DETERMINAN PENGUNGKAPAN MODAL INTELEKTUAL BERDASARKAN VARIABEL KEUANGAN DAN NON KEUANGAN

(1)

INTELEKTUAL BERDASARKAN VARIABEL

KEUANGAN DAN NON KEUANGAN

(Studi Empiris pada Perusahaan Perbankan yang Listing

di BEI Tahun 2011-2013)

SKRIPSI

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

pada Universitas Negeri Semarang

Oleh

Suci Yuli Priyanti NIM 7211411022

JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2015


(2)

(3)

(4)

(5)

v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN Motto :

Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan; Maka apabila engkau telah selesai (dari sesuatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain)” (QS. Al –Insyirah 94: 6-7).

“Allah SWT tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya” (QS. Al-Baqarah 2: 286).

“Tak perlu tunggu hebat untuk berani memulai apa yang kau impikan, hanya perlu memulai, untuk menjadi hebat raih yang kau impikan” (Tehebat, CJR).

Persembahan:

Allah SWT untuk setiap kasih sayang dan Kuasa-Nya;

Super parents Bapak Cipto Sumaryo dan Ibu Salimah tercinta yang selalu memberikan kasih sayang, mengiringi dengan segala usaha dan doa;

Pemerintah Republik Indonesia yang telah memberikan program beasiswa Bidikmisi (Kemendikbud);

Kakakku Mbak Titi dan Mas Muji terima kasih atas doa dan dukungannya;

Adekku Sahwa dan keponakanku Devan, yang selalu menghibur, semoga ini bisa menjadi penyemangat belajar dan jadilah lebih baik dari Mba Uci;

Mbah Buyut Amad yang senantiasa mendoakan dan menanti kelulusan ini;

Segenap Keluarga Besar terimakasih atas segala doa


(6)

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala kenikmatan, keberkahan, kekuatan dan kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Determinan Pengungkapan Modal Intelektual Berdasarkan Variabel Keuangan dan Non Keuangan (Studi Empiris pada Perusahaan Perbankan yang Listing di BEI Tahun 2011-2013)“ sebagai tugas akhir guna memenuhi syarat-syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi Universitas Negeri Semarang.

Penulis menyadari bahwa dalam proses penyusunan skripsi ini tidak lepas dari dukungan, bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan rasa hormat penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum. Rektor Universitas Negeri Semarang. 2. Dr. Wahyono., M.M. Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang. 3. Drs. Fachrurrozie, M.Si. Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi

Universitas Negeri Semarang.

4. Dr. Agus Wahyudin, M.Si. selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan pengarahan, bimbingan dan motivasi dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Dr. Muhammad Khafid, S.Pd., M.Si selaku Dosen Penguji I yang telah memberikan masukan sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.

6. Badingatus Solikhah., SE., M.Si selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan masukan sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.


(7)

vii

Semarang, Maret 2015

Penulis

7. Kiswanto, SE., M.Si selaku Dosen Wali Akuntansi A 2011 yang memberikan bimbingan dan motivasi selama menimba ilmu di Universitas Negeri Semarang.

8. Bapak/Ibu Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang atas bimbingan, bantuan dan kesabaran dalam memberikan ilmu yang tak terhitung jumlahnya.

9. Seluruh staf dan karyawan Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang yang telah membantu dalam proses perkuliahan.

10. Ummi, Tirta, Gilang, Adel, Jundhi, Faisal, Defy, Lusi, Ajeng, teman-teman Akuntansi A 2011, Shinta Kost dan teman-teman KKN PPM 2014 Dusun Manggung atas bantuan dan semangatnya.

11. Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini.

Berbagai upaya telah penulis lakukan agar skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik sesuai dengan kaidah karya ilmiah. Namun penulis menyadari bahwa karya ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu kritik dan saran yang menjadi perbaikan sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan di kemudian hari.


(8)

viii SARI

Priyanti, Suci Yuli. 2015. “Determinan Pengungkapan Modal Intelektual Berdasarkan Variabel Keuangan dan Non Keuangan (Studi Empiris pada Perusahaan Perbankan yang Listing di BEI Tahun 2011-2013”. Skripsi. Jurusan Akuntansi. Fakultas Ekonomi. Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Dr. Agus Wahyudin, M.Si.

Kata Kunci : Pengungkapan Modal Intelektual, Tingkat Utang, Pertumbuhan Laba, Ukuran Perusahaan, Ukuran Dewan Komisaris, Umur Perusahaan, Kompleksitas Bisnis.

Modal intelektual merupakan kekayaan tidak berwujud perusahaan yang mampu meningkatkan nilai perusahaan. Modal intelektual melekat dalam keterampilan, pengetahuan dan pengalaman yang merupakan keunggulan kompetitif bagi perusahaan. Namun, dewasa ini pengungkapan modal intelektual masih sangat rendah. Penyebabnya antara lain adalah sifat pengungkapan yang masih sukarela, sulitnya mengidentifikasi, mengukur dan melaporkan modal intelektual, serta belum adanya standar atau peraturan terutama untuk perusahaan yang sudah go public. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pengaruh variabel keuangan yang terdiri dari tingkat utang, pertumbuhan laba, ukuran perusahaan dan variabel non keuangan yang terdiri dari ukuran dewan komisaris, umur perusahaan dan kompleksitas bisnis terhadap pengungkapan modal intelektual pada perbankan.

Populasi penelitian ini adalah perusahaan perbankan yang listing di BEI tahun 2011 sampai 2013. Sampel dipilih dengan menggunakan metode purposive sampling dan diperoleh 90 unit analisis yang menjadi objek pengamatan. Alat analisis yang digunakan adalah analisis regresi berganda SPSS 21 dengan pemenuhan uji asumsi klasik.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat utang, ukuran dewan komisaris, dan kompleksitas bisnis berpengaruh signifikan positif terhadap pengungkapan modal intelektual. Pertumbuhan laba berpengaruh signifikan tetapi dengan arah hubungan yang negatif. Sedangkan ukuran perusahaan dan umur perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan modal intelektual.

Simpulan dari penelitian ini yaitu tingkat utang, ukuran dewan kimisaris, kompleksitas bisnis terbukti mampu meningkatkan pengungkapan modal intelektual. Saran untuk penelitian selanjutnya yaitu menggunakan teknik lain seperti kuesioner yang langsung diberikan kepada perusahaan dalam mencari tingkat pengungkapan modal intelektual pada perusahaan.


(9)

ix ABSTRACT

Priyanti, Suci Yuli. 2015. “Determinants of Intellectual Capital Disclosure Based on Financial and Non Financial Variable (Empirical Study in Banking Companies Listed in Indonesia Stock Exchange in 2011-2013)”. Final Project. Accounting Department. Economic Faculty. Semarang State University. Advisor Dr. Agus Wahyudin, M.Si.

Keywords: Intellectual Capital Disclosure, Leverage, Earning Growth, Company Size, Board of Commissioner Size, Company Age, Business Complexity.

Intellectual capital is an intangible asset which is capable to increase company’s value. Intellectual capital attached to skill, knowledge and experience is a competitive advantage for company. Nevertheless, nowadays, intellectual capital disclosure is still inadequate. The causes are disclosure is voluntary, difficulties to identify, measure and report intellectual capital, and also neither standard nor regulation exist. The purposes of this study is to analyze the effect of financial variable consisting of leverage, earning growth, company size, and non financial variable consisting of board of commissioner size, company age, and business complexity on intellectual capital in banking industry.

The population of this study is banking companies listed in Indonesia Stock Exchange from 2011 until 2013. Samples are selected using purposive sampling method, and obtained 90 unit analyses as observations’ objects. Analyses tool uses SPSS 21 multiple regression analyses complying classical assumption test.

The study results show that leverage, board of commissioner, and business complexity effect positively significant on intellectual capital disclosure. Earning growth has significantly influenced but in negative way. While company size and company age has no effect on intellectual capital disclosure.

The conclusion from this study is leverage, board of commissioner size, and business complexity evidently adequate to increase intellectual capital disclosure. The recommendation for further study is to use the other techniques such as questionnaires that is directly given to company for discovering the level of company’s intellectual capital disclosure.


(10)

x DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN KELULUSAN ... iii

PERNYATAAN ... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

SARI ... viii

ABSTRACT ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang Masalah ... 1

1.2.Rumusan Masalah ... 11

1.3.Tujuan Penelitian ... 12

1.4.Kegunaan Penelitian ... 13

BAB II TELAAH TEORI ... 15

2.1 Legitimacy Theory ... 15

2.2 Agency Theory ... 17

2.3 Signalling Theory ... 18


(11)

xi

2.4.1Definisi Modal Intelektual ... 19

2.4.2Komponen Modal Intelektual ... 21

2.5 Pengungkapan Modal Intelektual ... 24

2.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Modal Intelektual ... 28

2.7 Tingkat Utang ... 32

2.8 Pertumbuhan Laba ... 33

2.9 Ukuran Perusahaan ... 35

2.10Ukuran Dewan Komisaris ... 37

2.11 Umur Perusahaan ... 38

2.12 Kompleksitas Bisnis ... 39

2.13 Penelitian Terdahulu ... 40

2.14 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 44

2.15 Pengembangan Hipotesis ... 47

2.15.1 Pengaruh Tingkat Utang terhadap Pengungkapan Modal Intelektual... 47

2.15.2 Pengaruh Pertumbuhan Laba terhadap Pengungkapan Modal Intelektual... 50

2.15.3 Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Pengungkapan Modal Intelektual... 53

2.15.4 Pengaruh Ukuran Dewan Komisaris terhadap Pengungkapan Modal Intelektual... 56

2.15.5 Pengaruh Umur Perusahaan terhadap Pengungkapan Modal Intelektual ... 59

2.15.6 Pengaruh Komplesitas Bisnis terhadap Pengungkapan Modal Intelektual... 63


(12)

xii

BAB III METODE PENELITIAN... 67

3.1 Jenis dan Desain Penelitian ... 67

3.2 Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel ... 67

3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 68

3.3.1 Variabel Dependen ... 68

3.3.2 Variabel Independen ... 69

1. Tingkat Utang... 69

2. Pertumbuhan Laba ... 70

3. Ukuran Perusahaan... 70

4. Ukuran Dewan Komisaris ... 71

5. Umur Perusahaan ... 71

6. Kompleksitas Bisnis ... 72

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 74

3.5 Metode Analisis Data ... 74

3.5.1 Analisis Statistik Deskriptif ... 74

3.5.2 Uji Asusmsi Klasik ... 75

1. Uji Normalitas ... 75

2. Uji Autokorelasi ... 75

3. Uji Multikolinieritas ... 76

4. Uji Heteroskedastisitas ... 77

3.5.3 Pengujian Hipotesis ... 77

1. Koefisien Determinasi (Adjusted R2) ... 78


(13)

xiii

3. Uji Signifikansi Paramenter Individual

(Uji Statistik t) ... 79

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 80

4.1Deskripsi Objek Penelitian ... 80

4.2Hasil Penelitian ... 81

4.2.1 Analisis Statistik Deskriptif……… 81

1. Pengungkapan Modal Intelektual (ICD) ... 81

2. Tingkat Utang (Lev) ... 83

3. Pertumbuhan Laba (EG)... 85

4. Ukuran Perusahaan (Size)... 86

5. Ukuran Dewan Komisaris (Comm)... 87

6. Umur Perusahaan (Age) ... 89

7. Kompleksitas Bisnis (Complex) ... 90

4.2.2 Hasil Uji Asumsi Klasik ... 91

1. Uji Normalitas ... 91

2. Uji Autokorelasi ... 94

3. Uji Multikolinieritas ... 95

4. Uji Heteroskedastisitas ... 97

4.2.3. Analisis Regresi Berganda ... 98

4.2.4. Uji Hipotesis ... 100

1. Koefisien Determinasi (Adjusted R2) ... 100

2. Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F) ... 102


(14)

xiv

4.3Pembahasan ... 105

4.3.1 Pengaruh Tingkat Utang terhadap Pengungkapan Modal Intelektual ... 106

4.3.2 Pengaruh Pertumbuhan Laba terhadap Pengungkapan Modal Intelektual ... 108

4.3.3 Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Pengungkapan Modal Intelektual ... 110

4.3.4 Pengaruh Ukuran Dewan Komisaris terhadap Pengungkapan Modal Intelektual ... 112

4.3.5 Pengaruh Umur Perusahaan terhadap Pengungkapan Modal Intelektual ... 113

4.3.6 Pengaruh Kompleksitas Bisnis terhadap Pengungkapan Modal Intelektual ... 117

BAB V PENUTUP ... 120

5.1Simpulan ... 120

5.2Saran ... 121


(15)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Skema Modal Intelektual ... 22

Tabel 2.2 Framework Modal Intelektual ... 23

Tabel 2.3 Penelitian-penelitian Empiris tentang Modal Intelektual... 41

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel ... 72

Tabel 3.2 Nilai Durbin-Watson ... 76

Tabel 4.1 Ikhtisar Pemilihan Sampel ... 80

Tabel 4.2 Analisis Statistik Deskriptif Pengungkapan Modal Intelektual ... 81

Tabel 4.3 Hasil Analisis Frekuensi Pengungkapan Modal Intelektual pada Perusahaan Perbankan Tahun 2011-2013 ... 82

Tabel 4.4 Analisis Statistik Deskriptif Tingkat Utang ... 83

Tabel 4.5 Hasil Analisis Frekuensi Tingkat Utang pada Perusahaan Perbankan Tahun 2011-2013 ... 84

Tabel 4.6 Analisis Statistik Deskriptif Pertumbuhan Laba ... 85

Tabel 4.7 Hasil Analisis Frekuensi Pertumbuhan Laba pada Perusahaan Perbankan Tahun 2011-2013 ... 85

Tabel 4.8 Analisis Statistik Deskriptif Ukuran Perusahaan ... 86

Tabel 4.9 Hasil Analisis Frekuensi Ukuran Perusahaan pada Perusahaan Perbankan Tahun 2011-2013 ... 87

Tabel 4.10 Analisis Statistik Deskriptif Ukuran Dewan Komisaris ... 87

Tabel 4.11 Hasil Analisis Frekuensi Ukuran Dewan Komisaris pada Perusahaan Perbankan Tahun 2011-2013 ... 88


(16)

xvi

Tabel 4.12 Analisis Statistik Deskriptif Umur Perusahaan ... 89

Tabel 4.13 Hasil Analisis Frekuensi Umur Perusahaan pada Perusahaan Perbankan Tahun 2011-2013 ... 89

Tabel 4.14 Analisis Statistik Deskriptif Kompleksitas Bisnis ... 90

Tabel 4.15 Hasil Analisis Frekuensi Kompleksitas Bisnis pada Perusahaan Perbankan Tahun 2011-2013 ... 90

Tabel 4.16 Hasil Uji Normalitas dengan Uji Kolmogorv Smirnov (K-S) ... 94

Tabel 4.17 Hasil Uji Autokorelasi ... 95

Tabel 4.18 Hasil Uji Multikolinieritas dengan Coefficients Correlations ... 96

Tabel 4.19 Hasil Uji Multikolinieritas dengan Collinearity Statistics ... 96

Tabel 4.20 Hasil Persamaan Regresi Berganda ... 99

Tabel 4.21 Hasil Uji Koefisien Determinasi ... 101

Tabel 4.22 Hasil Uji Signifikansi Simultan ... 102


(17)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Model Teoritis ... 46

Gambar 2.2 Model Empiris ... 66

Gambar 4.1 Grafik Perkembangan ICD ... 83

Gambar 4.2 Hasil Uji Normalitas dengan Histogram ... 92

Gambar 4.3 Hasil Uji Normal p-plot... 93


(18)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar Perusahaan sampel ... 128

Lampiran 2 Item Pengungkapan Modal Intelektual ... 129

Lampiran 3 Pengungkapan Modal Inteletual (ICD)... 134

Lampiran 4 Pengungkapan Modal Inteletual (ICD)... 152

Lampiran 5 Tingkat Utang (Lev)... 153

Lampiran 6 Pertumbuhan Laba (EG) ... 154

Lampiran 7 Ukuran Perusahaan (Size) ... 155

Lampiran 8 Ukuran Dewan Komisaris (Comm) ... 156

Lampiran 9 Umur Perusahaan (Age) ... 157

Lampiran 10 Kompleksitas Bisnis (Complex) ... 158


(19)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Pengungkapan informasi adalah salah satu cara pemenuhan tanggung jawab suatu perusahaan terhadap pemegang kepentingan. Dewasa ini baik pemilik perusahaan, kreditur, pemerintah, karyawan bahkan masyarakat menuntut adanya keterbukaan informasi terkait dengan operasional perusahaan. Transparansi informasi baik informasi keuangan maupun non keuangan menjadi aspek yang penting guna mengetahui pelaksanaan dan kinerja perusahaan. Informasi keuangan tersaji dalam laporan keuangan yaitu seperti laporan laba rugi, laporan perubahan modal, neraca, dan arus kas. Lain halnya dengan informasi non keuangan yaitu segala hal yang mendukung aktivitas perusahaan seperti pengetahuan, karyawan, pelanggan, merek, paten, teknologi yang merupakan bagian dari modal intelektual dimana informasi ini tidak tersaji dalam laporan keuangan namun biasanya dijabarkan dalam laporan tahunan (annual report) perusahaan dan sulit untuk dikuantifikasikan.

Perkembangan ekonomi dunia semakin meningkat. Perubahan ekonomi bisnis dari ekonomi bisnis berdasarkan tenaga kerja (labor-based business) menuju ekonomi bisnis berdasarkan pengetahuan (knowledge based business) dengan karakteristik utama ilmu pengetahuan (Sawarjuno, 2003). Perubahan tersebut merupakan tanda bahwa modal intelektual merupakan aset penting pada suatu perusahaan. Dalam sistem manajemen yang berbasis pengetahuan ini, maka


(20)

modal konvensional seperti sumber daya alam, sumber daya keuangan dan aset fisik lainnya menjadi kurang penting dibandingkan dengan modal yang berbasis pada pengetahuan dan teknologi (Sawarjuno, 2003). Proses menciptakan nilai (value creation) telah bergeser dari pemanfaatan aset berwujud menjadi pemanfaatan aset tidak berwujud yaitu modal intelektual yang melekat dalam keterampilan, pengetahuan dan pengalaman (Purnomisidhi, 2005).

Modal intelektual mempunyai berbagai macam definisi, salah satu definisi yang komprehensif adalah definisi dari Chartered Institute of Management Accountants (CIMA) dalam Bhasin (2008) modal intelektual adalah kepemilikan dari pengetahuan dan pengalaman, pengetahuan profesional dan keahlian, hubungan yang baik dan kapasitas penguasaan teknologi, yang jika diterapkan akan menciptakan keunggulan kompetitif bagi organisasi. Belum adanya standar atau peraturan tentang pengidentifikasian, pengukuran dan pengungkapan modal intelektual menyebabkan sulitnya mendefinisikan modal intelektual yang ada pada perusahaan.

Menurut Sveiby dalam Punomoshidi (2005) komponen modal intelektual terbagi menjadi tiga kategori yaitu internal structure, external structure, dan employee competence. Internal structure menjabarkan tentang operasional perusahaan yaitu budaya perusahaan, proses manajemen, sistem informasi, penelitian dan pengembangan, dan perangkat lunak. External structure merupakan informasi mengenai aset luar perusahaan yaitu pelanggan, loyalitas pelanggan, brand, rantai distribusi, dan lisensi. Sedangkan employee competence terkait dengan sumber daya manusia perusahaan sebagai penggerak atau pelaksana


(21)

operasional perusahaan meliputi pendidikan dan pelatihan bagi staf professional yang merupakan penghasil utama pendapatan.

Ho et al (2012) menyatakan perusahaan dapat memutuskan jenis dan jumlah informasi modal intelektual yang akan dipublikasikan. Hal ini memperjelas fenomena yang terjadi bahwa pengungkapan modal intelektual masih bersifat sukarela (voluntary). Abeysekera dan Guthrie (2005) menyebutkan bahwa sumber daya manusia (yang merupakan salah satu komponen modal intelektual) merupakan aset yang paling berharga dalam perusahaan namun pengukuran dan pelaporannya belum mendapatkan ruang dalam laporan tahunan perusahaaan. Hal ini juga membuktikan bahwa pengungkapan modal intelektual pada perusahaan masih sangat kecil. Belum adanya standar item-item apa saja yang termasuk dalam modal intelektual, sifat pengungkapan yang masih voluntary (sukarela), dan juga tidak ada kewajiban bagi perusahaan terutama perusahaan yang sudah go public atau terdaftar di Bursa Efek Indonesia merupakan beberapa penyebab sulitnya pengungkapan modal intelektual.

PriceWaterhouseCoopers melakukan survey terhadap organisasi-organisasi untuk mengetahui tipe kebutuhan informasi investor ( Eccles et al (2001) dalam Bozzolan et al (2003). Di antara sepuluh tipe informasi hanya tiga yang merupakan tipe informasi keuangan (cash flow, earnings, gross margin) dan sisanya yaitu tujuh yang terdiri dari data internal perusahaan (strategic direction dan competitive landscape) dan lima tipe lainnya yang dipertimbangkan adalah intangible (market growth, quality/experience of the management team, market size and market share, speed to market). Dari survey tersebut tipe informasi yang


(22)

dipertimbangkan oleh investor lebih banyak masuk dalam komponen modal intelektual. Namun pada kenyataannya tipe informasi ini tidak diungkapkan oleh manajer, dan hal ini menyebabkan adanya “information gap” (Bozzolan et al, 2003).

Bozzolan et al (2003) lebih lanjut menyatakan bahwa terjadi peningkatan ketidakpuasan atas pelaporan keuangan tradisional dan kemampuan menyediakan ketercukupan informasi bagi pemegang kepentingan untuk menciptakan kemakmuran. Pelaporan keuangan tradisional tidak secara khusus mempertimbangkan informasi pengungkapan modal intelektual (IC) yang merupakan persentase yang signifikan dari nilai perusahaan (Guthrie et al, 2006 dalam Haji dan Ghazali, 2013). Bagi perusahaan yang sebagian besar asetnya dalam bentuk modal intelektual seperti perusahaan yang bergerak di bidang teknologi (contoh Microsoft), Kantor Akuntan Publik (KAP) tidak adanya informasi ini dalam laporan keuangan akan menyesatkan, karena dapat mempengaruhi kebijakan perusahaan (Sawarjuno, 2003). Oleh karena itu laporan keuangan harus mampu menyajikan informasi modal intelektual dan besarnya nilai yang diakui.

Salah satu kasus terkait dengan pentingnya pengungkapan modal intelektual diulas dalam situs berita online pada bulan Desember 2013 mengenai demo pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (Cahya, 2013: 4). Perusahaan ini dituntut untuk menyelesaikan kewajibannya kepada pensiunan seperti uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak. Kasus ini mengindikasikan kurangnya pegungkapan informasi yang menyeluruh


(23)

mengenai aktivitas dan operasional perusahaan. Informasi-informasi mengenai kasus tersebut dapat diungkapkan secara sukarela pada annual report sebagai informasi pendukung demi memenuhi kebutuhan informasi para stakeholder. Perusahaan dapat melakukan penjelasan tentang jumlah pengeluaran atau biaya yang dibelanjakan untuk karyawan seperti biaya pendidikan dan pelatihan, pensiun, pengembangan kompetensi karyawan, dan biaya lainnya terkait dengan peningkatan kualitas karyawan.

Selama lebih dari satu dekade para peneliti, lembaga akuntansi dan pengguna profesional menekankan bahwa pelaporan keuangan tradisional tidak memiliki kemampuan untuk menangkap informasi pada modal intelektual (Elliot, 1992; American Institute of Certified Public Accountants, 1994; Wallman, 1995, 1996, 1997; Beattie, 1999; Lev and Zarowin, 1999; Eustace, 2001; Financial Accounting Standards Board, 2001; Lev, 2001; Institute of Chartered Accountants in England andWales, 2003;Gu and Lev, 2004 dalam Rimmel et al, 2009). Dengan adanya peningkatan ketidakpuasan pelaporan keuangan menandakan bahwa laporan keuangan kehilangan relevansinya dalam melaporkan dan menggambarkan kinerja perusahaan.

Fenomena ini menjadi faktor pendorong perusahaan untuk melakukan pengungkapan secara penuh termasuk pengungkapan modal intelektual. Pengungkapan modal intelektual sangat penting bagi investor dan pemegang kepentingan lainnya untuk melihat prospek dan nilai masa depan perusahaan. Dan juga untuk mengurangi adanya asimetri informasi antara manajemen dengan pemilik perusahaan dan pemegang kepentingan lainnya.


(24)

Penelitian ini menguji kemampuan determinan variabel keuangan yang terdiri dari tingkat utang (leverage), pertumbuhan laba (earning growth), ukuran perusahaan (firm size) dan determinan non keuangan yang terdiri dari ukuran dewan komisaris (board of commissioner size), umur perusahaan (firm age) dan kompleksitas bisnis (business complexity) pada perusahaan perbankan yang listing di BEI. Pengukuran pengungkapan modal intelektual (ICD) menggunakan indeks yang dikembangkan oleh Bukh et al (2005) yang terdiri dari 78 item. Item-item ini dicari pada laporan tahunan (annual report) perusahaan. Penggunaan dan/atau penambahan variabel baru yaitu pertumbuhan laba dan kompleksitas bisnis. Alasan penambahan dua variabel pertumbuhan laba dan kompleksitas bisnis yaitu pertumbuhan laba perusahaan yang positif atau meningkat dari tahun ke tahun menunjukkan bahwa kinerja perusahaan baik. Pertumbuhan laba yang positif merupakan aspek penting terutama bagi investor dalam pengambilan keputusan investasi. Sedangkan perusahaan yang kompleks rentan terjadi kesenjangan informasi. Sehingga penting kiranya jika perusahaan yang pertumbuhan labanya positif dan operasinal bisnisnya kompleks mempertimbangkan pengungkapan modal intelektual untuk diperoleh pengungkapan informasi yang lengkap dan menyeluruh.

Penggunaan annual report dikarenakan menyediakan informasi yang dapat dipercaya (reliable) secara komprehensif tentang operasional perusahaan, kebijakan, kinerja perusahaan dan informasi keuangan maupun non keuangan. Pemilihan sektor perbankan dikarenakan merupakan salah satu industri IC Intensif yaitu industri yang mempunyai kekayaan modal intelektual yang tinggi (Firrer dan


(25)

Williams, 2003). Penelitian Talliyang et al (2011) juga menemukan bahwa industri keuangan yang di dalamnya termasuk perbankan mempunyai pengungkapan modal intelektual yang lebih tinggi dibanding dengan industri lain seperti information, consumer product, dan trading/ services. Pengambilan waktu tiga tahun dianggap sudah memenuhi jumlah sampel dan pemilihan tahun 2011, 2012, dan 2013 karena merupakan tahun terbaru penelitian.

Teori yang digunakan untuk menjelaskan pengungkapan informasi pada annual report yang diaplikasikan pada pengungkapan modal intelektual adalah legitimacy theory, agency theory dan signalling theory. Teori-teori ini menjelaskan hubungan antara manajer perusahaan dengan para pemegang kepentingan. Legitimacy theory adanya kontrak sosial antara perusahaan dengan masyarakat menyebabkan perusahaan harus meyakinkan masyarakat bahwa aktivitas perusahaan sesuai dengan nilai dan batas-batas yang ditentukan dan juga perusahaan akan berusaha mewujudkan harapan-harapan yang berkembang di masyarakat. Agency theory mendefinisikan adanya hubungan keagenan antara manajemen perusahaan (agents) dengan pemilik kepentingan (principal). Pemilik perusahaan mendelegasikan kewenangan untuk mengelola perusahaan kepada manajemen perusahaan. Manajemen perusahaaan tidak selalu mematuhi atau bekerja sesuai dengan harapan pemilik perusahaan sehingga terjadilah kesenjangan informasi antara pemilik perusahaan dengan manajemen perusahaan. Sedangkan signaling theory menjelaskan bahwa dengan melakukan pengungkapan yang menyeluruh dapat memberikan sinyal positif atau sinyal baik kepada pasar.


(26)

Tingkat utang diprokiskan dengan rasio total hutang dibagi dengan total modal (debt to equity ratio). Perusahaan dengan tingkat utang yang tinggi berarti bahwa modal perusahaan sebagian dari utang yang diperoleh dari pihak eksternal yang dalam hal ini yaitu kreditur. Kondisi ini akan menyebabkan perusahaan untuk melakukan lebih banyak pengungkapan untuk mengurangi cost of debt ( Jensen dan Mecling, 1976).

Pertumbuhan laba mewakili kinerja perusahaan secara umum. Pertumbuhan laba adalah besarnya kenaikan laba tahun sekarang dibanding dengan tahun lalu. Pertumbuhan laba yang meningkat akan memberikan sinyal positif kepada pasar untuk melakukan investasi. Banyaknya pihak yang berinvestasi menuntut adanya pengungkapan informasi menyeluruh demi mencukupi kebutuhan informasi pemegang kepentingan.

Ukuran perusaahaan adalah skala besar kecilnya perusahaan. Ukuran perusahaan yang semakin besar menunjukkan perusahaan mengalami perkembangan. Purnomosidhi (2005) menyebutkan semakin besar ukuran perusahaan, semakin tinggi pula tuntutan terhadap keterbukaan informasi dibandingkan dengan perusahaan yang lebih kecil. Hal ini sesuai dengan agency theory yang menyatakan bahwa biaya keagenen (agency cost) yang harus ditanggung perusahaan yang berukuran besar jauh lebih besar dibanding dengan perusahaan yang berukuran kecil sehingga untuk menurunkan biaya tersebut, perusahaan perlu mengungkapkan informasi yang lebih banyak.

Dewan komisaris adalah organ perusahaan yang bertugas untuk melakukan pengawasan dan pengendalian atas kinerja manajemen perusahaan.


(27)

Ukuran dewan komisaris adalah jumlah dewan komisaris yang ada di perusahaan. Keberadaan dewan komisaris mampu mengefektifkan pengawasan dan pengendalian aktivitas manajemen perusahaan.

Umur perusahaan adalah lamanya perusahaan dalam dunia bisnis yaitu dari awal pendidirian sampai perusahaan masih eksis dalam dunia bisnis. Umur perusahaan yang semakin lama menandakan bahwa perusahaan mampu memenuhi harapan masyarakat dan mematuhi norma dan batas-batas yang telah ditetapkan. Umur perusahaan juga menunjukkan bahwa aktivitas dan produk perusahaan diterima oleh masyarakat.

Kompleksitas bisnis adalah jumlah anak perusahaan yang dimiliki oleh perusahaan. Perusahaan dengan struktur bisnis yang kompleks membutuhkan adanya sistem informasi yang efektif untuk memonitoring dan mendorong lebih banyak pengungkapan informasi (Hossain dan Hammami, 2009).

Penelitian terkait modal intelektual sudah dilakukan pada peneliti-peneliti sebelumnya, namun menunjukkan hasil yang tidak konsisten. Penelitian yang dilakukan oleh White et al (2007) menemukan bahwa tingkat utang berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan modal intelektual. Namun, pada penelitian yang dilakukan oleh Ousama (2012), Artinah (2013) dan Setiono dan Rudiarwani (2012) menemukan bahwa tingkat utang tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan modal intelektual.

Penelitian Ousama (2012) yang meneliti tentang ukuran perusahaan, tipe industri, tingkat utang dan tipe audit pada perusahaan yang listing di Malaysia membuktikan hanya ukuran perusahaan dan tipe industri yang merupakan


(28)

determinan pengungkapan modal intelektual. Hasil yang sama juga terdapat pada penelitian Bruggen et al (2009) dengan meneliti ukuran perusahaan, tipe industri dan asimetri informasi membuktikan bahwa tipe industri dan ukuran perusahaan merupakan determinan pengungkapan modal intelektual. Berbeda dengan hasil penelitian penelitian Rimmel et al (2009) yang membuktikan bahwa ukuran perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan modal intelektual.

Penelitian Cahya (2013) dengan sampel perusahaan perbankan menyatakan bahwa ukuran dewan komisaris berpengaruh positif terhadap pengungkapan modal intelektual. Sedangkan penelitian Arifah (2012) dengan sampel perusahaan IC Intensive menyatakan bahwa ukuran dewan komisaris tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan modal intelektual.

Penelitian yang dilakukan oleh Rimmel et al (2009) menemukan bahwa umur perusahaan berpengaruh terhadap pengungkapan modal intelektual. Hasil yang berbeda pada penelitian Artinah (2013) yang menemukan bahwa umur perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan modal intelektual.

Penelitian Hossain dan Hammami (2009) yang meneliti karakteristik perusahaan yaitu umur perusahaan, ukuran perusahaan, profitabilitas, kompleksitas bisnis dan asset in place terhadap pengungkapan sukarela pada laporan tahunan perusahaan di Qatar. Menemukan bahwa variabel umur perusahaan, ukuran perusahaan, kompleksitas bisnis dan assets in place signifikan dalam menjelaskan tingkat pengungkapan sukarela. Sedangkan pada penelitian


(29)

Jindal dan Kumar (2012) yang meneliti determinan pengungkapan sumber daya manusia pada perusahaan India menemukan bahwa kompleksitas bisnis tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan sumber daya manusia perusahaan. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dengan adanya fenomena gap dan inkonsistensi dari hasil penelitian terdahulu (research gap) mengenai hal-hal yang mempengaruhi pengungkapan modal intelektual maka penelitian ini penting untuk diteliti kembali guna meningkatkan kesadaran atas pentingnya pengungkapan modal intelektual bagi perusahaan. Penelitian ini diteliti kembali dengan judul “Determinan Pengungkapan Modal Intelektual Berdasarkan Variabel Keuangan dan Non Keuangan (Studi Empiris pada Perusahaan Perbankan yang Listing di BEI Tahun 2011-2013)”. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah kebanyakan penelitian terdahulu melakukan penelitian tentang pengaruh mekanisme Good Corporate Governance (GCG) terhadap pengungkapan modal intelektual. Pada penelitian ini menguji determinan pengungkapan modal intelektual dari segi variabel keuangan dan non keuangan. Penggunaan variabel baru yaitu pertumbuhan laba perusahaan dan kompleksitas bisnis dengan proksi jumlah anak perusahaan yang dimiliki.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah pada penelitian ini adalah: 1. Apakah tingkat utang berpengaruh terhadap pengungkapan modal


(30)

2. Apakah pertumbuhan laba berpengaruh terhadap pengungkapan modal intelektual pada perusahaan perbankan di Indonesia?

3. Apakah ukuran perusahaan berpengaruh terhadap pengungkapan modal intelektual pada perusahaan perbankan di Indonesia?

4. Apakah ukuran dewan komisaris berpengaruh terhadap pengungkapan modal intelektual pada perusahaan perbankan di Indonesia?

5. Apakah umur perusahaan berpengaruh terhadap pengungkapan modal intelektual pada perusahaan perbankan di Indonesia?

6. Apakah kompleksitas bisnis berpengaruh terhadap pengungkapan modal intelektual pada perusahaan perbankan di Indonesia?

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini yaitu:

1. Mendapatkan bukti empiris tentang pengaruh tingkat utang terhadap pengungkapan modal intelektual pada perusahaan perbankan di Indonesia; 2. Mendapatkan bukti empiris tentang pengaruh pertumbuhan laba terhadap pengungkapan modal intelektual pada perusahaan perbankan di Indonesia; 3. Mendapatkan bukti empiris tentang pengaruh ukuran perusahaan terhadap pengungkapan modal intelektual pada perusahaan perbankan di Indonesia; 4. Mendapatkan bukti empiris tentang pengaruh ukuran dewan komisaris terhadap pengungkapan modal intelektual pada perusahaan perbankan di Indonesia;


(31)

5. Mendapatkan bukti empiris tentang pengaruh umur perusahaan terhadap pengungkapan modal intelektual pada perusahaan perbankan di Indonesia; 6. Mendapatkan bukti empiris tentang pengaruh kompleksitas bisnis

terhadap pengungkapan modal intelektual pada perbankan di Indonesia.

1.4Kegunaan Penelitian

Berdasarkan tujuan yang telah dijelaskan di atas diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi pengembangan ilmu akuntansi, pertimbangan dalam pengambilan keputusan, dan juga penyusunan suatu kebijakan. Pelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi ilmu dalam menambah wawasan pembaca tentang modal intelektual perusahaan. Dewasa ini, masyarakat cenderung tidak menyadari bahwa dalam operasionalnya perusahaan tidak hanya mengandalkan modal berwujud tetapi juga digerakkan oleh pengetahuan dan teknologi, kompetensi sumber daya manusia yang tinggi yang termasuk dalam modal intelektual.

Penelitian ini dapat membantu pengguna laporan keuangan seperti investor dan kreditur untuk menambah bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan investasi maupun keputusan pemberian pinjaman dengan melihat modal intelektual pada perusahaan. Karena sebaik apapun sumber daya atau kekayaan perusahaan tanpa didukung dengan modal intelektual seperti sumber daya manusia yang kompeten, teknologi dan pengetahuan yang tinggi tidak akan mendapatkan output yang maksimal. Bagi pembuat kebijakan dan peraturan seperti Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dan Bapepam-LK dapat dijadikan sebagai


(32)

pertimbangan pembuatan peraturan tentang pengukuran dan pengungkapan modal intelektual sehingga dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan perusahaan-perusahaan di Indonesia terutama perusahaan yang sudah go public.


(33)

15 BAB II TELAAH TEORI

2.1Legitimacy Theory

Mathews (1993) dalam Deegan (2002) menyatakan bahwa:

The social contract would exist between corporations (usually limited companies) and individual members of society. Society (as a collection of individuals) provides corporation with their legal standing and attributes and the authority to own and use the natural resources and to hire employees. …

Pernyataan Mathew di atas menunjukkkan adanya ‘social contract’ antara perusahaan dengan masyarakat. Kontrak sosial ini berisi pemberian izin pendirian perusahaan yang legal, kewenangan kepemilikan, menggunakan sumber daya alam, dan membayar pekerja. Ketika masyarakat tidak puas bahwa perusahaan yang berdiri di lingkungannya melakukan operasional yang tidak sah maka masyarakat dapat menarik kembali kontrak sosial yang telah dibuat. Pendapat ini konsisten dengan Lindblom (1994) dalam Deegan (2002) yang menyatakan bahwa:

a condition or status which exists when an entity’s value system is congruent with the value system of the larger social system of which the entity is a part. When a disparity, actual or potential, exist between the two values systems, there is a threat to the entity’s legitimacy.

Lindblom menyatakan ketika terdapat kesesuaian antara sistem nilai perusahaan dengan sistem nilai yang berkembang di masyarakat maka aspek legitimasi tercapai. Perusahaan harus meyakinkan masyarakat bahwa aktivitas perusahaan sesuai dengan harapan atau nilai yang berkembang di masyarakat. Perusahaan akan melakukan pengungkapan informasi demi memenuhi harapan tersebut.


(34)

Deegan (2004 :254) beranggapan legitimacy theory adalah adanya kontrak sosial (social contract) antara organisasi dan masyarakat dimana organisasi itu berada. Kontrak sosial ini memang sulit untuk didefinisikan. Deegan mendefinisikannya dengan menggunakan harapan-harapan yang berkembang di masyarakat tentang pelaksanaan operasi usaha. Meskipun harapan tersebut senantiasa berubah dari waktu ke waktu. Legitimacy theory berkaitan dengan membangun, memelihara dan memperbaiki kontrak sosial antara organisasi dan masyarakat (Suchman, 1995; Campbell et al, 2003 dalam Whiting dan Woodcock, 2011). Sehingga perusahaan akan berusaha untuk memastikan bahwa operasi dan aktivitas mereka dianggap sah (Deegan, 2004:256).

Teori ini mengemukakan bahwa perusahaan berusaha memastikan bahwa kegiatan operasinya sesuai dengan batas-batas dan norma sosial, mendapatkan persetujuan dari masyarakat dalam melakukan tindakan dan memastikan bahwa kegiatan usahanya dianggap sah (Whiting dan Woodcoock, 2011). Dan juga menekankan bahwa organisasi tidak hanya mementingkan investor, tetapi juga harus mempertimbangkan hak masyarakat umum (Deegan, 2004 : 256). Dengan demikian, perusahaan akan melaporkan secara sukarela aktivitas tertentu yang telah dilaksanakan. Oleh karena itu, perusahaan akan mengungkapkan informasi tertentu (misalnya sosial, lingkungan, modal intelektual) secara sukarela untuk meyakinkan masyarakat bahwa kegiatan mereka diperbolehkan dan telah memberi kontribusi pada kesejahteraan masyarakat. Organisasi juga harus menyesuaikan harapan masyarakat jika ingin sukses (Deegan, 2004: 258).


(35)

Legitimacy theory sangat mampu menunjukkan pelaporan modal intelektual dengan penggunaan metode content analysis untuk mengukur keluasan pelaporan modal intelektual. Perusahaan akan melaporkan modal intelektual jika memang dibutuhkan oleh masyarakat meskipun pelaporannya tidak seperti aset berwujud yang langsung tertera pada laporan keuangan dan menggambarkan keberhasilan perusahaan (Purnomosidhi, 2005).

2.2Agency Theory

Agency theory adalah hubungan keagenan sebagai kontrak di mana salah satu pihak atau lebih principal mendelegasikan otoritas pengambilan keputusan kepada agent (Jensen dan Meckling, 1976). Agency theory menunjukkan adanya hubungan kontraktual antara dua pihak yaitu manajemen yang dalam hal ini biasa disebut agent dan pemilik perusahaan yaitu principal. Pihak principal mendelegasikan pekerjaan kepada pihak agent untuk mengelola perusahaan dengan sebaik-baiknya. Dalam hal ini pihak manajemen lebih mengetahui informasi perusahaan dibandingkan dengan pemegang saham. Hal ini dikarenakan pihak manajemen setiap hari berinteraksi dengan kegiatan perusahaan sehingga pihak manajemen mempunyai informasi yang lebih lengkap tentang perusahaan yang dikelolanya.

Berbeda dengan pemegang saham dimana pemegang saham tidak berinteraksi secara langsung dalam kegiatan perusahaan sehingga hanya mengetahui informasi dalam bentuk laporan yang diberikan oleh manajemen. Manajemen seolah-olah berperilaku bahwa dia akan memaksimalkan


(36)

kesejahteraan pemilik perusahaan (Jensen dan Mecling, 1976). Tetapi manajemen perusahaan ingin memaksimalkan dirinya dengan mendapatkan insentif atau keuntungan dari perusahaan. Hal ini menimbulkan adanya konflik kepentingan yang akan menimbulkan biaya agensi. Jensen dan Mecling (1976) mendefinisikan biaya agensi sebagai jumlah dari :

1. Pengeluaran monitoring oleh principal 2. Pengeluaran ikatan oleh agen

3. Kerugian residual

Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa masalah agensi dapat terkurangi jika persentase saham yang dimiliki oleh manajer besar. Jensen dan Meckling (1976) menggunakan hutang sebagai pengganti dari kepemilikan manajerial yang bertujuan untuk mengurangi konflik agensi antara manajemen dengan pemilik perusahaan. Adanya pendelegasian wewenang dari pemilik perusahaan atau pemegang saham kepada manajermen perusahaan menimbulkan konflik kepentingan. Untuk mengurangi konflik kepentingan ini, pemilik perusahan dapat menuntut kepada manajemen perusahaan untuk melakukan pengungkapan yang menyeluruh termasuk modal intelektual demi memenuhi kebutuhan informasi para stakeholder guna pengambilan keputusan.

2.3Signalling Theory

Teori ini menyatakan bahwa perusahaan dengan kinerja yang tinggi menggunakan informasi keuangan untuk mengirim sinyal kepada pasar (Spence,


(37)

1973). Perusahaan akan selalu berusaha memberikan sinyal berupa informasi positif kepada investor dan pemegang saham dengan menggunakan mekanisme pengungkapan, salah satunya adalah laporan tahunan perusahaan ( Oliveira 2006 dalam Cahya 2013:15). Pengungkapan informasi yang lengkap akan meningkatkan nilai perusahaan dan manajemen juga akan mendapatkan sorotan atas kinerjanya. Oleh karena itu manajemen akan mengungkapkan informasi secara menyeluruh meskipun tidak diwajibkan atau bersifat sukarela (voluntary).

Ketika perusahaan memberikan sinyal positif yaitu berupa informasi yang baik maka pasar juga akan memberikan respon yang positif sehingga nilai perusahaan menjadi baik di mata pasar. Signalling theory menunjukkan pentingnya informasi perusahaan bagi keputusan investasi pihak luar. Pengungkapan informasi perusahaan yang menyeluruh mampu menjelaskan kinerja perusahaan baik pada masa lalu maupun masa yang akan datang. Penyajian informasi yang relevan, lengkap, akurat dan tepat waktu sangat berguna bagi investor dalam pengambilan keputusan investasi. Pada teori ini perusahaan akan menggunakan mekanisme pengungkapan informasi untuk memberikan sinyal kepada pasar guna mengevaluasi nilai perusahaan.

2.4Modal Intelektual

2.4.1 Definisi Modal Intelektual

Perkembangan teknologi dan pengetahuan menuntut perusahaan untuk mempunyai keuanggulan kompetitif dalam menghadapi persaingan global.


(38)

Keunggulan kompetitif ini biasanya berupa pengetahuan, teknologi, karyawan dan lain sebagainya yang termasuk dalam modal intelektual.

Terdapat berbagai definisi modal intelektual dari para ahli. Menurut Chartered Institute of Managemnt Accountants (CIMA) dalam Bhasin (2008) modal intelektual merupakan pengetahuan dan pengalaman, kemampuan professional, hubungan dan kerjasama yang baik, serta kapasitas kemampuan teknologi. Bukh et al (2001) dalam Bukh et al (2005) mendefinisikan modal intelektual sebagai sumber pengetahuan yang berbentuk karyawan, pelanggan, proses atau teknologi yang perusahaan dapat menggunakannya untuk proses penciptaan nilai. Dalam praktiknya modal intelektual terdiri dari informasi keuangan dan non keuangan seperti tingkat perputaran karyawan dan kepuasan pekerjaan, pelatihan, tingkat perputaran pelanggan, kepuasan pelanggan, dan sebagainya.

Purnomosidhi (2005) menyatakan modal intelektual pada tataran individual meliputi pengetahuan, keterampilan dan bakat. Sebaliknya pada tataran organisasional modal intelektual meliputi database, teknologi, metode-metode, prosedur-prosedur, dan budaya organisasional. PSAK No. 19 (revisi 2009) menyebutkan bahwa entitas sering kali mengeluarkan sumber daya maupun menciptakan liabilitas dalam perolehan, pengembangan atau peningkatan sumber daya tidak berwujud, seperti, ilmu pengetahuan dan teknologi, desain dan implementasi sistem atau proses baru, lisensi, hak kekayaan intelektual, pengetahuan mengenai pasar dan merek dagang.


(39)

Menurut Ho et al (2012) Istilah "modal intelektual" mengacu pada semua sumber daya berwujud yang menentukan nilai dan daya saing perusahaan. Dalam hal ini merupakan sumber pengetahuan dalam bentuk karyawan, pelanggan, proses, dan teknologi, perusahaan yang dapat memobilisasi dalam proses penciptaan nilai. Abeysekera dan Guthrie (2005) menyebutkan bahwa modal intelektual perusahaan dapat didefinisikan sebagai bentuk unaccounted capital pada sistem akuntansi tradisional. Dengan demikian, menunjukkan bahwa perusahaan memiliki modal intelektual yang mewujud pada aset tidak berwujud.

Dari pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa modal intelektual adalah kekayaan tidak berwujud yang meliputi pengetahuan, teknologi, karyawan, manajemen proses dalam perusahaan yang merupakan keuanggulan kompetitif perusahaan dan berguna dalam aktivitas operasional serta penciptaan nilai perusahaan.

2.4.2 Komponen Modal Intelektual

Modal inteleketual terdiri dari beberapa komponen yang dapat dijadikan dasar perusahaan untuk menghadapi persaingan ekonomi dan menciptakan nilai perusahaan. Menurut Purnomosidhi (2005) terdapat tiga skema yang sering diusulkan dalam penelitian, yaitu skema yang diusulkan Sveiby (1997), Stewart (1997) serta Edvinsson dan Sullivan (1996). Ketiga skema tersebut memiliki elemen yang sama, yaitu modal intelektual pada manusia, modal intelektual yang melekat pada perusahaan, dan modal intelektual yang terkait dengan pihak eksternal. Ketiganya dapat diringkas pada tabel 2.1 berikut ini.


(40)

Tabel 2.1. Skema Modal Intelektual

Elemen

Modal intelektual yang melekat pada

manusia

Modal intelektual yang melekat pada

organisasi

Modal intelektual yang melekat pada hubungan Edvinsson Human Capital Organizational

Capital Customer Capital Stewart Human Capital Structure Capital Customer Capital

Sveiby Employee

Competence Internal Structure External Structure Sumber : Purnomosidhi, 2005

Menurut Sawarjuno (2003), intellectual capital terdiri dari tiga element utama yaitu :

1. Human Capital. Merupakan sumber inovasi dan pengembangan. Mencerminkan kemampuan kolektif perusahaan untuk menghasilkan solusi terbaik berdasarkan pengetahuan yang dimiliki oleh orang-orang yang ada dalam perusahaan tersebut.

2. Structural Capital atau Organizasional Capital. Merupakan kemampuan organisasi atau perusahaan dalam memenuhi proses rutinitas perusahaan dan strukturnya yang mendukung usaha karyawan untuk menghasilkan kinerja intelektual yang optimal, misalnya: sistem operasional perusahaan, proses manufaktur budaya organisasi, filosofi manajemen dan semua bentuk intellectual property yang dimiliki perusahaan.

3. Relational Capital atau Customer Capital. Merupakan hubungan yang harmonis yang dimiliki perusahaan kepada mitra. Seperti pemasok, pelanggan, pemerintah maupun masyarakat.


(41)

Dalam penelitian ini digunakan framework dari Sveiby (dalam Punomosidhi, 2005). Sveiby mengklasifikasikan modal intelektual ke dalam tiga kategori yaitu internal structure, external structure dan employee competence. Komponen-komponen dari ketiga kategori tersebut diringkas dalam tabel 2.2 berikut ini.

Tabel 2.2 Framework Modal Intelektual

Internal Structure External Structure Employees Competence Internal Property

a. Patents b. Copyrights c. Trademarks Infrastructure Assets

a. Management Philosophy b. Corporate Culture c. Information System d. Management Process e. Networking Systems f. Research Projects a. Brands b. Customers c. Customer Loyalty d. Company Names e. Distribution Channels f. Bussiness Collaborationn g. Favourable Contracts h. Finacial Contacs i. Licensing Agreements j. Franchising Agreement a. Know-how b. Education c. Vocational qualification d. Work-related Knowledge e. Work-related Competence f. Entrepreneurial Spirit

Sumber : Punomosidhi, 2005

Dari tabel 2.2 di atas internal structure terdiri dari karakteristik pada perusahaan, external structure mencakup merk dagang dan hubungan perusahaan dengan pelanggan dan pemasok, sedangkan employee competence meliputi pendidikan dan pelatihan bagi staf atau karyawan perusahaan yang menjadi penggerak utama aktivitas. Dengan memahami komponen modal intelektual,


(42)

perusahaan mampu menyusun strategi untuk menghadapi persaingan ekonomi dan menciptakan nilai perusahaan.

2.5Pengungkapan Modal Intelektual

Pengungkapan memiliki arti tidak menutupi atau tidak menyembunyikan. Apabila dikaitkan dengan data pengungkapan berarti memberikan data yang bermanfaat kepada pihak yang memerlukan. Menurut Ghozali dan Chariri (2007: 378), tiga konsep pengungkapan yaitu cukup (adequate), wajar (fair), dan lengkap (full). Cukup artinya pengungkapan minimal yang harus dilakukan agar informasi tidak menyesatkan. Pengungkapan secara wajar menunjukkan tujuan etis agar dapat memberikan perlakuan yang sama dan bersifat umum bagi semua pemakai laporan keuangan. Pengungkapan yang lengkap mensyaratkan perlunya penyajian semua informasi yang relevan. Pengungkapan yang dilakukan secara transparan dan jujur akan memenuhi kebutuhan informasi stakeholder. Sehingga kesenjangan informasi antara pihak manajemen dengan stakeholder dapat diminimalisir.

Secara umum tujuan pengungkapan adalah menyajikan informasi yang dipandang perlu untuk mencapai tujuan pelaporan keuangan dan untuk melayani berbagai pihak yang mempunyai kepentingan berbeda-beda (Suwardjono, 2008: 580). Sedangkan secara khusus tujuan pengungkapan yaitu:

1. Tujuan melindungi. tidak semua pemakai cukup canggih sehingga pemakai yang naïf perlu dilindungi dengan mengungkapkan informasi yang mereka tidak mungkin memperolehnya atau tidak mungkin mengolah


(43)

informasi untuk menangkap substansi ekonomik yang melandasi suatu pos laporan keuangan.

2. Tujuan informatif. Pengungkapan ditujukan untuk menyediakan informasi yang dapat membantu keefektifan pengambilan keputusan pemakai.

3. Tujuan kebutuhan khusus. Apa yang harus diungkapka kepada publik dibatasi dengan apa yang dipandang bermanfaat bagi pemakai sedangkan untuk tujuan pengawasan, informasi tertentu harus disampaikan kepada badan pengawas berdasarkan peraturan yang menuntut pengungkapan secara rinci.

Jika dikaitkan dengan pengungkapan informasi, Suwardjono (2008:583) membedakan pengungkapan menjadi pengungkapan wajib (mandatory disclosure) dan pengungkapan sukarela (voluntary disclosure). Pengungkapan wajib adalah pengungkapan yang diharuskan oleh standar atau peraturan yang berlaku yang ditetapkan oleh pihak yang berwenang. Sedangkan pengungkapan sukarela adalah pengungkapan yang tidak diharuskan oleh peraturan yang berlaku. Kedua jenis pengungkapan ini bisa ditemukan pada laporan keuangan dan laporan tahunan perusahaan.

Pengungkapan modal intelektual sampai saat ini merupakan pengungkapan sukarela (voluntary). Belum adanya standar atau peraturan resmi yang mengatur tentang pengungkapan modal intelektual menyebabkan sulitnya mengidentifikasi item-item apa saja yang merupakan komponen modal intelektual. Hal ini juga menyebabkan masih rendahnya kesadaran perusahaan untuk mengungkapkan modal intelektual yang dimiliki sebagai keuanggulan kompetitif perusahaan.


(44)

Menurut Bruggen et al (2009) pengungkapan modal intelektual mampu mengurangi asimetri informasi untuk menurunkan biaya modal dan meningkatkan citra perusahaan serta mampu meningkatkan nilai relevansi laporan keuangan. Sulitnya pengindentifikasian, pengukuran dan pelaporan modal intelektual menyebabkan berkembanglah indeks yang mampu mengidentifikasi item-item apa saja yang merupakan kekayaan intelektual perusahaan yang disebut ICDIndex. Di antaranya yaitu indeks yang dikembangkan oleh Bukh et al (2005) dan White et al (2007).

Indeks yang dikembangkan Bukh et al (2005) terdiri dari 78 item yang dibagi menjadi 6 kategori yaitu employees (27 item), customer (14 item), information technology (5 item), processes (8 item), research and development (9 item), dan strategic statement (15 item). Sedangkan indeks yang dikembangkan oleh White et al (2007) terdiri dari 56 item yang terbagi menjadi 5 kategori yaitu employees (24 item), customers (8 item), information technology (5 item), processes (8 item), dan strategic statement (11 item).

Modal intelektual tidak dapat dikuantifikasikan pada neraca, karena sulit untuk diukur. Sehingga pengungkapan modal intelektual dituangkan dalam informasi tambahan berupa laporan tahunan perusahaan yang sudah dipublikasikan. Dengan melakukan pengungkapan modal intelektual perusahaan dapat mengurangi adanya asimetri informasi antara agent dan principal; meningkatkan kepercayaan para stakeholder yaitu ketika perusahaan melakukan pengungkapan secara penuh maka akan meningkatkan kepercayaan para stakeholder tentang kinerja perusahaan karena kepercayaan stakeholder


(45)

merupakan investasi jangka panjang perusahaan dan juga sebagai media pemasaran perusahaan.

Jenkin’s Report (dalam Bozzolan et al, 2003) mengusulkan kerangka kerja pengungkapan sukarela berdasarkan kebutuhan informasi investor dan kreditur. Laporan tersebut menyajikan luas pengungkapan informasi diurutkan ke dalam lima kategori yaitu:

1. Data keuangan dan non keuangan;

2. Analisis manajemen data keuangan dan non keuangan; 3. Informasi masa depan;

4. Informasi tentang manajer dan pemegang kepentingan; dan 5. Latar belakang perusahaan.

Analisis empiris dari praktik pengungkapan laporan keauangan (FASB, 2001) menambahkan dimensi modal intelektual ke dalam lima kategori dari Jenkins report. Era ekonomi baru yaitu ekonomi berbasis pengetahuan dan teknologi, dalam aktivitasnya perusahaan lebih tergantung pada modal tidak berwujud dibandingkan dengan modal berwujud dalam menciptakan nilai (Abeyysekera, Indra 2006). Pengungkapan informasi secara menyeluruh baik informasi keuangan maupun non keuangan menjadi sangat penting guna pengambilan keputusan. FASB menyebutkan pelaporan keuangan mencakup tidak hanya laporan keuangan tetapi juga media pelaporan informasi lainnya, yang berkaitan langsung atau tidak langsung dengan informasi yang disediakan oleh


(46)

sistem akuntansi yaitu informasi tentang sumber ekonomi, hutang, laba periodik dan lain-lain (Ghozali dan Chariri, 2007: 382).

2.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Modal Intelektual Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti-peneliti terdahulu, penulis merangkum faktor-faktor yang mempengaruhi pengungkapan modal intelektual, di antaranya yaitu:

1. Tingkat utang, perusahaan dengan tingkat utang tinggi memiliki kewajiban untuk memenuhi kewajiban para stakeholder terutama kreditur. Hal ini dikarenakan adanya risiko yang tinggi atas proporsi utang yang besar. Sehingga kreditur menuntut adanya keterbukaan informasi untuk memastikan keamanan dan keterjaminan dana yang telah dipinjamkan (Williams, 2001; Purnomosidhi, 2005; White, 2007).

2. Ukuran Perusahaan, semakin besar ukuran perusahaan maka semakin besar tuntutan atas keterbukaan informasi dibanding dengan perusahaan yang lebih kecil. Karena perusahaan yang besar lebih terlihat dan diawasi oleh masyarakat maupun pemerintah (Purnomosidhi, 2005; White et al, 2007; Yau et al, 2009; Hossain dan Hammami, 2009; Ousama, 2012; Setiono dan Rudiawarni, 2012; Artinah, 2013; Lina, 2013).

3. Kinerja Modal Intelektual, perusahaan dengan kinerja modal intelektual yang tinggi merupakan keunggulan kompetitif perusahaan. Sehingga perusahaan dengan kinerja modal intelektual yang tinggi harus


(47)

mengungkapkan informasi yang menyeluruh guna meningkatkan nilai perusahaan dan menaikkan nilai saham (Purnomosidhi, 2005).

4. Profitabilitas, semakin tinggi profitabilitas perusahaan maka semakin banyak pengungkapan informasi dalam rangka memberikan sinyal kepada pasar tentang keberhasilan perusahaan, bagaimana dan dari mana laba perusahaan diperoleh (Yau et al, 2009; Wardhani, 2009; Ousama, 2012; Setiono dan Rudiawarni, 2012).

5. Tipe industri, perusahaan yang memiliki teknologi yang tinggi lebih banyak mengungkapkan informasi dibanding dengan perusahaan yang berteknologi rendah (Ousama, 2012).

6. Corporate governance, perusahaan dengan corporate governance yang baik maka memiliki kesadaran yang lebih tinggi terhadap praktik pengungkapan modal intelektual (Meizaroh dan Lucyanda, 2012; Haji dan Ghazali, 2013).

7. Pertumbuhan Perusahaan (MTBV), perusahaan dengan pertumbuhan perusahaan yang tinggi akan lebih banyak mengungkapkan modal intelektual guna memberikan informasi positif kepada pasar tentang kinerja perusahaan (Talliyang et al, 2011).

8. Umur perusahaan, perusahaan dengan umur yang lama akan mengungkapkan modal intelektual yang lebih banyak dibanding dengan perusahaan yang lebih muda (White et al, 2007; Hossain dan Hammami, 2009; Lina, 2013).


(48)

9. Konsentrasi kepemilikan, semakin besar kepemilikan saham oleh pemegang saham maka semakin tinggi wewenang dalam pengambilan keputusan (Artinah, 2013; Puasanti, 2013).

10. Komisaris independen, semakin banyak komisaris indepeden dalam dewan, maka semakin berperan dalam mempengaruhi pengungkapan. Hal ini demi menyelaraskan kepentingan para stakeholder (White et al, 2007, Puasanti, 2013).

11.Ukuran dewan komisaris, semakin besar ukuran dewan komisaris maka semakin tinggi pengawasan yang dilakukan untuk mengurangi adanya asimetri informasi dan menyelaraskan kepentingan manajer dengan pemilik perusahaan (Cahya, 2013).

12.Jumlah rapat dewan komisaris, semakin banyak frekuensi rapat dewan komisaris maka semakin baik mekanisme pengawasan dan pengevaluasian dalam mendorong dan menekan manajer untuk melakukan pengungkapan modal intelektual yang lebih banyak dan relevan (Cahya, 2013).

13.Ukuran komite audit, semakin besar ukuran komite audit maka semakin tinggi pengawasan kepada manajemen untuk tidak melakukan kecurangan. Sehingga semakin mendorong manajemen untuk melakukan pengungkapan modal intelektual yang lebih luas (Ariyudha, 2010; Cahya, 2013).

14. Tipe Audit, perusahaan yang diaudit oleh KAP Big Four lebih tinggi dalam mengungkapkan modal intelektual dibanding dengan perusahaan yang tidak diaudit oleh KAP Big Four (Whiting dan Woodcock, 2011).


(49)

15.Listing status, perusahaan yang listing di luar negeri mengungkapkan informasi modal intelektual yang lebih banyak dibanding dengan perusahaan yang listing di dalam negeri (Williams, S.Mitchel, 2001).

Pada penelitian ini hanya fokus pada variabel tingkat utang dan ukuran perusahaan (sebagai variabel keuangan) serta ukuran dewan komisaris dan umur perusahaan (sebagai variabel non keuangan). Hal dikarenakan keempat variabel tersebut merupakan hal yang paling mendasar bagi perusahaan untuk melakukan pengungkapan sukarela termasuk pengungkapan modal intelektual. Dan juga adanya inkonsistensi pada hasil penelitian sehingga peneliti ingin membuktikan kembali pengaruh variabel tersebut. Penelitian ini juga menggunakan variabel baru yaitu pertumbuhan laba dan kompleksitas bisnis dengan proksi jumlah entitas anak yang dimiliki perusahaan.

Laba merupakan indikator umum perusahaan. Perusahaan dengan pertumbuhan laba yang positif maka memberikan sinyal baik kepada pasar terutama investor untuk melakukan investasi. Bertambahnya investor menyebabkan tuntutan informasi yang lebih menyeluruh demi memenuhi kebutuhan informasi dalam pengambilan keputusan. Begitu juga dengan kompleksitas bisnis yang menimbulkan tuntutan cakupan informasi yang semakin luas.


(50)

2.7Tingkat Utang

Tingkat utang yang dihitung dengan debt to equity ratio menjelaskan proporsi total hutang dibagi dengan ekuitas pemegang saham. Rasio ini digunakan perusahaan untuk mengukur seberapa besar perusahaan bergantung pada kreditur dalam membiayai aktivitas atau aset perusahaan. Semakin besar tingkat utang menunjukkan bahwa modal perusahaan sebagian besar dibiayai dari hutang. Sehingga kreditur menuntut adanya keterbukaaan informasi untuk menjamin utang yang telah diberikan kepada perusahaan.

Ada beberapa macam rasio tingkat utang antara lain debt to total assets, debt to equity ratio, long term debt to equity ratio, dan time interested earned. Namun, pada penelitian ini menggunakan debt to equity ratio. Debt to equity ratio menunjukkan seberapa besar persentase penyediaan dana oleh para pemegang saham terhadap pemberi pinjaman. Semakin tinggi rasio ini menunjukkan semakin rendah pendanaan perusahaan yang disediakan oleh pemegang saham. Brigham et al (2013:140) menyebutkan alasan di balik dampak penggunaan leverage yaitu:

1. Bunga dapat menjadi pengurang pajak. Penggunaan utang akan mengurangi kewajiban pajak dan menyisakan laba operasi yang lebih besar bagi investor.

2. Jika laba operasi sebagai persentase terhadap aset melebihi tingkat bunga atas utang seperti pada umumnya yang diharapkan, maka perusahaan dapat menggunakan utang untuk membeli aset, membayar bunga, atau utang dan bonus bagi pemegang saham.


(51)

Jensen dan Mecling (1976) dalam Purnomosidhi (2005) mengemukakan bahwa terdapat suatu potensi untuk mentransfer kekayaan dari debthholders kepada pemegang saham dan manajer pada perusahaan-perusahaan yang tingkat ketergantungannya kepada utang sangat tinggi sehingga menimbulkan biaya keagenan (agency cost) yang tinggi. Untuk mengatasi biaya keagenan, manajer dapat melakukann pengungkapan sukarela (voluntary disclosure) termasuk informasi mengenai modal intelektual. Dalam konteks teori agensi tradisional, manajer perusahaan diperkirakan memiliki kebijakan akuntansi (termasuk pengungkapan sukarela), karena kewajiban kepada pemberi pinjaman dalam perjanjian hutang yang ada (Dhaliwal et al., 1982 dalam White et al, 2010).

2.8Pertumbuhan Laba

Laba merupakan salah satu indikator utama bagi keberhasilan manajemen dan operasional suatu perusahaan. laba merupakan pendapatan perusahaan setelah dikurangi biaya-biaya. Laba bersih (net profit) adalah pendapatan perusahaan perusahaan setelah dikurangi bunga dan pajak. Setiap perusahaan mencoba untuk memperoleh laba yang maksimal. Karena laba yang semakin meningkat memberikan sinyal peningkatan kinerja perusahaan secara umum kepada investor sedangkan laba yang menurun memberikan sinyal penurunan kinerja perusahaan kepada investor.

Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) mendefiniskan laba sebagai kenaikan manfaat ekonomi selama satu periode akuntansi dalam bentuk pemasukan atau penambahan aktiva atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan


(52)

ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanam modal. Ghozali dan Chariri, (2007 : 350) menyebutkan informasi tentang laba perusahaan berguna untuk:

1. Sebagai indikator efisiensi penggunaan dana yang tertanam dalam peruahaan yang diwujudkan dalam tingkat kembalian (rate of return on invested capital)

2. Sebagai pengukur prestasi manajemen

3. Sebagai dasar penentuan besarnya pengenaan pajak

4. Sebagai alat pengendalian alokasi sumber daya ekonomi suatu ekonomi

5. Sebagai dasar kompensasi dan pembagian bonus

6. Sebagai alat motivasi manajemen dalam pengendalian perusahaan 7. Sebagai dasar untuk kenaikan kemakmuran

8. Sebagai dasar pembagian deviden

Melihat kegunaan laba di atas tentulah berbagai pihak menginginkan adanya keterbukaan informasi dari perusahaan. Penyajian laba melalui laporan keuangan menunjukkan kinerja perusahaan dengan mengorbankan berbagai sumber daya.

Salah satu parameter penilaian kinerja perusahaan adalah pertumbuhan laba. Rasio ini menggambarkan tingkat pertumbuhan laba di setiap tahunnya. Pertumbuhan laba perusahaan menunjukkan kemampuan perusahaan akan eksistensi usahanya dalam perkembangan ekonomi. Menurut Angkoso (2006) dalam Simarmata (2010) pertumbuhan laba dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu antara lain:


(53)

1. Besarnya perusahaan. Semakin besar suatu perusahaan, maka pertumbuhan laba diharapkan semakin tinggi.

2. Umur perusahaan. Perusahaan yang baru berdiri kurang memiliki pengalaman dalam meningkatkan laba, sehingga ketepatannya masih rendah.

3. Tingkat utang. Jika perusahaan memiliki tingkat utang yang tinggi, maka manajemen cenderung memanipulasi laba sehingga dapat mengurangi ketepatan pertumbuhan laba.

4. Tingkat penjualan. Semakin tinggi tingkat penjualan maka semakin tinggi pula pertumbuhan laba.

5. Perubahan laba masa lalu. Semakin besar perubahan laba masa lalu, semakin tidak pasti laba yang diperoleh di masa mendatang.

2.9Ukuran Perusahaan

Ukuran perusahaan adalah suatu skala yang mengukur besar kecilnya perusahaan. Ada beberapa cara pengukuran ukuran perusahaan yaitu total aset, log size, total penjualan, nilai pasar saham, total modal. Namun yang digunakan dalam penelitian ini yaitu ukuran perusahaan dengan proksi logaritma natural total aset. Karena perusahaan dengan total aset yang besar menunjukkan bahwa perusahaan memiliki prospek yang baik. Aset juga digunakan dalam aktivitas operasional perusahaan sehari-hari. Hackstone dan Milne (1996) dalam Purnomosidhi (2005) menggunakan ukuran perusahaan sebagai variabel independen menyatakan bahwa perusahaan yang lebih besar akan melakukan


(54)

aktivitas yang lebih banyak dan memiliki banyak unit usaha sehingga mampu menciptakan nilai perusahaan untuk jangka panjang.

Peneltian Ousama et al (2012) yang meneliti determinan pelaporan modal intelektual pada perusahaan yang listing di Malaysia menemukan bahwa ukuran perusahaan merupakan determinan pengungkapan modal intelektual. Sedangkan penelitan Rimmel et al (2009) yang meneliti pengungkapan sukarela modal intelektual pada perusaaan yang melakukan IPO di Jepang pada tahun 2003 menemukan bahwa ukuran perusahaan tidak berpengaruh signifikan dalam pengungkapan modal intelektual. Ukuran perusahaan merupakan variabel yang penting dalam mengungkapkan informasi laporan tahunan perusahaan termasuk pengungkapan modal intelektual. Ousama (2012) menyebutkan beberapa alasan kenapa perusahaan yang berskala besar perlu mengungkapkan modal intelektual yaitu:

1. Perusahaan besar memiliki sumber daya yang lebih besar;

2. Dibandingkan dengan perusahaan yang lebih kecil, perusahaan besar cenderung memiliki sistem informasi manajemen internal yang baik karena berbagai macam aktivitas yang dilakukan;

3. Terjadinya kesenjangan yang lebih besar antara nilai pasar dan buku. Sehingga dapat menjelaskan perbedaan-perbedaan tersebut dalam pengungkapan modal intelektual;

Beberapa alasan Ousama di atas menunjukkan bahwa perusahaan yang berskala besar harusnya melakukan pengungkapan modal intelektual yang lebih banyak dibandingkan dengan perusahaan yang berskala kecil.


(55)

2.10 Ukuran Dewan Komisaris

Menurut UU No. 40 Tahun 2007, dewan komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada direksi. Dewan komisaris bertugas melakukan pengendalian dan pengawasan atas tindakan manajer dalam mengelola perusahaan agar tidak bertindak curang. Di Indonesia, dewan komisaris ditunjuk oleh RUPS. Menurut UU No. 40 Tahun 2007 pasal 108 ayat 5 perusahaan perseroan terbatas wajib memiliki sedikitnya dua anggota dewan komisaris. Sedangkan menurut Pedoman Umum GCG Indonesia (KNKG, 2006), jumlah anggota dewan komisaris harus disesuaikan dengan kompleksitas perusahaan dengan tetap memperhatikan efektivitas dalam pengambilan keputusan. Menurut Pedoman Umum GCG Indonesia (2006), agar pelaksanaan tugas dewan komisaris dapat berjalan secara efektif, perlu dipatuhi prinsip-prinsip berikut:

1. Komposisi dewan komisaris harus memungkinkan pengambilan keputusan secara efektif, tepat, dan cepat, serta dapat bertindak independen.

2. Anggota dewan komisaris harus professional, yaitu berintegrasi dan memiliki kemampuan sehingga dapat menjalankan fungsinya dengan baik termasuk memastikan bahwa direksi telah memperhatikan kepentingan semua pemangku kepentingan.


(56)

3. Fungsi pengawasan dan pemberian nasihat dewan komisaris mencakup tindakan pencegahan, perbaikan, sampai kepada pemberhentian sementara.

Dewan komisaris merupakan alat pengendali internal yang memastikan bahwa perilaku manajer atau dewan direksi sesuai dengan keinginan pemilik perusahaan dan pemangku kepentingan. Haji dan Ghazali (2013) menyatakan ukuran dewan komisaris yang lebih besar mampu meningkatan pengawasan dalam organisasi perusahaan. Fungsi pengendalian (control) dewan komisaris dapat mengurangi biaya agensi yaitu mampu menyelaraskan perbedaan kepentingan antara pihak agen dengan pihak principal dengan melakukan pengungkapan informasi modal intelektual.

2.11 Umur Perusahaan

Umur perusahaan merupakan bentuk eksistensinya di dunia bisnis dalam menghadapi tantangan persaingan dan memanfaatkan peluang bisnis. Dengan mengetahui umur perusahaan maka akan diketahui pula sejauh mana perusahaan tersebut dapat survive (Artinah, 2013). Umur perusahaan menandakan pertumbuhan dan perkembangan perusahaan. Seiring berjalannya waktu aset perusahaan akan meningkat, perusahaan private akan tumbuh dan berkembang menjadi perusahaan public, investor semakin bertambah dan lain sebagaimya.

Keberhasilan untuk mencapai umur yang panjang menandakan bahwa perusahaan mampu memanfaatkan peluang dan menangani tantangan bisnis dengan baik. Umur perusahaan menunjukkan juga bahwa produk dan layanan


(57)

yang diberikan diterima oleh pasar atau masyarakat. Semakin lama umur perusahaan maka semakin banyak pengalaman yang telah didapat sehingga semakin mampu mengungkapkan informasi keuangan.

2.12 Kompleksitas Bisnis

Kompleksitas organisasi atau operasi merupakan akibat dari pembentukan departemen dan pembagian pekerjaan yang memiliki fokus terhadap jumlah unit yang berbeda (Ariyani dan Budiartha, 2014). Perusahaan dengan struktur bisnis yang kompleks membutuhkan sistem informasi manajemen yang efektif dalam memonitoring dan mendorong lebih banyak informasi yang diungkapkan (Courtis, 1978 dan Cooke,1989 dalam Hossain dan Hammami, 2009).

Perusahaan akan mengalami perkembangan bisnis dalam menjalankan usahanya. Sehingga ada kemungkinan bagi perusahaan untuk mengembangkan daerah pemasaran dengan membuka cabang atau anak perusahaan. Kompleksitas bisnis dikaitkan dengan jumlah entitas anak yang dimiliki oleh perusahaan. Pendirian entitas anak perusahaan sebagai bentuk upaya untuk memperluas pemasaran dan mencukupi kebutuhan masyarakat akan produk dan layanan perusahaan. Entitas anak ini biasanya dilakukan dengan diversifikasi produk dari perusahaan induknya. Seperti PT. Bank Negara Indonesia memiliki beberapa anak perusahaan diantaranya yaitu BNI Life Insurance, Obligasi BNI Securities, BNI Remittrance Ltd, BNI Multi Finance.

Kompleksitas bisnis menunjukkan bahwa perusahaan mempunyai unit-unit usahan yang aktivitasnya harus diawasi lebih ketat. Entitas anak perusahaan harus


(58)

menyediakan informasi yang akurat dan menyeluruh. Banyaknnya anak perusahaan yang dimiliki oleh perusahaan juga menunjukkan bahwa perusahaan mempunyai ukuran atau skala usaha yang besar. Biasanya sebagian besar modal pada anak perusahaan merupakan modal para pemegang saham di perusahaan induk. Sehingga tuntutan akan keterbukaan informasi akan lebih luas.

2.13 Penelitian Terdahulu

Sejalan dengan meningkatnya pemberdayaan intangible asset terutama setelah dikeluarkannya PSAK No. 19 (Revisi 2009) tentang aset tidak berwujud, penelitian tentang modal intelektual di Indonesia mulai berkembang. Purnomosidhi (2005) dengan sektor perusahaan publik dan metode pengumpulan datanya menggunakan content analysis menunjukkan bahwa leverage, size, dan kinerja modal intelektual berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan modal intelektual sedangkan tipe industri, foreign listing status, kinerja perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan modal intelektual.

Rimmel et al (2009) dengan metode pengumpulan data content analysis membuktikan bahwa umur perusahaan berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan modal intelektual, industri yang berteknologi tinggi lebih banyak mengungkapkan modal intelektual dibanding dengan industri yang berteknologi rendah, sedangkan kepemilikan manajerial dan ukuran perusahaan tidak berpengaruh signifikan. Yau et al (2009) membuktikan ukuran perusahaan, perusahaan yang berlink dengan pemerintah, pertumbuhan perusahaan dan profitabilias berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan sukarela modal


(59)

inntelektual. Tabel 2.3 di bawah ini menunjukkan ringkasan penelitian terdahulu tentang pengungkapan modal intelektual.

Tabel 2.3 Penelitian-penelitian Empiris tentang Modal Intelektual

No Peneliti Judul Variabel Metode

Analisis Hasil

1. Bambang

Purnomosidhi (2005)

Analisi Empiris terhadap Determinan Praktik Pengungkapan Modal

Intelektual pada Perusahaan Publik di BEJ

Dependen: Pengungkapan Modal Intelektual. Independen: Ukuran Perusahaan (Size), Tipe Industri,

Foreign Listing Status,

Kinerja Perusahaan, Ketergantungan

pada Utang

(leverage), Kinerja Modal Intelektual.

Content Analysis,

Regresi Berganda

Leverage, Size,

dan Kinerja

Modal Intelektual berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan modal intelektual sedangkan tipe industri, foreign listing status,

performance tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan modal intelektual.

2. Budi Artinah (2013) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Intelektual Capital pada Lembaga Keuangan yang Terdaftar di BEI. Dependen: Pengungkapan Modal Intelektual. Independen: Konsentrasi Kepemilikan, leverage, Komisaris Independen, Ukuran Perusahaan, Umur Perusahaan. Content Analysis, Regresi Berganda

Dari lima variabel independen yaitu konsentrasi kepemilikan,

leverage, komisaris

independen umur perusahaan dan

ukuran

pe-rusahaan yang

dimasukkan ke-dalam regresi, hanya konsentrasi kepemilikan dan ukuran

perusahaan yang signifikan.

3. Meizaroh dan

Jurica Lucyanda (2012)

Pengaruh

Corporate Governance,Kin erja Perusahaan,

dan Umur

Perusahaan terhadap Pengungkapan Dependen: Pengungkapan Modal Intelektual. Independen: Corporate Governance

(CGI), Kinerja

Content Analysis, Regresi Berganda Corporate Governanve berpengaruh positif terhadap pengungkapan modal intelektual; Kinerja


(1)

Sumber : Data sekunder yang diolah, 2014

Tabel 4.11

Hasil Analisis Frekuensi Ukuran Dewan Komisaris pada Perusahaan Perbankan Tahun 2011-2013

No Interval Kriteria Frekuensi Persentase

1 1 - 2,6 Sangat Kecil 2 2.22%

2 2,61 - 4,21 Kecil 37 41.11%

3 4,22 - 5,82 Cukup 30 33.33%

4 5,83 - 7,43 Besar 19 21.11%

5 > 7,44 Sangat Besar 2 2.22%

TOTAL 90 100%

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2014

1.6.Umur Perusahaan (Age)

Tabel 4.12 Analisis Statistik Deskriptif Umur Perusahaan

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Age 90 9.0 118.0 44.867 27.1596

Valid N (listwise) 90

Sumber : Data sekunder yang diolah, 2014

Tabel 4.13

Hasil Analisis Frekuensi Umur Perusahaan pada Perusahaan Perbankan Tahun 2011-2013

No Interval Kriteria Frekuensi Persentase

1 9 - 45,3 Baru 56 62.22%

2 45,31 - 81,61 Menengah 25 27.78%

3 > 81,62 Lama 9 10.00%

TOTAL 90 100%

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2014

1.7.Kompleksitas Bisnis (Complex)

Tabel 4.14 Analisis Statistik Deskriptif Kompleksitas Bisnis

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Complex

Valid N (listwise)

90 90

.0 10.0 1.367 2.2105


(2)

Tabel 4.15

Hasil Analisis Frekuensi Kompleksitas Bisnis pada Perusahaan Perbankan Tahun 2011-2013

No Interval Kriteria Frekuensi Persentase

1 0 - 3,33 Rendah 79 87.78%

2 3,34 - 6,67 Cukup 8 8.89%

3 > 6,68 Tinggi 3 3.33%

TOTAL 90

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2014

2. Uji Asumsi Klasik 2.1.Uji Normalitas

Gambar 4.2 Uji Normalitas dengan Histogram Sumber: Data sekunder yang diolah, 2014


(3)

Gambar 4.3 Hasil Uji Normal p-plot Sumber : Data sekunder yang diolah, 2014

Tabel 4.16 Hasil Uji Normalitas dengan Uji Kolmogorov Smirnov (K-S)

Unstandardized Residual

N 90

Normal Parametersa,b Mean .0000000

Std. Deviation 4.73077204

Most Extreme Differences Absolute .075

Positive .075

Negative -.063

Kolmogorov-Smirnov Z .710

Asymp. Sig. (2-tailed) .695

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.


(4)

2.2.Uji Autokorelasi

Tabel 4.17 Hasil Uji Autokorelasi

Model Std. Error of the Estimate Durbin-Watson

1 4.89878% 1.928

a. Predictors: (Constant), Complex, Age, EG, Lev, Comm, Size b. Dependent Variable: ICD

Sumber : Data sekunder yang diolah, 2014

2.3.Uji Multikolinieritas

Tabel 4.18 Hasil Uji multikolinieritas dengan Coefficients Correlation

Model Complex Age EG Lev Comm Size

1

Correlations

Complex 1.000 .405 -.011 .230 -.260 -.599

Age .405 1.000 .037 .275 -.328 -.377

EG -.011 .037 1.000 .047 -.066 .017

Lev .230 .275 .047 1.000 .095 -.237

Comm -.260 -.328 -.066 .095 1.000 -.212

Size -.599 -.377 .017 -.237 -.212 1.000

Covariances

Complex .117 .003 -1.574E-005 .019 -.033 -.082

Age .003 .001 3.643E-006 .002 -.003 -.004

EG -1.574E-005 3.643E-006 1.649E-005 4.548E-005 -9.836E-005 2.777E-005

Lev .019 .002 4.548E-005 .057 .008 -.023

Comm -.033 -.003 -9.836E-005 .008 .135 -.031

Size -.082 -.004 2.777E-005 -.023 -.031 .159

a. Dependent Variable: ICD


(5)

4.19 Uji Multikolinieritas dengan Collinearity Statistics

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients t Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1

(Constant) 7.490 5.999 1.248 .215

Lev .733 .239 .266 3.069 .003 .856 1.169

EG -.010 .004 -.203 -2.525 .013 .990 1.010

Size .591 .398 .181 1.485 .141 .432 2.313

Comm 1.120 .367 .321 3.053 .003 .579 1.726

Age .019 .024 .080 .795 .429 .638 1.567

Complex .745 .342 .254 2.178 .032 .471 2.121

a. Dependent Variable: ICD

Sumber : Data sekunder yang diolah, 2014

2.4.Uji Heteroskedastisitas

Gambar 4.4 Hasil Uji Heteroskedastisitas Sumber : Data sekunder yang diolah, 2014


(6)

3. Analisis Regresi Berganda

Tabel 4.20 Hasil Persamaan Regresi Berganda

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients t Sig. B Std. Error Beta

1

(Constant) 7.490 5.999 1.248 .215

Lev .733 .239 .266 3.069 .003

EG -.010 .004 -.203 -2.525 .013

Size .591 .398 .181 1.485 .141

Comm 1.120 .367 .321 3.053 .003

Age .019 .024 .080 .795 .429

Complex .745 .342 .254 2.178 .032 a. Dependent Variable: ICD

Sumber: Data sekunder yang diolah, 2014

3.1.Koefisien Determinasi (Adjusted R2)

Tabel 4.21 Hasil Uji Koefisien Determinasi

Model R R Square Adjusted R

Square

Std. Error of the Estimated

1 .684a .467 .429 4.89878%

b. Predictors : (Constant), Complex, Age, EG, Lev, Comm, Size Sumber : Data sekunder yang diolah, 2014

3.2.Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)

Tabel 4.22 Hasil Uji Pengaruh Simultan

Model Sum of

Squares df Mean Square F Sig. 1

Regression 1746.492 6 291.082 12.129 .000b Residual 1991.838 83 23.998

Total 3738.330 89 a. Dependent Variable: ICD

b. Predictors: (Constant), Complex, Age, EG, Lev, Comm, Size Sumber : Data sekunder yang diolah, 2014


Dokumen yang terkait

ANALISIS PERBANDINGAN PRAKTIK PENGUNGKAPAN MODAL INTELEKTUAL (Studi Empiris Pada Industri Keuangan Dan Non-Keuangan)

1 18 21

PERAN KINERJA KEUANGAN UNTUK MEMEDIASI PENGARUH MODAL INTELEKTUAL TERHADAP TINGKAT PENGUNGKAPAN MODAL INTELEKTUAL

0 10 121

Pengaruh Modal Intelektual terhadap Nilai Perusahaan dengan Kinerja Keuangan sebagai Variabel Intervening

0 3 16

Pengaruh Modal Intelektual Terhadap Nilai Perusahaan Dengan Kinerja Keuangan Sebagai Variabel Intervening

0 3 13

PENGARUH VARIABEL KEUANGAN DAN NON KEUANGAN TERHADAP PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL Pengaruh Variabel Keuangan Dan Non Keuangan Terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CAR) Dalam Laporan Tahunan Perusahaan (Studi Empiris pada Perusahaan Pe

0 2 15

PENGARUH MODAL INTELEKTUAL TERHADAP NILAI PERUSAHAAN DENGAN KINERJA KEUANGAN SEBAGAI VARIABEL INTERVENING

0 0 16

ANALISIS VARIABEL KEUANGAN TERHADAP PENGUNGKAPAN MODAL INTELEKTUAL PADA PERUSAHAAN FOOD BEVERAGE YANG TERDAFTAR DI BEI - Perbanas Institutional Repository

0 0 15

ANALISIS VARIABEL KEUANGAN TERHADAP PENGUNGKAPAN MODAL INTELEKTUAL PADA PERUSAHAAN FOOD BEVERAGE YANG TERDAFTAR DI BEI - Perbanas Institutional Repository

0 0 28

PENGARUH PENGUNGKAPAN LINGKUNGAN DAN PENGUNGKAPAN MODAL INTELEKTUAL TERHADAP NILAI PERUSAHAAN DI INDONESIA DENGAN KINERJA KEUANGAN SEBAGAI VARIABEL INTERVENING Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 15

PENGARUH MODAL INTELEKTUAL TERHADAP NILAI PERUSAHAAN DENGAN KINERJA KEUANGAN SEBAGAI VARIABEL INTERVENING

0 0 13