Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kualitas Hidup Pada Diabetes Melitus Tipe 2
                                                                                2
pada penderita DM tipe 2 yang diperoleh berdasarkan wawancara yaitu 1,1 pada tahun  2007  menjadi  2,1  pada  tahun  2013.  Sedangkan  proporsi  DM  tipe  2
berdasarkan  diagnosis  dokter  atau  gejala  pada  tahun  2013  adalah  sebesar  2,1. Manakala terdapat 0,6 penduduk usia 15 tahun ke atas atau sekitar 1 juta orang
yang  sebenarnya  merasakan  gejala  DM  tipe  2  namun  belum  dipastikan  apakah menderita  DM  tipe  2  atau  tidak.  Proporsi  terbesar  di  Provinsi  Nusa  Tenggara
Timur  dan  Sulawesi  Tengah,  sedangkan  jumlah  terbesar  di  Provinsi  Jawa  Barat. Manakala  di  Provinsi  Sumatera  Utara  pula,  jumlah  estimasi  penduduk  usia  15
tahun  keatas  pada  tahun  2013  adalah  8.939.623  orang.  Dari  jumlah  tersebut, terdapat 1,8 penduduk menderita DM tipe 2 dan 0,5 penduduk belum pernah
didiagnosis menderita DM tipe 2. Masih  dari  data  Riskesdas  2013  tersebut  menyebutkan  prevalensi  dari
penderita DM tipe 2 cenderung meningkat pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Jika ditinjau dari segi pendidikan, prevalensi  DM tipe 2 cenderung lebih
tinggi  pada  masyarakat  dengan  tingkat  pendidikan  rendah.  Dari  segi  pekerjaan pula, prevalensi DM tipe 2 cenderung lebih rendah pada pegawai, diikuti petani,
nelayan, buruh, wiraswasta dan tidak bekerja. Sedangkan prevalensi tertinggi pada pekerjaan  lainnya.  Selain  itu,  terjadi  peningkatan  prevalensi  penyakit  DM  tipe  2
sesuai  pertambahan  usia.  Umumnya  diabetes  orang  dewasa  hampir  90  masuk DM tipe 2. Dari jumlah tersebut dikatakan bahwa 50 adalah pasien DM tipe 2
berumur lebih dari 60 tahun Rochmah, 2009. Jadi peningkatan insidensi DM tipe 2 pada lansia ini tentu akan diikuti oleh
meningkatnya  kemungkinan  terjadinya  komplikasi  kronik  DM  tipe  2.  Berbagai penelitian  prospektif  jelas  menunjukkan  meningkatnya  penyakit  akibat
penyumbatan  pembuluh  darah,  baik  mikrovaskular  seperti  retinopati,  nefropati maupun  makrovaskular  seperti  penyakit  pembuluh  darah  koroner  dan  juga
pembuluh darah tungkai bawah  Waspadji, 2009. Komplikasi stadium akhir DM tipe 2 mempunyai pengaruh yang paling besar terhadap kualitas hidup Huang  et
al.,  2007.  World  Health  Organization  WHO  dalam  Billington  2010 mendefinisikan  kualitas  hidup  sebagai  persepsi  individu  dari  posisi  individu
dalam  kehidupan  dalam  konteks  sistem  budaya  dan  nilai  dimana  individu  hidup
3
dan dalam kaitannya dengan tujuan, harapan, standar dan kekhawatiran. Kualitas hidup  adalah  konsep  yang  luas  mulai  terpengaruh  dengan  cara  yang  kompleks
dengan kesehatan fisik individu, keadaan psikologis, keyakinan pribadi, hubungan sosial dan hubungan individu dengan fitur-fitur penting dari lingkungan individu.
Lebih  lanjut  disampaikan  pada  penelitian  yang  dilakukan  oleh  Issa  dan Baiyewu 2006 terhadap 251 responden, bertujuan untuk mengkaji kualitas hidup
pasien  DM  dan  untuk  membandingkan  faktor  klinis  dan  sosiodemografi  yang dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
terdapat 52 pasien  20,7 dengan skor Quality Of Life QOL yang baik, 164 65,4 dengan skor cukup baik dan 35 13,9 dengan skor QOL yang rendah.
Mereka  menyimpulkan  dalam  penelitiannya  bahwa  pada  umumnya  pasien  DM menunjukkan  kualitas  hidup  yang  cukup  baik  berdasarkan  kuesioner  WHO
tentang kualitas hidup. Kualitas hidup yang rendah dihubungkan dengan berbagai komplikasi  dari  DM  seperti  hipertensi,  gangrene,  katarak,  obesitas,  penurunan
berat  badan  dan  perubahan  fungsi  seksual.  Selain  itu  pendapatan  yang  rendah, tingkat pendidikan yang kurang dan tipe DM juga berhubungan secara bermakna
dengan kualitas hidup penderita DM. Manakala  penelitian  yang  dilakukan  Pompili  et  al.2009  di  Italia  tentang
kualitas hidup dan resiko bunuh diri pada pasien DM, diketahui bahwa pasien DM memiliki  kualitas  hidup  yang  buruk.  Kualitas  hidup  yang  buruk  ini  disebabkan
oleh  keterbatasan  fisik,  sakit  fisik,  dan  gejala  emosi.    Tambahan  pula,  diketahui bahwa pasien DM  menunjukan keputusasaan yang lebih besar dan ide bunuh diri,
serta  kualitas  hidup  yang  buruk  terkait  dengan  self  efficacy  yang  rendah. Berdasarkan kedua-dua penelitian tersebut, dibuktikan bahwa  terdapat hubungan
antara  DM  dengan  kualitas  hidup.  Jadi,  seiring  dengan  peningkatan  prevalensi DM  tipe  2  di  Indonesia  peneliti  tertarik  untuk  mengetahui  hubungan  antara  DM
tipe  2  dengan  kualitas  hidup  yang  terdiri  dari  beberapa  aspek  yakni  kesehatan fisik,  psikologis,  hubungan  sosial  dan  aspek  lingkungan  di  Posyandu  Lansia
wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Medan Amplas.
4
                