Evolusi Hak Kepemilikan Evolution of Property Right
Selanjutnya Kasper dan Streit 1998 menjelaskan bahwa evolusi hak kepemilikan dipengaruhi oleh perubahan waktu dan perkembangan teknologi.
Ketika kehidupan manusia masih tidak memerlukan persaingan dalam mendapatkan hasil-hasil sumberdaya alam maka masih belum memerlukan aturan
main dalam mendapatkannya. Tetapi setelah pertumbuhan populasi menyebabkan persaingan dalam mendapatkan hasil sumberdaya alam maka diperlukan suatu
aturan main atau perangkat kelembagaan dalam pemanfaatannya. Dalam pemanfaatan secara berkelompok akan dapat mengeluarkan orang yang tidak
termasuk dalam kelompoknya. Setelah pertumbuhan kelompok dan aturan informal dalam rasionalisasi pemanfaatan menemui kegagalan, maka sumberdaya
dibagi dan dipagari menjadi hak kepemilikan privat, merupakan sebuah alternatif yang dapat dilakukan. Perubahan hak kepemilikan dari kelompok menjadi hak
privat dilatarbelakangi adanya pertumbuhan populasi, sumberdaya dibagi dan dibatasi, kemunculan penunggangan gratis, adanya aturan eksternal, kesulitan
pendanaan, mengurangi kerumitan administrasi, dan pengurangan subsidi. Tetapi, dalam perkembangannya hak kepemilikan privat kembali lagi menjadi hak
kepemilikan bersama common right apabila ada pengaruh dari perubahan sosial masyarakat, permasalahan pilihan bersama, dan pilihan-pilihan kebijakan.
Evolusi hak kepemilikan dipengaruhi rasionalisasi dan efisiensi pengelolaan hutan yang lebih kompleks yang mengarah kepada perubahan status sumberdaya
hutan itu sendiri Irimie dan Essmann 2008. Pemindahan pengelolaan sumberdaya dan hak pengelolaan dari penguasaan negara kepada masyarakat lokal
atau kepada communal tertentu telah berlangsung lebih dari dua dekade. Hal tersebut merupakan alat kebijakan politik di beberapa negara berkembang Behera
dan Stefanie 2006. Menurut Behera dan Stefanie 2006 pemindahan hak kepemilikan dari
milik negara state property kepada milik komunal communal property terjadi di berbagai belahan dunia, terutama terjadi di India dengan berbagai latar
belakang timbulnya pemindahan hak transfer of right tersebut. Pemindahan hak bertujuan untuk penetapan posisi dan tanggung jawab para pihak dalam
pengelolaan hutan.
Pada awalnya-sebelum penjajahan Inggris pengelolaan hutan dilakukan oleh komunitas masyarakat common property regime dan tidak terjadi klaim individu
masyarakat atas pengaturan hak pengelolaan tersebut Ghate 2003. Pada masa penjajahan Inggris pengurusan hutan dilakukan oleh negara by state. Setelah
India memerdekakan diri, pengelolaan hutan tidak mengalami perubahan tetap dikuasai oleh negara bahkan lebih ketat daripada masa penjajahan Inggris
Balland dan Platteau 1996. Situasi tersebut tidak malah menjadikan lebih baik, tetapi malah terjadi kerusakan dimana-mana. Akhirnya pada tahun 1988 di India
terjadi konflik antara negara dengan komunitas desa tentang pengelolaan hutan. Pada tahun 1990 terjadi perubahan pengelolaan yang mengakomodir kepentingan
masyarakat dengan adanya kebijakan dan implementasi Sistem Pengelolaan Hutan Bersama Joint Forest Management System-suatu bentuk pengelolaan bersama
Co-Management. Pengelolaan bersama adalah hak mengatur pola penggunaan dan mengubah
sumberdaya dengan membuat perbaikan Ostrom dan Schlager 1996- aktor tunggal atau kelompok indvidu atau kerjasama di antara kelompok. Selain hal
tersebut di atas, menurut Schlager dan Ostrom 1992 perubahan kepemilikan lahan hutan dengan adanya mekanisme transfer memiliki empat status hak
kepemilikan yaitu hak memasuki dan memanfaatkan access and withdrawal right, hak pengelolaan management right, hak mengeluarkan exclusion right,
dan hak memindahtangankan alienation right. Di China juga telah reformasi pengelolaan hutan yang dipengaruhi oleh
penguasaan lahan dan pasar kayu. Akibat dari reformasi tersebut telah terjadi perubahan penguasaan lahan dari kepemilikan negara atau kolektif kepada
kepemilikan privat. Pemindahan hak kepemilikan lahan ke hak privat dalam pengelolaan hutan tidak menyebabkan kerusakan hutan Zhang et al. 2000.
Lebih jauh Liu Dachang 1995 menyatakan bahwa pengubahan pengaturan hak kepemilikan dan pengelolaan hutan di China dipengaruhi oleh adanya
keinginan dalam efisiensi alokasi sumberdaya hutan keamanan lahan dan pengaturan pohontegakan dan peningkatan insentif rumah tangga petani.
Disamping itu juga adanya pengaruh pasar akan permintaan kayu yang tinggi dan lebih efisien daripada usaha pertanian yang saat itu mengalami penurunan harga
jual dan tingginya upah buruh. Pengubahan pengaturan hak kepemilikan di China dimulai pada periode tahun 1950-1958 dengan pengaturan sebagai berikut: 1
1950-1955: hak kepemilikan pribadi privat right; 2 1956-1980: hak kepemilikan kolektif collective right; 3 1980: hak pengaturan bersama rumah
tangga inisiatif sendiri self initiative share-house holding. Mekanisme pengaturan hak kepemilikan dan pengelolaan hutan ternyata lebih efektif pada
pengelolaan bersama rumah tangga inisiatif sendiri. Hal ini karena hak tersebut memberikan keleluasaan dalam menentukan perencanaan, kegiatan pengelolaan,
pemanfaatan produk, dan distribusi pendapatan sebagai inti dari pengelolaan hutan. Pengaturan dengan sistem pengaturan hak bersama dengan pemerintah
kurang efektif karena tidak melibatkan petani hutan dalam perencanaan, pengelolaan, dan distribusi manfaat.
Evolusi kepemilikan lahan ke arah privatisasi dengan berbagai latar belakang tekanan penduduk dan pengaruh pasar Platteau 1996; Dachang 1995;
pertumbuhan populasi, kondisi, demokratisasi, teknologi, sosial budaya, dan aturan main Kasper dan Streit, 1999; efisiensi alokasi sumberdaya, pemindahan
posisi dan tanggung jawab para pihak Irime dan Essman 2008; dan pemindahan hak kepemilikan kepada privat tidak menimbulkan kerusakan Zhang et al. 2000.
Ostrom 1990 dan Devlin dan Grafton 1998 yang menyampaikan bahwa pada karakteristik sumberdaya milik bersama yang cenderung mengalami kerusakan
karena tidak dapat ditegakkan hak-haknya, tidak dapat memastikan kelestarian sumberdaya dalam jangka lama bila diberikan secara privat. Lebih jauh Devlin
dan Grafton 1998 menyatakan bahwa belum ditemukan aturan main yang terbaik dalam penguasaan pengelolaan lahan sementara itu kasus kerusakan
lingkungan ditemukan pada hampir semua penguasaan lahan. Menurut Ostrom 1990 juga mempertanyakan bahwa pemberian hak privat
pada pengelolaan sumberdaya alam apakah dapat menjamin keberlangsungannya dan produktivitasnya. Sumberdaya milik bersama tersebut akan dibagi-bagi
berdasarkan kepemilikannya dan bebas untuk dikuasai, dimanfaatkan, dan ditransfer sesuai keinginan pemiliknya otonomi penuh. Hal tersebut tidak dapat
diterapkan pada sumberdaya yang tidak statis atau dinamis air dan perikanan. Pada dasarnya setiap orang akan bertindak memaksimumkan keinginannya dalam
memanfaatkan sumberdaya alam, tetapi bila ini tidak ada aturan main yang ditetapkan akan menimbulkan pengurasan sumberdaya tersebut. Untuk
memberikan alternatif penyelesaiannya maka perlu dipertimbangkan sampai sejauh mana individu-individu dalam memperoleh manfaat bersama berdasarkan
konsep tragedy of the common, prisoner dilemma, dan logika aksi bersama- sehingga meminimalkan kehadiran penunggangan gratis yang merupakan masalah
dalam pemanfaatan sumberdaya milik bersama. Keberlanjutan pengelolaan pada sumberdaya milik bersama berkaitan dengan hubungan antara pemerintah lokal
dengan masyarakat yang telah beradaptasi dengan perubahan ekologi. Anggota masyarakat biasanya mempunyai kesamaan etnis, pendidikan, ras, kesejahteraan.
Kesamaan tersebut dapat membatasi terjadinya konflik. Sedangkan menurut Scott 2008, bahwa evolusi hak kepemilikan
sumberdaya hutan di Amerika dimulai dari kepemilikan oleh pemerintah state property. Kemudian melalui kongres lahan tersebut dibagikan ke individu
privat pada tahun 1785 dan 1804. Kongres berikutnya mempertimbangkan banyak pilihan mengenai harga, ukuran lahan dan kondisi pembagian. Kongres
juga mempercepat pembebasan lahan dengan metode pembagian secara tidak langsung kepada pengusaha dan negara. Hal tersebut berlangsung sampai tahun
1880. Setelah tahun 1880 tumbuh kepentingan konservasi yang memaksa pemerintah untuk mempertahankan lahan hutan, pengawetan hutan dan membuat
ijin penguasaan hutan. Kesadaran untuk membangun hutan dengan kepentingan bersama telah melalui berbagai tahapan yaitu kehadiran sumberdaya yang nobody
propertyopen access; berorientasi keuntungan dengan privatisasi; mengeluarkan regulasi; dan mengelola hutan untuk konservasi, regenerasi dan pembangunan
berkelanjutan. Pengelolaan hutan mangrove akibat perbedaan penguasaan kepemilikan sudah seharusnya melandaskan perencanaan pengelolaannya
berdasarkan nilai-nilai lingkungan dan ekonomi. Nilai-nilai lingkungan yang dimaksud adalah keanekaragaman hayati, perlindungan pantai, dan mitigasi
bencana. Sedangkan nilai-nilai ekonominya adalah berbagai macam variasi barang dan jasa yang dihasilkan dari hutan mangrove Gilbert dan Ron 1997.
Selanjutnya, Kisling dan Kurt 2001 menyatakan bahwa perubahan kelembagaan hak kepemilikan bukan hanya dipicu oleh faktor eksternal tetapi
juga oleh proses pembelajaran logis dan peran aktor dalam jejaring kerja.