Kode Alih Kode Kedwibahasaan

campur kode ialah bahwa unsur-unsur bahasa atau variasi-variasinya yang menyisip di dalam bahasa lain tidak lagi mempunya fungsi sendiri. Unsur-unsur itu telah menyatu dengan bahasa yang disisipinya dan secara keseluruhan hanya mendukung satu fungsi Suwito, 1983: 75. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa campur kode merupakan percampuran antara suatu kode bahasa atau ragam ke dalam bahasa atau ragam lain dalam keadaan santai yang berupa penyisipan unsur-unsur dalam suatu variasi atau bahasa. Unsur-unsur demikian dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu a yang bersumber dari bahasa asli dengan segala variasi-variasinya, dan b bersumber dari bahasa asing. Campur kode dengan unsur-unsur golongan a disebut campur kode ke dalam inner code- mixing; sedangkan campur kode yang unsur-unsurnya dari golongan b disebut campur kode ke luar outer code-mixing. Hampir sejalan dengan pendapat tersebut, Suandi 2014: 141-142 dan Padmadewi, dkk 2014: 67 juga memiliki pendapat serupa di mana campur kode memiliki tiga bentuk, yakni campur kode ke dalam, campur kode ke luar, dan campur kode campuran. 1 Campur kode ke dalam inner code mixing adalah jenis campur kode yang menyerap unsur-unsur bahasa asli yang masih sekerabat. Misalnya dalam peristiwa campur kode tuturan bahasa Indonesia terdapat di dalamnya unsur- unsur bahasa Jawa, bahasa Sunda, bahasa Bali, dan bahasa daerah lainnya. 2 Campur kode ke luar outer code mixing adalah campur kode yang menyerap unsur-unsur bahasa asing, misalnya gejala campur kode pada pemakaian bahasa Indonesia terdapat sisipan bahasa Belanda, bahasa Inggris, bahasa Arab, bahasa Sansekerta, dan lain-lain. 3 Campur kode campuran hybrid code mixing adalah campur kode yang di dalamnya klausa atau kalimat telah menyerap unsur bahasa asli bahasa- bahasa daerah dan bahasa asing. Campur kode juga bisa diklasifikasikan berdasarkan tingkat perangkat kebahasaan. Jendra via Suandi, 2014: 141 membedakannya menjadi tiga jenis yaitu campur kode klausa, campur kode frasa, dan campur kode kata. Sebelum membahas mengenai campur kode kata, frasa, dan klausa, berikut ini dipaparkan secara singkat mengenai definisi kata, frasa, dan klausa. Kata adalah bentuk bebas yang terkecil, atau dengan kata lain, setiap satuan bebas merupakan kata Tarigan, 2009: 7. Kata dapat bewujud kata dasar, kata berafiks, kata majemuk, dan kata perulangan. Frasa merupakan satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi klausa Chaer, 2015: 39; Ramlan, 2005: 138; Suhardi, 2013: 34. Klausa adalah satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang sekurang-kurangnya terdiri atas subjek dan predikat. Klausa atau gabungan kata itu berpotensi menjadi kalimat Arifin, dan Junaiyah, 2009: 34. Dapat disimpulkan bahwa kata, frasa, dan klausa merupakan unsur pembentuk kalimat. Dalam kaitannya dengan campur kode, salah satu unsur tersebut akan bercampur dengan unsur yang lain dalam satu kalimat, baik unsur yang berupa bahasa daerah maupun unsur yang berupa bahasa asing di dalam bahasa Indonesia. 1 Campur kode pada tataran kata merupakan campur kode yang banyak terjadi pada setiap bahasa. Campur kode pada tataran kata bisa berwujud kata dasar kata tunggal, kata kompleks, kata berulang, dan kata majemuk. 2 Campur kode pada tataran frasa setingkat lebih rendah dibandingkan campur kode pada tataran klausa. Campur kode pada tataran frasa terjadi apabila adanya suatu penyisipan frasa dari bahasa Indonesia ke bahasa daerah atau dari bahasa Indonesia ke bahasa asing dan sebaliknya, yang terdiri dari dua kata atau lebih dan tidak memikili fungsi predikat. 3 Campur kode pada tataran klausa merupakan campur kode yang berada pada tataran paling tinggi. Campur kode pada tataran klausa terjadi apabila adanya suatu penyisipan kata yang memiliki fungsi minimal sebagai predikat atau kata kerja, baik dari bahasa Indonesia ke bahasa daerah maupun dari bahasa Indonesia ke bahasa asing dan begitu pula sebaliknya.

e. Persamaan dan Perbedaan Alih Kode dan Campur Kode