Prinsip Desain 5: Sanksi Evolusi hak kepemilikan dan penataan peran para pihak pada pengelolaan ekosistem hutan mangrove dengan kemunculan tanah gembul

tidak mengkonversi menjadi areal pertambakan udang tradisional yang telah terbukti pada masa 1997-1990 telah mengakibatkan bencana dan ketakutan akan abrasi laut.

8. Prinsip Desain 8: Tata Kelola Pemanfaatan Sumberdaya

Berdasarkan studi Berger et al. 1999 menyatakan bahwa 80 masyarakat sekitar hutan mangrove di Amazone Brazil kehidupannya tergantung secara ekologi, sosial dan ekonomi telah dilakukan pendekatan pengelolaan terpadu secara multidisiplin dan melalui pendekatan dengan para pengambil kebijakan dan pihak terlibat. Sumberdaya hutan mangrove di kawasan lindung merupakan kawasan konservasi sehingga pemanfaatannya tidak bertujuan untuk produksi. Pada kondisi hutan ini dilakukan aktivitas pemanfaatan tidak langsung indirect benefits meliputi pemanfaatan hasil hutan non kayu; ekowisata; pendidikan lingkungan; dan upaya mempertahankan kelestarian hutan mangrove. Pengelolaan hutan mangrove berdasarkan inisiatif dari masyarakat telah melahirkan sebuah bentuk kerjasama tiga pihak tripartit dengan penyusunan program dan kegiatan yang disepakati bersama. Tata kelola sumberdaya hutan mangrove dilakukan dengan melibatkan peran para pihak dilakukan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing. Sesuai penataan peran para pihak maka pihak masyarakat sebagai pengguna langsung direct user sumberdaya hutan mangrove. Pemanfaatan hutan mangrove yang dilakukan berdasarkan peruntukannya adalah sebagai kawasan lindung. Pemanfaatan hasil hutan non kayu, pendidikan lingkungan hidup, dan pengembangan ekowisata yang memungkinkan dikembangkan. Pemerintah daerah Kabupaten Lampung Timur sebagai fasilitator dan pembuat kebijakan dalam pengelolaan hutan mangrove. Kebijakan pemberian hak pengelolaan kepada Univeritas Lampung oleh pihak kabupaten adalah sebagai upaya meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam pembangunan hutan mangrove. Sedangkan pihak Universitas Lampung adalah sebagai pihak penjembatan liaison dalam pengelolaan hutan mangrove secara terpadu. Program bersama telah disusun selama sepuluh tahun antara masyarakat, Kabupaten Lampung Timur, dan Universitas Lampung. Program tersebut merupakan acuan dalam pengelolaan. Inisiasi pengelolaan bisa berasal dari salah satu antara tiga pihak yang bekerjasama. Setiap kegiatan yang dilakukan oleh para pihak yang bekerjasama dipertanggung-jawabkan masing-masing pihak yang melaksanakan kegiatan. Pada tahun 2006 dilakukan kegiatan oleh Universitas Lampung, tahun 2008 oleh Badan Lingkungan Hidup, dan tahun 2009 oleh Balai Pengelolaan Hutan Mangrove Wilayah II Kementerian Kehutanan dan JICA Japan International Cooperation Agency. Bentuk kerjsama secara tiga pihak tersebut dapat berjalan selama lebih kurang sembilan tahun karena ada kepercayaan trust, transparansi, partisipasi, serta tata aturan di antara masyarakat, Universitas Lampung, dan pemerintah daerahlokal. Pendekatan pengelolaan berdasarkan kesadaran masyarakat akan pentingnya fungsi dan manfaat hutan mangrove bagi kehidupannya merupakan sumber kekuatan komunitas lokal, pengakuan atas eksistensi kepentingan beragam multistakeholders, dan didukung oleh semangat demokratisme akan mendapatkan relevansinya yang sangat kuat dalam pengelolaan sumberdaya alam dengan karakteristik milik bersama Common Pool ResourcesCPRs. Perubahan sifat dan skala pemerintahan changing nature and scale of government yang makin mengurangi dominasi kekuasaan, serta makin diyakininya prinsip kolaborasi pelibatan multi-pihak dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan, merupakan momentum penting penyusunan konstruksi kebijakan lingkungan partisipatif construction of participatory environmental policy di masa depan. Hal ini akan memungkinkan makin tingginya derajat penerimaan sosial degree of social acceptability masyarakat lokal atas segala kebijakankeputusan yang diambil Dharmawan 2004.