Te m p a t P e n d id ika n Tin ggi
Te m p a t P e n d id ika n Tin ggi
Universitas, sekolah tinggi atau akadem i ham pir tidak berperan dalam upaya ini dan m em buktikan bahwa lem baga pendidikan tinggi dikontrol oleh kepentingan m odal dan birokrasi negara. Dari puluhan ribu sarjana yang lulus dari perguruan tinggi tiap tahunnya, tidak sam pai
0 ,1% yang m em bantu proses pengem bangan pikiran kolektif sem acam itu. Sepintas lalu ini nam pak seperti pilihan yang wajar m engingat kegiatan itu tidak dianggap pekerjaan atau sekadar aktivism e yang bisa dikerjakan ketika ada waktu luang. Tapi jika diperhatikan lebih seksam a m aka terlihat bahwa m ayoritas lulusan universitas dan kalangan intelektual yang terbaik dalam setiap angkatan kem udian bekerja pada birokrasi negara, perusahaan m ultinasional dan lem baga lain yang justru m enggilas sistem pengetahuan yang berkem bang di tingkat basis.
Masalahnya tidak lain karena dana pendidikan yang disediakan pem erintah begitu kecil sehingga perguruan tinggi harus m encari uang sendiri dan salah satu sum ber utam anya adalah industri. Sebenarnya tidak jadi m asalah seandainya perguruan tinggi dan lem baga penelitian tetap m em pertahankan kebebasan dan prinsip ilm iah. Tapi dalam belasan tahun terakhir kepungan industri dan birokrasi sem akin hebat sehingga ruang kebebasan itu sem akin sem pit saja. Kecenderungannya sekarang lem baga pendidikan justru m em perparah situasi karena ikut m enjadi kapak pem ecahbelah yang m em pertajam kesenjangan sosial, kata Karlina Leksono.
Tidak m udah bicara tentang teknologi berorientasi kerakyatan ketika perguruan tinggi berkiblat ke pasar kerja yang norm anya sem ata m erupakan pengejawantahan sistem ekonom i kapitalis.
Alih-alih m enuntut perbaikan nasib, dosen lebih sibuk m engejar setoran dapurnya dengan m engajar banyak m atakuliah dan terlibat proyek penelitian yang kadang tak ada hubungannya satu sam a lain. Gerakan m ahasiswa sendiri yang sering m engklaim dirinya gerakan m oral- intelektual tidak berbuat banyak dan lebih asyik dengan tem a-tem a besar seperti kepem im pinan nasional dan am andem en UUD 1945. Tidak sedikit yang setelah lelah berjuang ingin m em etik hasil dengan m enjadi bagian dari lingkungan elite yang sem ula dikritiknya.
Kalau pun ada hasil penelitian dan kajian yang berguna, biasanya kem am puan m enyebarluaskan dan m enjadikannya bagian dari pengetahuan m asyarakat sangat terbatas. Belum lagi arogansi sebagai kaum terpelajar yang dipupuk m elalui pem berian gelar, pangkat dan penghorm atan
lainnya m em buat jarak dengan lingkungannya sem akin besar. Tentu saja di m ana-m ana dan dalam hal apa pun ada perkecualian. Di berbagai tem pat kita
m asih bisa m enjum pai intelektual dari perguruan tinggi dengan kom itm en dan bekerja tekun m em bantu m asyarakat m enyelesaikan m asalah yang dihadapinya. Mem ang jum lahnya sem akin sedikit, tapi ada. Dan m enjadi tanda bahwa harapan perubahan tak sepenuhnya sirna.
INDEX | ARSIP | EDISI ONLINE | HALAMAN NASKAH | LINKS
Tentang MKB | Email
©2003, Media Kerjabudaya Online. http://mkb.kerjabudaya.org
e-mail: [email protected] design & maintenance: nobodycorp. internationale unlimited
Kembangpala Meretas Hidup Sehat
André “Orang yang sehat adalah mereka yang hidup dalam rumah yang sehat dengan makanan sehat
dalam lingkungan yang secara m erata sesuai untuk kelahiran, pertum buhan, bekerja, sem buh dan m ati; m ereka didukung oleh budaya yang m enerim a kesadaran batas-batas populasi, penuaan, pem ulihan yang tidak bisa tuntas, dan bahaya kem atian yang selalu m engancam . Manusia yang sehat tidak m em erlukan cam pur tangan birokrasi untuk kawin, m elahirkan, berbagi rasa dengan sesam a dan m ati. ” (Ivan Illich, Batas-batas Pengobatan: Peram pasan Hak un tuk Sehat )
Kondisi kesehatan di Indonesia sem akin m enurun ketika krisis ekonom i m elanda pertengahan 1997. Masyarakat dengan kehidupan ekonom i lebih baik cenderung m enikm ati kualitas kesehatan lebih baik pula, karena m am pu m em peroleh m akanan yang sehat dengan kandungan gizi cukup dan m endapat pelayanan kesehatan yang m em adai. Sebaliknya m asyarakat yang lem ah dalam bidang ekonom i tidak m am pu m enjangkau pelayanan kesehatan yang sem akin m ahal. J angankan m endapat pelayanan kesehatan yang baik, m engusahakan m akanan sehari- hari dengan pasokan gizi yang m em adai saja terkadang sudah sulit. Setiap tahun m asih ditem ukan sekitar 1,5 juta kasus m alaria dan puluhan ribu kasus TBC. Lebih dari separuh perem puan ham il m asih terserang anaem ia dan m asih banyak orang yang m eninggal karena penyakit yang sesungguhnya m udah disem buhkan.
Situasi sem akin buruk karena m enurunnya kem am puan m ereka m engakses fasilitas pelayanan um um seperti listrik dan air bersih. Di daerah pedesaan sam pai pertengahan 1990 -an diperkirakan tidak lebih dari 60 % penduduk m em iliki akses sem acam itu dan belum terlihat usaha pem erintah m em perbaikinya. Anggaran kesehatan pem erintah tidak pernah lebih dari 2,5% dari total pengeluaran per tahun, jauh di bawah negara Asia Tenggara lainnya, dan bahkan m asih di bawah Bangladesh atau Korea Utara yang oleh kaum elite di sini dianggap “lebih terbelakang ” Alih-alih meningkatkan anggaran, krisis yang melanda Indonesia membuat pem erintah justru sem akin m engurangi anggaran yang sudah kecil itu dan m em biarkan industri kesehatan m enetapkan harga-harga yang tak terjangkau bagi m asyarakat kebanyakan.
Di tengah situasi ini tim bul pertanyaan, apakah m asyarakat m em ang harus bergantung pada pelayanan kesehatan yang disediakan oleh negara m aupun swasta? Apakah tidak m ungkin m eretas kem andirian dan berusaha m engatasi m asalah kesehatan dengan kem am puan sendiri? Sungguh ironis bahwa di tengah m araknya obat berm acam m erek dengan harga m ahal, hanya sedikit orang yang berusaha m encari alternatif m em anfaatkan keragam an tanam an berkhasiat obat dan berbagai teknik pengobatan tradisional. Masalahnya bukan hanya karena tidak tahu, atau tidak m au tahu, tapi m asyarakat cenderung dikondisikan agar tidak m engerti dan tetap bergantung pada industri kesehatan yang m ahal harganya.
Kegelisahan m eluas dalam m asyarakat dan m endorong orang m encari alternatif. Tanggal 4 J anuari 20 0 0 sekelom pok pegiat pengobatan alternatif di J akarta yang prihatin dengan keadaan kesehatan di Indonesia m em bentuk lem baga Kem bangpala, m em injam nam a tanam an berkhasiat obat. Para pendirinya seperti Putu Oka Sukanta, Dr Roy Tjiong, Mahyudin Mendim , Baron Suwarta, Abdul J alil, Surachm an, Nur Kum alasari um um nya m endalam i pengobatan alternatif seperti akupunktur dan juga giat dalam m engem bangkan gerakan kesehatan alternatif di berbagai lapisan m asyarakat. Suhendah Lasm adiwati, seorang pendiri yang lain, m enekuni tanam an berkhasiat obat. Kegiatan itu didukung oleh seorang sekretaris dan beberapa tenaga sukarela yang m em iliki kepedulian serupa.
Kem bangpala m engam bil bentuk perhim punan yang tidak m encari keuntungan m aterial dan bergerak untuk m em buat m asyarakat m andiri dalam bidang pengobatan alternatif. Sem angat ini m uncul karena m elihat kenyataan m asyarakat yang sem akin tidak berdaya m engatasi m asalah kesehatan m ereka sendiri. “Bagi kami masalah kesehatan adalah entry point untuk membantu m em aham i perm asalahan yang terjadi di dalam m asyarakat. Kam i juga m eyakini bahwa posisi paling lem ah dalam diri seseorang adalah ketika orang tersebut sakit (terganggu kesehatannya) dan tidak tahu tindakan apa yang harus dilakukannya. Karena itulah Kem bangpala berpandangan bahwa m em bangkitkan kepercayaan diri dan m enum buhkan keberdayaan di m asyarakat adalah tindakan m ulia dan strategis untuk terciptanya tatanan m asyarakat yang adil dan setara, ” ujar Abdul J alil menjelaskan.
Mereka m em andang bahwa tatanan kesehatan m asyarakat Indonesia selam a ini dipolakan sem ata hanya untuk m engutam akan keuntungan, dan m enem patkan m asyarakat sebagai obyek yang tidak berdaya dan kehilangan jati dirinya. Generasi sekarang ini um um nya tidak tahu m enahu tanam an apa saja yang berkhasiat sebagai obat. Mereka m ungkin lebih fasih m enyebutkan lim a m erek obat kim ia untuk penurun panas dari pada m enyebutkan tiga jenis tanam an berkhasiat obat – untuk khasiat yang sama – di sekitarnya.
Monopoli perawatan kesehatan oleh industri pengobatan m odern sem akin luas praktis tanpa pengawasan dan m ulai m encengkeram kebebasan tubuh kita sendiri. Orang yang ditahbiskan m enjadi dokter seolah m em iliki hak eksklusif untuk m enentukan jenis penyakit, kem ungkinan sakit dan apa yang harus dilakukan pada tubuh orang yang disebut sakit. Dalam lingkup sehari- hari jika terserang penyakit ringan, orang biasanya “belajar” dari iklan di papan reklame atau m edia inform asi dan m em percayakan kesehatannya pada obat-obatan yang dijual bebas di warung atau apotik.
Dari sini berlangsung proses ketergantungan yang disyukuri industri obat karena dapat m eraup untung sebanyak-banyaknya. J aring ketergantungan itu sem akin luas dengan diserapnya berbagai “alternatif” ke dalam pusaran industri. Trend kembali ke alam yang dipopulerkan beberapa waktu lalu sem pat m enarik perhatian m asyarakat karena m elihat bahan alam iah lebih am an dan tidak punya efek sam ping dibandingkan obat kim ia. Awalnya para pengem uka slogan itu berm aksud m em erangi dom inasi industri obat, tapi dalam waktu singkat peneliti yang m endukung industri m enem ukan jalan untuk m enciptakan obat-obatan “alamiah” juga dan m em perluas ketergantungan. Karena itu Kem bangpala m enyadari bahwa untuk lepas dari cengkeram an industri obat – kimia maupun yang berkedok alami – orang harus menjadi m andiri dan tidak tergantung pada siapa pun dalam batas-batas tertentu.
Praktek pengobatan akhir-akhir ini m em ang sem akin m em uakkan karena tujuannya cenderung m em elihara penyakit ketim bang m enyem buhkan dan m enghilangkannya. Orang dipacu untuk m enganggap dirinya sakit tapi tanpa tahu persis apa penyakit dan penyebabnya, sehingga lari m enjadi konsum en obat, penyem buhan, pencegahan yang dikelola oleh industri itu. Pelayanan kesehatan sekarang adalah cerm in yang baik. Para pekerja kesehatan sem akin bertam bah penghasilannya kalau jum lah orang sakit sem akin banyak, dan industri obat-obatan pun senang karena pendapatannya terus m eningkat. Persekongkolan tenaga m edis dan industri kesehatan sudah sedem ikian rupa dan tidak m enunjukkan itikad baik untuk m encegah apalagi m enekan jum lah orang yang sakit. J ustru sebaliknya, praktek yang ada cenderung m em binasakan potensi orang m enjadi pribadi yang unik dan otonom dengan m enyerap m ereka ke dalam pusaran industri kesehatan. Pasien yang ada dalam genggam an pelayanan dan pengobatan sekarang tidak bedanya dari obyek tanpa hak atas tubuhnya sendiri. Sebuah kom oditas industri belaka.
Dengan m isi bersam a m asyarakat m enggali, m engem bangkan dan m enyem purnakan potensi kesehatan yang berakar pada pengalam an, kebiasaan hidup dan pengetahuan yang alam iah dan alternatif, Kem bangpala m endam bakan m asyarakat yang berdaya di bidang kesehatan. Dalam pelatihan-pelatihan yang diadakan, Kem bangpala m engharapkan bahwa dari beberapa peserta pelatihan yang telah lulus seleksi – baik teori, praktek dan seleksi alam – dapat menjadi seorang kader kesehatan yang tidak hanya tram pil m engobati tapi juga m am pu m em baca sem angat m asyarakat untuk belajar dan m enyem angati m asyarakat tersebut agar ikut m elatih orang lain di sekitar wilayah tem pat tinggalnya. Dengan begitu akan berm unculan kelom pok-kelom pok yang dapat m andiri dalam kesehatan dan berkem bang untuk saling belajar bersam a m asyarakatnya.