Latihan Jasmani Terapi farmakologis Diabetes Melitus

16 DPP-4 inhibitor, mampu menghambat kerja DPP-4 sehingga GLP-1 tetap dalam konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif dan mampu merangsang penglepasan insulin serta menghambat penglepasan glukagon PERKENI, 2011. 2. Suntikan Suntikan yang diberikan pada pasien diabetes ada dua jenis, yaitu: a. Insulin b. Agonis GLP-1 incretin mimetic a. Insulin 1 Insulin diperlukan pada keadaan: a Penurunan berat badan yang cepat. b Hiperglikemia berat yang disertai ketosis. c Ketoasidosis diabetic. d Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik. e Hiperglikemia dengan asidosis laktat. f Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal. g Stres berat infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke. h Kehamilan dengan DM DM gestasional yang tidak terkendali dengan perencanaan makan. i Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat. j Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO PERKENI, 2011. 2 Jenis dan lama kerja insulin. Berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni: a Insulin kerja cepat rapid acting insulin. b Insulin kerja pendek short acting insulin. c Insulin kerja menengah intermediate actinginsulin. d Insulin kerja panjang long acting insulin. e Insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah premixed insulin PERKENI, 2011. 17 3 GLP-1 incretin mimetic Efek samping terapi insulin a Efek samping utama terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemia. Penatalaksanaan hipoglikemia dapat dilihat dalam bab komplikasi akut DM. b Efek samping yang lain berupa reaksi imunologi terhadap insulin yang dapat menimbulkan alergi insulin atau resistensi insulin PERKENI, 2011. b. Agonis GLP-1 Pengobatan dengan dasar peningkatan GLP-1 merupakan pendekatan baru untuk pengobatan DM. Agonis GLP-1 dapat bekerja sebagai perangsang penglepasan insulin yang tidak menimbulkan hipoglikemia ataupun peningkatan berat badan yang biasanya terjadi pada pengobatan dengan insulin ataupun sulfonilurea. Agonis GLP-1 bahkan mungkin menurunkan berat badan. Efek agonis GLP-1 yang lain adalah menghambat penglepasan glukagon yang diketahui berperan pada proses glukoneogenesis. Pada percobaan binatang, obat ini terbukti memperbaiki cadangan sel beta pankreas. Efek samping yang timbul pada pemberian obat ini antara lain rasa sebah dan muntah PERKENI, 2011. 3. Terapi kombinasi Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah.Bersamaan dengan pengaturan diet dan kegiatan jasmani, bila diperlukan dapat dilakukan pemberian OHO tunggal atau kombinasi OHO sejak dini. Terapi dengan OHO kombinasi secara terpisah ataupun fixed-combination dalam bentuk tablet tunggal, harus dipilih dua macam obat dari kelompok yang mempunyai mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar glukosa darah belum tercapai, dapat pula diberikan kombinasi tiga OHO dari kelompok yang berbeda atau kombinasi OHO dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan 18 klinis di mana insulin tidak memungkinkan untuk dipakai, terapi dengan kombinasi tiga OHO dapat menjadi pilihan PERKENI, 2011. Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak dipergunakan adalah kombinasi OHO dan insulin basal insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang yang diberikan pada malam hari menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat diperoleh kendali glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar glukosa darah puasa keesokan harinya. Bila dengan cara seperti di atas kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak terkendali, maka OHO dihentikan dan diberikan terapi kombinasi insulin PERKENI, 2011.

2.1.8 Komplikasi Diabetes Melitus

Komplikasi diabetes terbagi menjadi 2 yaitu komplikasi akut dan kronik: 1. Komplikasi akut Ketoasidosis Diabetik KAD dan Hyperglycemic Hyperosmolar State HHS adalah komplikasi akut diabetes Powers, 2010. Pada Ketoasidosis Diabetik KAD, kombinasi defisiensi insulin dan peningkatan kadar hormon kontra regulator terutama epinefrin, mengaktivasi hormon lipase sensitif pada jaringan lemak. Akibatnya lipolisis meningkat, sehingga terjadi peningkatan produksi badan keton dan asam lemak secara berlebihan. Akumulasi produksi badan keton oleh sel hati dapat menyebabkan asidosis metabolik. Badan keton utama adalah asam asetoasetat AcAc dan 3-beta-hidroksibutirat 3HB Soewondo, 2009. KAD ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah yang tinggi 300- 600 mgdL, disertai dengan adanya tanda dan gejala asidosis dan plasma keton + kuat. Osmolarites plasma meningkat 300-320 mOsmL dan terjadi peningkatan anion gap PERKENI, 2011. Pada Hyperglycemic Hyperosmolar State HHS, hilangnya air lebih banyak dibanding natrium menyebabkan keadaan hiperosmolar Soewondo, 2009. Pada keadaan ini 19 terjadi peningkatan glukosa darah sangat tinggi 600-1200 mgdL, tanpa tanda dan gejala asidosis, osmolaritas plasma sangat meningkat 330-380 mOsmL, plasma keton +-, anion gap normal atau sedikit meningkat PERKENI, 2011. 2. Komplikasi kronik Jika dibiarkan dan tidak dikelola dengan baik, DM akan menyebabkan terjadinya berbagai komplikasi kronik, baik mikroangiopati maupun makroangiopati Waspadji, 2009. Komplikasi kronik DM bisa berefek pada banyak sistem organ. Komplikasi kronik bisa dibagi menjadi dua bagian, yaitu komplikasi vaskular dan non-vaskular. Komplikasi vaskular terbagi lagi menjadi mikrovaskular retinopati, neuropati, dan nefropati dan makrovaskular penyakit arteri koroner, penyakit arteri perifer, penyakit serebrovaskular. Sedangkan komplikasi non-vaskular dari DM yaitu gastroparesis, infeksi, dan perubahan kulit Powers, 2010.

2.1.9 Pencegahan Diabetes Melitus

Menurut PERKENI 2011, pencegahan DM tipe 2 terdiri dari pencegahan primer, sekunder, dan tersier.

2.1.9.1 Pencegahan Primer

Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada kelompok yang memiliki faktor risiko, yakni mereka yang belum terkena, tetapi berpotensi untuk mendapat DM dan kelompok intoleransi glukosa. Materi penyuluhan meliputi antara lain sebagai berikut: 1. Program penurunan berat badan. Pada seseorang yang mempunyai risiko diabetes dan mempunyai berat badan lebih, penurunan berat badan merupakan cara utama untuk menurunkan risiko terkena DM tipe 2 atau intoleransi glukosa. Beberapa penelitian menunjukkan penurunan berat badan 5-10 dapat mencegah atau memperlambat munculnya DM tipe 2. 20 2. Diet sehat. a. Dianjurkan diberikan pada setiap orang yang mempunyai risiko. b. Jumlah asupan kalori ditujukan untuk mencapai berat badan ideal. c. Karbohidrat kompleks merupakan pilihan dan diberikan secara terbagi dan seimbang sehingga tidak menimbulkan puncak peak glukosa darah yang tinggi setelah makan. d. Mengandung sedikit lemak jenuh, dan tinggi serat larut. 3. Latihan jasmani. a. Latihan jasmani teratur dapat memperbaiki kendali glukosa darah, mempertahankan atau menurunkan berat badan, serta dapat meningkatkan kadar kolesterol HDL. b. Latihan jasmani yang dianjurkan dikerjakan sedikitnya selama 150 menitminggu dengan latihan aerobik sedang mencapai 50-70 denyut jantung maksimal, atau 90 menitminggu dengan latihan aerobic berat mencapai denyut jantung 70 maksimal. Latihan jasmani dibagi menjadi 3-4 x aktivitasminggu. 4. Menghentikan merokok. Merokok merupakan salah satu risiko timbulnya gangguan kardiovaskular. Meskipun merokok tidak berkaitan secara langsung dengan timbulnya intoleransi glukosa, tetapi merokok dapat memperberat komplikasi kardiovaskular dari intoleransi glukosa dan DM tipe 2 PERKENI, 2011.

2.1.9.2 Pencegahan sekunder

Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya penyulit pada pasien yang telah menderita DM. Dilakukan dengan pemberian pengobatan yang cukup dan tindakan deteksi dini penyulit sejak awal pengelolaan penyakit DM. Dalam upaya pencegahan sekunder program penyuluhan memegang peran penting untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani program pengobatan dan dalam menuju perilaku sehat. Untuk pencegahan sekunder ditujukan terutama pada pasien baru. 21 Salah satu penyulit DM yang sering terjadi adalah penyakit kardiovaskular, yang merupakan penyebab utama kematian pada penyandang diabetes. Selain pengobatan terhadap tingginya kadar glukosa darah, pengendalian berat badan, tekanan darah, profil lipid dalam darah serta pemberian antiplatelet dapat menurunkan risiko timbulnya kelainan kardiovaskular pada penyandang diabetes PERKENI, 2011.

2.1.9.3 Pencegahan tersier

Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang diabetes yang telah mengalami penyulit dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut. Upaya rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini mungkin, sebelum kecacatan menetap. Sebagai contoh aspirin dosis rendah 80-325 mghari dapat diberikan secara rutin bagi penyandang diabetes yang sudah mempunyai penyulit makroangiopati. Pada upaya pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhan pada pasien dan keluarga. Materi penyuluhan termasuk upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan untuk mencapai kualitas hidup yang optimal. Pencegahan tersier memerlukan pelayanan kesehatan holistic dan terintegrasi antar disiplin yang terkait, terutama di rumah sakit rujukan. Kolaborasi yang baik antar para ahli di berbagai disiplin seperti jantung dan ginjal, mata, bedah ortopedi, bedah vaskular, radiologi, rehabilitasi medis, gizi, podiatris dan lain-lain sangat diperlukan dalam menunjang keberhasilan pencegahan tersier PERKENI, 2011. 2.2 Kualitas Hidup 2.2.1 Definisi Kualitas Hidup Kualitas hidup Quality of life QOL adalah persepsi individu terhadap posisi mereka dalam kehidupan dalam kontek budaya dan nilai dimana mereka hidup dan dalam hubungannya dengan tujuan hidup, harapan, standar dan perhatian. Hal ini merupkan konsep yang luas yang mempengaruhi kesehatan fisik seseorang, keadaan psikologis, tingkat tergantungan, hubungan sosial, keyakinan

Dokumen yang terkait

Hubungan Antara Periodontitis Dengan Diabetes Melitus Tipe 2 Ditinjau Dari Aspek Destruksi Periodontal

5 54 54

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT STRES DENGAN KUALITAS HIDUP PENDERITA DIABETES MELITUS DI WILAYAH KERJA Hubungan Antara Tingkat Stres Dengan Kualitas Hidup Penderita Diabetes Melitus Di Wilayah Kerja Puskesmas Gajahan Surakarta.

2 5 23

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT STRES DENGAN KUALITAS HIDUPPENDERITA DIABETES MELITUS DI WILAYAH KERJA Hubungan Antara Tingkat Stres Dengan Kualitas Hidup Penderita Diabetes Melitus Di Wilayah Kerja Puskesmas Gajahan Surakarta.

1 4 16

Hubungan Antara Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Kualitas Hidup di Posyandu Lansia wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Medan Amplas

0 0 13

Hubungan Antara Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Kualitas Hidup di Posyandu Lansia wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Medan Amplas

0 0 2

Hubungan Antara Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Kualitas Hidup di Posyandu Lansia wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Medan Amplas

0 1 5

Hubungan Antara Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Kualitas Hidup di Posyandu Lansia wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Medan Amplas

0 0 20

Hubungan Antara Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Kualitas Hidup di Posyandu Lansia wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Medan Amplas

0 0 3

Hubungan Antara Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Kualitas Hidup di Posyandu Lansia wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Medan Amplas

0 0 18

Hubungan antara Hipertensi dengan Fungsi Kognitif di Wilayah Kerja Posyandu Lansia Kecamatan Medan Amplas Tahun 2015

0 0 2