PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK BERBANTUAN MEDIA MANIPULATIF DI KELAS IV SD NEGERI KARANGAYU 02 SEMARANG
i
PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN
MATEMATIKA MELALUI PENDIDIKAN MATEMATIKA
REALISTIK BERBANTUAN MEDIA MANIPULATIF
DI KELAS IV SD NEGERI KARANGAYU 02 SEMARANG
SKRIPSI
diajukan sebagai salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh Fasih Dwi Yuani
1401409012
JURUSAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2013
(2)
ii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya Fasih Dwi Yuani, NIM 1401409012, judul skripsi “Peningkatan Kualitas Pembelajaran Matematika melalui Pendidikan Matematika Realistik Berbantuan Media Manipulatif di Kelas IV SD Negeri Karangayu 02 Semarang” menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan hasil jiplakan dari karya tulis orang lain baik sebagian atau seluruhnya pendapat atau temuan orang lain dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Semarang, 28 November 2013
Peneliti,
Fasih Dwi Yuani NIM 1401409012
(3)
iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi atas nama Fasih Dwi Yuani, NIM 1401409012 dengan judul
“Peningkatan Kualitas Pembelajaran Matematika melalui Pendidikan Matematika
Realistik Berbantuan Media Manipulatif di Kelas IV SD Negeri Karangayu 02
Semarang” telah disetujui oleh dosen pembimbing untuk diajukan ke Sidang Panitia Ujian Skripsi pada:
hari : Selasa
tanggal : 17 Desember 2013
Semarang,28 November 2013 Pembimbing I Pembimbing II
Dra. Wahyuningsih, M.Pd. Trimurtini, S.Pd., M.Pd. NIP.195212101977032001 NIP.198105102006042002
Mengetahui
(4)
iv
PENGESAHAN KELULUSAN
Skripsi atas nama Fasih Dwi Yuani, NIM 1401409012 dengan judul
“Peningkatan Kualitas Pembelajaran Matematika melalui Pendidikan Matematika Realistik Berbantuan Media Manipulatif di Kelas IV SD Negeri Karangayu 02
Semarang” telah dipertahankan di hadapan Sidang Panitia Ujian Skripsi Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang pada :
hari : Selasa
(5)
v
MOTO DAN PERSEMBAHAN
MOTO
1. Man jadda wajada, man shabara zhafira. “Siapa yang bersungguh -sungguh, maka dia akan berhasil, siapa yang bersabar dia akan beruntung” (Ahmad Fuadi).
2. Apapun bentuk kehilangan itu, ketahuilah bahwa cara terbaik untuk memahaminya adalah selalu dari sisi yang pergi. Bukan dari sisi yang ditinggalkan (Darwis Tere Liye).
PERSEMBAHAN Orangtuaku tercinta untuk bapak Sahlan Sofie dan ibu Nuri Samsuningtias yang telah memberikan kasih sayang tulus, doa yang tak pernah terputus serta dukungan untuk menyelesaikan skripsi ini sebaik-baiknya.
Kakakku Alifiana Nufi dan Bisri Mustofa yang senantiasa mendukung dan memberikan senyum ceria penuh semangat.
Almamaterku. .
(6)
vi
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah Swt. Karena peneliti dapat menyelesaikan penyusunan Skripsi dengan judul “Peningkatan Kualitas Pembelajaran Matematika melalui Pendidikan Matematika Realistik Berbantuan Media Manipulatif di Kelas IV SD Negeri Karangayu 02 Semarang”. Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum., Rektor Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kesempatan kepada peneliti untuk melanjutkan studi. 2. Drs. Hardjono, M. Pd., Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan yang telah
mem-berikan bantuan pelayanan khususnya dalam memperlancar penyelesaian skripsi ini.
3. Dra. Hartati, M. Pd., Ketua Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar yang telah memberikan ijin penelitian.
4. Dra. Wahyuningsih, M.Pd., Dosen Pembimbing I yang dengan sabarnya telah memberikan bimbingan dan arahan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. 5. Trimurtini, S. Pd., M. Pd., Dosen Pembimbing II yang dengan sabar
memberikan bimbingan dan arahan kepada peneliti demi menyelesaikan skripsi ini.
6. Drs. Moch Ichsan, M.Pd, Dosen Penguji Utama yang telah berkenan menguji skripsi dan memberikan masukan kepada peneliti.
7. Busroni, S.Pd.I., Kepala SDN Karangayu 02 Semarang yang telah membe-rikan ijin kepada peneliti untuk mengadakan penelitian.
8. Pak R. Rajimin, A.Md, guru kelas IV A SDN Karangayu 02 Semarang yang telah membantu dan mendukung peneliti untuk mengadakan penelitian. 9. Semua guru dan karyawan serta siswa SDN Karangayu 02 Semarang yang
telah membantu peneliti melaksanakan penelitian.
10. Seluruh pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu yang turut membantu dan memberikan dukungan.
(7)
vii
Semoga semua bantuan dan kebaikan yang telah diberikan kepada peneliti mendapat balasan yang terbaik dan berlimpah dari Allah SWT. Semoga skripsi ini dapat memberikan kontribusi positif bagi peneliti, pembaca, maupun dunia pendidikan.
Semarang, 17 Desember 2013
(8)
viii ABSTRAK
Yuani, Fasih Dwi.2013.Peningkatan Kualitas Pembelajaran Matematika melalui Pendidikan Matematika Realistik Berbantuan Media Manipulatif di Kelas IV SDNegeri Karangayu 02 Semarang.Skripsi.Jurusan PGSD.Fakultas Ilmu Pendidikan. Universitas Negeri Semarang.Pembimbing (1) Dra. Wahyuningsih, M.Pd., Pembimbing (2) Trimurtini S.Pd., M.Pd. 361 halaman.
Berdasarkan observasi awal kelas IV SD Negeri Karangayu 02 Semarang,ditemukan masalah pada pembelajaran matematika yaitu model pembelajaran berpusat pada guru, guru jarang menyampaikan materi menggunakan situasi nyata (contextual problem). Guru menekankan pada latihan dan penghafalan rumus, sehingga menimbulkan kejenuhan pada siswa. Data yang diperoleh menunjukkan sebanyak 20 dari 36 siswa berada di bawah KKM. Persentase ketuntasan klasikal hanya sebesar 44,44%. Berdasarkan kendala tersebut, peneliti menggunakan Pendidikan Matematika Realistikberbantuan media manipulatif untuk meningkatkan kualitas pembelajaran matematika. Pendekatan PMRI memberikan kesempatan siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan mereka tentang konsep matematika melalui dunia nyata, sedangkan media manipulatif dapat membantu siswa untuk membangun konsep matematika dengan memanipulasi media.Rumusan permasalahan umum penelitian ini adalah Apakah melalui penggunaan pendekatan Pendidikan Matematika Realistik berbantuan media manipulatif dapat meningkatkan kualitas pembelajaran matematika pada siswa kelas IV SD Negeri Karangayu 02?. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran matematika melalui Pendidikan Matematika Realistik berbantuan media Manipulatif di kelas IV SD Negeri Karangayu 02 Semarang.
Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang terdiri dari dua siklus. Satu siklus terdiri dari 2 pertemuan. Setiap siklus terdiri dari empat tahap, yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Subjek penelitian adalah guru dan siswa kelas IV SD Negeri Karangayu 02 Semarang. Teknik pegumpulan data menggunakan tes, observasi, catatan lapangan, dan dokumentasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Keterampilan guru mengalami peningkatan pada siklus I adalah 33,5 dengan kategori baik. Sedangkan skor pada siklus II meningkat menjadi 42, dengan kategori sangat baik; (2) Aktivitas siswa mengalami peningkatan, siklus I adalah 18,5 dengan kategori cukup. Sedangkan skor pada siklus II menjadi 23,95 dengan kategori baik; (3) Ketuntasan klasikal hasil belajar kognitif siswapada siklus I adalah 65,35%, sedangkan pada siklus II ketuntasan belajar secara klasikal meningkat menjadi 87% dengan KKM > 62.
Simpulan penelitian ini adalah melalui PMRI berbantuan media Manipulatif dapat meningkatkan kualitas pembelajaran matematika di kelas IV SD Negeri Karangayu 02 Semarang. Saran dari peneliti yaitu permasalahan realistik yang diajukan kepada siswa hendaknya yang bisa dibayangkan oleh siswa dan media manipulatif yang digunakan hendaknya dibuat sesuai dengan jumlah siswa.
(9)
ix
DAFTAR ISI
JUDUL………... i
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN………. ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING……… iii
PENGESAHAN KELULUSAN………... iv
MOTO DAN PERSEMBAHAN………... v
PRAKATA……….. vi
ABSTRAK………. viii
DAFTAR ISI……….. ix
DAFTAR TABEL……….. xiii
DAFTAR DIAGRAM……… xiv
DAFTAR GAMBAR………. xv
DAFTAR LAMPIRAN………..……… xvii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah……… 1
1.2 Perumusan dan Pemecahan Masalah……… 10
1.3 Tujuan Penelitian……….. 13
1.4 Manfaat Penelitian……… 13
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori ………. 16
2.1.1 Hakikat Belajar……….. 16
2.1.2 Hakikat Pembelajaran……… 17
2.1.3 Kualitas Pembelajaran……….. 18
2.1.4 Keterampilan Guru……… 19
2.1.5 Aktivitas Belajar Siswa……….. 29
2.1.6 Hasil Belajar……….. 31
2.1.7 Hakikat Matematika……….. 34
2.1.8 Matematika di Sekolah Dasar……… 35
(10)
x
2.1.10 Pendidikan Matematika Realistik Indonesia………. 49
2.1.11 Landasan Filosofi PMRI……… 53
2.1.12 Definisi PMRI……… 54
2.1.13 Karakteristik PMRI……… 56
2.1.14 Prinsip PMRI………. 57
2.1.15 Langkah Pembelajaran PMRI……… 57
2.1.16 Kelebihan dan Kelemahan PMRI……….. 61
2.1.17 Media Pembelajaran……….. 63
2.1.18 Media Manipulatif………. 64
2.1.19 Langkah Pembelajaran PMRI berbantuan Media Manipulatif…….. 67
2.2 Kajian Empiris………... 68
2.3 Kerangka Berpikir………. 70
2.4 Hipotesis Tindakan……… 73
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian………... 74
3.1.1 Perencanaan……..……….. 75
3.1.2 Pelaksanaan Tindakan………. 76
3.1.3 Observasi………. 77
3.1.4 Refleksi……… 77
3.2 Perencanaan Tahap Penelitian………. 78
3.2.1 Siklus Pertama………. 78
3.3.2 Siklus Kedua……… 80
3.3 Subjek Penelitian………. 82
3.4 Variabel Penelitian………... 83
3.5 Tempat Penelitian……… 83
3.6 Data dan Pengumpulan Data……… 83
3.6.1 Jenis Data………. 83
3.6.1.1 Data Kuantitatif……… 83
3.6.1.2 Data Kualitatif………. 83
3.6.2 Sumber Data……… 84
(11)
xi
3.7 Teknik Analisis Data………... 86
3.7.1 Analisis Data Kuantitatif………. 86
3.7.1.1 Menentukan Skor Berdasarkan Proporsi………. 87
3.7.1.2 Menentukan Batas Minimal Nilai Ketuntasan……… 87
3.7.2 Analisis Data Kualitatif………... 89
3.8 Indikator Keberhasilan………. 92
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian……… 94
4.1.1 Deskripsi Data Pelaksanaan Tindakan Siklus I……… 94
4.1.1.1 Perencanaan……… 94
4.1.1.2 Pelaksanaan Tindakan……… 95
4.1.1.3 Hasil Observasi Proses Pembelajaran Siklus I……… 113
4.1.1.3.1 Keterampilan Guru dalam Mengajar……… 113
4.1.1.3.2 Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran Matematika……… 120
4.1.1.3.3 Paparan Hasil Belajar Kognitif Siswa……… 127
4.1.1.4 Refleksi………. 129
4.1.1.5 Revisi Siklus I……… 131
4.1.1.5.1 Keterampilan Guru……… 131
4.1.1.5.2 Aktivitas Siswa……… 133
4.1.1.5.3 Hasil Belajar……….. 133
4.1.2 Deskripsi Data Pelaksanaan Tindakan Siklus I……… 134
4.1.2.1 Perencanaan……… 134
4.1.2.2 Pelaksanaan Tindakan……… 135
4.1.2.3 Hasil Observasi……… 155
4.1.2.1.1 Keterampilan Guru……… 155
4.1.2.1.2 Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran Matematika……… 161
4.1.2.1.3 Paparan Hasil Belajar Kognitif Siswa……… 169
4.1.2.4 Refleksi………. 171
4.1.2.4.1 Keterampilan Guru……… 171
4.1.2.4.2 Aktivitas Siswa……… 172
(12)
xii
4.2 Pembahasan……….. 174
4.2.1 Pemaknaan Hasil Temuan Penelitian……… 174
4.2.1.1 Pemaknaan Hasil Observasi Keterampilan Guru Siklus I dan Siklus II………. 174
4.2.1.2 Pemaknaan Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus I dan Siklus II……… 189
4.2.1.3 Hasil Belajar Siswa Siklus I dan Siklus II……… 196
4.2.2 Implikasi Hasil Penelitian………. 200
BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan……… 201
5.2 Saran………. 203
DAFTAR PUSTAKA……… 205
(13)
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Ketuntasan Minimal Mata Pelajaran MatematikaKelas IVSD
Negeri Karangayu 02Semarang………. 88
Tabel 3.2 Kriteria Ketuntasan KeterampilanGuru………. 91
Tabel 3.3 Kriteria Ketuntasan Aktivitas Siswa………... 92
Tabel 4.1 Kemungkinan Panjang Sisi a, b, c………... 100
Tabel 4.2 Data Hasil Observasi Keterampilan Guru Siklus I……… 113
Tabel 4.3 Data Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus I……….. 120
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Ketuntasan Klasikal Hasil Belajar Siswa Siklus I…………..……….. 128
Tabel 4.5 Hasil Analisis Tes Evaluasi Siklus I………... 128
Tabel 4.6 Kemungkinan Panjang Alas dan Tinggi……… 150
Tabel 4.7 Data Hasil Observasi Keterampilan Guru Siklus II……… 155
Tabel 4.8 Skala Penilaian Keterampilan Guru……… 155
Tabel 4.9 Data Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus II……….. 162
Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Ketuntasan Klasikal Hasil Belajar Siswa Siklus II……….. 169 Tabel 4.11 Hasil Analisis Tes Evaluasi Siklus II………. 170
Tabel 4.12 Peningkatan Keterampilan Guru pada Siklus I dan SiklusII….. 175
Tabel 4.13 Data Hasil Observasi Aktivitas Siswa……… 189
(14)
xiv
DAFTAR DIAGRAM
Diagram 4.1 Observasi Keterampilan Guru Siklus I ……… 119
Diagram 4.2 Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus I ………. 126
Diagram 4.3 Hasil Belajar Kognitif Siklus I …….……… 128
Diagram 4.4 Observasi Keterampilan Guru Siklus II ……… 160
Diagram 4.5 Hasil Observasi Aktivitas Siswa……… 167
Diagram 4.6 Hasil Belajar Kognitif Siklus II……… 170
Diagram 4.7 Peningkatan Keterampilan Guru pada Siklus I dan II……… 175
Diagram 4.8 Data Observasi Aktivitas Siswa……… 190
(15)
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Media Segitiga dari Karton……… 41
Gambar 2.2 Segitiga Sama Sisi………. 41
Gambar 2.3 Segitiga Siku-siku………... 41
Gambar 2.4 Segitiga Sama Kaki……… 42
Gambar 2.5 Segitiga Sembarang……… 42
Gambar 2.6 Kantong Segitiga Doraemon A……….. 43
Gambar 2.7 Kantong Segitiga Doraemon B……….. 43
Gambar 2.8 Bangun Jajar Genjang………. 44
Gambar 2.9 Media Segitiga dari Kertas Berpetak……….. 46
Gambar 2.10 Peragaan Media Segitiga dari Kertas Berpetak……….. 47
Gambar 2.11 Media Persegi Panjang dan Jajar Genjang dari Kertas Berpetak……….. 48
Gambar 2.12 Peragaan Media Jajar Genjang dari Kertas Berpetak………. 48
Gambar 2.13 Papan Jajar Genjang……… 49
Gambar 2.14 Bagan Kerangka Berfikir……… 72
Gambar 3.1 Skema Prosedur PTK……… 75
Gambar 4.1 Guru Menunjukkan Bangun Segitiga dari Sedotan………… 98
Gambar 4.2 Segitiga Sembarang……… 98
Gambar 4.3 Siswa Mengerjakan Soal Cerita di Papan Tulis……….. 101
Gambar 4.4 Siswa Mendiskusikan Lembar Kerja Kelompok……… 102
Gambar 4.5 Contoh Hasil Laporan Diskusi Siswa………. 104
Gambar 4.6 Siswa Mengukur Panjang Sisi Jajar Genjang………. 108
Gambar 4.7 Siswa Membacakan Laporan Hasil Kerja Kelompoknya…... 110
Gambar 4.8 Laporan Hasil Kerja Kelompok Ditempel pada Papan Manipulatif……….. 111
Gambar 4.9 Siswa Mengerjakan Soal Evaluasi……….. 112
Gambar 4.10 Guru dan Siswa Menyanyikan Lagu Belajar Luas Segitiga... 136
(16)
xvi
Gambar 4.12 Guru Membagi Siswa Menjadi 7 Kelompok……….. 140
Gambar 4.13 Media Manipulatif Segitiga Sembarang………. 141
Gambar 4.14 Media Manipulatif Segitiga Lancip……… 141
Gambar 4.15 Media Manipulatif Segitiga Tumpul……….. 142
Gambar 4.16 Siswa Bereksplorasi dengan Media Manipulatif……… 143
Gambar 4.17 Guru Membimbing Siswa………. 143
Gambar 4.18 Presentasi Siswa Perwakilan Setiap Kelompok………. 144
Gambar 4.19 Tabel Manipulatif Berupa Laporan Hasil Diskusi…………. 145
Gambar 4.20 Guru Bersama siswa Menyanyikan Lagu……….. 147
Gambar 4.21 Guru Bersama Siswa Memanipulasi Media Manipulatif…… 148
Gambar 4.22 Siswa Mengemukakan Pendapat Saat Diskusi……….. 151
Gambar 4.23 Guru Membagi Tugas Setiap Anggota Kelompok…………. 152
Gambar 4.24 Gambar Siswa Mengomentari Hasil PekerjaanTemannya… 153 Gambar 4.25 Siswa Menempel Tabel Manipulatif pada Papan Flanel….. 153
Gambar 4.26 Guru Mengarahkan Strategi Terbaik PenyelesaianMasalah.. 154
(17)
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Kisi-kisi Instrumen dan Instrumen Penelitian ... 215
Lampiran 2. RPP ... 224
Lampiran 3. Pra Penelitian ... 287
Lampiran 4. Hasil Penelitian ... 290
Lampiran 5. Catatan Lapangan ... 331
Lampiran 6. Surat Keterangan ... 344
Lampiran 7. Pekerjaan Siswa ... 348
(18)
1
1.1 LATAR BELAKANG
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi, mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem). Dengan mengajukan masalah kontekstual, peserta didik secara bertahap dibimbing untuk menguasai konsep matematika (Depdiknas, 2008: 134). Menurut Rifai dan Anni (2009: 236) dalam pembelajaran kontekstual, pendidik menghubungkan isi materi pembelajaran yang akan dipelajari oleh siswa yang dikaitkan dengan konteks kehidupan nyata sehingga pembelajaran menjadi bermakna dan siswa dapat memiliki keterampilan maupun pengetahuan yang dapat diterapkan. Freudenthal danCenter for Occupational Research and Development (CORD) dalam Wijaya (2012: 31) mengatakan bahwa, proses belajar siswa akan terjadi ketika pengetahuan yang sedang dipelajari bermakna (meaningful) bagi siswa. Lebih lanjut, Wijaya (2012: 31) menjelaskan bahwa suatu pengetahuan akan menjadi bermakna bagi siswa jika proses belajar melibatkan masalah realistik atau dilaksanakan dalam dan dengan suatu konteks.
(19)
Kline dalam Suherman dkk (2003: 17) menyatakan bahwa matematika itu bukanlah pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna karena dirinya sendiri, tetapi adanya matematika itu terutama untuk membantu manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi, dan alam. Matematika sangat penting dalam kehidupan sehari-hari, karena dalam setiap aspek kehidupan tidak akan lepas dari matematika. Oleh karena itu, pembelajaran matematika perlu ditekankan sejak dini agar membekali peserta didik kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 pasal 42 ayat 1, disebutkan bahwa setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. Oleh karena itu, sekolah diharapkan dapat menggunakan teknologi informasi dan komunikasi seperti komputer, alat peraga, atau media lainnya untuk meningkatkan keefektifan proses pembelajaran di kelas. Untuk menjadikan proses pembelajaran matematika menjadi bermakna, pembelajaran diawali dengan permasalahan kontekstual yang dapat dibayangkan oleh siswa dan menggunakan alat peraga atau media lainnya untuk mempermudah siswa menguasai konsep matematika dari konkret menuju abstrak.
Adapun tujuan mata pelajaran matematika menurut Permendiknas Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi, agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai
(20)
berikut: (1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah matematika; (2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika dengan benar; (3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; (4) mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; (5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah (Depdiknas, 2007: 417).
Menurut Suyatno dalam Saondi (2008: 33) penyampaian guru dalam pengajaran matematika cenderung bersifat monoton, hampir tanpa variasi kreatif, saat siswa diberi pertanyaan ada saja alasan yang mereka kemukakan bahwa matematika itu sulit dan mereka tidak mampu menjawab pertanyaan. Lebih lanjut, Syarien juga mengungkapkan adanya gejala yang disebut dengan matematika phobia dimana siswa ketakutan terhadap matematika karena ketidaktahuan mereka (dalam Saondi 2008: 33).
Berdasarkan temuan dokumen dan temuan lapangan Depdiknas (2007: 17-18) tentang permasalahan pendidikan matematika dalam aspek kegiatan belajar mengajar,
(21)
ada beberapa permasalahan dalam pembelajaran matematika diantaranya (1) pembelajaran di kelas hanya berdasarkan materi pada buku pegangan; (2) pelaksanaan KBM masih konvensional dengan metode kurang bervariasi; (3) sumber belajar masih terfokus pada buku pegangan belum melibatkan penggunaan ICT dan lingkungan.
Permasalahan pembelajaran matematika juga ditemukan di kelas IV SD Negeri Karangayu 02, yaitu model pembelajaran yang digunakan masih konvensional dan berpusat pada guru, sehingga siswa kurang aktif dalam pembelajaran. Guru jarang menyampaikan materi dengan menggunakan situasi nyata pada awal pembelajaran, dalam hal ini adalah permasalahan kontekstual (contextual problem). Guru menekankan pada pendekatan mekanistik yaitu pendekatan pembelajaran matematika yang lebih menekankan pada latihan, dan penghafalan rumus, siswa diberi latihan soal secara individual terus menerus dalam pembelajaran sehingga menimbulkan kejenuhan pada siswa. Hal inilah yang menyebabkan siswa terbiasa mengerjakan soal sendiri, sehingga siswa yang belum menguasai konsep akan merasa kesulitan untuk mengerjakan soal yang diberikan oleh guru. Pada saat pembelajaran berlangsung, media yang digunakan hanya papan tulis saja, guru jarang menggunakan media yang lain sehingga kurang menarik. Ketiadaan media dan alat peraga dalam pembelajaran membuat siswa kesulitan dalam memahami konsep matematika secara abstrak. Situasi belajar yang seperti ini menyebabkan siswa pasif karena siswa hanya
(22)
cenderung mendengarkan penjelasan dari guru, dan belajar menjadi kurang bermakna.
Permasalahan pembelajaran matematika yang terjadi pada siswa kelas IV SD Negeri Karangayu 02 diperkuat dari hasil observasi, wawancara dan juga data nilai matematika siswa kelas IV SD Negeri Karangayu 02. Data yang diperoleh dari 36 siswa menunjukkan sebanyak 55,56% siswa berada di bawah KKM. Sebanyak 20 siswa mendapatkan nilai dibawah nilai 62, sedangkan 44,44% atau sebanyak 16 siswa yang lain sudah memenuhi KKM. Dari 36 siswa, nilai tertinggi yang didapatkan adalah 85 sedangkan nilai terendahnya 40 dengan rata-rata nilai 66.
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka perlu dilakukan adanya perbaikan dalam proses pembelajaran agar kualitas pembelajaran matematika di kelas IV SD Negeri Karangayu 02 meningkat. Menurut Freudenthal dalam Wijaya (2012: 31) pembelajaran dekontekstual (lawan dari kontekstual) menempatkan matematika sebagai suatu objek terpisah dari realita yang bisa dipahami oleh siswa sehingga menyebabkan konsep matematika cepat dilupakan, dan siswa akan mengalami kesulitan dalam menerapkan konsep yang mereka pelajari. Sejalan dengan pendapat Freudenthal, untuk memperbaiki kualitas pembelajaran matematika, maka dipilihlah suatu alternatif pemecahan masalah yaitu dengan menerapkan suatu pendekatan matematika yang bisa membuat siswa mudah dalam memahami konsep matematika dengan cara mengkonkretkan suatu pemecahan permasalahan matematika yang dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari, sehingga siswa dapat dengan mudah
(23)
memahami konsep tersebut. Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) dipilih sebagai alternatif pemecahan masalah.
Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia merupakan suatu pendekatan matematika yang berakar dari pendekatan Realistic Mathematic Education yang dikembangkan di Belanda. Pendekatan ini menggunakan masalah kontekstual sebagai titik awal pengajaran matematika dan harus dihubungkan dengan kenyataan, berada dekat dengan siswa dan relevan dengan masyarakat agar memiliki nilai manusiawi (Depdiknas dalam Ullya, 2010: 87). Sedangkan menurut Supinah dan Agus (2009: 71) secara garis besar, PMRI adalah suatu teori pembelajaran yang telah dikembangkan khusus untuk matematika. Konsep matematika realisitik ini diharapkan dapat memperbaiki permasalahan pendidikan matematika di Indonesia yaitu bagaimana cara meningkatkan pemahaman matematika dan mengembangkan daya nalar siswa.
Pendekatan PMRI memiliki beberapa kelebihan yaitu: (1) siswa tidak mudah lupa dengan pengetahuannya; (2) proses pembelajaran menyenangkan karena menggunakan realitas kehidupan; (3) siswa merasa dihargai dan semakin terbuka; (4) memupuk kerjasama dalam kelompok; (5) melatih keberanian siswa saat menjelaskan jawaban; (6) melatih cara berpikir siswa dan mengemukakan pendapat; (7) mengandung pendidikan budipekerti (Mustaqimah dalam Saondi, 2008: 46).
Dalam pembelajaran matematika SD, agar materi yang disampaikan menjadi lebih mudah dipahami siswa, diperlukan alat bantu pembelajaran yang disebut media.
(24)
Media pembelajaran matematika SD adalah alat bantu pembelajaran yang digunakan untuk menampilkan, mempresentasikan, menyajikan atau menjelaskan bahan pelajaran kepada peserta didik yang mana alat-alat itu sendiri bukan merupakan bagian dari pelajaran yang diberikan (Muhsetyo, dkk: 2009). Sedangkan menurut Dunlap & Brennan dalam Lambert (1996: 4), manipulatif dapat membantu anak-anak memahami, mengembangkan dan membangun konsep matematika.
Sebuah survey penggunaan manipulatif dalam pembelajaran yang dilakukan Suydam and Higgins dalam Johnson (2011: 41) menemukan bahwa “Lessons
involving manipulative materials will produce greater mathematical achievement than will lessons in which manipulative materials are not used if the manipulative
materials are used well”. Pernyataan Suydam dan Higgins tersebut dapat diartikan bahwa pembelajaran yang melibatkanbahanmanipulatifakan menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih besardibandingkan denganpembelajaran yang tidak menggunakan bahanmanipulatif jikabahanmanipulatifdigunakandengan baik.
Media manipulatif mempunyai banyak kelebihan yaitu: (1) membantu anak untuk mengkonkretkan ide abstrak; (2) membantu anak memahami kata-kata dan simbol matematika; (3) membantu anak membangun kepercayaan dengan memberikan mereka tes dan konfirmasi; (4) sangat berguna untuk memecahkan masalah; (5) membuat pembelajaran matematika menjadi lebih menarik dan menyenangkan (Burns, 1996: 47).
(25)
Ruseffendi (dalam Sukayati dan Suharjana, 2008: 11) mengungkapkan bahwa penggunaan alat peraga dan media lainnya dalam pembelajaran matematika, khususnya dalam memberikan penanaman konsep akan membawa hasil enam kali lebih baik dan lebih cepat dibandingkan dengan pengajaran drill tanpa konsep. Suatu fakta yang patut direnungkan dan disadari sepenuhnya untuk dilakukan tindak lanjut secara nyata bagi semuanya yang terlibat di dunia pendidikan, bahwa proses pembelajaran akan kurang efektif tanpa penggunaan media atau alat peraga.
Penerapan pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia dalam pembelajaran telah berhasil dilaksanakan sebelumnya.Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Diba dkk (2009) hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa sangat antusias dan senang dalam belajar.Siswa telah memberikan komentar positif dari pembelajaran matematika dilihat dari komentar mereka. Tes kemampuan mereka menunjukkan hasil yang baik yaitu rata-rata 79,79 dimana 34 dari 41 siswa mendapatkan nilai di atas KKM (66). Selain itu, penggunaan media manipulatif dalam pembelajaran matematika juga dapat meningkatkan kualitas belajar siswa, hal ini dapat dibuktikan dari penelitian yang telah dilakukan oleh Muhibin (2012). Penelitian tersebut menunjukkan hasil belajar siswa mencapai ketuntasan klasikal 92%. Dengan menggunakan pendekatan PMRI, siswa mampu berkomunikasi melalui diskusi baik dalam kelompok yang telah dibagi maupun saat diskusi kelas berlangsung. Selain itu, siswa sudah mampu menarik kesimpulan dengan bimbingan guru.
(26)
Pendekatan PMRI berangkat dari permasalahan kontekstual, sementara media manipulatif erat kaitannya dengan tingkat perkembangan anak usia SD yang masih dalam tahap operasional konkret, yaitu seorang anak dapat membuat kesimpulan dari suatu situasi nyata atau dengan menggunakan benda konkret dan mampu mempertimbangkan dua aspek dari suatu situasi nyata secara bersama-sama. Jika dihubungkan dengan teori Piaget, maka pendekatan PMRI merupakan pendekatan yang sesuai bila diterapkan di sekolah dasar. Perpaduan antara pendekatan Pendidikan Matematika Relistik Indonesia dengan media manipulatif inilah yang diharapkan dapat mengatasi permasalahan yang terjadi dalam pembelajaran matematika di kelas IV SD Negeri Karangayu 02. Dengan pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia berbantuan media manipulatif ini diharapkan dapat meningkatkan keterampilan guru dalam mengelola pembelajaran matematika, dan meningkatkan aktivitas serta hasil belajar siswa.
Dari ulasan latar belakang tersebut, makadilakukan suatu penelitian tindakan
kelas (PTK) dengan judul “Peningkatan Kualitas Pembelajaran Matematika melalui
Pendidikan Matematika Realistik Berbantuan Media Manipulatif di Kelas IV SD
(27)
1.2
RUMUSAN DAN PEMECAHAN MASALAH
1.2.1 Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan di atas, maka dirumuskan masalah sebagai berikut: Apakah melalui penggunaan pendekatan Pendidikan Matematika Realistik berbantuan media manipulatif dapat meningkatkan kualitas pembelajaran matematika pada siswa kelas IV SD Negeri Karangayu 02 Semarang?
Adapun rumusan masalah di atas dapat dirinci secara khusus sebagai berikut: a. Apakah pendekatan Pendidikan Matematika Realistik berbantuan media
manipulatif dapat meningkatkan keterampilan mengajar gurukelas IV SD Negeri Karangayu 02 Semarang?
b. Apakah pendekatan Pendidikan Matematika Realistik berbantuan media manipulatif dapat meningkatkan aktivitas siswa kelas IV SD Negeri Karangayu 02 Semarang?
c. Apakah pendekatan Pendidikan Matematika Realistik berbantuan media manipulatif dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SD Negeri Karangayu 02 Semarang?
1.2.2 Pemecahan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah di atas, akan direncanakan suatu pemecahan masalah melalui pendekatan Pendidikan Matematika Realistik berbantuan media manipulatif, adapun sintaks pembelajarannya adalah sebagai berikut:
(28)
Sintaks PMRI gabungan Zulkardi dalam Aisyah
dkk (2007: 7.20) dan Andrijati, dkk (2010:
134)
Langkah pembelajaran media manipulatif menurut Schmoll (2011)
Langkah pembelajaran Matematika dengan PMRI berbantuan media
manipulatif 1. Menentukan
masalah kontekstual yang sesuai dengan pokok bahasan yang akan diajarkan
1. Mempersiapkan media manipulatif sesuai dengan tujuan pembelajaran. 2. Mempersiapkan
model atau alat peraga yang dibutuhkan
1. mempersiapkan media manipulatif yang sesuai dengan tujuan pembelajaran 3. Guru menyampaikan cakupan materi yang akan dipelajari, tujuan, manfaat, dan memotivasi siswa belajar
2. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa belajar. 4. Guru memperkenalkan masalah kontekstual kepada siswa menggunakan benda-benda konkret atau benda manipulatif
2. Memperkenalkan media manipulatif yang akan digunakan kepada siswa.
3. Guru mencontohkan siswa bagaimana menggunakan manipulatif untuk penanaman konsep matematika. 3. Guru memperkenalkan masalah kontekstual kepada siswa dan mencontohkan bagaimana menggunakan manipulatif.
5. Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok untuk diskusi
4. Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok untuk diskusi.
6. Guru meminta siswa
menyelesaikan masalah dengan cara mereka sendiri
4. Siswa bereksplorasi dengan media manipulatif
5. Siswa menyelesaikan masalah dengan cara mereka sendiri dan bereksplorasi dengan media manipulatif.
(29)
7. Guru
memperhatikan kegiatan siswa baik secara individu ataupun kelompok
6. Guru membimbing kegiatan siswa baik secara individu ataupun kelompok 8. Guru memberi
bantuan jika diperlukan 9. Guru meminta
beberapa kelompok untuk
mempresentasikan hasil kerjanya dan mengomentari hasil kerja temannya
5. Membuat tabel media manipulatif. Siswa membuat dan menempel tabel manipulatif dikelas
7. Siswa
mempresentasikan hasil kerjanya dan mengomentari hasil kerja temannya. 8. Siswa menempel
tabel manipulatif di kelas
10.Mengarahkan siswa mendapatkan strategi terbaik untuk
menyelesaikan masalah
9. Mengarahkan siswa menemukan aturan yang bersifat umum
11.Mengarahkan siswa untuk menemukan aturan atau prinsip yang bersifat umum 12.Guru mengajak
siswa menarik kesimpulan tentang apa yang telah mereka lakukan dan pelajari
10.Guru mengajak siswa menarik kesimpulan tentang apa yang telah mereka lakukan dan pelajari
13.Memberi evaluasi berupa soal matematika
11.Memberi evaluasi berupa soal matematika
(30)
1.3 TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan pemecahan masalah yang direncanakan di atas, tujuan umum yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran matematika melalui Pendidikan Matematika Realistik berbantuan media Manipulatif di kelas IV SD Negeri Karangayu 02 Semarang.
Tujuan khusus yang hendak dicapai dari tujuan umum di atas dapat dirinci sebagai berikut:
a. Untuk mendeskripsikan peningkatan keterampilan mengajar guru dalam pembelajaran matematika melalui Pendidikan Matematika Realistik berbantuan media manipulatif di kelas IV SD Negeri Karangayu 02 Semarang.
b. Untuk mendeskripsikan peningkatan aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran matematika melalui Pendidikan Matematika Realistik berbantuan media manipulatif di kelas IV SD Negeri Karangayu 02 Semarang.
c. Untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika melalui Pendidikan Matematika Realistik berbantuan media manipulatif di kelas IV SD Negeri Karangayu 02 Semarang.
1.4 MANFAAT PENELITIAN
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis dan praktis. Manfaat praktis adalah temuan penelitian bermanfaat bagi pembaca, peneliti itu sendiri, atau orang-orang yang memiliki kepentingan dengan topik penelitian. Sedangkan manfaat teoritis adalah temuan penelitian memiliki manfaat pada bidang
(31)
ilmu yang dikaji dan dapat memperkuat teori yang sudah ada atau sebagai penambah teori yang sudah ada (Shvong, 2012: 1). Manfaat penelitian dari segi teoritis dan praktis dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Manfaat Teoritis
1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berhubungan dengan Penelitian Tindakan kelas (PTK) dalam mata pelajaran matematika melalui pendekatan PMRI berbantuan media manipulatif.
2) Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumber informasi untuk penelitian-penelitian berikutnya yang relevan.
b. Manfaat Praktis 1) Bagi siswa
a) Menambah pengalaman belajar siswa tentang materi geometri.
b) Memotivasi siswa untuk belajar karena pembelajaran menjadi lebih menyenangkan.
c) Mempermudah siswa untuk memahami materigeometri. 2) Bagi Guru
a) Guru dapat melakukan inovasi pembelajaran.
b) Guru akan terlatih untuk mengembangkan secara kreatif kurikulum di kelas atau sekolah.
(32)
d) Jika penelitian ini berhasil, maka guru akan lebih berminat melakukan perbaikan kegiatan belajar mengajarnya dengan menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK).
3) Bagi Sekolah
Memberikan kontribusi dalam menyusun kebijakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh sekolah sehingga pembelajaran yang dilakukan oleh guru selalu mencapai peningkatan yang bermakna dan tujuan pembelajaran dapat tercapai.
(33)
16
2.1
KAJIAN TEORI
2.1.1 Hakekat Belajar
Belajar merupakan suatu unsur yang penting dalam dunia pendidikan karena pada saat proses pembelajaran berlangsung, siswa akan belajar untuk memahami suatu materi yang disampaikan oleh guru. Menurut Anni (2007: 2) Belajar merupakan proses penting bagi perubahan perilaku manusia dan ia mencakup segala sesuatu yang dikerjakan. Hamalik (2009: 37) menyatakan belajar bukan suatu tujuan tetapi merupakan suatu proses untuk mencapai tujuan. Jadi merupakan langkah-langkah prosedur yang harus ditempuh. Sedangkan Dewey dalam Dimyati dan Mudjiono (2009: 44) mengemukakan bahwa belajar adalah menyangkut apa yang harus dikerjakan siswa sendiri, maka inisiatif harus dapat dari siswa sendiri.
Konsep tentang belajar telah banyak didefinisikan oleh para ahli menurut Rifai dan Anni (2009: 82) diantaranya adalah:
1. Gagne dan Berliner (1983) yang menyatakan belajar merupakan proses dimana suatu organisme mengubah perilakunya karena hasil dari pengalaman.
2. Morgan et. Al (1986) menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan relatif permanen yang terjadi karena hasil dari praktek atau pengalaman.
3. Slavin (1994) menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan individu yang disebabkan oleh pengalaman.
4. Gagne (1977) menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan disposisi atau kecakapan manusia yang berlangsung selama periode waktu tertentu.
(34)
Dari berbagai pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku yang disebabkan oleh adanya pengalaman individu dalam mencapai tujuan tertentu dan bersifat relatif permanen.
2.1.2 Hakekat Pembelajaran
Belajar dan pembelajaran, keduanya merupakan suatu aktivitas yang saling berkaitan erat. Perhatian seorang peserta didik dalam pembelajaran dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya rangsangan yang berasal dari luar, oleh karena itu seorang pendidik harus mampu menarik perhatian peserta didik agar mampu berkonsentrasi penuh sehingga aktivitas belajar menjadi lebih optimal dan peserta didik dapat memperoleh hasil belajar yang maksimal (Rifai dan Anni, 2009: 191).
Definisi Pembelajaran tercantum dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional bahwa pembelajaran adalah proses interaksi antara guru dan peserta didik dengan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran atau pengajaran menurut Degeng dalam Uno (2006: 2) adalah upaya untuk membelajarkan siswa. Pembelajaran memusatkan perhatian pada bagaimana membelajarkan siswa, dan bukan pada apa yang dipelajari siswa (Uno, 2006: 2-3).
Pembelajaran merupakan seperangkat peristiwa (events) yang mempengaruhi peserta didik sedemikian rupa sehingga peserta didik itu memperoleh kemudahan (Briggs dalam Rifai dan Anni, 2009: 191). Menurut Sudjana (2009: 72) kegiatan belajar mengajar mengacu kepada hal-hal yang berhubungan dengan cara guru menjelaskan bahan kepada siswa sehingga kegiatan ini erat kaitannya dengan metode mengajar. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pembelajaran
(35)
menekankan pada proses, cara, perbuatan menjadikan orang atau makhluk hidup belajar.
Dari berbagai pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan suatu proses interaksi yang menekankan pada suatu upaya untuk mempengaruhi siswa agar dapat memusatkan perhatian sehingga siswa dapat memperoleh kemudahan dalam belajar.
2.1.3 Kualitas Pembelajaran
Kualitas Pembelajaran menurut Uno (2007: 153) adalah mempersoalkan bagaimana kegiatan pembelajaran yang dilakukan selama ini berjalan dengan baik serta menghasilkan luaran yang baik pula. Lebih lanjut Uno mengatakan bahwa pembelajaran berjalan dengan baik dan mendapatkan hasil yang baik apabila pendidik melakukan suatu perbaikan pengajaran yang diarahkan pada proses pengelolaan pembelajaran.
Menurut Hamdani (2011: 194) efektivitas belajar adalah tingkat pencapaian tujuan pembelajaran, pencapaian tujuan tersebut berupa peningkatan pengetahuan, keterampilan serta pengembangan sikap melalui proses pembelajaran. Depdiknas (2004: 7) menyebutkan bahwa kualitas pembelajaran dapat diartikan sebagai intensitas keterkaitan sistemik dan sinergi guru, siswa, kurikulum dan bahan ajar, media, fasilitas, dan sistem pembelajaran dalam menghasilkan proses dan hasil belajar yang optimal sesuai tuntunan kurikuler.
Dari berbagai pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa kualitas pembelajaran merupakan suatu tingkatan keberhasilan dalam pembelajaran yang
(36)
dilakukan oleh guru untuk pencapaian perkembangan belajar siswa melalui pengelolaan kelas dan pemilihan strategi pembelajaran agar menghasilkan proses dan hasil belajar yang optimal.
Untuk dapat meningkatkan kualitas pembelajaran, diperlukan adanya suatu upaya dalam pencapaian dari indikator kualitas pembelajaran. Menurut Depdiknas (2004: 7-9) indikator kualitas pembelajaran meliputi: (1) Perilaku pembelajaran dosen atau pendidik guru (teacher educator’s behavior); (2) Perilaku dan dampak belajar mahasiswa calon guru (student teacher’s behavior); (3) Iklim pembelajaran (learning climate); (4) Materi pembelajaran; (5) Media pembelajaran; dan (6) Sistem pembelajaran. Dalam penelitian ini, terdapat 3 komponen dalam pencapaian kualitas pembelajaran yaitu (1) keterampilan mengajar guru; (2) aktivitas siswa; (3) hasil belajar. Indikator kualitas pembelajaran dari ketiga komponen tersebut dapat dijabarkan lebih lanjut sebagai berikut:
2.1.4 Keterampilan Mengajar Guru
Pada hakikatnya, mengajar adalah proses yang dilakukan oleh guru dalam mengembangkan kegiatan belajar siswa (Witherington dalam Murni dkk, 2010: 13). Sebagai pembimbing belajar, guru harus dapat memberikan kemampuannya dalam mempelajari bahan tertentu sebagai pengembangan daya pikir, keterampilan personal, dan sosial serta sikap dan perasaan siswa untuk bekal hidupnya dalam masyarakat (Murni dkk, 2010: 13-14).
Menurut Abdullah (2007: 9.1) keterampilan dasar mengajar merupakan keterampilan yang sangat perlu dimiliki oleh seorang guru untuk mentransfer
(37)
pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai kepada siswa dalam proses pembelajaran. Sebagai tolok ukur keberhasilan praktik mengajar, ada beberapa aspek yang harus dikuasai oleh guru dalam mengajar menurut Turney dalam Abdullah (2007: 9.1) yaitu:
2.1.4.1Keterampilan Bertanya
Usman (2007: 74-102) menyatakan dalam proses belajar mengajar, bertanya memainkan peranan penting sebab pertanyaan yang disusun dengan baik dan teknik pelontaran yang tepat pula akan memberikan dampak positif bagi siswa. Keterampilan bertanya adalah suatu pengajaran itu sendiri sebab pada umumnya guru dalam pengajarannya melibatkan/menggunakan tanya jawab (Murni dkk, 2010: 91). Lebih lanjut, Murni dkk menjelaskan pentingnya penguasaan keterampilan bertanya oleh guru karena pertanyaan yang disusun dan dilontarkan dengan tepat akan: (1) Meningkatkan partisipasi siswa dalam pembelajaran; (2) Membangkitkan minat dan rasa ingin tahu siswa terhadap materi; (3) Mengembangkan pola pikir dan cara belajar aktif; (4) Menuntun proses berpikir siswa; (5) Memusatkan perhatian siswa.
Abdullah (2007: 9.3) menyatakan bahwa pertanyaan guru dapat mengaktifkan siswa sehingga terlibat secara optimal dalam pembelajaran disamping mengecek pemahaman siswa terhadap materi yang dibahas. Lebih lanjut Abdullah menjabarkan komponen-komponen keterampilan bertanya sebagai berikut: (1) Pengungkapan pertanyaan secara jelas dan singkat; (2) Pemusatan Perhatian; (3) Penyebaran Pertanyaan yang diajukan kepada siswa; (4) Pemindahan giliran; (5) Pemberian waktu berpikir; dan (6) Pemberian tuntunan.
(38)
Keterampilan bertanya merupakan keterampilan dasar yang harus dikuasai guru, sebab dari situ guru dapat memancing kegiatan eksplorasi dengan bertanya. Pertanyaan yang dilontarkan oleh guru juga harus menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh siswa, disampaikan secara jelas dan singkat. Pertanyaan yang diajukan harus tertuju pada semua siswa, jadi sebisa mungkin guru melakukan pemindahan giliran dan memberikan kesempatan berpikir untuk siswa dalam menjawab pertanyaan yang dilontarkan.
2.1.4.2Keterampilan Memberi Penguatan
Menurut Murni dkk (2010: 108) Penguatan adalah respon positif yang dilakukan guru atas perilaku positif yang dicapai anak dalam proses belajarnya, dengan tujuan untuk mempertahankan dan meningkatkan perilaku tersebut. Penguatan adalah respon terhadap suatu tingkah laku yang dapat meningkatkan kemungkinan berulangnya kembali tingkah laku tersebut (Abdullah, 2007: 9.5). Pemberian penguatan kepada siswa oleh guru bertujuan untuk memberikan informasi atau umpan balik sehingga memberikan suatu motivasi maupun perbaikan tingkah laku siswa (Usman, 2007: 74-102).
Penguatan dapat diberikan dalam bentuk verbal, gestural, penguatan dengan cara mendekati anak, penguatan dengan sentuhan, penguatan dengan kegiatan yang menyenangkan, penguatan berupa simbol atau benda (Murni dkk, 2010: 113-115). Dalam memberikan penguatan, guru perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
(39)
1. Penguatan harus diberikan dengan hangat dan antusias
2. Penguatan yang diberikan harus bermakna, yaitu sesuai dengan perilaku yang diberi penguatan
3. Hindarkan respon negatif terhadap jawaban siswa 4. Siswa yang diberikan penguatan harus jelas
5. Penguatan juga dapat diberikan kepada kelompok belajar
6. Agar menjadi efektif, penguatan harus diberikan segera setelah perilaku yang baik
7. Jenis penguatan yang diberikan hendaknya bervariasi (Abdullah, 2007: 9.5). Keterampilan memberikan penguatan merupakan keterampilan dasar yang harus dikuasai guru, sebab dengan memberikan penguatan, siswa tersebut akan merasa diperhatikan dan dihargai. Pemberian penguatan membuat siswa lebih termotivasi dan membuat siswa dapat memperbaiki tingkah lakunya di kelas saat pembelajaran berlangsung.
2.1.4.3Keterampilan Mengadakan Variasi
Menurut Murni dkk (2010: 121) keterampilan mengadakan variasi merupakan salah satu keterampilan mengajar yang harus dikuasai guru, karena dalam proses pembelajaran tidak jarang rutinitas yang dilakukan oleh guru membuat siswa bosan dan jenuh. Variasi stimulus adalah suatu kegiatan guru dalam konteks proses interaksi belajar mengajar yang ditujukan untuk mengatasi kebosanan murid sehingga dalam situasi belajar mengajar murid senantiasa menunjukkan ketekunan, antusiasme serta penuh partisipasi (Usman, 2007: 84).
(40)
Tujuan dari penggunaan variasi dalam mengajar dimaksudkan untuk: (1) Menarik perhatian siswa; (2) Menjaga kestabilan proses pembelajaran secara fisik dan mental; (3) Membangkitkan motivasi belajar selama proses pembelajaran; (4) Mengatasi situasi dan mengurangi kejenihan; (5) Memberikan kemungkinan layanan individual (Murni dkk, 2010: 122).
Menurut Abdullah (2007: 9.9) variasi dalam kegiatan belajar mengajar dikelompokkan menjadi 3 bagian, yaitu: (1) Variasi dalam gaya mengajar yang meliputi: variasi suara, memusatkan perhatian, membuat kesenyapan sejenak, mengadakan kontak pandang, variasi gerakan badan dan mimik, mengubah posisi; (2) Variasi dalam penggunaan media dan bahan pelajaran yang meliputi: variasi alat dan bahan yang dapat dilihat, yang dapat didengar, yang dapat diraba dan dimanipulasi; (3) Variasi dalam pola interaksi dan kegiatan yang meliputi: pola interaksi klasikal, kelompok, perorangan dan variasi kegiatan mendengarkan informasi, menelaah, diskusi, latihan.
Keterampilan menggunakan variasi dalam mengajar merupakan keterampilan dasar yang harus dikuasai guru, karena hal ini dapat mempengaruhi pelaksanaan kegiatan rutin di kelas. Menggunakan variasi saat mengajar akan mengurangi tingkat kebosanan siswa pada saat pembelajaran berlangsung.
2.1.4.4Keterampilan Menjelaskan
Keterampilan menjelaskan yaitu informasi secara lisan yang diorganisasi secara sistematik untuk menunjukkan adanya hubungan yang satu dengan yang lainnya, misalnya antara sebab akibat, definisi dengan contoh maupun suatu materi
(41)
yang belum diketahui (Usman, 2007: 88-89). Menurut Murni dkk (2010: 72) keterampilan menjelaskan pada dasarnya adalah keterampilan menuturkan secara lisan mengenai sesuatu bahan pelajaran, oleh karena itu dibutuhkan keterampilan secara sistematis dan terencana sehingga memudahkan siswa untuk memahami bahan pelajaran.
Dalam proses kegiatan belajar mengajar, menjelaskan berarti mengorganisasikan materi pelajaran dalam tata urutan yang sistematis sehingga dapat dipahami oleh siswa. Komponen dalam menyajikan penjelasan adalah: (1) Kejelasan yang data dicapai melalui bahasa yang jelas, berbicara lancar, melihat respon siswa; (2) Pengunaan contoh dan ilustrasi; (3) Pemberian tekanan pada bagian yang penting; (4) Balikan tentang penjelasan dengan melihat mimik siswa atau mengajukan pertanyaan (Abdullah, 2007: 9.11).
Keterampilan menjelaskan merupakan keterampilan dasar yang harus dikuasai guru, sebab penjelasan materi yang diberikan oleh guru kepada siswa harus dapat diterima dengan baik oleh siswa. Seorang guru, apalagi guru sekolah dasar harus menjelaskan materi dengan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami oleh siswa SD karena tingkat berpikir siswa usia SD masih sederhana sehingga guru harus pandai memilih kalimat penjelasan yang singkat dan sederhana sehingga anak tidak bingung.
2.1.4.5Keterampilan Membuka dan Menutup Pelajaran
Keterampilan membuka dan menutup pelajaran merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk menciptakan suasana siap mental dan menimbulkan
(42)
perhatian siswa agar terpusat pada hal-hal yang akan dipelajarinya (Murni dkk, 2010: 49). Membuka pelajaran merupakan kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk menciptakan suasana mental dan penuh perhatian dari siswa, sedangkan menutup pelajaran merupakan kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk mengakhiri inti pelajaran (Abdullah, 2007: 9.14).
Adapun komponen-komponen dalam keterampilan membuka dan menutup pelajaran adalah sebagai berikut:
1. Membuka Pelajaran meliputi: menarik perhatian siswa, menimbulkan motivasi, memberikan acuan dalam kegiatan pembelajaran, membuat kaitan dengan mengajukan pertanyaan atau mengkaji ulang pelajaran yang telah lalu.
2. Menutup Pelajaran meliputi: meninjau kembali dengan membuat rangkuman, mengadakan evaluasi penguasaan siswa, memberikan tindak lanjut (Abdullah, 2007: 9.14-9.15).
Keterampilan membuka pelajaran harus dikuasai oleh guru karena pada saat membuka pelajaran, guru harus dapat mengkondisikan siswa untuk siap menerima pelajaran pada hari itu. Keterampilan menutup pelajaran juga merupakan keterampilan dasar yang harus dikuasai guru, karena pada akhir pembelajaran guru dan siswa secara bersama-sama akan menyimpulkan materi yang dipelajari pada hari itu.
(43)
2.1.4.6Keterampilan Membimbing Diskusi Kelompok Kecil
Pada setiap kesempatan cooperative learning, siswa melakukan diskusi kelompok ketika mereka sedang menghadapi suiatu permasalahan yang harus dipecahkan secara bersama-sama. Peran guru dalam keterampilan membimbing diskusi kelompok kecil sangat penting, sebab diskusi kelompok merupakan suatu proses yang teratur yang melibatkan sekelompok orang dalam berinteraksi untuk saling berbagi informasi dan pengalaman, dalam hal ini guru harus mampu membimbing siswanya untuk saling bekerjasama (Usman, 2007: 94).
Menurut Abdullah (2007: 9.16) diskusi kelompok kecil memungkinkan siswa untuk: (1) Berbagi informasi dan pengalaman; (2) Meningkatkan pemahaman atas masalah penting; (3) Meningkatkan keterlibatan perencanaan dan pengambilan keputusan; (4) Mengembangkan kemampuan berpikir dan berkomunikasi siswa; (5) Membina kerja sama yang sehat, kelompok yang kohesif dan bertanggung jawab.
Komponen-komponen dalam keterampilan membimbing diskusi kelompok kecil menurut Abdullah (2007: 9.16-9.17) adalah: (1) Memusatkan perhatian; (2) memperbesar masalah atau urutan pendapat; (3) menganalisis pandangan siswa; (4) Meningkatkan urusan siswa; (5) menyebarkan kesempatan berpartisipasi; (6) Menutup diskusi.
Keterampilan membimbing kelompok kecil merupakan keterampilan dasar yang harus dikuasai guru. Membimbing kelompok kecil dimaksudkan agar saat kegiatan diskusi berlangsung, siswa dapat mengkondisikan dirinya untuk turut aktif berpartisipasi dalam memecahkan permasalahan yang sedang didiskusikan. Dengan
(44)
bimbingan guru, siswa akan lebih terarah saat melakukan diskusi dengan kelompoknya masing-masing.
2.1.4.7 Keterampilan Mengelola Kelas
Pengelolaan kelas adalah keterampilan guru untuk menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal dan mengembalikannya bila terjadi gangguan dalam proses belajar mengajar (Usman, 2007: 97). Lebih lanjut, Usman mengatakan bahwa situasi kondisi belajar yang optimal dapat tercapai apabila guru mampu mengendalikan siswa dan kegiatan pembelajaran dalam keadaan menyenangkan sehingga tujuan pengajaran dapat tercapai.
Keterampilan mengelola kelas adalah keterampilan dalam menciptakan dan mempertahankan kondisi kelas yang optimal guna terjadinya proses belajar mengajar yang serasi dan efektif (Abdullah, 2007: 9.18). Lebih lanjut, Abdullah menjabarkan komponen dalam keterampilan mengelola kelas yaitu:
1. Keterampilan yang berhubungan dengan penciptaan dan pemeliharaan kondisi belajar yang optimal, meliputi: (1) Menunjukkan sikap tanggap; (2) Membagi perhatian secara visual dan verbal; (3) Memusatkan perhatian kelompok dengan cara menyiapkan siswa dan menuntut tanggung jawab siswa; (4) Memberi petunjuk-petunjuk yang jelas; (5) Menegur secara bijaksana, yaitu secara jelas dan tegas bukan berupa peringatan atau ocehan serta membuat aturan; (6) Memberikan penguatan bila diperlukan.
(45)
2. Keterampilan yang berhubungan dengan pengendalian kondisi belajar yang optimal, meliputi: (1) Modifikasi tingkah laku; pengelolaan kelompok; (2) Menemukan dan mengatasi tingkah laku yang menimbulkan permasalahan. Keterampilan mengelola kelas merupakan keterampilan dasar yang harus dikuasai guru agar dapat tercipta suasana yang kondusif saat pembelajaran berlangsung. Jika suasana kelas dapat terkontrol dengan baik, maka siswa akan merasa nyaman saat belajar dikelas, perhatian siswa juga akan terpusat pada pembelajaran yang sedang berlangsung.
2.1.4.8Keterampilan Mengajar Kelompok kecil dan Perseorangan
Pengajaran kelompok kecil dan perseorangan memungkinkan guru memberikan perhatian terhadap setiap siswa serta terjadinya hubungan yang lebih akrab antara guru dan siswa maupun antara siswa dengan siswa (Usman, 2007: 103).
Mengajar kelompok kecil dan individual terjadi dalam konteks pengajaran klasikal. Komponen dalam keterampilan kelompok kecil dan perorangan menurut Abdullah (2007: 9.22) yaitu: (1) Keterampilan mengadakan pendekatan secara pribadi; (2) Keterampilan mengorganisasikan; (3) Keterampilan membimbing dan memudahkan belajar; (4) Keterampilan merencanakan dan melaksanakan kegiatan belajar mengajar.
Keterampilan mengajar kelompok kecil dan individual merupakan keterampilan dasar yang harus dikuasai guru. Setiap siswa pasti memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Ada siswa yang cepat memahami materi yang
(46)
disampaikan, ada siswa yang memiliki kemampuan sedang, dan juga ada siswa yang memiliki kemampuan lambat dalam memahami materi pelajaran yang disampaikan guru. Oleh sebab itu, guru harus bisa mengontrol cara mengajarnya, agar semua siswa dapat mengikuti pelajaran dengan baik. Guru akan melakukan pendekatan kepada siswa yang memiliki kemampuan lambat dan memberikan perhatian yang lebih agar siswa tersebut dapat memahami materi tanpa mengabaikan siswa yang lain.
Dari uraian penjelasan keterampilan mengajar guru tersebut, dapat disimpulkan bahwa dalam mengajar di kelas seorang guru harus dapat menguasai keterampilan dasar mengajar. Hal ini berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi belajar peserta didik. Jika keterampilan mengajar guru baik, maka akan mempengaruhi input dan proses dalam pembelajaran. Jika inputnya bagus, prosesnya juga lancar, maka dapat dipastikan outputnya juga akan maksimal.
2.1.5 Aktivitas Belajar Siswa
Menurut Sardiman (2011: 95) dalam belajar diperlukan aktivitas belajar siswa sebab pada prinsipnya belajar adalah berbuat untuk mengubah tingkah laku dengan melakukan suatu kegiatan. Oleh karena itu, aktivitas sangat penting dalam interaksi belajar mengajar. Lebih lanjut, Sardiman mengungkapkan bahwa yang dimaksud dengan aktivitas belajar adalah aktivitas yang bersifat fisik maupun mental, dalam kegiatan belajar selalu berkaitan erat.
Siswa adalah suatu organisme yang mempunyai prinsip aktif yaitu berkeinginan untuk berbuat dan bekerja sendiri, prinsip aktif ini yang mengendalikan tingkah laku siswa. Oleh karena itu, pendidikan diperlukan untuk mengarahkan
(47)
tingkah laku dan perbuatan siswa agar sesuai perkembangan yang diharapkan (Hamalik, 2009: 170).
Dari dua pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa aktivitas belajar siswa merupakan segala kegiatan aktif siswa yang dilakukan pada saat belajar, baik yang bersifat fisik maupun bersifat mental yang mempengaruhi perkembangan belajar siswa.
Sekolah merupakan salah satu pusat belajar yang merupakan tempat untuk mengembangkan aktivitas siswa. Menurut Diedrich dalam Sardiman (2011: 101) jenis-jenis aktivitas belajar siswa adalah sebagai berikut:
a. Visual Activities
Aktivitas yang termasuk di dalamnya membaca, memerhatikan gambar demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain.
b. Oral Activities
Aktivitas yang termasuk di dalamnya adalah menyatakan, merumuskan, bertanya, member saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, dan interupsi.
c. Listening Activities
Aktivitas yang termasuk di dalamnya adalah mendengarkan, uraian, percakapan, sidkusi, musik, pidato.
d. Writing Activities
Aktivitas yang termasuk di dalamnya adalah menulis cerita, karangan, laporan, angket dan menyalin.
e. Drawing Activities
Aktivitas yang termasuk di dalamnya adalah menggambar, membuat grafik, peta dan diagram.
f. Motor Activities
Aktivitas yang termasuk di dalamnya adalahmelakukan percobaan, membuat konstruksi, model mereparasi, bermain, berkebun, dan beternak.
g. Mental Activities
Aktivitas yang termasuk di dalamnya adalah menanggapi, mengingat, memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan, dan mengambil keputusan.
(48)
h. Emotional Activities
Aktivitas yang termasuk di dalamnya adalah menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang dan gugup.
2.1.6 Hasil Belajar Siswa
Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh peserta didik setelah mengalami kegiatan belajar. Oleh karena itu, apabila peserta didik mempelajari pengetahuan tentang konsep, maka perubahan perilaku yang diperoleh adalah berupa penguasaan konsep (Rifai dan Anni, 2009: 85). Dimyati dan Mudjiono, (2002: 250-251) berpendapat bahwa hasil belajar merupakan hasil proses belajar. Hasil belajar dapat dipandang dari dua sisi, yaitu hasil belajar dari sisi siswa merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum mengajar, sementara dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan pelajaran. Keefektifan pembelajaran biasanya diukur dengan tingkat pencapaian belajar (Uno, 2008: 21).
Sedangkan menurut Usman (2007: 34) hasil belajar siswa yang dicapai oleh siswa sangat erat kaitannya dengan rumusan tujuan instruksional yang direncanakan guru sebelumnya. Hasil belajar siswa merupakan suatu hal penting karena dari hasil belajar itulah dapat dilihat seberapa besar kemajuan belajar dari siswa tersebut. Setiap proses belajar mengajar, keberhasilannya diukur dari seberapa jauh hasil belajar yang dicapai siswa, disamping juga diukur dari prosesnya (Sudjana, 2009: 45).Poerwantidkk (2008: 6-16) berpendapat bahwa nilai ketuntasan merupakan nilai yang menggambarkan proporsi dan kualifikasi penguasaan peserta didik terhadap kompetensi yang telah dikontrakkan dalam pembelajaran. Nilai ketuntasan
(49)
merupakan suatu tolok ukur yang bisa digunakan untuk melihat seberapa besar tingkat keberhasilan suatu pembelajaran dilihat dari presentase ketuntasan belajar secara klasikal.
Memperhatikan pendapat beberapa ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa adalah suatu pencapaian siswa terhadap bahan pelajaran yang telah dipelajari untuk melihat sejauh mana kemampuan siswa dalam menguasai bahan pelajaran itu.
Bloom dalam Rifai dan Anni (2009: 86) menyampaikan tiga taksonomi dalam ranah belajar, yaitu ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotorik. Ketiga ranah tersebut akan dijabarkan sebagai berikut:
2.1.6.1Ranah Kognitif
Ranah kognitif berkaitan dengan hasil berupa pengetahuan kemampuan, dan kemahiran intelektual. Hasil revisi taksonomi bloom dijabarkan oleh Anderson dan Krathwool dalam Kwartolo (2012: 70-71) yaitu mengingat (C1), memahami (C2), mengaplikasikan (C3), menganalisis (C4), mengevaluasi (C5), dan menciptakan (C6). 2.1.6.2Ranah Afektif
Ranah afektif berkaitan erat dengan perasaan, sikap, minat dan nilai. Kategori tujuan peserta didikan afektif adalah penerimaan, penanggapan, penilaian, dan pengorganisasian.
2.1.6.3Ranah Psikomotorik
Ranah psikomotorik berkaitan dengan kemampuan fisik seperti kemampuan motorik dan syaraf, memanipulasi obyek, dan koordinasi syaraf. Kategori tujuan
(50)
peserta didikan psikomotorik adalah persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan terbiasa, gerakan kompleks, penyesuaian, dan kreativitas.
Penelitian ini menggunakan ranah kognitif untuk merumuskan tujuan pembelajaran. Pada awalnya, 6 kategori dalam ranah kognitif oleh Bloom mencakup pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi. Dalam perkembangannya, Anderson dalam Kwartolo (2012: 70-71) merevisi temuan Bloom ini menjadi kategori yang akan dijabarkan sebagai berikut ini:
1. Mengingat (Remembering)
Dalam kategori ini siswa mampu untuk mengingat-ingat kembali (recall) apa yang disampaikan gurunya. Siswa bisa menyampaikan informasi/pengetahuan sederhana secara verbal atau tulisan. Jadi, sifatnya hanya ingatan semata tanpa ada interprestasi atau manipulasi.
2. Memahami (Understanding)
Dalam kategori ini siswa mampu untuk memahami, menjabarkan atau menegaskan informasi yang masuk seperti menafsirkan dengan bahasanya sendiri, member contoh, menjelaskan ide/konsep, membuat ringkasan dan melakukan interprestasi sederhana.
3. Menerapkan (Applying)
Dalam kategori ini siswa dapat melakukan aktivitas belajar dengan melaksanakan, menggunakan, menjalankan, melakukan, mempraktikan, memilih, menyusun, memulai, menyelesaikan, mendeteksi dansebagainya. Siswa memerlukan informasi yang dipelajari untuk digunakan dalam mencapai solusi atau menyelesaikan tugas.
4. Menganalisis (Analysis)
Dalam kategori ini, siswa mampu untuk menguraikan, membandingkan, mengorganisir, menyusun ulang, mengubah struktur, membedakan, menyamakan, mengelompokkan, menjelaskan tentang sesuatu dan sebagainya.
5. Mengevaluasi (Evaluating)
Dalam kategori ini, siswa dengan sendirinya memiliki berbagai bahan pertimbangan yang diperlukan untuk memberi nilai. Siswa mampu menyusun hipotesis, mengkritik, menilai, menguji, membenarkan, dan sebagainya.
6. Menciptakan (Creating)
Dalam kategori ini, siswa mampu memadukan berbagai macam informasi dan mengembangkannya sehingga terjadi sesuatu bentuk yang baru. Selain
(51)
itu, kategori ini juga ditunjukkan dengan kemampuan dalam merancang, membangun, merencanakan, memproduksi, menemukan, membaharui, menyempurnakan, memperkuat, memperindah dan sebagainya.
2.1.7 Hakikat Matematika
Secara etimologi, istilah mathematics (Inggris) atau mathematic/wiskunde
(Belanda) berasal dari perkataan latin mathematica, yang berasal dari Yunani,
mathematike yang berarti “relating to learning”. Perkataan itu mempunyai akar kata
mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu (knowledge, science) (Suherman dkk, 2003: 15). Bourne dalam Fathani (2009: 24) mengatakan matematika sebagai konstruktivisme sosial dengan penekanannya pada pelajar yang secara aktif mengkonstruksi ilmu pengetahuan dengan berinteraksi dengan lingkungannya.
Soedjadi (2000: 11) mendefinisikan matematika menjadi beberapa pengertian, diantaranya matematika adalah pengetahuan tentang: (1) eksak dan terorganisasi secara sistematik; (2) bilangan dan kalkulasi; (3) penalaran logik; (4) fakta-fakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk; (5) struktur-struktur yang logik; (6) aturan-aturan yang ketat.
Berikut ini adalah beberapa definisi matematika menurut para ahli dalam Suherman dkk (2003: 16):
1. Russefendi (1980) matematika terbentuk sebagai hasil pemikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses, dan penalaran.
2. Johnson dan Rising (1972) mengatakan matematika adalah pola pikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logik, dan matematika adalah bahasa simbol mengenai ide yang cermat, jelas dan akurat
3. James dan James (1976) mendefinisikan matematika sebagai ilmu tentang logika, mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep, yang berhubungan satu dengan lainnya.
(52)
4. Kline (1973) mengatakan matematika itu bukan pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna karena dirinya sendiri, tetapi adanya matematika itu terutama untuk membantu manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi, dan alam
Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) matematika adalah ilmu tentang bilangan, hubungan antara bilangan dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan. Dari berbagai pendapat dari para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika dan penalaran tentang konsep bilangan dan prosedur operasional yang digunakan untuk memecahkan permasalahan mengenai bilangan.
2.1.8 Matematika di Sekolah Dasar
Matematika sekolah adalah matematika yang diajarkan di sekolah, yaitu matematika yang diajarkan di pendidikan dasar (SD dan SMP) dan Pendidikan Menengah (SMA dan SMK). Matematika Sekolah merupakan matematika yang terdiri atas bagian-bagian matematika yang dipilih guna menumbuhkembangkan kemampuan-kemampuan dan membentuk pribadi serta berpandu pada perkembangan IPTEK. Oleh karena itu, kurikulum pelajaran matematika yang diajarkan di sekolah diberikan ke jenjang sekolah menengah ke bawah serta tetap memiliki ciri-ciri yang dimiliki matematika yaitu memiliki objek kejadian yang abstrak serta berpola pikir deduktif konsisten (Suherman dkk, 2003: 55-56).
Menurut teori Piaget (dalam Shadiq dan Mustajab, 2011: 26) perkembangan kognitif seorang siswa bergantung kepada seberapa jauh siswa dapat memanipulasi dan aktif berinteraksi dengan lingkungannya. Dengan kata lain, berkembangnya
(53)
kognitif siswa akan mengkaitkan pengetahuan yang dimiliki dengan pengalaman barunya. Lebih lanjut, Piaget membagi perkembangan kognitif siswa menjadi 4 tahapan yaitu: (1) Sensori Motor (0-2 tahun); (2) Pra-operasional (2-7 tahun); (3) Operasional konkret (7-11 tahun); (4) Operasional formal (lebih dari 11 tahun).
Anak usia sekolah dasar berada pada rentang usia 7-11 tahun, yaitu masih dalam tahap operasional konkret. Berdasarkan klasifikasi Piaget, dalam tahap operasional konkret anak dapat membuat kesimpulan dari suatu situasi nyata atau dengan menggunakan benda konkret, dan mampu mempertimbangkan dua aspek dari suatu situasi nyata secara bersamaan (Shadiq dan Mustajab, 2011: 26). Anak mampu mengoperasionalkan logika namun masih dalam bentuk benda konkret, penalaran logika hanya ada pada situasi konkret dimana anak sudah mampu menggolongkan sesuatu tapi belum bisa memecahkan masalah abstrak (Rifai dan Anni, 2009: 29).
Matematika adalah ilmu deduktif, formal, hierarki dan menggunakan bahasa simbol yang memiliki arti padat. Oleh karena itu adanya perbedaan karakteristik antara matematika dan anak usia SD, maka matematika akan sulit dipahami anak jika diajarkan tanpa memperhatikan tahap berpikir anak SD (Tiurlina, 2006: 15). Lebih lanjut Tiurlina menyatakan selain tahap perkembangan siswa SD, seorang guru harus memperhatikan adanya faktor keanekaragaman intelegensi siswa SD serta jumlah siswa SD yang cukup banyak.
Adapun tujuan mata pelajaran matematika menurut Permendiknas Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi, agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: (1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan
(54)
mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah matematika; (2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika dengan benar; (3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; (4) Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; (5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah (Depdiknas, 2007: 417).
Sesuai dengan perkembangan penalaran siswanya, seorang guru matematika harus mengusahakan agar fakta, konsep, operasi ataupun prinsip dalam matematika terlihat konkret. Pada jenjang sekolah dasar, sifat konkret objek matematika diusahakan lebih banyak atau lebih besar daripada jenjang sekolah yang lebih tinggi (Soedjadi, 2000: 42).
Standar Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan (SKL) dalam Permendiknas No. 23 tahun 2006 dikembangkan berdasarkan tujuan setiap satuan pendidikan SD/MI sebagai salah satu jenis satuan pendidikan dasar mengemban tugas sebagai peletak dasar-dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut (Lapono dkk, 2008: 163).
(55)
Dari berbagai penjelasan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa materi matematika yang diajarkan di sekolah dasar merupakan materi dasar yang harus dikuasai oleh siswa dan sebagai prasyarat untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem), dengan mengajukan masalah kontekstual peserta didik secara bertahap dibimbing untuk menguasai konsep matematika (Depdiknas, 2008: 134). Penggunaan pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia yang berorientasi pada permasalahan kontekstual akan membuat siswa mudah menguasai konsep matematika dan mampu mengembangkan daya nalar siswa sehingga pembelajaran akan lebih bermakna.
2.1.9 Materi Geometri dalam Pembelajaran PMRI
Dalam pendekatan PMRI, dunia nyata digunakan sebagai titik awal dalam pembelajaran matematika. Oleh karena itu, dalam pendekatan ini ada istilah matematisasi yaitu mematematikakan dunia nyata. Treffers membedakan matematisasi menjadi 2, yaitu matematisasi horizontal dan vertikal. Matematisasi horizontal adalah proses penyelesaian soal-soal kontekstual dari dunia nyata. Dalam matematika horizontal, siswa menyelesaikan soal-soal dunia nyata dengan cara mereka sendiri dan menggunakan simbol serta bahasa mereka sendiri. Sedangkan matematisasi vertikal adalah proses formalisasi matematika. Dalam hal ini, siswa mencoba menyusun suatu prosedur umum yang dapat digunakan untuk menyelesaikan soal-soal secara langsung tanpa bantuan konteks (Aisyah dkk, 2007: 4).
(56)
2.1.9.1Pengertian Bangun Datar
Bangun datar dapat didefinisikan sebagai bangun yang rata yang mempunyai dua dimensi yaitu panjang dan lebar tetapi tidak mempunyai tinggi atau tebal (Tarigan, 2006: 63). Selembar kertas yang rata, permukaan meja yang rata, permukaan lantai yang rata dan benda-beda lain dengan mengabaikan ketebalannya disebut bangun datar atau model bangun datar.
Siswa pada sekolah dasar sudah dikenalkan pada konsep bangun datar dan bangun ruang untuk melatih daya tilik ruang para siswa, untuk memvisualisasikan konsep bangun datar, guru memerlukan peraga riil berupa benda-benda sekitar yang telah dikenal oleh siswa (Prihandoko, 2006: 172).
2.1.9.2Jenis-jenis Bangun Datar
Bangun datar dapat digolongkan menjadi dua jenis, apabila ditinjau dari sisinya. Bangun datar bersisi lengkung merupakan lingkaran, ellips dan lain-lain. Bangun datar bersisi lurus, yaitu segitiga, segiempat, segilima dan lain-lain (Tarigan, 2006: 64). Pembelajaran geometri yang ada di sekolah dasar lebih dititik beratkan pada penanaman konsep tentang keliling dan luas (Subarinah, 2006: 127). Pelajaran geometri pada kelas IV SD Semester 1 dapat dijabarkan pada tabel berikut ini:
(57)
Tabel 2.1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Materi Geometri Kelas IV SD Semester 1
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar 4. Menggunakan konsep
keliling dan luas bangun datar sederhana dalam pemecahan masalah
4.1 Menentukan keliling dan luas jajargenjang dan segitiga
4.2 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan keliling dan luas jajargenjang dan segitiga
2.1.9.3Penanaman Konsep Keliling Segitiga dan Jajar Genjang
Menurut Subarinah, (2006: 127) konsep keliling suatu geometri dapat ditanamkan kepada siswa sekolah dasar melalui kegiatan siswa, seperti siswa diminta berjalan mengelilingi halaman sekolah sambil mengukur panjang lintasan yang dilaluinya, setelah itu guru dapat mulai memperkenalkan istilah keliling suatu bidang, yaitu panjang lintasan pinggir atau batas dari bidang yang dimaksud dan memberikan beberapa latihan soal menghitung suatu keliling untuk memperkuat pemahaman siswa tentang konsep keliling bangun datar.
2.1.9.4Keliling Segitiga
Segitiga merupakan bangun datar yang mempunyai tiga buah sisi yang berupa garis lurus (Subarinah, 2006: 130). Sebuah segitiga dapat ditentukan kelilingnya dengan cara menjumlahkan semuapanjang sisinya. Segitiga terdiri dari 3 sisi maka keliling sebuah segitiga adalahsisi 1 + sisi 2 + sisi 3 atau sisi a + sisi b + sisi c (Supriyadi, 2012: 7-9).
(58)
sisi 1 sisi 3
sisi 2
a. Segitiga Sama Sisi
Panjang sebuah segitiga samasisi diatas adalah 10cm maka keliling segitiga tersebut adalahjumlah dari semua sisinya= 3+3+3=9. Jadi kelilingnya 9 cm.
b. Segitiga Siku-siku
Ketiga sisinya adalah 3 cm, 4 cm dan 5 cm. Maka kelilingsegitiga siku-siku tersebut adalah jumlah ketiga sisinya3+4+5=12.Jadi kelilingnya 12 cm.
Gambar 2.1 Media Segitiga dari Karton
Gambar 2.2Segitiga Sama Sisi
(59)
c. Segitiga Sama Kaki
Segitiga sama kaki diatas keliling segitiga ditentukan denganmenjumlahkan ketiga sisinya = 3 + 4 + 4 =11. Jadi kelilingnya 11 cm.
d. Segitiga Sembarang
Keliling segitiga sembarang di atas dapat dihitung kelilingnya dengan cara menjumlahkan ukuran ketiga sisinya = 3 + 3,5 + 4 = 10,5. Jadi kelilingnya 10,5 cm.
Gambar 2.4Segitiga Sama Kaki
(60)
contoh 1 menyelesaikan soal cerita:
Doraemon mempunyai kantong ajaib berbentuk segitiga yang panjang masing-masing sisinya sama panjang. Jika salah satu panjang sisinya adalah 40 cm. Berbentuk segitiga apakah kantong milik doraemon? Berapakah panjang kain pembentuk segitiga tersebut?
Penyelesaian:
Diketahui:sisi = 40 cm
Ditanyakan: panjang kain pembentuk segitiga doraemon? Jawaban:
Bentuk kantong segitiga doraemon adalah segitiga sama sisi, karena memiliki sisi yang sama panjangnya, yaitu 40 cm.
Panjang kain pembentuk segitiga: Keliling = sisi 1 + sisi 2 + sisi 3
Gambar 2.6 Kantong Doraemon A
(61)
= 40 + 40 + 40 = 120
Jadi, panjang kain pembentuk segitiga doraemon adalah 120 cm.
2.1.9.5Keliling Jajar Genjang
Jajar genjang merupakan salah satu jenis persegi panjang (Tarigan, 2006: 69). Sifat Jajar genjang memiliki 4 sisi yang terdiri dari sisi 1 yang sejajar dengan sisi 4 dan sisi 2yang sejajar dengan sisi 3.
Keliling Jajar genjang dapat dengan mudah ditentukan dengan cara menjumlahkan = sisi 1+ sisi 2 + sisi 3 + sisi 4 . Misalnyaditentukan bahwa sisi 1 = sisi 4 = a dansisi 2 = sisi 3 = b maka:
Keliling = (a + a)+ ( b +b) Keliling = (2 x a) + (2xb) Keliling = 2x (a +b)
Gambar 2.8Bangun Jajar Genjang
(62)
Contoh menyelesaikan soal keliling jajar genjang:
Pak Andi memiliki sebuah papan reklame yang berbentuk jajargenjang. Tepi alas dan tepi samping papan tersebut berturut-turut 12 meter dan 5 meter. Bagian tepi papan tersebut akan dicat dengan warna hijau. Berapa panjang tepi yang akan dicat pak Andi?
Penyelesaian Diketahui:
Panjang sisi a = 12 meter Panjang sisi b = 5 meter
Ditanyakan: Berapa panjang tepi yang akan dicat pak Andi?
Jawab:
Keliling = 2 x ( a + b) = 2 x (12 + 5)
= 2 x 17 = 34
Jadi, panjang tepi yang akan dicat pak Andi adalah 34 meter. 2.1.9.6Penanaman Konsep LuasSegitiga dan Jajar Genjang
Menurut Subarinah, (2006: 12) pembelajaran geometri di sekolah dasar hendaknya mengajak siswa untuk memahami konsep yang terkandung daripada rumus-rumus perhitungannya. Pemahaman konsep luas suatu bangun datar dapat disajikan berdasarkan pemahaman tentang satuan luas, perhitungan luas berdasarkan
(63)
banyaknya satuan-satuan luas baru kemudian mengeneralisasikan rumus perhitungan luas.
2.1.9.7 Luas Daerah Segitiga
Menurut Sugiarto dan Hidayah (2010: 7) dalam menanamkan konsep luas segitiga, dapat menggunakan pendekatan luas daerah persegi panjang. Penanaman konsep luas segitiga dapat dijabarkan sebagai berikut:
Sediakan dua buah segitiga yang besarnya sama, pada segitiga pertama hitung berapa banyak persegi satuan yang membentuk luas daerah segitiga tersebut, berapakah ukuran alasnya, (5) dan berapakah ukuran tingginya (6) kemudian pada segitiga kedua bagilah menjadi 3 bagian dan berilah ditanda sebagai berikut:
Setengah dari tinggi bangun segitiga, yaitu sebanyak 3 satuan persegi dipotong secara horizontal, kemudian potongan bagian tersebut dipotong secara vertikal, sehingga daerah yang berwarna putih dan merah terlepas. Bangun yang terbentuk sekarang adalah 2 segitiga dan 1 trapesium.Gabungkan dan susun ketiga bangun tersebut menjadi bangun persegi panjang sama seperti yang ada pada gambar.
Ukuran tinggi segitiga ada 6 satuan persegi, ukuran alasnya 5 satuan persegi.
1 2
(64)
Setelah itu, bandingkan segitiga pertama dengan segitiga kedua. Luas daerah segitiga pertama adalah 15 satuan persegi, sedangkan luas daerah bangun yang terbentuk adalah persegi panjang, panjangnya adalah 5 satuan persegi dan lebarnya adalah 3satuan persegi sehingga luas daerah bangun persegi panjang tersebut adalah panjang dikalikan lebar sama dengan 15 satuan persegi. Dari peragaan tersebut, siswa akan mengetahui konsep luas segitiga, bahwa setengah dari tinggi segitiga merupakan lebar persegi panjang, sehingga diketahui bahwa:
2.1.9.8Luas Daerah Jajar Genjang
Konsep menghitung luas daerah jajar genjang dilakukan dengan pendekatan luas daerah persegi panjang (Sugiarto dan Hidayah, 2010: 8). Langkah-langkah pembelajarannya dapat dijabarkan sebagai berikut:
Gambar 2.10 Peragaan Media Segitiga dari Kertas Berpetak
Luas Segitiga =
x alas x tinggi
Ukuran tinggi kedua bangun tersebut ada 4 satuan persegi, ukuran alasnya 6 satuan persegi
Gambar 2.11 Media Persegi Panjang dan Jajar Genjang dari Kertas Berpetak
(65)
Bangun persegi panjang ABCD dan jajar genjang ABEF. Diketahuitinggi = t, dan BC = t. Bila kita misalkan AB = alas (sebagai alas dari jajar genjang), maka saat t dipotong secara vertikal lalu digabungkan dengan BE akan membentuk persegi panjang sama seperti gambar di bawah ini:
Dari peragaan tersebut, maka diketahui bahwa:
Luas daerah jajar genjang ABEF = luas persegi panjang ABCD = AB x BC. Jika BC = t, dan bila kita misalkan AB = alas (sebagai alas dari jajar genjang) maka, Luas daerah jajar genjang ABEF adalah alas x tinggi.
Contoh soal menghitung luas jajar genjang:
Rahmat sedang mengecat papan berbentuk jajargenjang. Panjang papan 400 cm dan tingginya 300 cm. Hitunglah luas papan tersebut!
300 cm
400 cm
Gambar 2.12Peragaan Media Jajar Genjang dari Kertas Berpetak
Luas Jajar Genjang = alas x tinggi
(66)
Penyelesaian Diketahui: alas = 400 cm tinggi = 300 cm
Ditanyakan: Hitunglah luas papan tersebut Jawab:
Luas = alas x tinggi = 400 x 300 = 120.000
Jadi, luas papan tersebut adalah 120.000 cm2
2.1.10 Pendidikan Matematika Realistik Indonesia
2.9.1.1Teori Yang Melandasi Pembelajaran PMRI berbantuan Media Manipulatif a. Kognitif
Menurut teori kognitif, aktivitas belajar pada diri manusia ditekankan pada proses internal dalam berpikir, yakni proses pengolahan (processing) informasi (Anni: 2007: 48). Sedangkan menurut Lapono dkk (2008: 1.18), psikologi kognitif memandang manusia sebagai makhluk yang selalu aktif mencari dan menyeleksi informasi untuk diproses. Struktur mental individu tersebut berkembang sesuai dengan tingkatan perkembangan kognitif seseorang. Semakin tinggi tingkat perkembangan kognitif seseorang, semakin tinggi pula kemampuan dan keterampilannya dalam mengolah berbagai informasi.
(1)
Mengarahkan Siswa Mendapat Strategi Terbaik
Guru Bersama Siswa Menarik Kesimpulan
(2)
340
Dokumentasi Pelaksanaan Penelitian Siklus II
Apersepsi Pada Siklus II
Guru Menyajikan Permasalahan Kontekstual
(3)
Guru Membagi Siswa Menjadi Beberapa Kelompok Diskusi
Siswa Menyelesaikan Masalah dan Bereksplorasi dengan Media Manipulatif
(4)
342
Siswa Mempresentasikan Hasil Kerja
Siswa Mengomentari Pekerjaan Temannya
(5)
Guru Mengarahkan Siswa Mendapatkan Strategi Terbaik
(6)
344