Hak Kepemilikan Property Right
Penegakan hak kepemilikan mempengaruhi kelestarian sumberdaya dan efektivitas pengelolaan hutan mangrove. Seperti yang dilaporkan Barbier 2006
untuk kasus pengelolaan hutan mangrove di Thailand, pengelolaan hutan di negara tersebut telah mengalami kerusakan mencapai 65 akibat konversi
peruntukan menjadi pertambakan udang secara intensif dan semi intensif. Hal ini didorong oleh membaiknya harga udang di pasaran dunia, yaitu negara Jepang
sebagai pengimpor udang segar. Konversi hutan mangrove tersebut tidak dapat dikembalikan seperti semula, lebih kurang 11.000 ha areal yang telah dihutankan
kembali tidak menemui keberhasilan dalam program penanamannya. Terlebih lagi ada tiga hal permasalahan dalam kepemilikan hutan mangrove di Thailand
antara lain adalah: 1 hutan tersebut adalah milik negara tetapi secara faktual cenderung bersifat terbuka bagi semua orang open-access sehingga sulit dalam
penegakan hak-haknya. Kondisi tersebut membuka peluang konversi hutan mangrove menjadi pertambakan udang seiring membaiknya harga dan keuntungan
usaha budidaya udang; 2 ketidakjelasan hak kepemilikan mengakibatkan pembukaan hutan menjadi areal pertambakan meluas melebihi kebutuhan
sehingga terjadi menurunnya produktivitas dan sulitnya menerapkan metode budidaya tambak udang yang lebih baik; dan 3 status hutan yang terbuka bagi
semua orang lebih cepat mengalami kerusakan dan dikonversi menjadi peruntukan lain yang lebih menguntungkan yaitu pertanian dan penggunaan
komersial lainnya. Secara khusus, hak kepemilikan sangat penting mempengaruhi insentif
individu dan keberlanjutan sumberdaya alam. Dapat dilihat keberadaan sumberdaya alam di negara berkembang banyak mengalami kerusakan karena
tidak “well defined” dan hak kepemilikan yang tidak aman Panayotou 1993; Pearce and Warford 1993. Hal ini diperkuat lagi dengan pernyataan Hardin
1968 yang menyatakan adanya “the tragedy of the common” kerusakan sumberdaya alam, dalam hal ini hutan adalah sumberdaya alam dengan
karakteristik common pool resources. Memperhatikan kondisi tersebut di atas Ostrom 1990 menyatakan betapa pentingnya mempertimbangkan sumberdaya
alam yang comon pool resources di negara-negara berkembang. Keberadaan sumberdaya alam sangat dibutuhkan oleh masyarakat sekitar hutan untuk
pemenuhan kebutuhan hidupnya sehari-hari untuk diberikan hak kelola secara communal dengan mekanisme pengaturan secara communal merupakan solusi
yang potensial dalam memecahkan persoalan pengelolaan sumberdaya hutan dengan karakteristik tersebut di atas.
Kartodihardjo 1999 menyatakan bahwa pemerintah memegang peranan penting untuk menjaga dan melindungi fungsi hutan, karena karakteristik
sumberdaya hutan yang cenderung bersifat open access maka kepedulian pemerintah sendiri tidak mungkin dapat mewujudkan pengelolaan hutan secara
berkelanjutan. Satu-satunya cara adalah dengan memberlakukan sistem “pemilikan” property-right regimes yang tepat sehingga dapat menjadi insentif
bagi lainnya untuk menjalankan misi pemerintah lebih lanjut. Lebih lanjut, Irimie Essmann 2009 menekankan bahwa pengelolaan hutan berkelanjutan tidak
hanya ditentukan oleh property-right regimes tetapi ditunjang juga berdasarkan interest, phsycal capacity, dan status sumberdaya hutan itu sendiri. Interest
pengelolaan lebih ditekankan pada multimanfaat hutan yang dapat memberikan manfaat bagi publik; physical capacity melibatkan administrasi organisasi negara
dalam mengalokasikan pengelolaan sumberdaya alam dan penerapan skala ekonomi; posisi adalah melihat bagaimana kedudukan kepemilikan lahan dalam
arena politik. Kelestariankeberlanjutan hak kepemilikan didukung oleh aspek legal de
jure rights. Sedangkan hak yang belum mendapatkan pengakuan pemerintah disebut hak de facto rights. Hak yang legal de jure rights penting untuk kondisi
tertentu, misalnya untuk: 1 menghindari in-efisiensi dan alasan kepunahan SDA; 2 dapat disesuaikan dengan pasti dengan kondisi SDA sebenarnya; 3 pengguna
akan lebih efektif mengadopsi regulasi yang dibuat sendiri de facto; dan 4 ongkos monitoring dan exclusion ditanggung oleh beneficiaries pemanfaat
sumberdaya alam. Konsep hak kepemilikan memiliki implikasi terhadap konsep hak right
dan kewajiban obligation yang diatur oleh hukum, adat dan tradisi atau konsensus yang mengatur hubungan antar anggota masyarakat dalam hal
kepentingannya terhadap sumberdaya. Hak tersebut dapat diperoleh melalui pembelian, pemberian dan hadiah atau melalui pengaturan administrasi
pemerintah Fernandez
2006. Konsekuensinya diperlukan
persyaratan-persyaratan tertentu agar hak dapat ditegakkan, yaitu:
1 Adanya pengakuan atas hak dan kewajiban atas sumberdaya. Dalam banyak hal hak kepemilikan merupakan produk dari tradisi atau adat kebiasaan dalam
masyarakat atau pengaturan administratif pemerintah, sehingga tidak seorangpun dapat menyatakan hak milik tanpa pengakuan dari masyarakat dan
negara. Dengan demikian, hak seseorang harus mampu menumbuhkan kewajiban orang lain untuk menghormatinya dan hak seseorang harus dapat
menjadi sumber kekuatan untuk akses dan kontrol terhadap sumberdaya yang dimaksud.
2 Memperoleh perlindungan komunitas dan negara. Konsep pengakuan dan penghormatan hak perlu diikuti dengan tindakan perlindungan atas hak oleh
komunitas dan negara melalui pemberian sanksi-sanksi atas pelanggarannya. Sepanjang sanksi-sanksi tersebut tidak dapat dihadirkan dan ditegakkan atau
kalau toh ditegakkan memerlukan biaya transaksi dan penegakan hak transaction and enforcement costs yang sangat mahal, maka kelembagaan
hak kepemilikan yang mengatur hubungan antar individu tersebut akan sia-sia.
Kasper dan Streit 1998 mengingatkan bahwa institusi tanpa sanksi adalah tidak ada artinya institution without sactions is useless.
3 Hak kepemilikan memerlukan biaya penegakan dan biaya eksklusi exclusion
costs. Semakin mahal biaya-biaya tersebut, semakin tidak berharga suatu
assetsumberdaya. Demikian pula apabila manfaat yang dapat diperoleh dari sumberdaya tersebut jauh lebih rendah dari biaya penegakan dan eksklusi,
maka sumberdaya tersebut akan ditinggalkan dan tidak terurus. 4Karakteristik manfaat sumberdaya menentukan tingkat kesulitan penegakannya.
Menurut North 1990 hak relatif mudah ditegakkan apabila aliran manfaat
dapat diketahui dan konstan, atau aliran manfaat bervariasi - tetapi dapat
diprediksi. Sebaliknya hak tidak mudah ditegakkan biaya penegakan hak mahal apabila aliran manfaat dengan mudah dapat dinikmati pihak lain dan
aliran manfaat bervariasi dan tidak dapat diprediksi, maka biaya untuk
menegakkan hak akan sangat mahal, akibatnya masing-masing pihak akan
berlomba mengeksploitasi manfaat tersebut.