Klasifikasi dan Etiologi Diabetes Melitus

9 Obesitas, khususnya visceral atau pusat yang dibuktikan dengan rasio pinggulpinggang, sangat umum di DM tipe 2. Pada tahap awal gangguan, toleransi glukosa tetap mendekati normal, meskipun resistensi insulin, karena sel- sel pankreas mengkompensasi dengan meningkatkan produksi insulin. Resistensi insulin dan kompensasi hiperinsulinemia, pankreas pada individu tertentu tidak dapat mempertahankan keadaan hiperinsulinemia. Toleransi glukosa terganggu TGT, ditandai dengan peningkatan glukosa postprandial, kemudian berkembang. Lebih lanjut, penurunan sekresi insulin dan peningkatan produksi glukosa hepatik menyebabkan diabetes dengan hiperglikemia puasa. Akhirnya, kegagalan sel mungkin terjadi Powers, 2008.

2.1.5 Manifestasi Klinis Diabetes Melitus

Gejala hiperglikemia ditandai dengan poliuria, polidipsia, penurunan berat badan, kadang-kadang dengan polifagia, dan penglihatan kabur. Penurunan pertumbuhan dan kerentanan terhadap infeksi tertentu juga dapat menyertai hiperglikemia kronik. Konsekuensi dari diabetes yang tidak terkontrol yang mampu mengancam jiwa adalah hiperglikemia dengan ketoasidosis atau sindrom hiperosmolar non ketotik. Komplikasi jangka panjang dari diabetes termasuk retinopati dengan potensi kehilangan penglihatan; nefropati menyebabkan gagal ginjal; neuropati perifer dengan risiko ulkus kaki, amputasi, dan sendi Charcot; dan neuropati otonom menyebabkan gejala gastrointestinal, urogenital, dan jantung dan disfungsi seksual . Pasien dengan diabetes memiliki peningkatan kejadian kardiovaskular aterosklerotik, arteri perifer, dan serebrovaskular penyakit. Hipertensi dan kelainan metabolisme lipoprotein sering ditemukan pada penderita diabetes ADA, 2013.

2.1.6 Diagnosis Diabetes Melitus

Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang DM. Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan 10 sebabnya. Keluhan lain dapat berupa lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita. Diagnosis DM berdasarkan PERKENI 2011 dapat ditegakkan melalui tiga cara: 1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200 mgdL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. 2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mgdL dengan adanya keluhan klasik. 3. Tes toleransi glukosa oral TTGO. Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun pemeriksaan ini memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan karena membutuhkan persiapan khusus. Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, bergantung pada hasil yang diperoleh, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok toleransi glukosa terganggu TGT atau glukosa darah puasa terganggu GDPT. 1. TGT Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140 – 199 mgdL 7,8-11,0 mmolL. 2. GDPT Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa didapatkan antara 100 – 125 mgdL 5,6 – 6,9 mmolL dan pemeriksaan TTGO gula darah 2 jam 140 mgdL. Cara pemeriksaan TTGO Test Toleransi Glukosa Oral sesuai dengan PERKENI 2011. 1. Tiga hari sebelum pemeriksaan, pasien tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari dengan karbohidrat yang cukup dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa. 11 2. Berpuasa paling sedikit 8 jam mulai malam hari sebelum pemeriksaan, minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan. 3. Diperiksa kadar glukosa darah puasa. 4. Diberikan glukosa 75 gram orang dewasa, atau 1,75 gramkgBB anak- anak, dilarutkan dalam air 250 mL dan diminum dalam waktu 5 menit. 5. Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah minum larutan glukosa selesai. 6. Diperiksa kadar glukosa darah 2 dua jam sesudah beban glukosa. 7. Selama proses pemeriksaan, subjek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok PERKENI, 2011.

2.1.7 Penatalaksanaan Diabetes Melitus

Tujuan penatalaksanaan secara umum menurut PERKENI 2011 adalah meningkatkannya kualitas hidup penderita DM. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan darah, berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara holistik dengan mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan perilaku. Penatalaksanaan dikenal dengan empat pilar utama pengelolaan DM, yang meliputi edukasi, terapi gizi medis, latihan jasmani dan intervensi farmakologis. Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama beberapa waktu 2-4 minggu. Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral OHO dan atau suntikan insulin. Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau langsung kombinasi, sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun dengan cepat, adanya ketonuria, insulin dapat segera diberikan PERKENI, 2011.

2.1.7.1 Edukasi

DM umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi

Dokumen yang terkait

Hubungan Antara Periodontitis Dengan Diabetes Melitus Tipe 2 Ditinjau Dari Aspek Destruksi Periodontal

5 54 54

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT STRES DENGAN KUALITAS HIDUP PENDERITA DIABETES MELITUS DI WILAYAH KERJA Hubungan Antara Tingkat Stres Dengan Kualitas Hidup Penderita Diabetes Melitus Di Wilayah Kerja Puskesmas Gajahan Surakarta.

2 5 23

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT STRES DENGAN KUALITAS HIDUPPENDERITA DIABETES MELITUS DI WILAYAH KERJA Hubungan Antara Tingkat Stres Dengan Kualitas Hidup Penderita Diabetes Melitus Di Wilayah Kerja Puskesmas Gajahan Surakarta.

1 4 16

Hubungan Antara Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Kualitas Hidup di Posyandu Lansia wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Medan Amplas

0 0 13

Hubungan Antara Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Kualitas Hidup di Posyandu Lansia wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Medan Amplas

0 0 2

Hubungan Antara Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Kualitas Hidup di Posyandu Lansia wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Medan Amplas

0 1 5

Hubungan Antara Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Kualitas Hidup di Posyandu Lansia wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Medan Amplas

0 0 20

Hubungan Antara Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Kualitas Hidup di Posyandu Lansia wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Medan Amplas

0 0 3

Hubungan Antara Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Kualitas Hidup di Posyandu Lansia wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Medan Amplas

0 0 18

Hubungan antara Hipertensi dengan Fungsi Kognitif di Wilayah Kerja Posyandu Lansia Kecamatan Medan Amplas Tahun 2015

0 0 2