rumput laut merupakan salah satu komoditi unggulan hasil perikanan. Komoditas ini memiliki potensi besar untuk dikembangkan karena permintaan pasarnya semakin meningkat. Terdapat enam jenis rumput laut yang tumbuh di perairan Indonesia diantaranya adalah Gracillaria, Gelidium, Eucheuma, Hypnea,

Sargassum, dan Turbinaria. Sedangkan jenis rumput laut yang banyak

dibudidayakan adalah Eucheuma sp. dan Gracillaria sp. Di samping karena potensial dibudidayakan pada hampir seluruh wilayah perairan Indonesia, komoditas ini juga memiliki pangsa pasar yang cukup tinggi dikarenakan sebagian besar produksi rumput laut diekspor dalam bentuk gelondongan kering. Oleh sebab itu, terlihat bahwa masih terbuka lebar peluang usaha budidaya dan investasi pemrosesan rumput laut. Peluang usaha tersebut semakin besar sejalan dengan perkembangan permintaan rumput laut dunia yang meningkat rata-rata 5-10 persen per tahun. Dewasa ini, permintaan rumput laut yang ditujukan kepada eksportir Indonesia diindikasikan sudah mencapai 48.000 ton rumput laut kering per tahun (World Bank Report 2006).

Disamping itu, rumput luat menjadi salah satu komoditas utama perikanan yang mendapatkan program revitalisasi. Hal tersebut dikarenakan komoditas rumput laut memiliki peluang ekspor yang terbuka luas sehingga dapat dijadikan salah satu sumber devisa yang berasal dari ekspor hasil perikanan. Selain itu, beberapa keunggulan lain yang dimiliki komoditas ini diantaranya harga yang relatif stabil, belum adanya kuota perdagangan bagi rumput laut, teknologi pembudidaya yang digunakan masih sangat sederhana sehingga mudah untuk dikuasai, siklus pembudidaya yang relatif singkat sehingga perputaran keuntungan terjadi dengan cepat, kebutuhan modal relatif kecil, termasuk komoditas yang


(3)

tidak tergantikan karena tidak memiliki produk sintesisnya dan tergolong usaha padat karya yang mampu menyerap tenaga kerja (Departemen Kelautan dan Perikanan 2008).

Produksi rumput laut Indonesia yang tumbuh di daerah tropis merupakan produksi terbesar di dunia. Kontribusi Indonesia dalam bahan baku juga telah diakui internasional. Hal tersebut karena Indonesia memiliki wilayah potensial penghasil budidaya dan produksi rumput laut jenis Eucheuma sp. dan Gracillaria sp. Sejak tahun 2005, Indonesia telah menjadi penghasil rumput laut terbesar dengan jumlah produksi rumput laut basah setiap tahun yang terus meningkat. Berdasarkan Data Statistik Perikanan Budidaya, pada tahun 2007 sampai dengan 2008 terjadi peningkatan sebesar 24 persen sedangkan pada tahun 2009 terjadi peningkatan sebesar 32,8 persen. Tiga daerah penghasil rumput laut terbesar adalah Sulawesi Selatan dengan total produksi rumput laut basah sebesar 774.026 ton, Provinsi Sulawesi Tengah sebesar 713.562 ton dan Provinsi Nusa Tenggara Timur dengan total produksi sebesar 498.422 ton (Statistika Perikanan Budidaya 2009).

Tabel 2. ProduksiRumput Laut Nasional

Produksi (Ton)

Tahun E.Cottonii Gracilaria Total Basah Total Kering

Perkembangan (%)

2001 212.478 - 212.478 21.247 - 2002 223.080 - 223.080 22.308 4,99 2003 231.927 - 231.927 23.192 3,96 2004 397.964 44.253 410.570 41.057 77,03 2005 866.383 33.321 910.636 91.063 121,80 2006 1.341.141 242.821 1.374.462 137.446 50,93 2007 1.485.654 242.281 1.728.475 172.847 25,76 2008 1.937.591 207.470 2.145.061 214.506 24,10 2009 2.791.688 171.868 2.936.556 296.355 38,16 2010 3.399.436 515.581 3.915.556 391.501 32,10 2011 3.497.920 664.812 4.162.732 416.272 6,33

Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan, 2012 (diolah)

Saat ini, Indonesia sebagai negara penghasil rumput laut terbesar di dunia. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel 2 bahwa jumlah produksi rumput laut Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat. Produksi rumput laut kering E.Cottonii merupakan produksi rumput laut unggulan sebagai komoditas ekspor


(4)

hasil perikanan. Pada tahun 2002, Indonesia mampu memproduksi rumput laut kering jenis E.Cottonii sebesar 4,99 persen. Pada tahun 2005, terjadi peningkatan produksi rumput laut kering Indonesia menjadi 121,80 persen. Terlihat bahwa perkembangan produksi rumput laut kering E.Cottonii mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari tahun ke tahun. Dewasa ini, komoditas rumput laut jenis E.Cottonii juga menjadi kebutuhan di pasar global. Besarnya peluang sumberdaya perikanan ini sangat berpotensi untuk dimanfaatkan serta dikembangkan untuk ekspor. Hal tersebut dikarenakan permintaan rumput laut Indonesia dipengaruhi oleh permintaan dari para pengguna rumput laut tersebut, diantaranya industri-industri makanan, obat-obatan dan bahan polimer. Perkembangan ekspor rumput laut menurut jumlah dan nilainya dapat disajikan seperti berikut ini (Anang Nugroho 2006).

Tabel 3. Perkembangan Volume dan Nilai Ekspor Rumput Laut Indonesia, 2001 – 2005

Tahun

Volume Nilai (US$/Kg) Harga Jumlah

(ton)

Perkembangan (%)

Jumlah (US$ 1000)

Perkembangan (%)

2001 27.874 - 17,230 - 0,618139

2002 28.560 2,46 15,785 -8,39 0,552696 2003 40.162 40,62 20,511 29,94 0,510707 2004 51.011 27,01 25,296 23,33 0,495893 2005 63.020 23,54 39,970 58,01 0,634243

Sumber : Ditjen Perikanan Tangkap DKP RI, 2006

Berdasarkan tabel 3, diketahui bahwa dalam kurun waktu empat tahun perkembangan volume ekspor yang terjadi yaitu 27.874 ton pada tahun 2001 menjadi 63.020 ton pada tahun 2005 atau rata-rata 25,21 persen per tahun. Dari tabel tersebut diketahui pula bahwa selama empat tahun rata-rata perkembangan nilai ekspor yang dicapai sebesar $22,749,000 dari 15,785,000 US$ menjadi 39,970,000 US$ atau rata-rata 26,39 persen. Perkembangan volume dan nilai ekspor rumput laut yang demikian tinggi mencerminkan adanya peluang besar di pasar internasional. Meningkatnya ekspor rumput laut Indonesia secara total yang terjadi setiap tahun hampir diseluruh negara tujuan ekspor. Pertumbuhan serta perkembangan volume ekspor rumput laut Indonesia ditunjukkan pada tabel berikut.


(5)

Tabel 4. Trend Pertumbuhan dan Perkembangan Volume Ekspor Rumput Laut Berdasarkan

Negara Tujuan Utama, 2004-2008

No. Negara 2004 2005 2006 2007 2008 Kenaikan

rata-rata (%) TOTAL (kg) 51.010.828 69.264.256 95.588.055 94.073.398 99.948.576 19,61 1 China 13.784.961 24.926.415 35.834.441 23.318.145 43.620.103 44,18 2 Filipina 5.301.542 8.060.284 11.145.030 10.878.315 17.908.449 38,13 3 Vietnam 81.861 364.949 4.135.009 10.140.303 8.252.129 376,37 4 Hongkong 9.214.038 8.384.605 15.673.859 20.890.153 7.070.165 11,26 5 Korea

Selatan

1.152.000 5.142.814 3.842.918 5.421.272 5.613.115 91,44

6 Perancis 1.574.550 2.918.973 603.8 2.191.839 3.182.022 78,56 7 Chilli 2.360.842 1.696.737 2.841.939 3.498.999 2.323.091 7,22 8 Denmark 6.294.242 3.754.053 2.125.044 2.098.109 1.868.980 -23,98 9 USA 1.749.844 1.064.750 5.750.878 2.453.907 1.512.607 76,32 10 U.

Kingdom

395.469 831.636 848.179 670.5 1.305.900 46,52

11 Spain 4.716.190 4.735.984 4.430.991 4.492.961 1.269.254 -19,09 12 Brazilia 917 1.542.899 1.258.884 1.600.000 1.200.000 12,99 13 Malaysia 320.628 142.71 1.235.295 1.091.045 1.167.990 176,37 14 Lainnya 3.147.661 5.697.447 5.861.788 5.327.850 3.654.771 10,84 Sumber: Statistika Ekspor Hasil Perikanan, Ditjenkan Budidaya, 2008 (diolah)

Berdasarkan tabel 4, terlihat bahwa volume ekspor rumput laut Indonesia mengalami kenaikan secara total. Dari ke-13 negara tujuan ekspor rumput laut Indonesia terlihat bahwa volume ekspor ke negara Vietnam, Malaysia, Korea Selatan, Perancis dan USA mengalami lonjakan yang sangat tinggi. Kenaikan rata-rata dari masing-masing negara per tahunnya adalah 376,37 persen, 176,37 persen, 91,44 persen, 78,56 persen dan 76,32 persen. Namun demikian, selama tahun 2008 aktivitas volume ekspor rumput laut dari Indonesia terbanyak diterima oleh negara China yang mencapai 43,64 persen atau 43.620 ton. Sedangkan posisi Filipina mencapai 17,91 persen atau 17.908 ton dan ketiga negara Vietnam yang mencapai 8,25 persen atau 8.252 ton serta ke empat negara Hongkong yang mencapai 7,05 persen atau 7.070 ton. Negara lainnya hanya mencapai di bawah enam persen1.

      

1  

Surono A et al. 2009. Profil Rumput Laut Indonesia. Jakarta: Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya dan Direktorat Produksi. Departemen Kelautan dan Perikanan. Hlm 134


(6)

Disamping itu, komoditas rumput laut juga merupakan salah satu sumber devisa bagi negara Indonesia. Perkembangan perolehan devisa bagi negara Indonesia dari berbagai negara tujuan ekspor rumput laut Indonesia secara total terus mengalami peningkatan.

Tabel 5. Nilai Ekspor Rumput Laut Indonesia Berdasarkan Negara Tujuan Utama, 2004-2008

No. Negara 2004 2005 2006 2007 2008 Kenaikan

rata-rata (%/Tahun) TOTAL (USD) 25.296.399 35.555.019 49.586.226 57.522.350 110.153.291 46,88 1 China 4.009.975 7.613.157 12.875.745 11.179.508 35.232.665 90,24 2 Filipina 3.369.852 4.292.043 6.051.665 7.079.870 27.896.221 94,84 3 Korea

Selatan

609.8 2.929.958 2.281.217 3.403.714 7.576.668 132,54

4 UK 451.285 1.851.393 2.416.430 2.025.140 6.207.770 132,78 5 Chilli 674.362 659.324 1.444.778 2.228.655 5.262.347 76,82 6 Vietnam 486.489 190.593 1.402.831 3.182.134 3.475.359 177,82 7 Perancis 296.72 804.806 549.1 1.243.178 2.980.345 101,40 8 Jepang 1.945.127 2.304.881 3.617.251 4.089.730 2.946.034 15,13 9 USA 1.397.127 1.296.057 3.843.031 3.016.979 2.562.763 38,17 10 Belgia 350.15 385.665 819.6 475.68 2.437.080 123,26 11 Hongkong 2.659.315 2.260.763 4.606.241 8.037.027 2.017.549 22,09 12 Jerman 505.05 1.140.947 811.71 905.222 1.951.195 56,03 13 Singapura 147.014 833.526 664.469 1.899.105 1.843.972 157,40 14 Lainnya 8.393.397 8.991.906 8.202.158 8.756.408 7.763.323 -1,56 Sumber: Statistika Hasil Ekspor Perikanan Budidaya, 2008 (diolah)

Tabel 5 menunjukkan telah terjadi peningkatan secara total terhadap nilai ekspor (USD) rumput laut kering Indonesia selama kurun waktu lima tahun terakhir. Kenaikan rata-rata per tahun dari lima negara penyumbang terbesar perolehan devisa bagi negara Indonesia berasal dari negara Vietnam, Singapura, United Kingdom (UK), Korea Selatan dan Belgia. Masing-masing negara mengalami kenaikan rata-rata per tahun sebesar 177,82 persen, 157,40 persen, 132,78 persen, 132,54 persen dan 123,26 persen.

Namun demikian, selama tahun 2008 negara terbesar yang memberikan kontribusi terhadap perolehan devisa bagi Indonesia adalah negara China. Berdasarkan nilai ekspor rumput laut kering, Indonesia memperoleh sebesar USD 35,23 juta atau 31,98 persen dari negara China. Kemudian disusul oleh negara Filipina hingga mencapai USD 27,89 juta atau 25,32 persen. Selanjutnya negara


(7)

Korea Selatan dan United Kingdom (UK) dengan perolehan nilai USD 7,57 juta atau 6,87 persen dan USD 5,26 juta atau 4,77 persen2.

Melihat luasnya kawasan laut Indonesia yang dapat ditanami komoditas rumput laut merupakan salah satu upaya dalam pengembangan sub sektor budidaya dan produksi perikanan. Disamping itu, berdasarkan data-data aktual yang ada, perkembangan ekspor rumput yang terjadi dalam kurun waktu terakhir ini merupakan salah satu kondisi yang dapat dimanfaatkan sebagai peluang yang berpotensi untuk meningkatkan ekspor rumput laut Indonesia. Hingga akhir tahun 2011, ekspor rumput laut Indonesia meningkat menjadi 160.948 ton dengan permintaan terhadap penawaran volume ekspor terbesar berasal dari negara China sebesar 101.231.000 kg. Dengan didukung berdasarkan data tersebut, dapat menunjukkan bahwa negara China merupakan negara terbesar pengimpor rumput laut kering dunia. Oleh sebab itu, hal tersebut perlu digali lebih dalam sehingga eksistensi dari komoditas rumput laut dapat dimanfaatkan sebagai pemenuhan kebutuhan kegiatan ekonomi.

      

2


(8)

1.2. Perumusan Masalah

Rumput laut merupakan salah satu komoditas yang sejak sepuluh tahun terakhir ini marak dibudidayakan masyarakat pesisir pantai. Dimulai dari pesisir pantai Sulawesi Selatan hingga sekarang hampir di setiap kepulauan di Indonesia sudah membudidayakannya. Hal tersebut dikarenakan sektor komoditas sumberdaya perikanan ini terus mengalami peningkatan pemanfaatannya. Selain karena nilai manfaat yang besar untuk berbagai industri, pembudidayanya yang mudah dan cepat juga menjadikan rumput laut menjadi komoditas primadona. Berdasarkan FAO dalam (Rajagukguk 2009), Indonesia menduduki peringkat ketiga dalam hal produksi rumput laut di dunia pada tahun 2006. Tahun 2010, Indonesia telah memenuhi target yang ditetapkannya untuk menjadi peringkat pertama dalam pengadaan rumput laut kering di dunia.

Sebagai pemasok utama rumput laut kering jenis unggulan Eucheuma cottonii, Indonesia mampu mengekspor sekitar 80 persen hasil produksinya untuk memenuhi kebutuhan dunia. Salah satu negara tujuan ekspor terbesar adalah negara China. Hingga saat ini, sekitar 58 persen rumput laut kering Indonesia diserap oleh pasar ekspor khususnya pasar China. Hal-hal tersebut menunjukkan bahwa Indonesia memiliki peluang dan potensi yang sangat besar dalam pemanfaatan rumput laut Indonesia.

Dengan meningkatnya ekspor rumput laut Indonesia serta didukung adanya isu-isu yang menglobal mengenai ekspor komoditas unggulan saat ini, maka dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi ekspor rumput laut kering Indonesia ke negara China?

2. Bagaimana perkembangan dan proyeksi trend volume ekspor rumput laut Indonesia ke negara China?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah:

1. Menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi volume ekspor rumput laut Indonesia ke negara China.

2. Mengkaji dan merumuskan proyeksi trend volume ekspor rumput laut Indonesia ke negara China lima tahun mendatang.


(9)

1.4. Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna baik bagi penulis maupun pembaca dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Bagi penulis, penelitian ini berguna untuk menambah pengetahuan, mengembangkan, mengimplementasikan ilmu yang telah dipelajar, serta menjadi sarana informasi dan edukasi untuk penelitian selanjutnya.

2. Sebagai referensi dan informasi bagi penelitian serupa di masa yang akan datang dan dapat menambah perbendaharaan pustaka di bidang internasional (ekspor).

3. Bagi pemerintah dan asosiasi atau lembaga perdagangan internasional rumput laut khususnya negara China sebagai pembuat keputusan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi kebijakan-kebijakan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas ekspor rumput laut.

4. Bagi akademisi, penelitian ini berguna sebagai sumber informasi atau rujukan untuk menganalisis masalah yang sama.

1.5. Ruang Lingkup

Kajian dari penelitian ini memfokuskan pada analisis faktor-faktor yang mempengaruhi volume ekspor rumput laut Indonesia dengan kode HS 121220100 tanpa mengikutsertakan hasil olahan ataupun produk olahan yang lebih spesifik seperti agar-agar, alginat, carrageenan (karaginan), pupuk, makanan ternak, yodium dan lainnya. Negara tujuan ekspor rumput laut kering Indonesia yang digunakan pada penelitian ini adalah negara China. Disamping itu, ketersediaan data akurat yang telah didokumentasikan oleh BPS, Dinas Kementrian Kelautan dan Perikanan, UN Comtrade, Buku Statistika Hasil Ekspor Perikanan serta pihak lain yang terkait sebagai sumber informasi sehingga mencapai data yang up to date yaitu sampai dengan akhir tahun 2011.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi volume ekspor rumput laut Indonesia ke negara China. Adapun variabel-variabel yang digunakan diantaranya jumlah produksi rumput laut Indonesia, nilai tukar riil, harga ekspor rumput laut ke China, dummy revitalisasi,


(10)

volume ekspor rumput laut Indonesia, dan GDP China. Selain itu, penelitan ini juga bertujuan untuk merumuskan serta mengkaji kondisi perkembangan dan proyeksi (forecasting) trend volume ekspor rumput laut Indonesia ke negara China dengan menggunakan alat analisis trend. Data-data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder dengan runtun waktu tahun (time series) 1999-2011.


(11)

11 

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu

Risman (2007) melakukan penelitian dengan judul Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Eskpor Rumput Laut Indonesia. Penelitiannya menggunakan data sekunder berupa data time series periode tahun 1986-2005 dengan negara tujuan Hongkong dan Jepang, sedangkan Denmark dari tahun 1989-2005. Hal tersebut dikarenakan keterbatasan data yang dialami oleh peneliti. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan metode analisis kuantitatif dengan menggunakan model regresi berganda dengan persamaan tunggal dengan program Minitab dan metode SWOT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap ekspor rumput laut Indonesia berbeda-beda untuk setiap negara tujuan. Namun secara garis besar, hal-hal yang dapat mempengaruhi ekspor terhadap rumput laut Indonesia dapat dipengaruhi oleh dua peubah yaitu peubah bebas dan peubah terikat. Untuk negara tujuan Hongkong, variabel yang berpengaruh nyata yaitu harga riil ekpor rumput laut. Sedangkan negara tujuan Jepang tidak ada yang berpengaruh nyata dan untuk negara tujuan Denmark, variabel yang berpengaruh nyata yaitu variabel nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. Terdapat empat peubah bebas dan satu peubah terikat diantaranya harga riil ekpor rumput laut Indonesia. Sedangkan untuk metode SWOT, hasil penelitian menyatakan bahwa terdapat tujuh alternatif strategi yang dari berbagai faktor eksternal dan internal.

Yuliastuti (2010) melakukan penelitian dengan judul Analisis Aliran Perdagangan Ekspor Rumput Laut Indonesia Periode 1999-2008. Penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu data gabungan times series dan cross section (Pooled data) atau panel data. Pegolahan data dilakukan dengan menggunakan metode panel data yang diolah menggunakan program Eviews 5.1 dan Miocrosoft Excel 2007 serta gravity model. Analisis data menggunakan pendekatan deskriptif untuk menjelaskan antar variabel-variabel yang mempengaruhi ekspor rumput laut Indonesia di pasar internasional. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa faktor-faktor yang berpangaruh nyata terhadap aliran perdagangan ekspor rumput laut Indonesia diantaranya harga komoditi rumput laut Indonesia di negara tujuan,


(12)

populasi penduduk negara importir, GDP riil negara pengimpor. Sedangkan faktor yang paling mempengaruhi positif yaitu populasi penduduk negara tujuan ekspor dan yang berpengaruh negatif yaitu jarak ekonomi Indonesia dan negara tujuan ekspor.

Selain itu, Rajagukguk (2009) juga melakukan penelitian dengan judul Analisis Daya Saing Rumput Laut Indonesia di Pasar Internasional. Penelitian ini juga menggunakan data sekunder yang diperoleh dari DKP, FAO, UN Comtrade, FED, Departemen Perdagangan RI, BPS serta lembaga lain yang terkait. Adapun faktor-faktor yang diduga mempengaruhi diantaranya volume ekspor rumput laut Indonesia di negara tujuan ekspor, harga ekspor rumput laut Indonesia, nilai tukar, GDP, serta produksi nasional rumput laut Indonesia. Peneliti menganalisis dengan menggunakan regresi data panel dengan metode Fixed effect. Pada model yang dihasilkan, variabel yang berpengaruh nyata diantaranya volume ekspor ke negara tujuan, nilai tukar, GDP. Sedangkan harga eskpor dan produksi rumput laut Indonesia tidak berpengaruh nyata secara statistik.

Namun demikian, Andayani (2011) juga meneliti penelitian terkait perdagangan internasional rumput laut dengan judul Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penawaran Ekspor Rumput Laut Indonesia ke China. Penelitian yang dilakukan juga serupa dengan Risman (2007), Yuliastuti (2010) dan Rajagukguk (2009) yaitu dengan menggunakan data sekunder time series periode tahun 1993-2010. Jenis dan sumber data diperoleh dari BPS, Kementrian Kelautan dan Perikanan, UN Comtrade, Kementrian Perdagangan, jurnal serta literatur pendukung lainnya. Penelitian ini diolah menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS) dan Principal Component Analysis (Regresi Komponen Utama) dengan menggunakan program Microsoft Excel 2010 dan Minitabs 14. Adapun variabel-variabel yang diduga berpengaruh diantaranya produksi, harga ekspor rumput laut, kurs riil, lag ekspor, dummy revitalisasi dan dummy krisis. Pada model yang dihasilkan semua variabel yang digunakan berpengaruh nyata terhadap penawaran ekspor rumput laut Indonesia ke China. Adapun variabel yang memiliki pengaruh positif diantaranya produksi, harga ekspor, lag ekspor, dummy krisis dan dummy revitalisasi. Sedangkan variabel kurs riil memiliki pengaruh negatif.


(13)

13  2.2. Keterkaitan dengan Penelitian Terdahulu

Penelitian-penelitian terdahulu yang telah dilakukan merupakan bagian dari acuan yang dapat digunakan sebagai pengembangan, penambahan, pelengkap dari kemajuan penelitian sebelumnya. Dewasa ini, rumput laut kering Indonesia merupakan komoditas unggulan dalam ekspor hasil perikanan ke negara China. Komoditas ini mampu berkontribusi dalam pemerolehan devisa bagi negara Indonesia. Dengan demikian, penelitian ini dilakukan untuk mengembangkan serta menganalisis lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi volume ekspor rumput laut Indonesia ke negara China dengan menguji kembali variabel-variabel yang telah ada serta menambahkan variabel terkait tertentu untuk menyempurnakan dari penelitian-penelitian sebelumnya.

Disamping itu, pada penelitian ini juga diidentifikasi mengenai perkembangan serta memproyeksikan trend ekspor rumput laut Indonesia baik ke seluruh negara maupun terhadap negara pengimpor terbesar yaitu negara China. Proyeksi trend yang dilakukan yaitu untuk lima tahun mendatang. Pemaparan dan kajian ini dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan alat analisis trend untuk dapat mengetahui kecenderungan kenaikan atau penurunan proyeksi trend untuk lima tahun mendatang. Data yang digunakan berupa data time series dengan jenis data sekunder tahunan. Periode tahun yang digunakan pada penelitian ini yaitu tahun 1999-2011. Oleh sebab itu, peneliti menggunakan beberapa penelitian terkait sebagai penunjang, serta meyakinkan dan menguatkan terhadap penelitian yang dilakukan peneliti.


(14)

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1. Teori Perdagangan Internasional

Perdagangan dunia telah mengalami ekspansi besar-besaran selama tiga dekade terakhir ini. Perubahan teknologi dan komunikasi, keuangan dunia dan sistem perdagangan yang lebih terbuka kini telah mendorong peningkatan pendapatan negara-negara di berbagai kawasan. Beberapa negara yang telah sukses menggunakan pasar dunia sebagai landasan mereka untuk pembangunan ekonomi sedangkan negara yang lainnya kemajuan ekonominya terhambat karena mengabaikan dukungan perdagangan dan pengaruh dari luar negeri. Dalam dua dekade terakhir ini hampir seluruh negara sepakat bahwa mereka harus mendapatkan keuntungan dari meningkatnya globalisasi sebagai suatu cara untuk menaikkan pertumbuhan ekonomi domestik secara optimal.

Indonesia memiliki ekonomi yang relatif terbuka. Menurut Fane (1996), Feridhanusetyawan dan Pangestu (2003), liberalisasi di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1980 dan modernisasi sistem pajak sekitar tahun 1983 dan 1985. Hal ini dilakukan karena Indonesia merupakan anggota dari AFTA (Asian Free Trade Area), APEC ( Asia Pasific Economic Cooperation), dan WTO (World Trade Organization) sehingga perdagangan internasional menjadi sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Disamping itu, Hamdy Hady (2004) juga mengungkapkan bahwa perdagangan internasional menjadi semakin penting karena adanya pengaruh globalisasi ekonomi dunia. Adapun ciri atau karakteristik tersebut diantaranya:

1. Keterbukaan ekonomi terutama dengan adanya liberalisasi pasar dan arus uang serta transfer teknologi secara internasional.

2. Keterkaitan dan ketergantungan ekonomi, keuangan, perdagangan dan industri antarnegara atau perusahaan yang ditunjukkan oleh adanya kecenderungan integrasi ekonomi regional.

3. Persaingan yang semakin kuat antarnegara ataupun perusahaan untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi dan efektivitas yang optimal.


(15)

15 

Menurut Lipsey (1997) perdagangan internasional adalah pertukaran barang dan jasa yang terjadi melampaui batas-batas negara. Perdagangan internasional diperlukan untuk mendapatkan manfaat yang dimungkinkan oleh spesialisasi. Masing-masing akan memproduksi barang dan jasa yang dapat dilakukan secara efisien sementara negara tersebut akan berdagang dengan negara lain untuk memperoleh barang dan jasa yang tidak diproduksinya. Masing-masing negara mempunyai perbedaan tingkat kapasitas produksi secara kuantitas, kualitas dan jenis produksinya. Sebagai contoh, suatu negara (A) membutuhkan jenis barang dan jasa tertentu, tetapi barang dan jasa tersebut hanya bisa dihasilkan oleh negara lain (B), atau barang tersebut dapat dihasilkan oleh negara (A), tetapi ongkos produksinya lebih besar jika dibandingkan dengan negara (A) membeli atau mengimpor dari negara lain. Dari perbedaan inilah akan menimbulkan transaksi perdagangan.

Gonarsyah (1997) juga menyatakan terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya perdagangan internasional adalah adanya perbedaan penawaran dan permintaan antar negara dimana tidak semua negara menghasilkan komoditi yang diperdagangkan dan adanya perbedaan biaya relatif dalam menghasilkan komoditi tertentu. Keunggulan yang dimiliki komoditi tertentu menunjukkan adanya kelebihan yang melekat pada suatu komoditi yang dihasilkan suatu negara dibandingkan dengan komoditi serupa yang diproduksi di negara lain. Menurut Amir (2003), beberapa faktor yang menyebabkan suatu komoditi mempunyai keunggulan tertentu diantaranya adalah faktor alam, faktor biaya produksi dan faktor teknologi. Di samping itu, Sukinto (1993) juga mengungkapkan manfaat dari perdagangan internasional diantaranya dapat memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi di negeri sendiri, memperoleh keuntungan dari spesialisasi, memperluas pasar dan menambah keuntungan serta transfer teknologi modern.

Aktivitas perdagangan internasional (ekspor dan impor barang dan jasa) terjadi jika suatu negara cenderung mengekspor barang-barang yang biaya produksi di dalam negeri relatif lebih rendah dibandingkan dengan barang yang sama di luar negeri. Sebaliknya, suatu negara akan mengimpor barang-barang yang biaya produksi di dalam negerinya relatif lebih mahal dibandingkan dengan


(16)

barang yang sama di luar negeri. Sehingga selisih antara penawaran dan permintaan domestik (excess supply) dapat diartikan sebagai penawaran ekspor sedangkan penawaran impor yaitu adanya kelebihan permintaan domesrik di negara pengimpor (excess demand).

Secara teoritis, suatu negara (misal negara 1) akan mengekspor suatu komoditas (komoditas x) ke negara lain (misal negara 2) apabila harga domestik di negara 1 (sebelum terjadi perdagangan) relatif lebih rendah dibandingkan harga domestik di negara 2. Kurva perdagangan internasional dapat dilihat pada Gambar 1. Kondisi awal di negara 1 misalnya berada dalam kondisi keseimbangan dan harga berada pada P1. Pada kondisi ini tidak terjadi ekspor dari

negara 1. Ketika harga berada pada posisi P2, struktur harga yang relatif lebih

tinggi ini menyebabkan terjadinya kelebihan penawaran (excess supply) di negara 1 yaitu sebesar QA’QA”. Dalam hal ini faktor produksi di negara 1 relatif berlimpah, dengan demikian negara 1 mempunyai kesempatan menjual kelebihan produksinya ke negara lain.

Sebaliknya di negara 2, pada kondisi harga berada di P2, negara ini terjadi

kekurangan supply karena konsumsi domestiknya melebihi produksi domestik (excess demand) sebesar QB’QB” sehingga harga menjadi lebih tinggi. Pada keadaan ini, negara 2 berkeinginan untuk membeli komoditas dari negara lain dengan harga yang relatif lebih murah. Apabila kemudian terjadi komunikasi antara negara 1 dan 2, maka terjadi perdagangan antar kedua negara tersebut. Supply di pasar internasional akan terjadi jika harga lebih besar dari P1, sedangkan

permintaan di pasar internasional akan terjadi jika harga internasional lebih rendah dari P3. Dengan kata lain, besarnya ekspor suatu komoditas perdagangan

akan sama besarnya dengan besarnya impor komoditas tersebut. Berikut adalah kurva perdagangan internasional pada gambar berikut.


(17)

17 

Px/Py Sx Px/Py S Px/Py Sx

P3 Ekspor A* P3

P2 B E B* E* P2 B’ E’

A A Dx

D Impor

Dx Q Q Q

QA’ QA QA” QP1 QB QB QB

Gambar 1. Kurva Perdagangan Internasional

(Sumber: Salvatrore 1997)

Berdasarkan gambar di atas, Panel A menunjukkan bahwa ketika harga berada pada P1, kuantitas komoditi X yang ditawarkan (QSx) sama dengan

kuantitas yang diminta (QDx) oleh konsumen negara 1 sehingga negara tersebut

tidak akan mengekspor komoditinya sama sekali. Oleh sebab itu, muncul titik C* yang menunjukkan kurva S pada gambar ii (panel B) yang menandakan kurva penawaran ekspor negara 1. Apabila Px bergerak naik ke P2 maka akan terjadi

kelebihan penawaran jika dibandingkan dengan permintaannya sebesar BE. Kuantitas BE merupakan jumlah komoditi yang akan diekspor negara 1 pada tingkat harga P2. BE sama dengan B*E* pada gambar ii (panel B) dimana titik E*

berpotongan dengan kurva penawaran ekspor komoditi X dari negara 1.

Panel C menunjukkan bahwa ketika harga berada pada P3 maka penawaran

dan permintan komoditi X di negara 2 akan sama besarnya (QDx=QSx) sehingga

negara tersebut tidak akan mengimpor komoditinya sama sekali dimana titik A* menunjukkan kurva permintaan impor negara 2 yang terdapat pada gambar ii (panel B). Apabila harga bergerak turun ke P2 maka akan terjadi kelebihan

permintaan sebesar B’E’. Kelebihan tersebut akan diimpor oleh negara 2. Jumlah B’E’ sama dengan B*E* dimana titik E* berada pada gambar ii.

Panel B menunjukkan bahwa ketika harga berada pada P2, jumlah impor

komoditi X yang diminta negara 2 sama dengan jumlah ekspor yang ditawarkan Panel A 

Pasar di negara 1   komoditi X

Panel B 

Hubungan perdagangan  internasional komoditi X 

Panel C 

Pasar di negara 2  komoditi X


(18)

oleh negara 1. Kurva tersebut menunjukkan perpotongan antara kurva D dan kurva S setelah komoditi X diperdagangkan antar dua negara. Apabila Px lebih

besar dari P2, maka jumlah ekspor yang ditawarkan akan melebihi jumlah

permintaan impor sehingga lambat laun harga relatif komoditi tersebut akan turun sehingga pada akhirnya akan sama dengan P2. Sedangkan jika Px lebih kecil dari

P2, jumlah impor yang diminta akan lebih besar dari jumlah ekspor yang

ditawarkan sehingga Px akan naik dan pada akhirnya sama dengan P2. Dengan

demikian, P2 merupakan harga ekuilibrium untuk komoditi X setelah perdagangan

internasional berlangsung.

3.1.2. Teori Permintaan dan Penawaran Ekspor

Teori permintaan menerangkan tentang ciri hubungan antara jumlah permintaan dan harga. Faktor-faktor yang menentukan diantaranya harga barang itu sendiri, harga barang lain yang berkaitan erat dengan barang tersebut, pendapatan rumah tangga dan pendapatan rata-rata masyarakat, corak distribusi pendapatan dalam masyarakat, cita rasa masyarakat, jumlah penduduk, dan ramalan mengenai keadaan di masa yang akan datang. Hukum permintaan pada hakikatnya merupakan suatu hipotesis yang menyatakan makin rendah harga suatu barang maka suatu barang makin banyak permintaan terhadap barang tersebut. Sebaliknya makin tinggi harga suatu barang maka makin sedikit permintaan terhadap barang tersebut 3.

Namun demikian, terdapatnya permintaan belum merupakan syarat yang cukup untuk mewujudkan transaksi dalam pasar. Permintaan yang wujud hanya dapat dipenuhi apabila para penjual dapat menyediakan barang-barang yang diperlukan tersebut sehingga terdapat penawaran dari para penjual atau produsen. Hukum penawaran adalah suatu pernyataan yang menjelaskan tentang sifat hubungan antara harga suatu barang dan jumlah barang tersebut yang ditawarkan para penjual. Oleh sebab itu, hukum penawaran pada dasarnya menyatakan bahwa semakin tinggi harga suatu barang, semakin banyak jumlah barang tersebut akan ditawarkan oleh para penjual. Sebaliknya, makin rendah harga suatu barang

      

3 

Sukirno S. Juli 2011. Mikro Ekonomi Teori Pengantar. Edisi Ketiga. Jakarta.RajaGrafindo Persada.Hlm75-76


(19)

19 

semakin sedikit jumlah barang yang ditawarkan. Hukum penawaran mengindikasikan bagaimana keinginan para penjual untuk menawarkan barangnya apabila harganya tinggi dan bagaimana pula keinginan untuk menawarkan barangnya tersebut apabila harganya rendah 4. Adapun faktor-faktor yang menentukan diantaranya harga barang itu sendiri, harga barang-barang lain, biaya produksi, tujuan-tujuan operasi perusahaan tersebut serta tingkat teknologi yang digunakan.

3.1.3. Teori Nilai Tukar

Menurut Anindita (2008), nilai tukar merupakan suatu harga relatif yang diartikan sebagai nilai dari satu mata uang terhadap mata uang lainnya. Perusahaan pengekspor menyukai mata uang dengan nilai yang lebih rendah karena membuat produk mereka lebih murah bagi pembeli asing. Kegiatan ekspor suatu komoditi yang terjadi di pasar internasional tidak terlepas dari masalah nilai tukar yang terjadi. Nilai tukar mata uang ini mempengaruhi kebijakan perdagangan antara masing-masing negara pengekspor dan pengimpor. Peningkatan atau penurunan nilai mata uang domestik terhadap mata uang asing dapat mempengaruhi volume ekspor yang diperdagangkan. Bertambah mahal atau murahnya suatu komoditi ekspor di pasar internasional sangar ditentukan oleh nilai tukar mata uang suatu negara.

Nilai tukar riil dihitung berdasarkan pada nilai tukar nominal dan Indeks Harga Konsumen (IHK) di kedua negara. Hubungan antara nilai tukar suatu mata uang dengan nilai tukar nominal dan Indeks Harga Konsumen (IHK) dapat dirumuskan sebagai berikut:

3.1.4. Teori Ekonometrika

Istilah ekonometrika pertama kali diperkenalkan tahun 1926 oleh seorang pakar ekonomi dan statistika bangsa Norwegia bernama Ragner Frisch. Kata ekonometrika terdiri dari dua kata yang berasal dari bahasa Yunani yang jika

      

4  

Ibid, Hlm 85-86


(20)

diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi economy dan measure. Kata economy berarti kegiatan manusia untuk mencukupi kebutuhannya melalui usaha pengorbanan sumber daya yang seefisien dan seefektif mungkin untuk mendapatkan tujuan yang seoptimal mungkin, sedangkan kata measure berarti pengukuran. Dengan demikian maka ekonometrika berarti suatu pengukuran atas kegiatan-kegiatan ekonomi.

Teradapat beberapa pakar yang mendefinisikan ekonometrika sebagai berikut: 1. Ekonometrika dapat didefinisikan sebagai ilmu sosial yang menggunakan alat

berupa teori ekonomi, matematika dan statistika infernesia untuk menganalisis kejadian-kejadian ekonomi. (Goldberger 1964)

2. Ekonometrika didefinisikan sebagai analisis kuantitatif dari fenomena ekonomi riil berdasarkan pada pengembangan teori dan observasi yang dihubungkan dengan metode inferensia. (Samuelson 1954)

3. Ilmu ekonometrika adalah aplikasi dari teori metode statisik dan matematika untuk menganalisis data-data ekonomi dengan satu tujuan untuk memberikan kandungan dan verifikasi pada teori ekonomi. (Maddala 1992)

4. Sebagai suatu ilmu yang mengkombinasikan teori ekonomi dan statistika ekonomi dengan tujuan menyelidiki dukungan empiris dari skema yang dibangun oleh teori ekonomi dengan memanfaatkan ilmu ekonomi, matematika dan statistika, ekonometrika membuat hukum-hukum ekonomi teoritis tertentu menjadi nyata. (Sumodiningrat 1994)

3.1.5. Teori Regresi Linier Berganda

3.1.5.1. Model Regresi Linier Berganda

Analisis regresi pertama kali diperkenalkan oleh Francis Galtom pada tahun 1886. Berdasarkan penelitiannya, Galtom menemukan adanya kecenderungan bahwa orang tua yang memiliki tubuh tinggi juga memiliki anak-anak yang tinggi. Sebaliknya, orang tua yang memiliki tubuh pendek juga memiliki anak-anak yang bertubuh pendek. Namun demikian juga terdapat kecenderungan bahwa tinggi anak bergerak menuju ke arah tinggi rata-rata populasi secara keseluruhan. Hukum regresi Galton didukung oleh Karl Pearson dan A.lee (1903, dalam Gespersz, 1991) yang menemukan bahwa tinggi rata-rata


(21)

21 

anak laki-laki dari kelompok ayah yang tinggi adalah lebih pendek dari ayah mereka, dan sebaliknya tinggi rata-rata anak laki-laki dari kelompok ayah yang pendek adalah lebih tinggi dari ayah mereka. Dengan demikian, anak laki-laki yang tinggi dan pendek akan menuju tinggi rata-rata dari semua orang laki-laki. Oleh karena itu makna regresi itu sendiri berarti kemunduran atau kecenderungan ke arah sedang.

Menurut Gujarati (2006), model regresi berganda merupakan model regresi dengan lebih dari satu variabel penjelas atau dapat diartikan terdapat lebih dari satu variabel penjelas (independent) yang mempengaruhi variabel tak bebas (dependent). Model regresi penelitian ini disebut berganda karena terdapat banyak faktor (variabel) yang mungkin mempengaruhi variabel tak bebas. Hubungan antara peubah-peubah tersebut dapat dirumuskan dalam persamaan sebagai berikut:

Y = a + b1X1 + b2X2 + … + bnXn + €

Dimana :

Y = Variabel tergantung a = Konstanta (Intercept) b1 = Koefisien regresi untuk X1

b2 = Koefisien regresi untuk X2

X1 = Variabel bebas pertama

X2 = Variabel bebas kedua

Xn = Variabel bebas ke- n

€ = Nilai residu

Kuat atau tidaknya hubungan linier antara peubah-peubah bebas dapat diukur dari koefisien korelasi (r). Sedangkan untuk melihat besarnya pengaruh dari bebas terhadap peubah tak bebas dapat dilihat dari nilai koefisien r-square (R²).

Pada penelitian ini menggunakan model regresi linier berganda dengan metode kuadrat terkecil atau Ordinary Least Square (OLS) yang berfungsi untuk menduga parameter. Namun demikian, pada metode ini terdapat kelemahan. Kelemahan tersebut yaitu seluruh asumsi-asumsi yang terkait di dalamnya harus dapat dipenuhi oleh suatu model. Apabila salah satu asumsi tidak dapat dipenuhi


(22)

oleh suatu model, maka akan menimbulkan masalah normalitas, heteroskeasitas, multikolinearitas dan autokorelasi. Dengan demikian, diperlukan suatu pengujian terhadap model tersebut.

Jika asumsi-asumsi yang telah disebutkan di atas dapat dipenuhi maka penduga OLS akan dapat menghasilkan koefisien regresi yang memenuhi sifat-sifat BLUE (Gujarati 1997), yaitu:

a. Best = efisien yang berat ragam atau variannya minimum dan konsisten, dalam artian bahwa walaupun menambah jumlah sampel maka nilai estimasi yang diperoleh tidak akan berbeda jauh di parameternya.

b. Linier = koefisien regresinya linier

c. Unbiased = Nilai estimasi dari sampel akan mendekati populasi, ini mengindikasi bahwa suatu model tidak bias

d. Estimator = penduga parameter

3.1.5.2. Uji Asumsi Klasik

Sebelum melakukan pengujian hipotesis, terlebih dahulu dilakukan pengujian asumsi klasik terhadap data-data penelitian yang meliputi pengujian normalitas, heteroskedastisitas, autokorelasi dan multikolinearitas.

a. Uji Normalitas

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah peubah bebas dan terikat dalam model regresi memiliki distribusi normal atau tidak. Apabila terdapat penyimpangan terhadap asumsi distribusi normalitas maka masih akan tetap menghasilkan penduga koefisien regresi linear, tidak berbias dan terbaik. Penyimpangan asumsi normalitas ini akan semakin kecil pengaruhnya jika jumlah contoh diperbesar. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara mengubah bentuk nilai peubah yang semula nilainya absolut ditransformasikan menjadi bentuk lain seperti kuadratik, respirokal dan lain sebagainya sehingga akan menghasilkan distribusi yang normal.

Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji statistik non parametrik Kolmogorov-Smirnov (K-S) dengan kriteria:

1. Jika taraf nyata > 0,05, maka data berdistribusi normal


(23)

23  b. Uji Heteroskedastisitas

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan ragam dari sisa satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Model regresi yang baik adalah model yang homokedasitas (tidak terjadi heteroskedasitas). Terdapat dua cara untuk mengamati ragam dalam model regresi yaitu dengan menggunakan uji metode grafis dan statistik. Metode grafis adalah cara untuk melihat ada atau tidaknya pola tertentu yang tergambar pada scatterplot. Sedangkan, pengujian dengan menggunakan metode statistik dapat dilakukan dengan menggunakan metode Glejser, Park, White, Rank Spearman dan Bresch-Pagan-Godfrey (BPG). Pada penelitian ini menggunakan metode White dengan kriteria:

1. Jika nilai p-value > alpha (α = 5%), maka terjadi homoskedastisitas 2. Jika nilai p-value < alpha (α = 5%), maka terjadi heteroskedastisitas

c. Uji Autokorelasi

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya korelasi antara peubah pengganggu (et) pada periode tertentu dengan peubah penganggu

periode sebelumnya (et-1). Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara melakukan

uji Durbin Watson.

d. Uji Multikolinearitas

Pengujian ini bertujuan untuk mengamati apakah dalam model regresi terdapat korelasi antar peubah bebas atau tidak. Model regresi yang baik adalah model yang tidak terjadi korelasi antar peubah bebas. Pengujian ini dapat dilakukan dengan uji Collinearity Statistic dengan kriteria:

1. Jika VIF > 10, maka terdapat multikolinearitas 2. Jika VIF < 10, maka tidak terjadi multikolinearitas

3.1.6. Trend Analysis

Analisis trend merupakan metode analisis yang digunakan untuk melakukan estimasi atau peramalan di masa depan berdasarkan data historis di masa lalu. Analisis trend yang dilakukan pada penelitian ini adalah pada trend ekspor rumput laut Indonesia ke negara China selama 1999-2011. Hasil trend


(24)

dapat menunjukkan arah trend yang meningkat atau menurun kemudian dapat trend diproyeksikan untuk 3-5 tahun ke depan. Pengolahan analisis trend menggunakan software Minitab 14. Pemilihan model pada analisis trend (Linear, Quadratic, Exponential Growth dan S-Curve) didasarkan pada nilai error MSD, MAD dan MAPE terkecil. Semakin kecil nilai pada MSD, MAD dan MAPE menunjukkan tingkat error yang semakin rendah (Santoso 2009).


(25)

25  3.2. Kerangka pemikiran Operasional

Sebagai bagian dari Coreal Triangle, Indonesia memang begitu besar disuguhi potensi perairan dengan segenap sumberdaya dan keanekaragaman hayati yang ada. Rumput laut merupakan salah satu komoditas utama yang saat ini menjadi trend di pasar perdagangan global dan mampu tumbuh subur di perairan bumi pertiwi ini. Komoditas ini memiliki kegunaan yang sangat tinggi diantaranya sebagai penyedia bahan makanan (dodol, minuman, kembang gula, dan lain-lain), kosmetik dan juga untuk bahan obat-obatan. Saat ini, terdapat sekitar 782 jenis rumput laut yang hidup di perairan Indonesia. Jumlah tersebut terdiri dari 196 algae coklat dan 452 algae merah.

Indonesia memiliki potensi budidaya laut yang luar biasa. Luas potensi budidaya rumput laut diperkirakan mencapai 26 juta ha dan kurang lebih 2 juta diantaranya sangat potensial untuk pengembangan rumput laut dengan potensi produksi rumput laut kering rata-rata 16 ton per ha. Potensi rumput laut Indonesia dapat menjadi salah satu sumber pemasukan bagi devisa negara yang sekaligus mampu menjadikan Indonesia sebagai negara pengekspor rumput laut terbesar dunia.

Dari aspek pasar, rumput laut mengalami peningkatan dalam perkembangan perdagangan global yang cukup tinggi seiring dengan kebutuhan bahan baku industri baik untuk food grade, pharmaeutical, maupun industrial grade. Pertumbuhan penduduk dunia yang semakin pesat dan kompleksitas nilai guna rumput laut yang begitu besar sebagai penunjang kebutuhan hidup masyarakat dunia, maka tidak heran memang jika saat ini rumput laut menjadi salah satu kebutuhan yang prospektif dan telah menjadi bagian dari kebutuhan global.

Pada penelitian akan dilakukan analisis mengenai ekspor rumput laut kering Indonesia jenis Eucheuma cottonii. Rumput laut jenis ini merupakan komoditas ekspor unggulan sektor perikanan. Indonesia adalah pemasok utama rumput laut kering jenis Eucheuma cottonii hampir sekitar 80 persen produksinya untuk di ekspor ke berbagai negara. Terlihat bahwa rumput laut telah menjadi kebutuhan dunia dan negara China adalah negara pengimpor terbesar rumput laut Indonesia. China mampu menyerap rumput laut kering Indonesia sebesar 58


(26)

persen. Peningkatan permintaan terhadap penawaran rumput laut Indonesia merupakan peluang yang harus dimanfaatkan secara optimal oleh negara produsen, khususnya negara Indonesia. Oleh sebab itu, peneliti perlu melihat faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi ekspor rumput laut Indonesia yang meliputi harga ekspor rumput laut Indonesia ke China, nilai tukar, jumlah produksi domestik, revitalisasi, volume ekspor rumput lndonesia dan GDP China. Faktor-faktor tersebut akan dianalisis menggunakan alat analisis Ordinary Least

Square (OLS) dengan Principal Component Analysis (Regresi Komponen

Utama). Disamping itu, pada penelitian ini juga akan dideskripsikan keadaan atau perkembangan dan mengidentifikasi proyeksi tend volume ekspor rumput laut Indonesia dalam lima tahun mendatang. Alat analisis yang digunakan untuk mengetahui kecenderungan naik atau turunnya proyeksi trend adalah analisis trend.

Jenis dan sumber data yang digunakan berasal dari data sekunder tahunan atau time series periode tahun 1999-2011. Sumber data dan informasi diperoleh dari Kementrian Kelautan dan Perikanan, Buku Statistika Hasil Ekspor Perikanan, UN Comtrade, literatur-literatur pendukung dan lainnya. Data yang digunakan merupakan data dengan produksi kode HS 121220100 yang mengindikasikan rumput laut yang diekspor adalah rumput laut kering, tidak termasuk olahan seperti agar-agar, karaginan dan alginat. Hasil pengolahan data diinterpretasikan secara kuantitatf serta deskriptif untuk menggambarkan perkembangan ekspor rumput laut Indonesia. Berikut adalah kerangka pemikiran operasional.


(27)

27 

OLS dan PCA Analisis Trend

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional

Perairan Indonesia yang luas 

Eksistensi sektor perikanan komoditas rumput laut Indonesia

Sub Sektor Produksi 

Volume ekspor rumput laut Indonesia ke China 

Faktor penduga: - Harga ekspor ke China - Nilai tukar (Exchange rate)

- Jumlah produksi rumput laut Indonesia -Dummy Revitalisasi

-Volume ekspor rumput laut Indonesia -GDP China

Produksi kode HS 121220100 

Trend dan Forecasting 

Peningkatan Kinerja Ekspor Rumput Laut Indonesia  


(28)

3.3. Hipotesis

Berdasarkan pemaparan-pemaparan sebelumnya, dapat dibentuk beberapa hipotesis dari berbagai penjelasan terkait, diantaranya:

1. Harga ekspor ke China berpengaruh negatif terhadap permintaan eskpor rumput laut Indonesia. Apabila harga ekspor meningkat maka permintaan rumput laut dari negara pengimpor akan menurun sehingga jumlah barang yang diminta akan semakin sedikit.

2. Nilai tukar (Exchange rate) rupiah terhadap dolar berpengaruh negatif terhadap volume ekspor rumput laut Indonesia. Jika nilai tukar mata uang asing terhadap rupiah menguat (depresiasi) maka volume ekspor rumput laut cenderung meningkat dan sebaliknya.

3. Jumlah produksi rumput laut Indonesia berpengaruh positif terhadap ekspor rumput laut Indonesia. Kenaikan produksi rumput laut domestik memungkinkan terjadinya peningkatan terhadap penawaran volume ekspor rumput laut Indonesia.

4. Dummy Revitalisasi berpengaruh positif terhadap produksi nasional rumput laut Indonesia sehingga volume ekspor rumput laut Indonesia juga dapat meningkat.

5. Volume ekspor rumput laut Indonesia berpengaruh positif terhadap volume ekspor rumput laut Indonesia ke China. Penawaran ekspor dipengaruhi oleh permintaan ekspor dan sebaliknya.

6. GDP China berpengaruh positif terhadap permintaan volume ekspor rumput laut Indonesia. Apabila GDP riil suatu negara meningkat maka daya beli masyarakat terhadap suatu barang dan jasa juga akan meningkat dan sebaliknya.


(29)

29 

IV METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Kegiatan yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi perumusan masalah, perancangan tujuan penelitian, pengumpulan data dari berbagai instansi terkait, pengolahan data, interpretasi serta penarikan kesimpulan untuk menjawab rumusan masalah penelitian. Penelitian ini dilakukan kurang lebih selama lima bulan yang dimulai dari awal bulan Januari 2012 sampai dengan pertengahan bulan Mei 2012. Sedangkan pengumpulan data dilakukan selama bulan Februari sampai dengan Maret 2012.

4.2. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder berupa time series data tahunan merupakan data yang dikumpulkan pada suatu waktu tertentu yang dapat menggambarkan keadaan atau kegiatan pada waktu tersebut. Data sekunder yang digunakan telah didokumentasikan oleh pihak terkait yang relevan dan dapat dipercaya. Pada penelitian ini menggunakan dua macam data yakni data nasional dan internasional. Data-data sekunder yang digunakan meliputi produksi rumput laut Indonesia, harga ekspor rumput laut Indonesia, nilai tukar uang terhadap dolar (US$), volume ekspor rumput laut Indonesia dan volume ekspor rumput laut Indonesia ke negara China serta GDP negara tujuan ekspor yakni negara China. Adapun jenis rumput laut yang menjadi bahan penelitian adalah rumput laut jenis Eucheuma cottoni dengan produksi kode HS 12120100 (tidak termasuk hasil olahan seperti agar-agar, karagenan dan alginat). Selain itu, informasi terkait juga diperoleh berdasarkan wawancara dengan para stakeholders dinas kelautan dan perikanan mengenai pengolahan budidaya serta produksi rumput laut kering Indonesia.

Sumber data yang diperoleh berasal dari berbagai instansi terkait diantaranya Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP), Badan Pusat Statistik (BPS), Bank Indonesia (BI), Kementrian Perdagangan, UN Comtrade, penelitian terdahulu, jurnal pedukung, literatur lainnya. Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini dapat ditunjukkan pada tabel 6.

 


(30)

Tabel 6. Jenis dan Sumber Data Penelitian

No Variabel Satuan Simbol Sumber

1 Harga ekspor rumput laut Indonesia ke Cina

US$/Ton X1 Kementrian Kelautan dan Perikanan, Buku Statistika Hasil Ekspor Perikanan

2 Produksi rumput laut Indonesia Ton X2 Kementrian Kelautan dan Perikanan

3 Nilai tukar rupiah terhadap dolar (USD)

Rp/US$ X3 UN Comtrade

4 Dummy Revitalisasi X4 Buku Revitalisasi Perikanan Budidaya 2006-2009, literatur pendukung

5 Volume ekspor rumput laut Indonesia

Ton X5 Kementrian Kelautan dan Perikanan, Buku Statistika Hasil Ekspor Peerikanan

6 GDP US$ X6 Indexmundi

4.3. Metode Analisis

Data dan informasi yang diperoleh akan dianalisis secara kualitatif melalui metode deskriptif dan model kuantitatif. Analisis kualitatif berupa metode deskriptif yang digunakan untuk menginterpretasikan data-data hasil penelitian untuk menguji hipotesis. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan metode kuantitatif analisis ekonometrika dengan alat analisis berupa metode kuadrat terkecil atau Ordinary Least Square (OLS) dengan regresi komponen utama yang bertujuan untuk menghilangkan faktor multikolineritas. Metode tersebut digunakan untuk mengetahui variabel-variabel yang mempengaruhi ekspor rumput laut Indonesia ke negara China. Di samping itu, interpretasi data dilakukan secara deskriptif. Selain itu, peneliti juga menggunakan metode deskriptif dengan alat analisis trend untuk mengidentifikasi dan mengkaji perkembangan dan proyeksi trend ekspor rumput laut Indonesia, produksi rumput laut Indonesia serta ekspor rumput laut Indonesia ke China. Proses pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program komputer Ms. Excel 2010 dan Minitabs 14.

Dalam penggunaan metode OLS diperlukan asumsi tertentu untuk menjaga sifat kestabilan penduga OLS. Adapun asumsi-asumsi tersebut diantaranya:


(31)

31 

1. Normalitas, nilai rata-rata kesalahan pengganggu sama dengan nol. E(ei) = 0, untuk i = 1, 2, 3,…, n

2. Homoskedastisitas, varian ei = E (ex) = d², sama untuk semua kesalahan

penganggu.

3. Tidak adanya autokorelasi antara kesalahan pengguna, berarti kovarian (ei, ex)

= 0, dimana i=j.

4. Variabel bebas konstan dalam sampling yang terulang dan bebas terhadap kesalahan pengganggu, E (Xi, ei) = 0

5. Tidak adanya kolinearitas ganda antara variabel bebas X.

6. ei ~ N (0 ; d²), artinya kesalahan pengganggu mengikuti distribusi normal

dengan rata-rata nol dan varian d².

4.4. Perumusan Model

Rumput laut merupakan salah satu komoditas perdagangan internasional. Komoditas ini telah diekspor lebih dari 30 negara. Di Indonesia rumput laut merupakan salah satu komoditas budidaya laut yang diunggulkan karena nilai ekonomis dan prospeknya yang cerah. Dalam perdagangan internasional juga tetap menjadi komoditas unggulan, khususnya untuk jenis Eucheuma cottonii. Indonesia merupakan pemasok utama komoditas unggulan jenis Eucheuma cottonii karena 80 persen produksinya untuk diekspor. Peneliti memfokuskan penelitian pada rumput laut kering jenis Eucheuma cottonii yang diekspor ke negara China dalam bentuk bahan baku.

Perumusan model merupakan langkah awal yang dilakukan untuk mengetahui keterkaitan antar variabel yang menjadi unsur penyusun model. Model disusun berdasarkan hubungan variabel-variabel yang memenuhi perhitungan logika, dimana perhitungan ekonomi juga terpenuhi. Adapun perumusan model yang dilakukan oleh peneliti adalah sebagai berikut:

………...(4.1)

Keterangan:

Ex = Volume ekspor rumput laut Indonesia ke Cina (kg) Pec = Harga ekspor rumput laut Indonesia ke Cina (US$/kg)


(32)

Er = Nilai tukar terhadap dolar (Rp/US$) P = Produksi rumput laut Indonesia (ton) DR = Dummy Revitalisasi

Eyi = Volume ekspor rumput laut Indonesia ke China (ton) GDP = Nilai GDP per kapita negara Cina (US$)

Model terbaik akan didapatkan apabila model tersebut ditransformasikan dengan cara mengalogaritma natural kan Ln variabel-variabel yang diestimasikan. Dengan demikian, model yang diestimasi yaitu sebagai berikut:

LnEx = α + α1 LnPect + α2 LnErt + α3 LnPt + α4 Dk + α5 Eyit+ α6 Ln GDPt+ et….(4.2) Keterangan:

α = Intersep

α1, α2, α3, α4, α5, α6 = Parameter yang akan diestimasi

LnYt = Ekspor rumput laut ke China selama periode t (kg)

LnX1t = Harga ekspor rumput laut Indonesia ke China periode t

(US$/kg)

LnX2t = Nilai tukar terhadap dolar periode t (Rp/US$)

LnX3t = Produksi rumput laut domestic selama periode t (ton)

X4 = Dummy revitalisasi

LnX5t = Volume ekspor rumput laut Indonesia periode t (ton)

LnX6t = GDP t (US$)


(33)

33  4.5. Definisi Operasional

Untuk memahami secara jelas variabel-variabel dalam perumusan model ekspor rumput laut Indonesia ke negara China maka akan dijelaskan pengertian-pengertian dari variabel yang digunakan. Definisi variabel tersebut adalah:

1. Volume penawaran ekspor rumput laut Indonesia ke China yaitu volume ekspor rumput laut Indonesia ke China pada tahun 1999-2011. Variabel ini dinyatakan sebagai variabel respon (tak bebas) dalam satuan kg.

2. Harga ekspor rumput laut Indonesia ke China yaitu harga ekspor rumput laut yang diperoleh dari pembagian antara nilai ekspor rumput laut Indonesia ke China dengan volume ekspor rumput laut Indonesia ke China setiap tahunnya. Hal tersebut merupakan kegiatan transaksi perdagangan yang dilakukan diantara dua negara. Rumput laut yang diekspor ke China adalah rumput laut kering jenis Eucheuma cottonii dalam bentuk bahan baku. Periode waktu yang digunakan adalah data tahun 1999-2011 dan dinyatakan dalam satuan (US$/kg).

3. Nilai tukar rupiah terhadap dolar yaitu rata-rata nilai tukar nominal rupiah terhadap dolar Amerika Serikat setiap tahunnya yang dideflasikan dengan indeks umum Indonesia dan Amerika Serikat. Perolehan nilai tukar rupiah terhadap dollar dapat dihitung dengan cara:

Kurs riil = Kurs Nominal x (IHK Cina/ IHK Indonesia)………...…….(4.3)

4. Produksi rumput laut Indonesia yaitu jumlah produksi rumput laut kering jenis Eucheuma cottonii pada tahun 1999-2011 yang diekspor dalam bentuk bahan baku. Variabel ini dinyatakan sebagai variabel bebas dengan menggunakan satuan ton.

5. Volume ekspor rumput laut Indonesia adalah volume total ekspor rumput laut Indonesia pada tahun 1999-2011. Variabel ini dinyatakan sebagai variabel bebas dengan menggunakan satuan ton

6. Nilai GDP yang digunakan adalah GDP riil negara tujuan ekspor yaitu China. GDP riil adalah nilai barang dan jasa yang diukur dengan menggunakan harga konstan (Mankiw 2000). Setelah diperoleh GDP riil, untuk melihat seberapa besar pendapatan per orang di suatu negara maka dibutuhkan nilai GDP per


(34)

kapita. Nilai GDP per kapita suatu negara diperoleh dari pembagian antara GDP riil dengan jumlah populasi di negara tersebut yang dinyatakan dalam satuan US$.

7. Dummy revitalisasi yang digunakan adalah angka 0 dan 1. Untuk tahun 1999-2004 diberi nilai 0 dan 2005-2011 diberi angka 1.

4.6. Uji Statistik

Uji statistik yang digunakan untuk menginterpretasikan variabel-variabel terhadap model penduga adalah sebagai berikut:

4.6.1. Uji Statistik Model Penduga (Uji-F)

Pengujian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui apakah seluruh variabel bebas (independent variable) berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel tak bebas.

- Hipotesis

H0 : β1 = β2 = β3 = β4 = βk = 0

H1 : minimal ada satu slope yang tidak sama dengan nol

- Uji Statistik

F hitung = e2 / (k-1) : (1- e2) / (n-k) Dimana :

e2 : jumlah kuadrat regresi (1- e2) : jumlah kuadrat sisa n : jumlah sampel k : jumlah parameter - Kriteria Uji

Apabila : F hitung > Ftabel, maka tolak H0

F hitung < Ftabel, maka terima H0

- Kesimpulan

Apabila hipotesis H0 ditolak, maka sudah cukup bukti untuk menolak H0

selain itu, berarti secara bersama-sama variabel-variabel bebas dalam model berpengaruh terhadap variabel tak bebas, demikian sebaliknya apabila menerima H0.


(35)

35  4.6.2. Uji t Statistik

Uji t digunakan untuk melihat apakah koefisien regresi masing-masing variabel independen secara individu memiliki pengaruh nyata atau tidak terhadap variabel dependen.

- Hipotesis H0 : β0 = 0

H1 : β0 ≠ 0

- Uji Statistik

T hitung = t-hitung > t-tabel maka tolak H0

t-hitung < t-tabel maka terima H0

4.6.3. Uji r-squared

Uji ini digunakan untuk melihat sejauh mana variabel bebas mampu menjelaskan variabel respon. Nilai R² dapat dihitung dengan cara:

R² = JKR ⁄ JKT

Dimana : R² = Koefisien Determinasi JKR = Jumlah Kuadrat Regresi JKT = Jumlah Kuadrat Total

4.7. Uji Ekonometrika

Pada metode regersi berganda sederhana, maka variabel-variabel yang diestimasi harus memenuhi regresi klasik agar hasil estimasi bersifat BLUE (Best Linier Unbiased Estimation). Dengan demikian diperlukan uji asumsi yang memenuhi diantaranya:

4.7.1. Uji Normalitas

Digunakan untuk melihat apakah model distribusi dari error term-nya (residual) menyebar normal atau tidak. Uji normalitas dapat menggunakan uji Kolmogrov-Smirnov. Hipotesis uji normalitas yaitu:

H0 : Residual menyebar normal


(36)

Jika nilai p-value lebih besar dari alpha maka terima Ho, sehingga residual menyebar normal. Artinya dalam regresi tersebut asumsi kenormalan terpenuhi.

4.7.2. Uji Autokorelasi

Autokorelasi adalah korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu seperti pada data deretan waktu atau ruang seperti pada data cross sectional. Masalah autokorelasi umumnya terjadi pada data time series. Untuk mendeteksi adanya autokorelasi adalah dengan melihat nilai dari Durbin Watson (DW) statistiknya yang dibandingkan dengan nilai dari tabel DW. Tabel berikut merupakan kerangka identifikasi dalam menentuan ada tidaknya autokorelasi.

Tabel 7. Kerangka Identifikasi Autokorelasi

Nilai DW Hasil

Kurang dari 1,10 Ada autokorelasi 1,10<DW<1,54 Tanpa kesimpulan 1,55<DW<2,46 Tidak ada autokorelasi 2,46<DW<2,90 Tanpa kesimpulan Lebih dari 2,91 Ada autokorelasi

Sumber : Firdaus, 2004

4.7.3. Uji Heteroskedastisitas

Uji ini digunakan untuk melihat varian residual apakah konstan atau tidak. Jika varians residual konstan maka asumsi homoskedastisitas terpenuhi. Dengan demikian perlu digunakan White Heteroskedasticity Test.

Hipotesis :

Ho : Homoskedastisitas H1 : Heteroskedastisitas

Jika nilai p-value lebih beasr dari alpha lima persen maka terima H0, maka tidak

terjadi pelanggaran asumsi heteroskedastisitas.

4.7.4. Uji Multikolenearitas

Uji ini digunakan untuk melihat bagaimana variabel bebas mempengaruhi variabel bebas lainnya dalam suatu persamaan. Hal tersebut dapat dilihat dengan cara manghitung Varian Inflation Factor (VIF). Apabila nilai VIF<10, maka persamaan tersebut tidak ada masalah multikolinearitas.


(37)

37  4.8. Regresi Komponen Utama (Principal Component Analysis)

Analisis regresi komponen utama pada dasarnya mentransformasi perubah-peubah bebas yang berkorelasi menjadi peubah-peubah baru yang orthogonal dan tidak berkorelasi. Analisis ini bertujuan untuk menyederhanakan peubah-peubah yang diamati dengan cara mereduksi dimensinya. Hal ini dilakukan dengan menghilangkan korelasi diantara peubah melalui transformasi peubah asal ke peubah baru (komponen utama) yang tidak berkorelasi (Gasperz 1995).

Regresi komponen utama digunakan untuk mengatasi masalah multikolinearitas pada model penelitian ini. Model ini dapat menghilangkan unsur multikolinearitas karena hasil transformasi akan saling bebas. Dengan demikian model OLS aman untuk digunakan.

Adapun langkah-langkah menggunakan PCA yaitu:

a.. Membakuan variabel bebas asal yaitu Y dalam menjadi Z b. Mencari akar cirri dan vector cirri dari matriks R

c. Menentukan persamaan komponen utama dari vector cirri

d. Meregresikan peubah respon Y terhadap skor komponen utama W e. Transformasi balik

Dengan demikian, untuk menganalisis faktor-faktor tersebut, digunakan dua peubah yang saling mempengaruhi diantaranya:

1. Peubah bebas adalah peubah yang mempengaruhi peubah lain. Peubah bebas tersebut diantaranya:

a. LnX1t = Harga ekspor rumput laut Indonesia ke China selama periode t

b. LnX2 t = Nilai tukar periode t

c. LnX3 t = Jumlah produksi nasional rumput laut Indonesia periode t

d. LnX4 t = Dummy Revitalisasi periode t

e. LnX5 t = Volume ekspor rumput laut Indonesia periode t

f. LnX6 t = GDP China periode t

2. Peubah terikat adalah peubah yang memberikan respon apabila dihubungkan dengan peubah bebas. Peubah terikat tersebut adalah volume ekspor rumput laut Indonesia ke negara China.


(38)

LnEx = α + α1 LnPect + α2 LnErt + α3 LnPt + α4 Dk + α5 Eyit+ α6 Ln GDPt+ et Dimana:

α = Intersep

α1, α2, α3, α4, α5, α6 = Parameter yang akan diestimasi

LnYt = Ekspor rumput laut ke China selama periode t (kg)

LnX1t = Harga ekspor rumput laut Indonesia ke China periode t

(US$/kg)

LnX2t = Nilai tukar terhadap dolar periode t (Rp/US$)

LnX3t = Produksi rumput laut domestic selama periode t (ton)

X4 = Dummy revitalisasi

LnX5t = Volume ekspor rumput laut Indonesia periode t (ton)

LnX6t = GDP t (US$)

Et = Residual

4.9. Trend Analysis

Trend merupakan suatu gerakan kecenderungan naik dan turun dalam jangka waktu panjang yang diperoleh dari rata-rata waktu ke waktu dan nilainya cukup rata atau mulus (Suhardi 2008). Analisis trend merupakan suatu metode analisis yang ditujukan untuk melakukan estimasi atau peramalan pada masa yang akan datang. Untuk melakukan suatu estimasi atau peramalan dengan baik maka dibutuhkan berbagai macam informasi (data) yang cukup banyak dan diamati dalam periode waktu yang cukup panjang, sehingga dari hasil analisis tersebut dapat diketahui sampai berapa besar fluktuasi yang terjadi dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi terhadap perubahan tersebut. Secara teoritis, dalam analisis time series yang paling menentukan adalah kualitas atau keakuratan dari informasi atau data-data yang diperoleh serta waktu atau periode dari data-data tersebut dikumpulkan.

Analisis trend dapat dihitung dengan menentukan tahun dasar sebagai pembanding, kemudian dicari angka indeksnya. Rumus untuk mencari angka indeks (Kasmir, 2008) adalah:


(39)

39 

V GAMBARAN UMUM RUMPUT LAUT INDONESIA

5.1. Sejarah Rumput Laut Indonesia

Rumput laut di Indonesia mulai diidentifikasi sejak tahun 1899 oleh Max Weber, identifikasi ini dikenal dengan nama Siboga expedition, kemudian pada tahun 1928 Max Weber dan Van Bose melakukan klasifikasi jenis rumput laut. Pada tahun 1940 mulai dilakukan pemasaran rumput laut jenis Eucheuma cottonii dan Eucheuma spinosum dari Makasar dan Surabaya. Proses identifikasi rumput laut komersial juga dilakukan oleh Zaneveld dari FAO pada tahun 1968, jenis rumput laut yang diidentifikasi adalah Euchema, Gracilaria, Gelidium, Hypnea, dan Sargassum. Pada tahun 1967 pertama kali rumput laut jenis Eucheuma Spinosum dibudidayakan di Indonesia yaitu di Kepulauan Seribu tepatnya di Pulau Pari oleh Prof. Soerjodinito dan Hariadi Adnan, kemudian pada tahun 1947 rumput laut jenis Eucheuma cottonii yang berasal dari Filipina dapat dibudidayakan di Indonesia, setahun kemudian LIPI memulai proyek budidaya Spinosum di Pulau Samaringga dan Pulau Rio di Sulawesi namun proyek ini tidak berkembang sehingga proyek dihentikan.

Pada tahun 1985 dilakukan uji coba budidaya rumput laut jenis cottonii di Bali tepatnya di daerah Nusa Lombongan, Nusa Penida dan Nusa Ceningan. Kemudian pada tahun 1986 Hans Porse memperkenalkan rumput laut Indonesia jenis Euchema cottonii dan Eucheuma spinosum pada International Seaweed Symposium di Brazil. Pada tahun 1994 APBIRI menyelenggarakan Seaweed Symposium di Bali (Hans, Porse, 2008).

Pada tahun 2007, Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan bekerja sama dengan Komisi Rumput Laut Indonesia, Aspperli dan Masyarakat Rumput Laut Indonesia / ISS menyelenggarakan Seaweed International Bussines Forum and Exhibition / SEABFEX di Bali, dan pada tahun 2008 SEABFEX II diselenggarakan di Makasar bersamaan dengan Indonesia Seaweed Forum. SEABFEX II diselenggarakan pada Juli 2010 di Surabaya, dihadiri 19 negara, dan sampai dengan saat ini SEABFEX sudah menjadi agenda pertemuan rumput laut dunia setiap dua tahun.


(40)

5.2. Jenis Komoditi Rumput Laut

Rumput laut atau algae termasuk ke dalam tumbuhan tingkat rendah, dimana koloni tumbuh menempel pada bebatuan atau menancap pada substrat pasir laut dengan beraneka ragam dan warna. Terdapat berbagai macam bentuk diantaranya berbentuk bola kecil, lembaran, rumput dengan warna merah (Rhodophyceae), coklat (Phaeophyceae), hijau (Chlorophyceae) dan warna lainnya. Tumbuh kembangnya rumput laut tergantung pada kesesuaian faktor fisika dan kimia perairan seperti gerakan air, suhu, kadar garam, nutrisi, atau zat hara dan sinar matahari. Ketiga kelompok ini tumbuh di laut diperkirakan sekitar 9000 jenis dimana masing-masing 6000 jenis Rhodophyceae, 2000 jenis Phaeophyceae dan 1000 jenis Chlorophyceae.

Pengelompokan rumput laut juga dibedakan berdasarkan kandungan koloidnya, dimana kelompok penghasil agar atau dikenal agarofit antara lain jenis Gracilaria dan Gelidium, sedangkan kelompok penghasil karaginan atau karaginofit adalah Euchema dan Kappaphycus. Kelompok lainnya yaitu alginofit sebagai penghasil alginat antara lain jenis Sargassum dan Turbinaria.

AGAROFIT

Agarofit adalah jenis rumput laut penghasil agar. Jenis-jenis rumput laut tersebut adalah Gracilaria spp, Gelidium spp, dan Gelidiela spp. Agar-agar merupakan senyawa kompleks polisakarida yang dapat membentuk jeli. Kualitas agar-agar dapat ditingkatkan dengan suatu proses pemurnian yaitu membuang kandungan sulfatnya. Produk ini dikenal dengan nama agarose. Kualitas agar-agar yang berasal dari Gelidium / Gelidiela lebih tinggi dibanding dari Gracilaria. Dalam skala industri agar-agar dari Gelidium mutunya dapat ditingkatkan menjadi agarose, tetapi Gracilaria masih dalam skala laboratorium.

Jenis yang dikembangkan secara luas baru Gracilaria spp. Di Indonesia, Gracilaria verrucosa umumnya dibudidayakan di tambak. Jenis ini mempunyai Thallus berwarna merah ungu dan kadang-kadang berwarna kelabu kehijauan dengan percabangan alternatif atau dikotomi, perulangan lateral berbentuk silindris, meruncing di ujung dan mencapai tinggi 1-3 cm serta berdiameter antara 0,5-2,0 mm.


(41)

41 

Wilayah pengembangan Gracillaria verrucosa dan Gracillaria gigas terdapat di perairan Sulawesi Selatan (Janeponto, Takalar, Sinjai, Wajo, Palopo, Bone, Maros); Lombok Barat, Pantai Utara P. Jawa (Serang, Tangerang, Bekasi, Karawang, Brebes, Pemalang, Tuban, dan Lamongan). Sedangkan untuk jenis Gelidium spp belum banyak dibudidayakan, umumnya masih dihasilkan dari alam. Rumput laut jenis ini banyak ditemukan hampir di seluruh perairan Indonesia.

ALGINOFAT

Na-Alginofat (atau Natrium Alginat / Alginat / Algin) merupakan zat yang terdapat pada rumput laut coklat (Phaeophyceae). Rumput laut coklat penghasil alginate (alginofit) biasanya di perairan subtropis terutama untuk jenis Macrocytis, Laminaria, Aschophyllum, Nerocytis, Ecklonia, Fucus, dan Sargassum. Sedangkan rumptu laut coklat yang tumbuh di perairan tropis seperti di Indonesia terutama jenis-jenis Sargassum, Turbinaria, Padina, Dyctyota dan yang paling banyak ditemukan adalah jenis Sargassum dan Turbinaria. Asam alginat adalah suatu getah selaput (membrane mucilage) yang disebut juga gummi alami, sedangkan alginat merupakan bentuk garam dari polisakarida yang terdapat pada rumput laut disebut phycocolloid. Polisakarida terpenting pada rumput laut coklat adalah asam alginate dan turunnya seperti fukoidan, funoran dan laminaran yang merupakan komponen penyusun dinding sel seperti halnya selulosa dan pektin.

Di perairan Indonesia terdapat sekitar 28 spesies rumput laut coklat yang berasal dari enam genus diantaranya yaitu Dyctyota, Padine, Hormophysa, Sargassum, Turbinaria dan Hydroclathrus. Spesies rumput laut yang telah diidentifikasi yaitu Sargassum sp. sebanyak 14 spesies, Turbinaria sp. sebanyak 4 spesies, Hormophysa sp. baru teridentifikasi 1 spesies, Padina sp. 4 spesies, Dyctyota sp. 5 spesies dan Hydroclathrus sp. 1 spesies. Jenis-jenis rumput laut tersebut pada beberapa daerah di Indonesia.

Na-Alginat banyak yang digunakan banyak industri seperti industri makanan, minuman, obat-obatan, kosmetik, kertas, setergen, cat, tekstil, vermis, fotografi, kulit buatan dan lain-lain. Dalam industri zat ini digunakan sebagai pembentuk gel (gelling agent), pengemulsi dan penstabil emulsi (emulsifying dan


(42)

stabilizing agent), pensuspensi (suspending agent), pengikat (binding agent), penghalus (finishing agent), pengeras kain (stiffening agent), pembentuk struktur (sizing agent), penjernih (clarifying agent) dan sebagainya. Untuk kebutuhan industri di Indonesia yang saat ini terus berkembang yakni kebutuhan Na-Alginat masih disuplai melalui impor dari beberapa negara seperti Perancis, Inggris, RRC, Jepang.

KARAGINOFIT

Karaginofit adalah rumput laut yang mengandung bahan utama polisakarida karagin. Rumput laut yang mengandung karaginan adalah dari marga Eucheuma yang merupakan jenis alga merah (Rhodophyceae). Karaginan terdiri dari tiga macam, yaitu iota karaginan dikenal dengan tipe spinosum, kappa karaginan dikenal dengan tipe cottonii dan lambda karaginan. Ketiganya dibedakan dengan sifat jeli yang terbentuk. Iota karaginan berupa jeli lembut dan fleksibel atau lunak. Kappa karaginan jeli bersifat kaku dan keras. Sedangkan lambda karaginan tidak dapat membentuk jeli, tetapi berbentuk cair yang viscous.

Jenis yang potensial diantaranya Eucheuma cottonii dan Eucheuma spinosum. Kedua jenis ini secara luas diperdagangkan, baik keperluan bahan baku industri dalam negeri maupun ekspor. Sedangkan E. edule dan Hypnea sp hanya sedikit sekali diperdagangkan dan tidak dikembangkan dalam usaha budidaya. Sebaliknya Eucheuma cottonii dan Eucheuma spinosum dibudidayakan oleh masyarakat pantai. Dari kedua jenis tersebut E. cottonii yang paling banyak dibudidayakan karena permintaan pasar yang sangat besar.

Rumput laut Eucheuma cottonii di Indonesia umumnya tumbuh di perairan yang mempunyai rataan terumbu karang. Ia melekat pada substrat karang mati atau batu gamping di daerah interdal dan subditial. Tumbuh tersebar hampir di seluruh perairan Indonesia. Wilayah potensial untuk pengembangan budidaya rumput laut Eucheuma cottonii terletak di perairan pantai Nanggroe Aceh Darussalam (Sabang); Sumatera Barat (Pesisir Selatan, Mentawai); Riau (Kepulauan Riau, Batam); Sumatera Selatan; Bangka Belitung, Banten ( Ujung Kulon); Kepulauan Seribu; Jawa Tengah (Karimunjawa, Jepara); Jawa Timur (Situbondo, Madura, dan Banyuwangi); Bali ( Nusa Penida, Nusa Lembongan); NTB (Lombok Timur, Lombok Barat, Sumbawa, Bima, Dompu); NTT


(43)

43 

(Larantuka, Kupang, Maumerre, P.Rote); Sulawesi Utara; Gorontalo; Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara; Kalimantan Selatan (P. Laut); Kalimantan Timur; Maluku ( P. Seram, Halmahera, Kep. Aru dan Kei); Papua.

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan rumput laut karaginofit dengan jenis Eucheuma cottonii sebagai salah satu penelitian yang telah dilakukan. Rumput laut jenis unggulan ini memiliki kelebihan untuk ekspor, khususnya ke negara China.

5.3. Nilai dan Potensi Rumput Laut Eucheuma cottonii

Dalam perdagangan nasional maupun internasional, jenis rumput laut ini dikenal dengan istilah “Cottonii”. Jenis ini memiliki bentuk thallus silindris dengan permukaan yang licin, cartilaginaeus warna hijau, hijau kekuningan, abu-abu atau merah. Cabang-cabang pertama dan kedua tumbuh membentuk rumpun yang rimbun dengan ciri khusus mengarah ke arah datangnya sinar matahari. Cabang-cabang tersebut ada yang memanjang atau melengkung seperti tanduk.

Rumput laut jenis ini hidup di alam, dimana pertumbuhannya melekat pada substrat dengan alat perekat berbentuk cakram. Jenis ini berasal dari perairan Sabah (Malaysia) dan Kepulauan Sulu (Filipina). Kemudian dikembangkan di berbagai negara Indonesia, Thailand, sebagai tanaman budidaya.

Nilai dan potensi pada ekonomi Indonesia, seluruh produksinya berasal dari budidaya yang dikembangkan di daerah Lampung Selatan, Jawa, Bali, NTB, NTT, Sulawesi dan Maluku. Komodits ini merupakan komoditas utama ekspor dan sebagai bahan baku industri dalam negeri penghasil karaginan yang dibudidayakan oleh masyarakat pantai. Rumput laut jenis ini dimanfaatkan secara komersial di pasar internasional sehingga banyak dibudidayakan di perairan Indonesia dikarenakan permintaan pasar yang sangat banyak.

5.4. Rantai Pemasaran Rumput Laut

Rantai pemasaran rumput laut berawal dari pembeli besar yang biasanya eksportir atau pemroses rumput laut (pabrikan). Pabrikan akan mengadakan negosiasi transaksi kepada pedagang besar mengenai harga, spesifikasi produk dan syarat-syarat pembayaran. Dalam proses transaksi ini, bisa terjadi pedagang besar diberi modal atau uang muka untuk pengadaan barang. Selanjutnya,


(44)

pedagang besar akan melakukan kontak kepada pedagang pengumpul. Pedagang kecil akan melakukan pencarian atau pengumpulan rumput laut kering, proses awal (sortir dan pemilihan) dan pembayaran kepada petani pembudidaya.

Biasanya pedagang pengumpul sudah memiliki “anak buah” yaitu pembudidaya yang diberi pinjaman modal dan akan menjual hasil panennya kepada pedagang pengumpul tersebut. Untuk pedagang besar akan mengumpulkan rumput laut kering dari pedagang pengumpul dan juga pembudidaya binaannya. Secara skematis jenjang rantai pemasaran dan harga rumput laut kering di masing-masing level dapat disajikan dalam diagram berikut.

Gambar 3.

Rantai Pemasaran Rumput Laut Kering

5.5. Budidaya dan Produksi Rumput Laut Eucheuma spp.

Rumput laut jenis Eucheuma cottonii pada pemanenan dan penanganan pascapanen merupakan hal penting yang perlu diperhatikan dalam hal umur dan cuaca. Hal tersebut dikarenakan umur berkaitan erat dengan kualitas rumput laut. Agar kandungan karaginan tersedia lebih banyak, maka panen untuk bibit dilakukan pada umur 25-35 hari. Sedangkan panen rumput laut untuk produksi dilakukan saat berumur 45 hari. Adapun cara yang dilakukan diantaranya:

Pembudidaya/ petani rumput laut

Pedagang pengumpul di kota KUD

Pedagang pengumpul di pulau/lokal Pedagang antar pulau

Pedagang besar di kota

Pabrikan Eksportir


(1)

Lampiran 11. Analisis Trend Volume Ekspor ke Dunia

Tahun

V

o

lu

m

e

e

k

s

p

o

r

In

d

o

n

e

s

ia

(

T

o

n

)

2016 2014 2012 2010 2008 2006 2004 2002 2000 250000

200000

150000

100000

50000

0

Accuracy Measures MAPE 12 MAD 7508 MSD 98175667

Variable

Forecasts Actual Fits

Trend Volume Ekspor RL I ndonesia ke dunia

Quadratic Trend Model

Yt = 16071.3 + 2961.99* t + 558.358* t* * 2

 

Trend Analysis for volume ina

Data volume ina Length 13

NMissing 0

Fitted Trend Equation

Yt = 16071.3 + 2961.99*t + 558.358*t**2

Accuracy Measures MAPE 12 MAD 7508 MSD 98175667

Forecasts

Period Forecast 14 166977 15 186132 16 206403 17 227791 18 250295

Trend Analysis Plot for volume ina

       


(2)

Lampiran 12. Analisis Trend Harga Ekspor

Tahun

h

a

rg

a

e

k

s

p

o

r

(U

S

$

/

K

g

)

2016 2014 2012 2010 2008 2006 2004 2002 2000 250000

200000

150000

100000

50000

0

Accuracy Measures

MAPE 79

MAD 27936 MSD 1323829178

Variable

Forecasts Actual Fits Trend Analysis Plot for harga ekspor

Quadratic Trend Model Yt = 153451 - 32842.2* t + 2122.85* t* * 2

Trend Analysis for harga ekspor

Data harga ekspor Length 13

NMissing 0

Fitted Trend Equation

Yt = 153451 - 32842.2*t + 2122.85*t**2

Accuracy Measures MAPE 79 MAD 27936 MSD 1323829178

Forecasts

Period Forecast 14 109739 15 138459 16 171425 17 208637 18 250095


(3)

Lampiran 13. Analisis Trend Nilai Tukar

Tahun

N

il

a

i

T

u

k

a

r(

R

p

/

U

S

$

)

2016 2014 2012 2010 2008 2006 2004 2002 2000 11000

10500

10000

9500

9000

8500

Accuracy Measures MAPE 3 MAD 277 MSD 133213 Variable

Forecasts Actual Fits

Trend Analysis Plot for nilai tukar

Quadratic Trend Model Yt = 9742.76 - 223.506* t + 16.0844* t* * 2

Trend Analysis for nilai tukar

Data nilai tukar Length 13

NMissing 0

Fitted Trend Equation

Yt = 9742.76 - 223.506*t + 16.0844*t**2

Accuracy Measures MAPE 3 MAD 277 MSD 133213

Forecasts

Period Forecast 14 9766.2 15 10009.2 16 10284.3 17 10591.6 18 10931.0


(4)

Lampiran 14. Analisis Trend GDP

Tahun

G

D

P

(

U

S

$

)

2016 2014 2012 2010 2008 2006 2004 2002 2000 12000

10000

8000

6000

4000

2000

Accuracy Measures MAPE 3.3 MAD 158.6 MSD 36909.9 Variable

Forecasts Actual Fits Trend Analysis Plot for GDP

Quadratic Trend Model Yt = 1837.45 + 194.065* t + 21.7980* t* * 2

Results for: data skripsi.MTW

Trend Analysis for GDP

Data GDP Length 13 NMissing 0

Fitted Trend Equation

Yt = 1837.45 + 194.065*t + 21.7980*t**2

Accuracy Measures MAPE 3.3 MAD 158.6 MSD 36909.9

Forecasts

Period Forecast 14 8826.8 15 9653.0 16 10522.8 17 11436.2 18 12393.2

Trend Analysis Plot for GDP

Trend Analysis for volume cina


(5)

RINGKASAN

DINDA PUTI DENANTICA. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Ekspor Rumput Laut dan Kajian Trend Volume Ekspor Rumput Laut Indonesia

ke China (Periode Tahun 1999-2011). Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan ANDRIYONO KILAT ADHI).

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan panjang garis pantai lebih dari 81.000 km serta memiliki lebih dari 17.508 pulau. Wilayah

laut Indonesia membentang seluas 5,8 juta km2 yang terdiri dari luas laut sekitar

3,1 juta km2 dan 2,7 juta km2 merupakan wilayah zona ekonomi eksklusif. Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki banyak potensi pengembangan di

sektor kelautan dengan kekayaan dan keanekaragaman hayati (biodiversity) laut

terbesar di dunia. Salah satu komoditas perikanan budidaya unggulan sampai

dengan saat ini yaitu rumput laut jenis Eucheuma cottonii. Rumput laut tersebut

memiliki nilai yang tinggi untuk diekspor ke berbagai negara. Salah satu negara tujuan ekspor terbesar rumput laut Indonesia adalah negara China.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap ekspor rumput laut Indonesia serta mengidentifikasi dan

mengkaji perkembangan dan proyeksi (forecasting) trend volume ekspor rumput

laut Indonesia ke negara China. Variabel-variabel penduga diantaranya harga ekspor rumput laut Indonesia ke negara China, nilai tukar riil, produksi rumput laut nasional, dummy revitalisasi, volume ekspor rumput laut Indonesia dan GDP

China. Metode yang digunakan yaitu Ordinary Least Square (OLS) dan regresi

komponen utama diolah menggunakan program Ms. Excel dan Minitab 14.

Data-data yang digunakan bersumber dari Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP), BPS, UN Comtrade, internet serta Buku Statistika Hasil Ekspor Perikanan. Periode tahun yang digunakan yaitu dari tahun 1999-2011.

Berdasarkan hasil analisis kuantitatif dengan Ordinary Least Square (OLS)

diperoleh hasil estimasi bahwa keenam variabel memiliki pengaruh yang signifikan terhadap volume ekspor rumput laut Indonesia ke negara China. Adapun variabel yang berpengaruh positif terhadap volume ekspor rumput laut Indonesia ke negara China diantaranya produksi, dummy revitalisasi, volume ekspor rumput laut Indonesia dan GDP China. Sementara itu, variabel yang memiliki pengaruh negatif terhadap volume ekspor rumput laut Indonesia ke

negara China yaitu harga ekspor dan nilai tukar riil. Sedangkan analisis trend yang

digunakan dalam meramalkan (forecasting) volume ekspor rumput laut Indonesia

ke negara China mengalami kenaikan untuk lima tahun mendatang.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah hasil estimasi yang telah dilakukan terhadap variabel-variabel penduga memiliki keterkaitan dengan teori-teori ekonomi yang berlaku dan dicantumkan di dalam skripsi ini. Keenam variabel penduga (harga ekspor rumput laut Indonesia ke negara China, nilai tukar riil, produksi rumput laut nasional, dummy revitalisasi, volume ekspor rumput laut Indonesia dan GDP China) signifikan terhadap volume ekspor rumput laut Indonesia ke China. Adapun variabel yang memiliki pengaruh positif diantaranya produksi rumput laut nasional, dummy revitalisasi, volume ekspor rumput laut Indonesia dan GDP China. Sedangkan variabel yang memiliki pengaruh negatif


(6)

adalah harga ekspor rumput laut Indonesia ke China dan nilai tukar riil.

Disamping itu, perkembangan (trend) yang terjadi menggambarkan

kecenderungan yang positif (kenaikan) terhadap volume ekspor rumput laut Indonesia ke negara China untuk lima tahun mendatang.