Prinsip Desain 3: Pengaturan Pilihan Kolektif

6. Prinsip Desain 6: Mekanisme Penyelesaian Masalah

Penyelesaian masalah dilakukan berdasarkan adanya laporan dari masyarakat. Penyelesaian dilakukan secara bertingkat gradual dan bersifat pembinaan. Pihak pengaman yang ada di masyarakat segera melaporkan ke aparat dan kelompok pendidikan lingkungan bahwa telah terjadi pelanggaran pengelolaan hutan, misalnya pencurian kayu. Pihak kelompok lingkungan hidup kemudian berkoordinasi dengan pihak berwajib untuk menyelesaikan masalah tersebut. Pemberian pelaporan kepada pihak yang berwajib dimaksudkan untuk memberikan efek jera kepada pelaku pencurian kayu hutan mangrove. 7. Prinsip Desain 7: Pengakuan Hak Berorganisasi a Hak pengguna untuk merancang kelembagaan mereka sendiri tidak ditentang atau dihambat oleh faktor eksternal atau otoritas lokal yang mempunyai kemampuan untuk mengendalikan kelembagaan pengguna Otoritas pengelolaan dan penyusunan program sepenuhnya diserahkan kepada universitas sebagai pemimpinnya. Universitas melakukan penjaringan aspirasi masyarakat. Kemudian dikoordinasikan dan didiskusikan dengan pihak pemerintah kabupaten. Pada lembaga di Universitas, hutan mangrove di Margasari dibawah Pusat Penelitian Pesisir dan Kelautan, Lembaga Penelitian Universitas Lampung. b Tidak ada kekuatan tunggal kelompok pengguna yang dapat mencegah pengguna lain mengorganisasi diri dan merancang kelembagaan. Kelompok pengguna melakukan penolakan terhadap kelompok pengguna lainnya. Dengan dasar adanya kerjasama dengan Universitas Lampung dan pemerintah daerah kabupaten maka masyarakat pengguna merasakan ada kekuatan yang melindungi mereka apabila ada serangan pengguna luar yang ingin mengambil manfaat hasil hutan mangrove yang tidak ramah lingkungan, misalnya penebangan kayu mangrove. Pengelolaan hutan mangrove pada periode ini menunjukkan adanya keterpaduan pengelolaan yang ditunjukkan adanya berbagai pihak yang terlibat berdasarkan inisiasi masyarakat. Peran para pihak meningkat sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing. Keberadaan hutan tetap dipertahankan dengan tidak mengkonversi menjadi areal pertambakan udang tradisional yang telah terbukti pada masa 1997-1990 telah mengakibatkan bencana dan ketakutan akan abrasi laut.

8. Prinsip Desain 8: Tata Kelola Pemanfaatan Sumberdaya

Berdasarkan studi Berger et al. 1999 menyatakan bahwa 80 masyarakat sekitar hutan mangrove di Amazone Brazil kehidupannya tergantung secara ekologi, sosial dan ekonomi telah dilakukan pendekatan pengelolaan terpadu secara multidisiplin dan melalui pendekatan dengan para pengambil kebijakan dan pihak terlibat. Sumberdaya hutan mangrove di kawasan lindung merupakan kawasan konservasi sehingga pemanfaatannya tidak bertujuan untuk produksi. Pada kondisi hutan ini dilakukan aktivitas pemanfaatan tidak langsung indirect benefits meliputi pemanfaatan hasil hutan non kayu; ekowisata; pendidikan lingkungan; dan upaya mempertahankan kelestarian hutan mangrove. Pengelolaan hutan mangrove berdasarkan inisiatif dari masyarakat telah melahirkan sebuah bentuk kerjasama tiga pihak tripartit dengan penyusunan program dan kegiatan yang disepakati bersama. Tata kelola sumberdaya hutan mangrove dilakukan dengan melibatkan peran para pihak dilakukan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing. Sesuai penataan peran para pihak maka pihak masyarakat sebagai pengguna langsung direct user sumberdaya hutan mangrove. Pemanfaatan hutan mangrove yang dilakukan berdasarkan peruntukannya adalah sebagai kawasan lindung. Pemanfaatan hasil hutan non kayu, pendidikan lingkungan hidup, dan pengembangan ekowisata yang memungkinkan dikembangkan. Pemerintah daerah Kabupaten Lampung Timur sebagai fasilitator dan pembuat kebijakan dalam pengelolaan hutan mangrove. Kebijakan pemberian hak pengelolaan kepada Univeritas Lampung oleh pihak kabupaten adalah sebagai upaya meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam pembangunan hutan mangrove. Sedangkan pihak Universitas Lampung adalah sebagai pihak penjembatan liaison dalam pengelolaan hutan mangrove secara terpadu. Program bersama telah disusun selama sepuluh tahun antara masyarakat, Kabupaten Lampung Timur, dan Universitas Lampung. Program tersebut