Ma s a la h Ke p e n tin ga n AS
Ma s a la h Ke p e n tin ga n AS
Lewat Om nibus Trade and Com petitive Act 1998 , khususnya seksi 30 1 pem erintah AS dapat m em berlakukan sanksi kepada negara yang dianggap tidak m elakukan perdagangan secara fair sebagaim ana diatur dalam GATT (kesepakatan um um m engenai pajak dan tarif), yang m endului WTO. Menurut Departem en Perdagangan AS, Indonesia term asuk negara yang patut diawasi karena belum konsisten m elindungi produk HAKI, artinya belum m enjadi partner Am erika yang fair.
Dari kenyataan ini cukup jelas bahwa posisi Indonesia dalam m asalah HAKI lebih ditentukan oleh kepentingan luar daripada kepentingannya sendiri. Di dalam negeri HAKI hanya berarti saat m elindungi penerbit buku dari pem bajak buku yang m em ang m enjadi m asalah serius beberapa tahun belakangan. Tapi selebihnya seluruh wacana dan aturan m ain ditentukan, dibuat dan m enguntungkan orang lain. Penetapan status Indonesia dalam kerangka USTR m em buat negeri ini seperti narapidana yang dinilai perilakunya untuk m endapat pengurangan m asa tahanan atau sebaliknya ditem patkan dalam blok isolasi.
Dalam penetapan hukum nya sendiri, rum usan pasal-pasal dan kerangkanya datang dari luar. Sem ua produk hukum yang berkait dengan hak cipta, paten dan m erek beberapa tahun terakhir diperbaiki atas desakan – dan sekaligus “konsultasi” – dari pemerintah AS yang bersekutu dengan perusahaan transnasional di bidang HAKI dan berbagai skem a perdagangan internasional. Dalam tahun 20 0 0 saja aturan hukum di bidang itu dilengkapi dengan UU Rahasia Dagang, UU Desain Industri dan UU Desain Tata Letak Sirkuit. Tidak banyak anggota DPR yang m em perdebatkannya, karena m em ang tidak hadir di ruang sidang. Tapi karena pem erintah bertekad m enggolkannya – atas desakan pemerintah AS dan perusahaan transnasional – maka proses pengambilan keputusannya berlangsung mulus.
Pem erintah AS sangat berkepentingan karena dalam sejak pertengahan 1990 -an industri berbasis HAKI m enjadi pem asok devisa terbesar, m enggantikan peran industri m obil, penerbangan dan bahkan m inyak. Tahun 1997 industri berbasis hak cipta m enyum bang $ 66,8 5 m ilyar, m elam paui industri elektronik yang m enyum bang $ 54,29 atau perusahaan pesawat terbang dengan $ 48 ,64. Ekspansi industri HAKI ini berawal dari program neoliberal di m asa kepresidenan Ronald Reagan, yang dikenal dengan sebutan Reaganom ics. Peluang dunia usaha dibuka lebar dan ekspansi perusahaan m ultinasional berlangsung ke seluruh penjuru dunia. Pada saat bersam aan subsidi sosial di bidang kesehatan dan pendidikan bagi warganya dibuntungi karena harus m em beri supply m odal kepada dunia usaha.
Strategi ini dim ulai karena m erosotnya pertum buhan ekonom i AS pertengahan 198 0 -an. Menurunnya pendapat dari industri “tradisional” seperti pesawat terbang dan peralatan elektronik m em buat pengusaha m elirik bidang-bidang baru yang punya potensi m enggalang pendapatan bagi AS. Salah satu sektor yang terpenting adalah industri berbasis hak cipta, khususnya dalam industri film , rekam an m usik dan video, suratkabar, m ajalah, buku, jurnal ilm iah dan lainnya. Sebelum m elem parkan produknya ke seluruh belahan dunia, m ereka m em erlukan perlindungan agar konsum en di m ana pun akan m em bayar hak cipta dan sekaligus m elindunginya dari pem bajakan.
Sekalipun telah m engalam i peningkatan pendapat luar biasa, AS m elalui Koalisi Internasional Anti Pem bajakan m engklaim bahwa lim a hingga delapan persen produk dan jasanya di dunia ini telah dibajak dan m engakibatkan kerugian sekitar $ 20 0 m ilyar per tahun. Menurut New York Tim es Novem ber 1995 dalam bidang m usik rekam an saja pem bajakan m engakibatkan kerugian $ 2,5 m ilyar. Hal serupa dialam i oleh perusahaan software kom puter, farm asi, video-tape dan peralatan elektronik.
Lebih jauh m ereka m engklaim bahwa pem bajakan juga berakibat pada ketenagakerjaan di AS. Tahun 1993 disebutkan sekitar 750 ribu orang kehilangan pekerjaan akibat pem bajakan yang dilakukan negara lain. Studi yang dilakukan industri otom otif m engatakan bahwa tahun 1991 sebenarnya industri ini bisa tetap m em pekerjakan sekitar 210 ribu buruhnya jika AS tidak m engalam i kerugian $ 12 m ilyar akibat pem bajakan. Para pengam at yang kritis bagaim anapun m engatakan penilaian itu berlebihan dan sekarang digunakan oleh industrialis AS untuk m em benarkan tindak pem ecatan m assal yang m ereka lakukan selam a bertahun-tahun.
Pem im pin perusahaan besar seperti CBS, Du Pont, General Electric, Hewlett-Packard, IBM dan Pfizer m ulai m enggalang aliansi dengan perusahaan J epang dan beberapa negara Eropa untuk m engangkat m asalah HAKI ini di berbagai forum perdagangan internasional. Dalam perundingan GATT 1995 m ereka m aju bersam a-sam a m enghadapi wakil pem erintah dan unsur lainnya dengan pernyataan, “urusan hak kekayaan intelektual terlalu penting untuk hanya diurusi oleh pem erintah ”. Artinya perusahaan multinasional harus mendapat suara lebih besar agar dapat m endesak pem erintah m asing-m asing untuk m engangkat m asalah HAKI ke m eja perundingan.
Berkat lobby, tekanan dan berm acam langkah lain gabungan perusahaan transnasional dan pem erintah AS akhirnya berhasil m em buat HAKI m enjadi agenda tetap dalam GATT m aupun WTO. Sebuah pencapaian penting tentu saja karena dengan begitu perusahaan transnasional atau negara m aju yang dirugikan oleh pem bajakan atau praktek perdagangan “tidak fair” lainnya dapat m engajukan para “pelaku kejahatan” ke sidang WTO. Memang tidak ada hukuman pidana seperti penjara apalagi hukum an m ati, tapi sanksi ekonom i, em bargo dan blokade yang akan diterapkan kepada para pelanggar telah terbukti am puh m em bunuh jutaan orang di m uka bum i.
Sebagian negeri berkem bang m enolak m asuknya m asalah HAKI dalam perundingan GATT/ WTO karena m enganggap forum lain di dalam PBB sudah cukup untuk m enanganinya. Mereka sadar bahwa sekali saja aturan yang tidak m enguntungkan itu m engikat sem ua negara di dunia, m aka ketim pangan akan sem akin langgeng. Para pejabat Indonesia tidak banyak berkom entar apalagi m engajukan usul-usul yang dapat m enguntungkan penduduk negerinya. Lobby kaum industrialis jauh lebih kuat dan m enunjukkan bahwa setelah Perang Dunia usai AS m enjadi superpower yang bukan hanya pandai m enggunakan senjata api tapi juga senjata dagang untuk m em pertahankan kepentingannya.
Kesetaraan Menjadi Sejarah Program ekonom i neoliberal dan kepentingan industrialis AS adalah pendorong utam a
pem berlakuan aturan m engenai hak atas kekayaan intelektual. Indonesia sebagai negeri berkem bang yang tidak punya bargaining position akibat ulah elitenya sendiri hanya m engekor pada apa yang diputuskan dari luar, dengan sesekali m em beri gincu agar terkesan m em etik keuntungan di dalam nya.
Kekuasaan rezim HAKI m asih dalam proses tapi hasil-hasilnya bagi penduduk dunia um um nya sudah m ulai terlihat. Bayangkan saja apa yang akan terjadi jika buku teks tiba-tiba m elonjak harganya “setara” dengan harga di AS. Dengan harga buku seperti sekarang pun mahasiswa dan pengajar sudah m egap-m egap, apalagi jika harus m enghorm ati standar internasional yang berkisar antara $ 20 -30 atau Rp 18 0 .0 0 0 sam pai Rp 270 .0 0 0 .
Belum lagi kondisi m engenaskan para pem buat tem pe yang akan dikejar-kejar penegak hukum HAKI karena “mencuri” kekayaan intelektual yang dibeli oleh perusahaan transnasional. Belum lagi tanam an obat, bibit padi, jenis ternak yang setiap saat bisa dibuat patennya oleh m odal besar, dan m em buat penduduk yang selam a ini m enikm atinya sebagai m ilik um um nantinya harus m em bayar m ahal agar dapat m enggunakannya.
Dalam situasi terpuruk seperti sekarang, rezim HAKI hanya akan m em buat Indonesia sem akin terbelakang. Tikus-tikus birokrasi yang m enggerogoti perekom ian dan tak pernah punya strategi keluar dari krisis akan m enjadi beban rakyat ketika m enghadapi kekuasaan ekonom i global. Dan akhirnya lagi-lagi m asyarakat luas m enjadi korban. Ketim pangan m erajalela dan kesetaraan tinggal nam a saja.
Rujukan: Carlos M. Corriea, Intellectual Property Rights, the WTO and the Developing Countries. Penang:
Third World Network, 20 0 0 . Hira J ham tani, Ancam an Globalisasi dan Im perialism e Lingkungan. Yogyakarta: INSIST Press,
20 0 1. Kevin Watkins, Fixing the Rules: North-South Issues in the International Trade and the GATT-
Uruguay Round. London: CIIR, 1992. Paul Goldstein, Hak Cipta: Dahulu, Kini dan Esok. J akarta: Yayasan Obor, 1997. Ronald V. Bettig, “Critical Perspectives on the History and Philosophy of Copyright”, Critical
Studies in Mass Com m unication, J une 1992. United Nations Developm ent Program , Hum an Developm ent Report 1999. Vandana Shiva, Bioteknologi dan Lingkungan dalam Persepktif Hubungan Utara-Selatan.
J akarta: Gram edia, 1994.
I GN AT I U S H ARY AN T O adalah jurnalis, dan wakil direktur Lembaga Studi Pers dan Pembangunan (LSPP) di Jakarta.
INDEX | ARSIP | EDISI ONLINE | HALAMAN NASKAH | LINKS
Tentang MKB | Email
©2003, Media Kerjabudaya Online. http://mkb.kerjabudaya.org
e-mail: [email protected] design & maintenance: nobodycorp. internationale unlimited
Manusia Marx
J ohn Roosa Saat m em utuskan untuk m em pertahankan larangan terhadap Marxism e-Leninism e awal 20 0 0 ,
anggota MPR sebenarnya terbenam dalam kontradiksi logis. Kalau m au m elarang sesuatu seseorang harus bisa m engidentifikasi, m endefinisikan dan tahu apa yang m au dilarang. Sem entara untuk tahu apa yang dim aksud Marxism e-Leninism e orang harus m em baca buku- buku yang dilarang oleh MPR. Pejabat pem erintah yang m au m enegakkan aturan itu harus m elanggarnya lebih dulu: m ereka harus m em pelajari apa yang akan m ereka sensor. MPR m enetapkan aturan yang tidak m ungkin dilaksanakan oleh pem erintah dan tidak m ungkin ditaati m asyarakat pula. Negara m encap Marxism e-Leninism e sebagai sesuatu yang jahat tapi tidak m am pu, tanpa m elanggar hukum nya sendiri, m erum uskan apa sesuatu itu: apakah sesuatu itu ideologi? Pendekatan filsafat? Metodologi ilm u sosial? Cara berpikir? Atau setan dari neraka yang bangkit tiap m alam J um at?
Karena hanya disuruh m em benci tanpa pernah tahu apa yang dibenci, m aka lahirlah pandangan irasional tentang Marxism e-Leninism e di Indonesia. Marxism e-Leninism e m enjadi hantu yang keberadaannya harus dipercaya sem ua orang tapi tanpa seorang pun dapat m enunjukkan wujudnya. Karena orang tidak bisa m engidentifikasi hantu itu, m ereka cenderung percaya bahwa pejabat negaralah yang tahu caranya. Kabarnya beberapa pejabat tinggi, seperti para pengajar di Lem hanas, m em baca buku-buku Marx dan Lenin dan m em aham i seluruh isinya (Artinya setiap orang yang diindoktrinasi oleh Orde Baru harus m encurigai para pejabat ini sebagai Marxis- Leninis). J ika negara m em proklam irkan hantu Marxism e-Leninism e itu telah "m enyusup" ke partai-partai politik, organisasi hak asasi m anusia, serikat buruh, m aka sem estinya kita setuju bahwa negara lebih tahu soal itu dari kita. Walau partai atau organisasi yang kita lihat sebenarnya biasa saja, pejabat negara ternyata tahu wujud setan bertopeng itu. Mereka tahu cara m elihat hantu; rupanya ada alat optik khusus yang m em buat m ereka bisa m elihat hal-hal yang tak terlihat oleh kita. Kita tidak boleh bikin penilaian sendiri tentang baik-buruknya pem ikiran atau organisasi tertentu; kita harus percaya para pejabat karena m ereka lebih tahu dari kita. Mereka tahu sem ua bahaya laten di atas m aupun bawah tanah. Para politisi pasca-Soeharto, yang m enyetujui pelarangan Marxism e-Leninism e, rupanya tetap percaya bahwa orang Indonesia belum cukup um ur untuk berpikir sendiri. Massa m engam bang terus saja m engam bang.
Sebenarnya sejak 1966 para pejabat negara itulah yang m engam bang dalam ketidaktahuan. Mereka m endapat tugas m elarang sesuatu yang tidak m ereka paham i, sehingga m ahasiswa Indonesia dengan bebas m em baca karya Antonio Gram sci karena para pejabat tidak tahu bahwa ia seorang Marxis. Tapi di sisi lain ada tukang bakso m iskin yang m enulis "PKI Madiun Bangkit" di dinding rum ahnya tahun 1995, dan langsung diseret ke kantor polisi dan diinterogasi karena dianggap pim pinan PKI bawah tanah yang baru. Pejabat negara terus m enengarai kehadiran PKI dalam gam bar di sam pul kaset, cincin dan kaos oblong. Di J awa Tengah, bahkan m erek baju Ham m er (Palu) dan jeans Tira (kalau dibalik, Arit) dicurigai sebagai "cara-cara kom unis m enyam paikan pesan".
Tentu saja kebanyakan orang Indonesia, berhadapan dengan negara yang terus bicara tentang Marxism e-Leninism e sebagai hantu jahat tanpa pernah m enjelaskannya, ingin tahu apa sesungguhnya m ahluk m isterius itu. Atm osfir irasional, yang m irip dengan penggeropyokan dukun santet, tidak m em ungkinkan kita m elihat soal yang sangat m endasar: kita sebenarnya tidak m ungkin m endefinisikan Marxism e-Leninism e. Pelarangan sesuatu secara hukum bertolak dari anggapan bahwa sesuatu itu dapat didefinisikan. Tapi di sini hukum m elarang sesuatu yang tidak pernah disepakati definisinya. Tak seorang pun dengan pasti bisa m enyatakan apa sesungguhnya Marxism e-Leninism e itu. Perbedaan pendapat yang paling hebat justru terjadi di antara m ereka yang m enganggap diri sebagai pengibar bendera Marxism e-Leninism e. Perbedaan itu bukan sem ata soal istilah atau kata yang ditafsir berbeda tapi ada interpretasi yang bertentangan dan tidak dapat didam aikan.