Kedwibahasaan dan Kontak Bahasa

pergantian perpindahan dari satu varian bahasa ke bahasa yang lain. Jadi, dapat disimpulkan bahwa alih kode merupakan peralihan atau pergantian kode baik dari satu varian bahasa atau ragam ke varian bahasa atau ragam yang lain. Berdasarkan pendapat para ahli, alih kode dapat dibedakan menjadi dua bentuk, yakni alih kode ke dalam intern dan alih kode ke luar ekstern Padmadewi, dkk, 2014: 64-65; Rahardi, 2001: 20; Suandi, 2014: 135. 1 Alih kode ke dalam internal code switching yakni yang terjadi antarbahasa daerah dalam suatu bahasa nasional, antar dialek dalam satu bahasa daerah, atau antara beberapa ragam dan gaya yang terdapat dalam suatu dialek. Misalnya, seseorang pada awalnya berbicara dalam bahasa Indonesia baku karena situasi tertentu menuntut dia untuk mengubah bahasanya menjadi dialek Bali. 2 Alih kode ke luar eksternal code switching yakni apabila yang terjadi adalah antara bahasa asli dengan bahasa asing. Misalnya, si pembicara mula-mula menggunakan bahasa Indonesia, karena situasi menghendaki, dia beralih menggunakan bahasa Inggris, pada situasi lain ke bahasa Belanda dan bahasa Jepang. Sedikit berbeda dengan di atas, pendapat selanjutnya dipaparkan oleh Poedjosoedarmo 1976: 14 bahwa berdasarkan sifatnya, alih kode memiliki dua bentuk, yaitu alih kode sementara dan alih kode permanen. Alih kode sementara merupakan pergantian kode bahasa yang dipakai oleh seorang penutur yang berlangsung sebentar saja, tetapi kadang-kadang dapat lama juga. Di samping alih kode sementara, ada lagi alih kode yang sifatnya permanen. Tidak mudah bagi seseorang untuk mengganti kode bicaranya terhadap seorang lawan bicara O2 secara permanen, sebab pergantian ini biasanya berarti adanya pergantian sikap relasi terhadap O2 secara sadar. Selanjutnya, Suwandi 2008: 86 menyebutkan bahwa alih kode merupakan salah satu aspek tentang saling ketergantungan bahasa di dalam masyarakat bilingual atau multilingual. Aspek lain dari ketergantungan bahasa dalam masyarakat dwibahasa adalah terjadinya campur kode.

d. Campur Kode

Pembicaraan mengenai alih kode, biasanya diikuti oleh pembicaraan mengenai campur kode. Secara harfiah, campur kode merupakan peristiwa percampuran satu bahasa atau variasi dengan bahasa atau variasi lain. Bilamana orang mencampur dua atau lebih bahasa atau ragam bahasa dalam suatu tindak bahasa speech act atau discourse tanpa ada sesuatu dalam situasi berbahasa yang menuntut percampuran bahasa itu, maka tindak bahasa tersebut dinamakan campur kode Nababan, 1984: 32. Dalam keadaan demikian, hanya kesantaian penutur atau kebiasaannya yang dituruti. Aslinda dan Leni 2007: 87 mengungkapkan bahwa campur kode terjadi apabila seorang penutur bahasa, misalnya bahasa Indonesia memasukkan unsur- unsur bahasa daerahnya ke dalam pembicaraan bahasa Indonesia. Ciri yang sangat menonjol dari campur kode adalah adanya kesantaian dalam situasi tuturan. Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Suwandi 2008: 87 yang menyatakan campur kode ialah penggunaan dua bahasa atau lebih atau ragam bahasa secara santai antara orang-orang yang kita kenal dengan akrab. Ciri lain dari gejala campur kode ialah bahwa unsur-unsur bahasa atau variasi-variasinya yang menyisip di dalam bahasa lain tidak lagi mempunya fungsi sendiri. Unsur-unsur itu telah menyatu dengan bahasa yang disisipinya dan secara keseluruhan hanya mendukung satu fungsi Suwito, 1983: 75. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa campur kode merupakan percampuran antara suatu kode bahasa atau ragam ke dalam bahasa atau ragam lain dalam keadaan santai yang berupa penyisipan unsur-unsur dalam suatu variasi atau bahasa. Unsur-unsur demikian dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu a yang bersumber dari bahasa asli dengan segala variasi-variasinya, dan b bersumber dari bahasa asing. Campur kode dengan unsur-unsur golongan a disebut campur kode ke dalam inner code- mixing; sedangkan campur kode yang unsur-unsurnya dari golongan b disebut campur kode ke luar outer code-mixing. Hampir sejalan dengan pendapat tersebut, Suandi 2014: 141-142 dan Padmadewi, dkk 2014: 67 juga memiliki pendapat serupa di mana campur kode memiliki tiga bentuk, yakni campur kode ke dalam, campur kode ke luar, dan campur kode campuran. 1 Campur kode ke dalam inner code mixing adalah jenis campur kode yang menyerap unsur-unsur bahasa asli yang masih sekerabat. Misalnya dalam peristiwa campur kode tuturan bahasa Indonesia terdapat di dalamnya unsur- unsur bahasa Jawa, bahasa Sunda, bahasa Bali, dan bahasa daerah lainnya. 2 Campur kode ke luar outer code mixing adalah campur kode yang menyerap unsur-unsur bahasa asing, misalnya gejala campur kode pada pemakaian