Relasi dan Peran Gramatikal Bahasa Pakpak Dairi : Kajian Tipologi

(1)

RELASI DAN PERAN GRAMATIKAL

BAHASA PAKPAK DAIRI : KAJIAN TIPOLOGI

IDA BASARIA

078107004

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

Judul Disertasi : Relasi dan Peran Gramatikal Bahasa Pakpak Dairi : Kajian Tipologi

Nama Mahasiswa : Ida Basaria

NIM : 078107004

Program Studi : Linguistik

Menyetujui Komisi Pembimbing

Prof. DR Robert Sibarani, M.S. Promotor

DR Eddy Setia, M.ED. TESP. Prof. DR. Jufrizal, M.Hum.

Ko-Promotor Ko-Promotor

Ketua Program Studi Linguistik, Direktur Pascasarjana,


(3)

Telah diuji pada Ujian Seminar Hasil Tanggal 22 Juli 2011

Panitia Penguji Disertasi

Ketua : Prof.Dr. Robert Sibarani, M.Hum USU Medan

Anggota :

1.DR. Eddy Setia, M. Ed. TESP USU Medan

2. Prof. DR. Jufrizal UNP Padang

3. Prof. DR. Khairil Ansari, M.Pd. UNIMED Medan

4. Prof. Amrin Saragih, M.A.,Ph.D. UNIMED Medan

5. DR. Syahron Lubis, M.A. USU Medan


(4)

Dengan SK Seminar Hasil

Rektor Universitas Sumatera Utara

Nomor: 1991/ UNS.1. R / SK/ SSA/ 2011-07-31

Tanggal : 6 Juli 2011

Telah diuji pada Ujian Tertutup Disertasi Tanggal 15 Agustus 2011

Panitia Penguji Disertasi

Ketua : Prof.Dr. Robert Sibarani, M.Hum USU Medan

Anggota :

1.DR. Eddy Setia, M. Ed. TESP USU Medan

2. Prof. DR. Jufrizal UNP Padang

3. Prof. DR. Khairil Ansari, M.Pd. UNIMED Medan

4. Prof. Amrin Saragih, M.A.,Ph.D. UNIMED Medan

5. DR. Syahron Lubis, M.A. USU Medan


(5)

Dengan SK Ujian Tertutup Disertasi Rektor Universitas Sumatera Utara

Nomor: 2175/ H5.1. R / SK/ SSA/ 2011-07-31

Tanggal : 3 Agustus 2011

Diuji pada Ujian Terbuka (Promosi Doktor) Tanggal 15 September 2011

Panitia Penguji Disertasi

Ketua : Prof.Dr. Robert Sibarani, M.Hum USU Medan

Anggota :

1.DR. Eddy Setia, M. Ed. TESP USU Medan

2. Prof. DR. Jufrizal UNP Padang

3. Prof. DR. Khairil Ansari, M.Pd. UNIMED Medan

4. Prof. Amrin Saragih, M.A.,Ph.D. UNIMED Medan

5. DR. Syahron Lubis, M.A. USU Medan


(6)

Dengan SK Ujian Promosi Doktor Rektor Universitas Sumatera Utara Nomor: 2293/ UNS.1.R / SK/ SSA/ 2011

Tanggal : 19 Agustus 2011

TIM PROMOTOR

Prof. Dr. Robert Sibarani, M.S.

Dr. Eddy Setia, M.Ed.TESP


(7)

TIM PENGUJI LUAR KOMISI

Prof. Dr. Khairil Ansari, M.Pd.

Prof. Amrin Saragih, M.A., Ph.D.

Dr. Syahron Lubis, M.A.


(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis bersujud dan bersyukur kehadirat-Nya atas izin dan kekuatan yang diberikan-Nya kepada penulis sehingga disertasi ini dapat rampung sebagaimana adanya. Penulis sangat berbahagia karena di samping penulisan disertasi ini sabagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar doktor dalam bidang linguistik, penulis juga minimal telah memperkenalkan bahasa Pakpak-Dairi pada lingkungan akademis di Universitas Sumatera Utara.

Sejak awal direncanakannya disertasi ini hingga selesai, penulis mendapat banyak bimbingan bantuan, dorongan, motivasi dan semangat dari berbagai pihak. Tanpa bimbingan dan bantuan tersebut disertasi ini mustahil dapat terwujud. Oleh karena itu, izinkanlah penulis menghaturkan terimakasih dan penghormatan yang tulus dan ikhlas kepada berbagai nama dan pihak yang tersebut di bawah ini.

Pertama, terimakasih yang tulus kepada Prof.Dr.Robert Sibarani,M.S., selaku promotor yang senantiasa dengan sabar menempa dan membimbing penulis dengan segudang ilmu, dan sebagai sahabat di tengah kesibukan dan pekerjaanya, tak jemunya beliau memberi semangat dan motivasi yang sangat membantu penulis untuk keluar dari kesulitan dalam pengolahan data hingga penyajian laporan disertasi ini. Berikutnya ungkapan yang sama, berupa terimakasih yang tulus dan penghormatan penulis kepada Dr. Eddy Setia, M.Ed. TESP, selaku ko-promotor I yang dengan sabar membimbing serta senantiasa mendorong kemajuan penelitian penulis dengan memberikan buku-buku yang sangat dibutuhkan. Bimbingan dan bantuan beliau senantiasa menjadi ‘cahaya’ di tengah ketidaktahuan saya akan banyak hal . Selanjutnya kepada Prof. Dr. Jufrizal, M.Hum., selaku ko-promotor II, penulis haturkan terimakasih yang mendalam dan penghormatan setingginya atas kesabaran beliau. Walaupun bertugas dan berdomisili di Padang,


(9)

namun tidak menghalangi beliau untuk mentransfer ilmu tipologinya. Beliau senantiasa menguatkan dan memotivasi penulis dengan memberikan buku-buku yang dibutukan. Akhirnya harus penulis akui bahwa bantuan dari ketiga promotor tersebut menjadi obor terdepan penyelesaian disertasi ini.

Ucapan terimakasih yang tulus penulis sampaikan kepada Prof.T. Silvana Sinar,M.A., Ph.D., ketua Program Studi Linguistik Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, dengan ketulusan hati selalu memberikan semangat dalam penyelesaian tugas akhir akademik yang dijalani. Dr Nurlela, M.Hum selaku sekretaris program studi linguistik tak lupa penulis sampaikan terimakasih. Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE, selaku direktur SPs USU, dan pendahulunyaProf.Dr.Ir.T.Chairunnisa,B.,MSc.;Prof.Dr.dr.SyahrilPasaribu,DTM&H,MSc(CTM) ,SpA., selaku Rektor dan Dr.Drs.Syahron Lubis,M.A., selaku dekan Fakultas Ilmu Budaya USU; sebagai pimpinan usu yang telah memfasilitasi penulis untuk mengikuti studi di PSL SPs USU.Tidak lupa ucapan terimakasih kepada pihak terkait di USU yang telah membantu pendanaan hingga penulis mengakhiri studinya.

Selanjutnya kepada para penguji disertasi penulis, Prof. Amrin Saragih, M.A., Ph.D. ; Prof. DR. Khairil Ansari,M.Pd.; DR Syahron Lubis, M.Hum. dan DR Gustianingsih M.Hum. yang telah bersedia mengoreksi , memberi sumbangan cemerlang serta memberi masukan berharga demi kesempurnaan disertasi ini.

Para guru penulis yang amat terpelajar di PSL SPs USU yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu pada kesempatan yang terbatas ini, telah memberikan bekal ilmu yangberharga , juga kepada seluruh staf administrasi di PSL SPs USU yang telah membantu dengan tanpa pamrih, penulis sampaikan terimakasih yang tulus.


(10)

Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Prof.Dr Ikhwanuddin,M.Hum dan Drs.Haris Sutan Lubis, M,S.P., sebagai ketua dan sekretaris Program Sastra Indonesia USU yang senantiasa memotivasi penulis untuk tak lelah berkarya; juga kepada kolega penulis Drs Amhar Kudadiri, M.Hum. sebagai penutur asli BPD, telah banyak memberi masukan terhadap data penelitian penulis , serta semua kolega dan rekan seperjuangan di Program Sastra Indonesia yang nama-namanya tak mungkin lupa tapi tak dapat saya tuliskan satu persatu. Mereka semua turut memberi semangat penulis untuk menyelesaikan disertasi ini.Juga kepada rekan seangkatan di PSL SPs USU yang turut memberi masukan terhadap kesempurnaan disertasi ini

Tak lupa penghargaan dan terimakasih yang tulus, penulis sampaikan kepada Dr Karin de Jonge-Kannan, sebagai Co-Director, Master of Second Language Teaching Program, Departement of Languages, Philosophy, and Speech Communication; Prof Jim Bame dan Prof John E. Lackstrom sebagai mentor penulis di Utah State University, Logan, USA yang memberikan banyak masukan pada disertasi penulis ketika mengikuti program sandwich Oktober 2009 s.d Januari 2010.

Pada kesempatan ini penulis mengenang kedua orangtua penulis, bapak tercinta Drs J.Tumanggor dan ibu T.br Sitompul yang semasa hidupnya selalu mendoakan dan mengasihi penulis, juga kedua mertua penulis, amang terkasih R.Silalahi dan inang H.Sagala . Mereka berempat ini selalu menjadi panutan penulis untuk tidak pernah menyerah terhadap tantangan seberat apapun. Mereka telah memberikan teladan bahwa semua karya dan keberhasilan akan hampa dan kosong tanpa iman. Rasa terimakasih diiringi doa tulus kepada suami penulis,Ir Johannes Silalahi, sebagai kekasih , sahabat dan sekaligus sebagai bapak bagi penulis yang senatiasa menghibur dan mempedulikan segala kesibukan penulis ; ungkapan kasih sayang dan doa syukur,juga penulis sampaikan kepada tiga putri penulis,Jemmima Vinisea P.Silalahi,S.E.,


(11)

Josephine Hanesia U.Silalahi,S.E. dan si bungsu Jasmine Bestri Silalahi , sungguh mereka berempat merupakan kekuatan dan semangat bagi penulis untuk tetap kuat ; tak lupa kepada saudara-saudaraku E Simamora/R.br Tumanggor, Ir K tumanggor/W br Silalahi, Dr T Pardede,SpP/dr.L br Tumanggor, J.S Tumanggor/D br Simamora,S.E.Ak, M Tumanggor,S.Sos/Y br Purba, mereka berlima senantiasa motivasi yang kuat bagi penulis untuk minimal dapat memberi rasa kebanggaan bagi keluarga dan saudara-saudara penulis tersebut .

Terakhir, terimakasih dan penghargaan penulis kepada semua pihak yang belum dapat disebutkan satu persatu, yang telah membantu baik moril maupun materiil dan dukungan doa sejak penulis mengikuti pendidikan hingga saat ini. Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis mempersembahkan disertasi ini untuk dibaca khalayak terutama pemerhati bahasa. Tak ada gading yang tak retak, penulis menyadari bahwa disertasi ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu segala perbaikan, kritik yang konstruktif dari semua pihak akan dengan senang hati diterima, demi penyempurnaan disertasi ini kelak.

Medan, Maret 2011 Penulis,


(12)

DAFTAR ISI

Halaman KATA PENGANTAR ...

DAFTAR ISI ... DAFTAR SINGKATAN ... DAFTAR TABEL ... DAFTAR BAGAN ... ABSTRAK... ABSTRACT ...

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang dan Masalah ... 1

1.2 Batasan dan Ruang Lingkup Masalah ... 8

1.3 Rumusan dan Masalah Penelitian ... 9

1.4 Tujuan Penelitian ... 9

1.5 Manfaat Penelitian ... 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI ... 12

2.1 Kajian Pustaka ... 12

2.2 kerangka Teori ... 21

2.2.1 Tipologi Linguistik ... 21

2.2.2 Tipologi Bahasa dan Kesemestaan Bahasa ... 22

2.2.3 Tatabahasa dan Kajian Tipologi Bahasa ... 25


(13)

2.2.4.1 Relasi Gramatikal ... 28

2.2.4.2 Peran Gramatikal ... 37

2.2.4.3 Predikasi dan Struktur Argumen ... 38

2.2.4.4 Valensi dan Ketransitifan Verba ... 45

2.2.4.5 Struktur Pentopikalan ... 59

2.2.4.6 Sistem Pivot Sebagai Satuan Sintaksis Semantis ... 64

2.2.4.7 Tipologi Gramatikal ... 71

2.2.4.8 Diatesis ... 73

2.3 Kerangka Kerja Teoritis Penelitian ... 83

2.4 Asumsi Penelitian ... 84

BAB III METODE PENELITIAN ... 85

3.1 Lokasi Penelitian ... 85

3.2 Pendekatan dan Metode Penelitian ... 86

3.3 Data Penelitian dan Sumber Data Penelitian ... 87

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 88

3.5 Teknil Analisis Data ... 89

BAB IV RELASI DAN PERAN GRAMATIKAL BPD ... 93

4.1 Paparan Hasil Penelitian ... 93

4.1.1 Struktur Dasar Klausa BPD ... 93

4.1.2 Relasi dan Peran Gramatikal BPD ... 99

4.2 Pembahasan ... 105

4.2.1 Struktur Dasar Klausa BPD... 105


(14)

4.2.2.1 Subjek Gramatikal BPD ... 115

4.2.2.2 Objek-Oblik Gramatikal BPD ... 127

4.2.3 Peran Gramatikal BPD ... 137

4.3 Temuan ... 139

BAB V PREDIKASI DAN STRUKTUR ARGUMEN BPD ... 141

5.1 Paparan Hasil Penelitian ... 141

5.1.1 Predikasi dan Struktur Argumen ... 141

5.1.2 Valensi dan Ketransitifan ... 144

5.1.3 Pentopikalan BPD ... 149

5.1.4 Sistem Pivot BPD ... 151

5.2 Pembahasan ... 153

5.2.1 Predikasi dan Struktur Argumen BPD ... 153

5.2.2 Valensi dan Ketransitifan BPD ... 159

5.2.2.1 Pengkausatifan BPD... 160

5.2.2.2 Pengaplikatifan BPD ... 169

5.2.3 Pentopikalan BPD ... 189

5.2.4 Sistem Pivot BPD... 196

5.2.4.1 Konstruksi Koordinatif BPD ... 198

5.2.4.2 Konstruksi subordinatif BPD ... 203

5.3 Temuan... 210

BAB VI TIPOLOGI GRAMATIKAL BPD ... 214

6.1 Paparan Hasil Penelitian ... 214


(15)

6.1.2 Diatesis BPD ... 216

6.1.2.1 Diatesis Pasif BPD ... 216

6.1.2.2 Diatesis Medial BPD ... 218

6.2 Pembahasan ... 219

6.2.1 Tipologi Gramatikal BPD ... 219

6.2.2 Diatesis BPD ... 228

6.2.2.1 Diatesis Pasif BPD ... 229

6.2.2.2 Diatesis Medial BPD ... 239

6.2.3 S-Terpilah dan S-Alir BPD... 250

6.3 Temuan ... 256

BAB VII PENUTUP ... 258

7.1 Simpulan ... 258

7.2 Saran ... 260

DAFTAR PUSTAKA ... 262


(16)

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG A : argumen agen pada klausa transitif

AKT : aktif AKU : akusatif APL : aplikatif ARG : argumen ART : artikel

ASP : aspek

BPD : bahasa Pakpak Dairi BEN : benefaktif

BI : bahasa Indonesia DAT : datif

DEF : definit ERG : ergatif Fadj : frasa adjektif Fadv : frasa adverbial FN : frasa nominal FV : frasa verbal Fprep : frasa preposisi GEN : genetif

JM : jamak

KAU : kausatif LOK : lokatif


(17)

MED : medial

N : nasal

O : Objek

OL : Objek Langsung OTL : Objek Tak Langsung OBL : oblik

P : argumen pasien pada klausa transitif PRT : partikel

PAS : pasif

Pgl : pemengalam

Prep : preposisi POS : posesif PRE : prefiks PRED : predikat

Ps : pasien

REF :refleksif REL : relatif

S : subjek argumen satu-satunya pada klausa intransitif

TG : tunggal


(18)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1: Bangun optimal klausa …………... 43

Tabel 2: unsur-unsur semantis dan unit sintaksis ... 45

Tabel 3: Jenis Kausatif ... 48

Tabel 4 : Predikasi Non-verbal BPD ... 154

Tabel 5: Predikasi Verba Intransitif ... 156


(19)

DAFTAR BAGAN

Halaman

Bagan 1: Pembagian Kausatif ... 48

Bagan 2: Rekonstruksi Kerangka Teori ... 82

Bagan3: Kerangka Kerja Penelitian ... 83

Bagan 4:Metode dan Analisis Data ... 92

Bagan 5: Klausa Dasar dan Verba BPD ... 114


(20)

Relasi dan Peran Gramatikal Bahasa Pakpak-Dairi (Disertasi )

ABSTRAK

Penelitian Relasi dan Peran Gramatikal Bahasa Pakpak-Dairi secara khusus bertujuan untuk (1) bagaimana relasi dan peran gramatikal Bahasa Pakpak Dairi ; (2) bagaimana sistem predikasi dan struktur argumen BPD; (3) bagaimana tipologi gramatikal BPD dan sekaligus diatesis yang mungkin ada pada BPD. Melalui kerangka kerja teori tipologi linguistik dan menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang berorientasi kepada studi fenomenologis diharapkan dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian di atas. Penelaahan data secara tipologis menghantarkan penelitian ini pada kesimpulan bahwa secara sintaksis BPD termasuk ke dalam kelompok bahasa nominatif-akusatif yang memperlakukan S sama dengan A, dan perlakuan yang berbeda diberikan untuk P (S=A, #P). Berdasarkan kerangka kerja uji pivot, penggabungan dua klausa secara kordinatif dan subordinatif maupun pada klausa adverbial, pelesapan FN dapat dilakukan secara langsung apabila FN ada dalam fungsi S atau A , tetapi apabila FN berada dalam fungsi P maka pelesapan tidak dapat secara langsung tapi salah satu klausa harus dipasifkan terlebih dahulu agar pelesapan FN diizinkan. Hal ini berarti bahwa BPD bekerja dengan pivot S/A. Sebagai salah satu bahasa bertipologi akusatif secara sintaksis, BPD mengenal diatesis aktif-pasif. Diatesis aktif dimarkahi oleh predikat verba berafiks /meN-/,/-ken/ dan diatesis pasif dimarkahi oleh predikat verba berprefiks /ter-/ dan /i-/dan /ni-/; Di samping itu pada BPD juga ditemukan konstruksi berdiatesis medial yang dimarkahi oleh predikat verba berafiks /i-/, /mer-/, /mersi-en/ dan verba berafiks zero. Pada pengamatan terhadap perilaku A dan P klausa intransitif dan jika dikaitkan dengan S secara semantis dalam konteks pemakaiannya, BPD mempunyai sistem S-Terpilah dan S-Alir. Sebab S dalam bahasa ini ada yang dimarkahi sama dengan A dan ada pula yang dimarkahi sama dengan P. BPD termasuk bahasa yang mengenal Sa dan Sp sebagai subbagian dari S . Ada indikasi bahwa BPD memiliki kalimat dengan pola ergatif, walaupun pemberlakuan sebagai bahasa akusatif lebih sesuai terhadap BPD. Jika dikaitkan dengan fungsi pragmatis, BPD merupakan bahasa yang tidak menonjolkan subjek dan tidak menonjolkan topik . Meskipun BPD dapat mentopikkan pasien/objek, akan tetapi konstruksi tersebut bukan konstruksi dasar. Pentopikalan dalam BPD merupakan konsruksi alternatif dan turunan. Pentopikalan termasuk struktur kalimat tertanda dalam BPD, sama halnya dengan pelepasan ke kiri. Sedangkan konstruksi predikat-subjek merupakan struktur kalimat tak tertanda.

Kata Kunci : tipologi gramatikal, struktur argumen, pivot, pentopikalan, nominatif-akusatif, ergatif-absolutif, diatesis, S-terpilah, S-alir.


(21)

Relational and Grammatical Roles of Pakpak Dairi Language ( Disertation )

ABSTRACT

This research’s title is the relational and grammatical roles of Pakpak Dairi Language (PDL). It focuses to find out: (1) how is the relational and the grammatical roles of PDL; (2) how is the predication system and argument structure of PDL; (3) how is grammatical typology of PDL and its diathesis possibility existing in PDL. This theoretical framework of linguistic typology through using qualitative descriptive method focused on phenomenological study in order to discover the answers of research questions. Typologically analysis of data brought this research into finding that sintactically, PDL treats S with the same way as Agent (A), and different treatment is given to Pasient (P). (S=A,#P). Based on theoretical framework of pivot test, the unity of two clauses coordinatively and subordinatively or even in adverbial clause, the omission of Noun Phrase (NP) can be done directly if NP functions as S or A, but if NP functions as P, then the omission cannot be done directly. The omission can be allowed if one of the clauses is changed into passive. This means that PDL works as S/A pivot . As a language which has syntactically accusative typology, PDL has active-passive diathesis. Active diathesis has been characterized by verb-predicate affixes such as /meN-, /-ken/, but passive diathesis has been characterized by verb-predicate affixes /ter-/,/i/ and /ni-/. Besides, in PDL has also been found the construction medial diathesis characterized by verb-predicate affixes /i-/,/mer/,/mersi-en/ and zero verb affix. Based on the comparison of A and P properties in intransitive clauses related to S semantically, PDL has subgroup of S, namely Sa ( S which is marked similar to A) and Sp ( S which is marked similar to P ). This is an indication that PDL has the split system and fluid S-system. This strengthens conclusion that PDL has a characteristic of ergative language. However, to treat PDL as an accusative language is more proper. If it is connected to pragmatic function, PDL constitutes language with neither subject prominent nor topic prominence, because it fulfills grammatical condition as predicate-subject construction as underlying structure of PDL. Eventhough PDL can topicalize patient/object, it does not mean the construction is underlying construction. The topicalization is PDL constitutes alternative and derivative construction. The topicalization belongs that to clause structure is marked in PDL which is also the same as left-localization. The Predicate-Subject construction constitutes unmarked clause structure in PDL.

Keywords : grammatical typology, argument structure, pivot, topicalization, nominative-accusative, ergative-absolutive, diathesis, S-Split, S-Fluit


(22)

Relasi dan Peran Gramatikal Bahasa Pakpak-Dairi (Disertasi )

ABSTRAK

Penelitian Relasi dan Peran Gramatikal Bahasa Pakpak-Dairi secara khusus bertujuan untuk (1) bagaimana relasi dan peran gramatikal Bahasa Pakpak Dairi ; (2) bagaimana sistem predikasi dan struktur argumen BPD; (3) bagaimana tipologi gramatikal BPD dan sekaligus diatesis yang mungkin ada pada BPD. Melalui kerangka kerja teori tipologi linguistik dan menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang berorientasi kepada studi fenomenologis diharapkan dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian di atas. Penelaahan data secara tipologis menghantarkan penelitian ini pada kesimpulan bahwa secara sintaksis BPD termasuk ke dalam kelompok bahasa nominatif-akusatif yang memperlakukan S sama dengan A, dan perlakuan yang berbeda diberikan untuk P (S=A, #P). Berdasarkan kerangka kerja uji pivot, penggabungan dua klausa secara kordinatif dan subordinatif maupun pada klausa adverbial, pelesapan FN dapat dilakukan secara langsung apabila FN ada dalam fungsi S atau A , tetapi apabila FN berada dalam fungsi P maka pelesapan tidak dapat secara langsung tapi salah satu klausa harus dipasifkan terlebih dahulu agar pelesapan FN diizinkan. Hal ini berarti bahwa BPD bekerja dengan pivot S/A. Sebagai salah satu bahasa bertipologi akusatif secara sintaksis, BPD mengenal diatesis aktif-pasif. Diatesis aktif dimarkahi oleh predikat verba berafiks /meN-/,/-ken/ dan diatesis pasif dimarkahi oleh predikat verba berprefiks /ter-/ dan /i-/dan /ni-/; Di samping itu pada BPD juga ditemukan konstruksi berdiatesis medial yang dimarkahi oleh predikat verba berafiks /i-/, /mer-/, /mersi-en/ dan verba berafiks zero. Pada pengamatan terhadap perilaku A dan P klausa intransitif dan jika dikaitkan dengan S secara semantis dalam konteks pemakaiannya, BPD mempunyai sistem S-Terpilah dan S-Alir. Sebab S dalam bahasa ini ada yang dimarkahi sama dengan A dan ada pula yang dimarkahi sama dengan P. BPD termasuk bahasa yang mengenal Sa dan Sp sebagai subbagian dari S . Ada indikasi bahwa BPD memiliki kalimat dengan pola ergatif, walaupun pemberlakuan sebagai bahasa akusatif lebih sesuai terhadap BPD. Jika dikaitkan dengan fungsi pragmatis, BPD merupakan bahasa yang tidak menonjolkan subjek dan tidak menonjolkan topik . Meskipun BPD dapat mentopikkan pasien/objek, akan tetapi konstruksi tersebut bukan konstruksi dasar. Pentopikalan dalam BPD merupakan konsruksi alternatif dan turunan. Pentopikalan termasuk struktur kalimat tertanda dalam BPD, sama halnya dengan pelepasan ke kiri. Sedangkan konstruksi predikat-subjek merupakan struktur kalimat tak tertanda.

Kata Kunci : tipologi gramatikal, struktur argumen, pivot, pentopikalan, nominatif-akusatif, ergatif-absolutif, diatesis, S-terpilah, S-alir.


(23)

Relational and Grammatical Roles of Pakpak Dairi Language ( Disertation )

ABSTRACT

This research’s title is the relational and grammatical roles of Pakpak Dairi Language (PDL). It focuses to find out: (1) how is the relational and the grammatical roles of PDL; (2) how is the predication system and argument structure of PDL; (3) how is grammatical typology of PDL and its diathesis possibility existing in PDL. This theoretical framework of linguistic typology through using qualitative descriptive method focused on phenomenological study in order to discover the answers of research questions. Typologically analysis of data brought this research into finding that sintactically, PDL treats S with the same way as Agent (A), and different treatment is given to Pasient (P). (S=A,#P). Based on theoretical framework of pivot test, the unity of two clauses coordinatively and subordinatively or even in adverbial clause, the omission of Noun Phrase (NP) can be done directly if NP functions as S or A, but if NP functions as P, then the omission cannot be done directly. The omission can be allowed if one of the clauses is changed into passive. This means that PDL works as S/A pivot . As a language which has syntactically accusative typology, PDL has active-passive diathesis. Active diathesis has been characterized by verb-predicate affixes such as /meN-, /-ken/, but passive diathesis has been characterized by verb-predicate affixes /ter-/,/i/ and /ni-/. Besides, in PDL has also been found the construction medial diathesis characterized by verb-predicate affixes /i-/,/mer/,/mersi-en/ and zero verb affix. Based on the comparison of A and P properties in intransitive clauses related to S semantically, PDL has subgroup of S, namely Sa ( S which is marked similar to A) and Sp ( S which is marked similar to P ). This is an indication that PDL has the split system and fluid S-system. This strengthens conclusion that PDL has a characteristic of ergative language. However, to treat PDL as an accusative language is more proper. If it is connected to pragmatic function, PDL constitutes language with neither subject prominent nor topic prominence, because it fulfills grammatical condition as predicate-subject construction as underlying structure of PDL. Eventhough PDL can topicalize patient/object, it does not mean the construction is underlying construction. The topicalization is PDL constitutes alternative and derivative construction. The topicalization belongs that to clause structure is marked in PDL which is also the same as left-localization. The Predicate-Subject construction constitutes unmarked clause structure in PDL.

Keywords : grammatical typology, argument structure, pivot, topicalization, nominative-accusative, ergative-absolutive, diathesis, S-Split, S-Fluit


(24)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang / Masalah Penelitian

Dalam kedudukannya sebagai bahasa daerah, bahasa Pakpak Dairi (selanjutnya disingkat BPD) tidak hanya berfungsi sebagai lambang kebanggaan daerah, lambang idenitas daerah serta alat perhubungan di dalam keluarga dan masyarakat, tetapi juga berfungsi sebagai pendukung bahasa nasional, sebagai bahasa pengantar di sekolah dasar di pedesaan, pada tingkat permulaan serta sebagai alat pengembangan dan pendukung kebudayaan daerah

BPD dipakai hampir dalam semua kegiatan kebahasaan di kabupaten Dairi dan kabupaten Pakpak Barat, tetapi karena komposisi penduduknya yang heterogen , pengaruh, fungsi, dan kedudukan BPD menunjukan gejala yang menurun. Hal ini terlihat dari dipergunakannya bahasa Batak Toba pada upacara-upacara keagamaan, seperti khotbah di gereja, upacara-upacara perkawinan, upacara-upacara kematian dan upacara adat lainnya. Menurunnya kedudukan dan fungsi BPD ini semakin terasa dengan masuknya pengaruh bahasa Indonesia di daerah ini. Hal ini juga disebabkan bertambah baiknya sarana komunikasi di tempat tersebut, seperti bertambah meluasnya pengaruh media massa, terutama surat kabar dan televisi.

Mengingat hal di atas, perlu dipikirkan usaha pembinaan BPD yang didahului oleh suatu perencanaan sehingga pembinaan dan pengembangan BPD merupakan suatu keharusan di samping pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia (UUD 1945, Bab XV : Pasal 36). Usaha pembinaannya harus mencakup pembinaan di bidang struktur, bentuk, makna, fungsi, dan nilai bahasa untuk


(25)

keperluan sosial budaya secara menyeluruh Tujuan pembinaan di bidang pemakai ialah agar kedwibahasaan tetap ada; pemakai menguasai BPD dan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional secara seimbang. Pembinaan di bidang pemakaian bertujuan agar BPD tetap dipakai secara penuh sesuai dengan fungsinya di tengah masyarakat penuturnya.

Menurut Solin (1988:107), BPD terdiri atas 5 (lima) dialek yaitu: (1) dialek Pegagan; (2) dialek Keppas; (3) dialek Simsim; (4) dialek Kelasen; (5) dialek Boang. Adanya lima dialek ini menurutnya lagi, menggambarkan luasnya pemakaian bahasa ini. Akan tetapi, lebih lanjut Solin menyatakan bahwa di antara kelima dialek tersebut, berdasarkan ketiadaan pengaruh bahasa lain (bahasa Toba dan Karo) dialek yang paling baku dalam BPD adalah dialek Simsin. Dialek Simsin ini dipakai di Kecamatan Kerajaan dan Kecamatan Salak, Kabupaten Dairi dengan jumlah penuturnya 23.545 orang (Data Kantor Kecamatan Silima Kuta, Seksi Pembangunan tahun 1998). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa dialek Simsin adalah BPD yang asli.

BPD merupakan bahasa yang digunakan oleh suku Pakpak Dairi. BPD yang dapat disebut sebagai bahasa Batak Pakpak Dairi merupakan salah satu dari empat bahasa Batak lainnya yang menjadi kerabatnya. Keempat bahasa yang menjadi kerabat BPD adalah bahasa Batak Toba, Bahasa Batak Karo, Bahasa Batak Simalungun, dan bahasa Batak Angkola Mandailing. Penyebutan kelima bahasa tersebut sering disingkat saja dengan bahasa Toba, bahasa Karo, bahasa Simalungun, bahasa Angkola dan termasuk BPD. Pelesapan kata Batak pada penyebutan bahasa (termasuk penyebutan sukunya) tersebut hanya untuk mempersingkat di dalam penyebutan (ekonomi bahasa). Kecenderungan yang


(26)

tampak bahwa penyebutan suku Batak sekarang digunakan untuk merujuk kelima suku dari bahasa berkerabat tersebut, sedangkan istilah bahasa-bahasa Batak

lebih tepat digunakan untuk merujuk ke lima bahasa tersebut. Bahasa Batak telah berkembang menjadi lima bahasa sebagaimana disebutkan di atas. Perkembangan dan pemisahan itu merupakan pengembaraan bahasa yang berjalan secara wajar (lihat Sibarani,1997: 2).

Sibarani (1997), menyebutkan bahwa karena pengaruh perkembangan penduduk, perluasan lingkungan pemukiman, dan pengaruh bahasa-bahasa lain, telah membawa dampak terhadap perkembangan dan pemisahan bahasa-bahasa Batak sehingga lima bahasa tersebut menjadi bahasa yang berbeda karena sudah terdapat hambatan komunikasi atau hampir tidak terdapat lagi saling pemahaman (

mutual intelligibility ). Jadi BPD sekarang berkembang menjadi bahasa yang berbeda dengan empat bahasa Batak lainnya.

BPD merupakan bahasa yang mempunyai ciri dan kekhasan tersendiri yang berbeda dari bahasa-bahasa Batak lainnya, bahkan dari rumpun bahasa lain yang ada. Ciri dan kekhasan tersebut tampak dari tata bunyinya, leksikon, tatabentuk kata, bahkan tata kalimat BPD berbeda dari bahasa-bahasa (Batak) lain; BPD mempunyai sistem bahasa sendiri. Adanya keunikan sistem BPD tersebut menjadi alasan penting untuk dilakukannya penelitian ini karena hingga saat ini, kajian tata kata dan tata kalimat BPD belum banyak dijadikan sebagai objek penelitian. Sepanjang pengetahuan peneliti, kajian dan tulisan yang pernah dilakukan yang masih berhubungan dengan BPD adalah Ringkasan Babel

‘Alkitab’ oleh L.H. Bako dkk.; Katekismus (terjemahan dalam BPD) oleh W. Banurea; Buku Nyanyian Gereja yang diterjemahkan oleh L.H. Bako,dkk.; Kamus


(27)

Pakpak-Indonesia oleh Tindi Raja Manik. Walaupun semua study tersebut merupakan hal yang menggembirakan, namun belum mengkaji tata bentuk dan tata kalimat BBD secara linguistik.

Solin (1998:112) menyatakan bahwa penutur BPD adalah penutur multilingualis yaitu BPD dan bahasa Batak Toba, di samping bahasa Indonesia. Menurutnya, bahasa Batak Toba banyak dipakai/digunakan oleh penutur bahasa Pakpak yang beragama Kristen, yang merupakan agama mayoritas penduduk suku bangsa Pakpak Dairi.Hal ini disebabkan suku Pakpak yang beragama Kristen mayoritas menggunakan bahasa Batak Toba dalam acara keagamaan di gereja HKBP, yang menjadi gereja pertama yang ada di daerah/tanah Batak (termasuk di Pakpak). Pada beberapa tahun terakhir baru ada berdiri GKPPD yang menggunakan BPD. Selanjutnya di perantauan, BPD sangat jarang digunakan, apalagi bila bertemu dengan suku bangsa Toba. Di samping itu, ada kecenderungan sikap generasi muda masyarakat penuturnya yang merasa rendah diri atau malu dianggap orang tak terpelajar jika menggunakan BPD Mereka lebih suka menggunakan bahasa Indonesia dalam pergaulan sehari-hari, baik dalam lingkungannya sendiri, maupun di luar lingkungannya.

Bahasa yang jarang digunakan lambat laun akan dapat menjadi bahasa yang bergeser (terkontaminasi) dan mati, demikian juga BPD ini. Kalau semakin jarang digunakan karena dominannya bahasa Toba, dan juga bahasa Indonesia, tidak mustahil BPD akan hilang dari “peredaran”. Akan tetapi peneliti berharap hal ini tidak akan terjadi, karena itu berarti bangsa Indonesia kelak akan kehilangan salah satu unsur budaya identitas suku bangsa.


(28)

Karena jarang dipakai, maka BPD jarang terdengar, dan akibatnya kurang dikenal. Dengan demikian, penelitian ini juga dapat menjadi sarana pengenalan BPD kepada pembacanya, sekaligus juga sebagai penguat identitas bangsa. Sepanjang pengetahuan peneliti, penelitian tentang sistem gramatika BPD sangat jarang dilakukan, sama halnya dengan pemakaian bahasanya.

Memperhatikan fenomena kebahasaan seperti di atas, dipandang perlu untuk melakukan penelitian guna menjaga kelestarian bahasa tersebut atau setidaknya bahasa tersebut dapat didokumentasikan sebelum dikhawatirkan menuju kepunahan. Di samping itu, berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, bahwa sampai saat ini penelitian BPD masih sangat jarang dilakukan, dan kalaupun ada masih terbatas dan didominasi oleh teori dan pendekatan linguistik tradisional dan struktural. Belum ada penelitian tentang tata bahasa BPD yang dilakukan berdasarkan kajian tipologi linguistik.

Kajian tipologi bahasa umumnya dimaksudkan untuk mengklasifikasikan bahasa berdasarkan perilaku struktural yang ditampilkan oleh suatu bahasa. Maksud kajian tipologi bahasa terutama diarahkan untuk menjawab pertanyaan:

seperti apa bahasa x itu? Kalangan tipologi bahasa pada dasarnya mengakui pandangan kalangan tatabahasa universal yang mencoba menemukan ciri-ciri (properties) yang sama pada semua bahasa manusia, di samping mereka juga mengakui adanya perbedaan di antara bahasa-bahasa (Comrie,1989:30). Hal inilah yang menjadi tujuan penelitian ini dan diharapkan hasil penelitian ini memberikan sumbangan positif terhadap pertumbuhan dan perkembangan BPD pada masa yang akan datang


(29)

Sejauh ini, penelitian BPD masih pada tataran morfologi , misalnya pada pembahasan tentang afiksasi, yaitu pada tahap memerikan afiks, berbagai proses afiksasi, dan contoh-contohnya, belum sampai pada tahap bagaimana kehadiran afiks pada verba / bentuk verba pengisi predikat dalam suatu klausa yang sangat menentukan peran dan relasi gramatikal BPD. Sementara itu, penelitian sintaksis BPD sejauh ini masih jauh ketinggalan bila dibandingkan dengan bahasa daerah lain, (seperti bahasa Batak Toba ).

Setiap bahasa mempunyai ciri khas dalam unsur-unsurnya, termasuk BPD. Walaupun kajian sintaksis BPD dapat dikatakan belum pernah dilakukan, namun bukan hal mustahil bahwa kajian tipologi gramatikalnya tidak dapat ditelusuri. Untuk penelitian yang belum pernah dilakukan, dapat diterapkan teori bahasa yang serumpun (dalam hal ini bahasa Indonesia). Hal ini sesuai dengan kajian induktif yaitu analisis bahasa yang diterapkan apabila peneliti belum memiliki pemahaman yang cukup terhadap bahasa yang akan diteliti. Akan tetapi, kalau ada ‘kelainan’ dalam bahasa ini (BPD), tidak akan dipaksakan sama dengan unsur-unsur bahasa Indonesia. Hal ini sesuai dengan salah satu kriteria dalam analisis bahasa yang tidak berusaha untuk memaksakan sesuatu dalam bahasa Indonesia diukur dari kategori-kategori bahasa Latin atau bahasa Yunani (Djayasudarma,1993:15)

Penelitian dan analisis terhadap BPD perlu dilakukan melalui pendekatan deskriptif - alamiah dengan pusat kajian terhadap ’seluk-beluk’ kalimat / klausa sebagai pembangun gramatika suatu bahasa. Tidak dapat dibantah bahwa di antara unsur yang paling penting dalam kalimat / klausa adalah predikat yang umumnya berupa verba. Menurut Alsina (1996 : 4-7 ) sebuah predikat mengungkapkan


(30)

hubungan antara pelibat-pelibat dalam sebuah kalimat / klausa. Pelibat (partisipan ) sebuah predikat ditandai sebagai argumen predikat tersebut.

Perilaku predikat ( verba ) sebuah kalimat / klausa menentukan struktur argumen, dan kehadiran / ketidakhadiran unsur-unsur utama lainnya dari kalimat/ klausa tersebut. Struktur argumen yang membangun klausa yang terdiri atas agen

dan pasien, yang dimarkahi oleh fitur-fitur gramatikal dalam sebuah bahasa, disebut dengan peran gramatikal. Sementara itu konsep relasi gramatikal

meliputi subjek, objek dan sebagainya yang merupakan fungsi-fungsi sintaksis dalam sebuah bahasa. Kajian tentang seluk-beluk relasi dan peran gramatikal suatu bahasa jelas berhubungan dengan sejumlah konsep dan istilah sintaksis lainnya. Ada korelasi yang terikat erat antara struktur argumen dengan relasi dan peran gramatikal dalam sebuah bahasa. Kajian tentang relasi dan peran gramatikal (dalam kaitannya dengan struktur argumen) sekaligus dapat ’menguak’ sistem gramatika khususnya bidang sintaksis bahasa tersebut . Kajian relasi dan peran gramatikal akan menjawab masalah-masalah tentang sistem predikasi/struktur argumen; sistem ketransitifan; sistem tipologi gramatikal dan sistem diatesis bahasa yang diteliti. Karena relasi dan peran gramatikal turut menentukan bangun utuhnya sistem gramatika sebuah bahasa, maka penelitian BPD ini dengan pendekatan tipologi gramatikal diperkirakan ’relatif lebih alamiah’ penting untuk segera dilakukan. Kajian seperti ini akan menjawab bagaimana fenomena sintaksis BPD yang sesungguhnya.

Kajian tipologis terhadap BPD, sebagai salah satu bahasa daerah di Nusantara (termasuk kelompok bahasa Austronesia Barat), cukup penting dan bernilai ilmiah untuk dilakukan. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa sampai


(31)

saat ini masih terdapat banyak pendapat tentang pengelompokan secara tipologis bahasa-bahasa daerah di Indonesia, bahkan tipologi sintaksis bahasa Jndonesia pun masih perlu penelaahan lanjutan yang lebih tajam dan sungguh-sungguh (lihat Jufrizal,2004,2007). Hal inilah yang mendorong peneliti untuk mencoba mengangkat BPD sebagai objek kajian peneliti, baik alasan pendokumentasian untuk menghindari dari kepunahan tanpa bekas, maupun karena alasan-alasan teoritis yang disebutkan sebelumnya.

1.2Batasan dan Ruang Lingkup Masalah Penelitian

Kajian morfologi dan sintaksis BPD adalah pokok bahasan penelitian yang dilakukan berdasarkan kajian tipologi gramatikal. Penelitian ini dititikberatkan pada bidang sintaksis. Meskipun demikian, gejala pada tataran morfologis tidak dapat diabaikan sama sekali. Selain itu, gejala semantik dan pragmatis yang terkait, akan dibahas untuk mendukung dan mempertajam kajian.

Aspek sintaksis yang menjadi pokok masalah penelitian ini, secara lebih rinci mengkaji sistem yang bersangkut-paut dengan relasi dan peran gramatikal dalam BPD, yang secara khusus akan fokus pada relasi subjek, objek dan oblik; hubungan agen dan pasien/undergoer; sistem predikasi dan struktur argumen BPD; hubungan valensi dan ketransitifan; struktur topik-komen BPD, sistem diatesisnya, akhirnya akan mengarahkan analisisnya untuk mengetahui bagaimana pentipologian gramatikal BPD (apakah sebagai bahasa akusatif atau sebagai bahasa ergatif ). Semua topik khusus yang dibahas tersebut di atas mempunyai kaitan langsung dengan relasi dan peran gramatikal. Jadi pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan tipologi gramatikal.


(32)

1.3Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan batasan dan ruang lingkup masalah penelitian, pokok dan pertanyaan penelitian yang mendasari penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: 1.Bagaimanakah relasi dan peran gramatikal BPD?

(a) bagaimanakah struktur dasar klausa BPD

(b) bagaimanakah perilaku subjek, objek dan relasi oblik; dan peran agen dan pasien BPD

2. Bagaimanakah sistem predikasi dan struktur argumen klausa BPD ? (a) bagaimanakah hubungan valensi dan ketransitifan klausa BPD? (b) bagaimanakah mekanisme perubahan valensi pada klausa BPD

(c)bagaimanakah struktur pentopikalan BPD, apakah merupakan bahasa menonjolkan subjek atau bahasa yang menonjolkan topik?

(d) bagaimanakah sistem pivot BPD? Apakah klausa BPD bekerja dengan S /A pivot atau S /P pivot ?

3.Bagaimanakah sistem tipologi gramatikal BPD dan apa sajakah diatesis yang (mungkin) ada dalam BPD ?

1.4Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menjelaskan bagaimana sifat perilaku relasi gramatikal dan peran gramatikal klausa BPD


(33)

berdasarkan analisis dan kerangka kerja tipologi linguistik, khususnya tipologi gramatikal. Secara terperinci tujuan penelitian ini adalah untuk :

1. Menganalisis relasi dan peran gramatikal BPD (a) menganalisis struktur dasar klausa BPD

(b) menganalisis sifat perilaku relasi subjek, objek dan relasi oblik dan relasi agen dan pasien BPD

2. Menganalisis sistem predikasi dan struktur argumen klausa BPD (a) menganalisis hubungan valensi dan ketransitivan klausa BPD (b) menganalisis mekanisme perubahan valensi pada klausa BPD (c)menganalisis struktur pentopikalan dalam BPD

(d) menganalisis sistem pivot dalam BPD

3.Menganalisis sistem tipologi gramatikal BPD dan diatesis yang (mungkin) ada dalam BPD

1.5 Manfaat Penelitian

Ada dua manfaat yang ingin dicapai dari hasil penelitian ini yaitu manfaat teoretis dan manfaat praktis.

1.Secara teoretis, penelitian ini akan memperkaya khasanah linguistik, khususnya bidang sintaksis dan tipologi linguistik. Penelitian ini juga dapat dijadikan bahan perbandingan dan dasar berpijak untuk melaksanakan penelitian lanjutan yang terkait dengan bidang ini. Di samping itu, hasil penelitian ini dapat pula dijadikan rujukan untuk penelitian terkait lainya yang berhubungan dengan kajian tipologi dalam bahasa daerah lain di Indonesia.


(34)

2.Secara praktis hasil penelitian ini berguna bagi pendokumentasian, sehingga dapat dijadikan sumber language planning, dengan mengetahui struktur BPD diharapkan kita mampu merekayasa untuk keperluan revitalisasi BPD dalam rangka perencanaan bahasa. Manfaat praktis lain hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan penyusunan buku pengajaran BPD, sebagai bahan ajar berupa tatabahasa BPD baik yang akan diajarkan pada lembaga pendidikan formal maupun informal. Terakhir, hasil penelitian ini kelak dapat memberikan sumbangan positif terhadap pertumbuhan dan perkembangan BPD khususnya dan sekaligus bermanfaat bagi peneliti lain yang akan membicarakan tipologi bahasa daerah lainnya karena dapat dijadikan masukan dan bahan pembanding. Diharapkan penelitian bermanfaat membuka ‘ruang ‘ bagi penelitian tipologi untuk bahasa daerah lainnya di Sumatera Utara


(35)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI

2.1 Kajian Pustaka

Kajian mengenai tipologi bahasa umumnya dimaksudkan untuk mengklasifikasikan bahasa berdasarkan perilaku struktural yang ditampilkan oleh suatu bahasa. Maksud kajian tipologi bahasa terutama diarahkan untuk menjawab pertanyaan: seperti apa bahasa x itu? Kalangan tipologi bahasa pada dasarnya mengakui pandangan kalangan tata bahasa universal yang mencoba menemukan ciri-ciri (properties) yang sama pada semua bahasa manusia, di samping mereka juga mengakui adanya perbedaan di antara bahasa

Pada dasarnya kajian tipologi bahasa dapat dilakukan pada setiap aspek struktural bahasa. Akan tetapi dalam pelaksanaannya haruslah mempertimbangkan adanya ciri yang paling menonjol yang diharapkan dapat membantu peneliti memprediksi ciri yang lainnya. Berkaitan dengan pokok masalah penelitian ini, pada bagian ini dikemukakan beberapa kajian terdahulu yang masih berhubungan dengan penelitian ini karena mempunyai pola, arah dan tujuan yang sesuai.

Verhaar (1988) menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa ergatif secara sintaksis, dan juga menyebutkan bahasa Indonesia sebagai bahasa yang secara sintaksis termasuk bahasa bersistem ergatif- terbelah. Di sisi lain bahasa Indonesia dianggap pula sebagai bahasa akusatif. Sebagaimana halnya bahasa Tagalog, bahasa Indonesia sama-sama bermasalah jika dilihat dari analisis akusatif dan ergatif. Dengan demikian ada ahli yang mengatakan bahwa kedua


(36)

bahasa itu sebagai bahasa yang netral (bukan akusatif, dan bukan pula ergatif). Bahasa Bali pun sesungguhnya layak dimasukkan sebagai bahasa yang netral (lihat Artawa, 1995:45-65; Jufrizal, 2004: 37; 2007). Kajian dan simpulan ini menjadi masukan yang berarti bagi penelusuran BPD dalam mengelompokkannya ke dalan salah satu tipologi tertentu.

Artawa (1994 dan 1998), dalam disertasinya, dengan pendekatan dan teori tipologi bahasa dan teori sintaksis formal berupa Teori Gramatika Relasional ( dari Perlmutter dan Postal) dan Teori Penguasaan dan Pengikatan (Chomsky), membahas empat pokok masalah , yakni relasi gramatikal, mekanisme perubahan valensi, tipologi pragmatik dan tipologi sintaksis bahasa Bali. Dikatakannya bahwa analisis ergatif merupakan cara analisis lain yang cukup beralasan dalam mempelajari morfo-sintaksis bahasa-bahasa Melayu- Polinesia Barat. Sejumlah paparan dan penjelasan tentang relasi gramatikal, mekanisme perubahan valensi, analisis tipologis bahasa Bali, serta telaah tata kalimat bahasa ini berdasarkan teori sintaksis formal, telah memperlihatkan deskripsi dan penjelasan aspek sintaksis bahasa Bali. Analisis dan temuan disertasi Artawa ini, khususnya kajian tipologis sintaksis bahasa Bali ini bermanfaat dalam kajian BPD terutama dalam penelusuran relasi dan peran gramatikal BPD , analisis ketransitifan BPD secara tipologis

Sedeng (2000), mengemukakan bahwa secara tipologis dan dengan teori sintaksis formal, yaitu Tatabahasa Leksikal Fungsional, bahasa Sikka tergolong bahasa isolasi dan dari segi tata urutan kata, bahasa ini tergolong bahasa berpola SVO yang ketat. Secara sintaksis, bahasa ini berada di antara bahasa akusatif dan S-terpilah. Bahasa ini tergolong bahasa akusatif. Informasi dan temuan ini cukup


(37)

penting karena memperlihatkan bahwa bahasa-bahasa di Nusantara (kawasan Timur) secara tipologis mempunyai perilaku yang beragam dengan berbagai kekhasannya. Simpulan ini dapat juga dirujuk dan dijadikan bandingan karena pembahasan tipologisnya bermanfaat untuk menetapkan tipologi gramatikal BPD.

Kosmas (2000) dalam penelitiannya membahas argumen aktor bahasa Manggarai dengan pendekatan tipologis dan teori yang didasarkan pada Tatabahasa Relasional dan Tatabahasa Leksikal Fungsional. Menurutnya, pasif bahasa Manggarai adalah pasif secara sintaksis; tidak dimarkahi secara morfologis. Temuan lain adalah bahwa secara sintaksis bahasa Manggarai adalah bahasa akusatif dengan tata urutan kata VSO, dengan variasi SVO dan VOS. Analisis BPD terutama dalam membahas struktur argumen, aspek sintaksis BPD, memanfaatkan simpulan kajian tipologis dari aspek sintaksis bahasa Manggarai ini.

Suciati (2000), yang meneliti tipologi bahasa Tetun dialek Fehan membahas masalah relasi gramatikal yang mencakup subjek, argumen dan keintian, ketransitifan, penyandian gramatikal, aliansi gramatikal dan diatesis. Penelitian Suciati ini menyimpulkan bahwa bahasa Tetun dialek Fehan termasuk bahasa isolasi , dengan tata urutan dasar SVO, sangat sedikit afiks dan secara gramatikal bahasa ini cenderung bertipe akusatif. Bahasa ini memiliki diatesis agentif dan diatesis objektif.. Temuan Suciati ini menjadi masukan yang berharga karena masih mempunyai relevansi dengan penelitian BPD ini, terutama dalam penelusuran relasi, dan peran gramatikal, serta penganalisisan diatesis BPD.

Masalah dan topik diatesis dalam bahasa Dawan dikaji oleh Mekarini (2000). Menurutnya ada tiga jenis diatesis dalam bahasa Dawan, yaitu diatesis


(38)

aktif, diatesis objektif dan diatesis pasif. Temuan tentang diatesis bahasa Dawan ini dapat dimanfaatkan karena menjadi pembanding dan rujuk silang dalam penelaahan diatesis BPD.

Partami (2001), yang meneliti bahasa Buna (di kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur), menyimpulkan bahwa bahasa ini termasuk kelompok bahasa isolatif; sangat jarang ditemukan adanya proses morfologis dalam bahasa ini. Bahasa Buna dapat merelatifkan fungsi-fungsi gramatikal, seperti subjek, objek primer, objek sekunder dan pasif yang menempati fungsi gramatikal subjek. Bahasa Buna bertipologi akusatif dan memiliki diatesis agentif, serta tata urutan dasar klausa bahasa ini adalah SOV. Walaupun bahasa Buna dan BPD merupakan dua bahasa yang sangat berbeda dari segi struktur morfologisnya, namun penelitian Partami ini dapat dijadikan pembanding dan rujukan silang dalam penelitian BPD.

. Jufrizal (2004) yang meneliti bahasa Minangkabau, dengan judul Struktur Argumen dan Aliansi Gramatikal Bahasa Minangkabau menyimpulkan bahwa tata urutan kata lazim klausa/ kalimat dasar bahasa Minangkabau adalah S-V-O (atau A-V-P ). Di samping sebagai bahasa akusatif (sebagaimana pandangan para ahli sebelumnya), namun berdasarkan penelaahan lanjut tentang perilaku S klausa intrasitif menunjukkan bahwa bahasa Minangkabau termasuk bahasa dengan S-terpilah dan S-alir. Sistem aliansi gramatikal bahasa Minangkabau menunjukkan adanya kecenderungan mengarah ke tipologi campuran antara bahasa akusatif dan bahasa ergatif. Selanjutnya berdasarkan fungsi-fungsi pragmatis, bahasa Minangkabau termasuk bahasa yang mengutamakan subjek sehingga struktur dasarnya berkonstruksi subjek-predikat. Bahasa ini bekerja dengan pivot S/A;


(39)

serta mengenal diatesis aktif (sebagai diatesis dasar) dan diatesis pasif (sebagai diatesis turunan) dan diatesis medial. Kajian tentang struktur argumen dan aliansi gramatikal bahasa Minangkabau menjadi masukan yang penting dalam penelitian BPD ini.

Kajian kepustakaan yang menampilkan BPD dalam hubungannya dengan kajian tipologi sampai saat ini belum ada, namun penelitian ini sangat memanfaatkan kajian dan penelitian Basaria (2002) yang membahas morfologi verba bahasa BPD. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa ciri-ciri verba BPD dapat diamati melalui (a) perilaku semantis, (b) perilaku sintaksis dan (c) perilaku morfologisnya. Dari perilaku semantisnya, verba adalah yang menggambarkan konsep, proses, perbuatan, keadaan dan peristiwa; Dari perilaku sintaksisnya verba selain bertugas sebagai predikat, juga selalu dapat berkombinasi dengan kata-kata enggo ’sudah’, naeng ’akan’ kesah ’setelah’, oda ’tidak’, gati ’sering’. Dari perilaku morfologinya verba BPD dapat diidentifikasi melalui afiks: mer-, me-, pe-, ki-, -i-, -um-, -ken, -i, ke-en, mersi-en, mer-en, yang melekat pada kata dasar untuk membentuk verba. Berdasarkan bentuknya, verba BPD dapat dikelompokkan menjadi verba asal yaitu verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks dan verba turunan yaitu verba yang diturunkan / dibentuk melalui transposisi (pengubahan kata selain verba tanpa perubahan bentuk), afiksasi, reduplikasi, dan pemajemukan. (lihat Alwi dkk, 2000: 87-88). Jumlah verba asal BPD tidak banyak, sedangkan verba turunan lebih banyak.

Perubahan morfologi verba BPD berdasarkan bentuknya yang terkait erat dengan penelitian ini adalah verba asal dan verba turunan yang dibentuk melalui afiksasi. Penurunan verba BPD melalui transposisi, reduplikasi, atau


(40)

pemajemukan tidak dibahas lebih jauh, kecuali jika dikaitkan dengan afiksasi. Berkaitan dengan ini, verba turunan melalui afiksasi sangat erat kaitannya dengan afiks-afiks verbal. Dalam BPD terdapat afiks tertentu yang dapat berkombinasi dengan kata dasar untuk membentuk verba. Jadi afiks tersebut diidentifikasi sebagai afiks pembentuk verba BPD. Afiks tersebut adalah empat prefiks yaitu : / meN-,mer- , i-,/pe/, /ter-/ ; dua sufiks yaitu /-ken, -i /; dan 2 pasang konfiks yaitu

/mersi-en/, /mer-en/. (lihat Basaria, 2002 : 21).

Berikut ini adalah contoh-contoh verba turunan dengan bentuk dasar verba, nomina, ajektif, dan prakategorial.

(1) a) verba turunan dengan /mer-/ + dasar nomina :

popung ’nenek’ merpopung ’bernenek’ daroh ’darah’ merdaroh ’berdarah’ dukak ’anak’ merdukak ’beranak’ b) verba turunan dengan /mer-/ + prakategorial :

ende ’nyanyi’ merende ’bernyanyi’ dalan ’jalan’ merdalan ’berjalan’ langi ’renang’ merlangi ’berenang’

sodip ‘doa’ mersodip ‘berdoa’

c) verba turunan dengan /mer-/ + dasar ajektiva

lolo ate ’gembira’ merlolo ate ‘bergembira’ kelsoh ‘susah’ merkelsoh ‘bersusah hati’ (2) (a) verba turunan dengan /meN-/ + dasar nomina

sori ’sisir’ menori menyisir’ pangkur ’cangkul’ memangkur mencangkul’


(41)

(b) verba turunan dengan /meN-/ + dasar verba tulus ’cari’ menulus ’mencari’ garar’bayar’ menggarar ’membayar’ (c) verba turunan dengan /meN-/ + dasar ajektiva

daoh ’jauh’ mendaoh ’menjauh’ (3) verba turunan dengan /pe-/ + dasar ajektiva

gomok ’gemuk’ pegomok ’gemukkan’ ketek ’kecil’ peketek ’kecilkan’ (4) (a) verba turunan dengan /i-/ + dasar nomina

labang ’paku’ ilabang ’dipaku’ pangkur ’cangkul’ ipangkur ’dipaku’ (b) verba turunan dengan /i-/ + dasar verba

enum ’minum’ ienum ’diminum’ jalang ’kejar’ ijalang ’dikejar’ (5) (a) verba turunan dengan /ter-/ + dasar nomina

labang ’paku’ terlabang ’terpaku’

pangkur ’cangkul’ terpangkur ’tercangkul’ (b) verba turunan dengan /ter-/ + dasar verba

borih’cuci’ terborih ’tercuci’

tutung ’bakar’ tertutung ’terbakar’ (6) verba turunan dengan /ki-/ + dasar nomina

seban ’kayu’ kiseban ’mencari kayu’ lambuk ’keladi’ kilambuk ’mencari keladi’


(42)

(7) (a) verba turunan dengan /-ken/ + dasar nomina

edur ’ludah’ edurken ’ludahkan’ utah ’muntah’ utahken ’muntahkan’

(b) verba turunan dengan /-ken/ + dasar verba

sipak ’sepak’ sipakken ’sepakkan’

suan ’tanam’ suanken ’tanamkan’ (c) verba turunan dengan /-ken/ + dasar ajektiva

nggara ’panas’ nggaraken ’panaskan’ ceda ’rusak’ cedaken ’cedaken’ (8) (a) verba turunan dengan /-i/ + dasar nomina

tambar ’obat’ tambari ’obati’

napu ’pupuk’ napui ’pupuki’ (b) verba turunan dengan /-i/ + dasar verba

pekpek ’pukul’ pekpeki ’pukuli’

ndilat ’jilat’ ndilati ’jilati’ (c) verba turunan dengan /-i/ + dasar ajektiva

nggara ’panas’ nggarai ’panasi’

ntajem ’tajam’ ntajami ’tajami’ (9) verba turunan dengan /mer-en/ + dasar verba

lojang ’lari’ merlojangen ’berlarian’

nangkih ’naik’ mernangkihan ’bernaikan’ (10) (a)verba turunan dengan /mersi-en/ + dasar nomina sori ’sisir’ mersisorien ’saling sisir’


(43)

(b) verba turunan dengan /mersi-en/ + dasar verba

pekpek ’pukul’ mersipekpeken ’saling pukul’ jalang ’salam’ mersijalangen ’saling salam’

(11) (a) verba turunan dengan /mer-en/ + dasar verba

lojang ’lari’ merlojangan ’berlarian’

nangkih ’naik’ mernangkihan ’bernaikan’ (b) verba turunan dengan /mer-en/ + dasar keadaan

macik ’busuk’ mermacikan ’berbusukan’

penggel ’patah’ merpenggelan ’berpatahan’

Dari paparan di atas, verba turunan /mer-, mer-en, mersi-en/ berpeluang untuk menjadi predikat klausa aktif intransitif, sehingga menjadi pemarkah morfologis verba intransitif BPD, verba turunan /meN-/ berpeluang pembentuk predikat klausa aktif transitif,sehingga menjadi pemarkah morfologis verba transitif , sedangkan verba turunan lainnya menjadi pemarkah morfologis verba klausa pasif .

Pemarkah morfologis verba transitif /meN-/ secara morfofonemis dapat terwujud dengan bentuk alomorfnya (/me-, mem-, men-, menge-/). Alomorf /meN-/ yang memarkahi verba dalam struktur klausa transitif BPD menunjukkan penasalsasian, kecuali apabila /me-/ diikuti bentuk dasar yang dimulai bunyi vokal. Pada bagian ini belum dibahas peran dan fungsi /me-/ secara tipologis

Verba-verba tersebut di atas sangat penting dalam kajian relasi dan peran gramatikal BPD terutama pada kajian dan pembahasan tentang sistem predikasi dan struktur argumen, dan mekanisme perubahan valensi verba. Hal tersebut disebabkan karena klausa BPD secara umum dibentuk oleh predikat verbal (dan


(44)

bukan verbal), sehingga kajian morfologi dalam hal ini morfofonemik verba sangat penting artinya bagi kajian klausa dan sintaksis BPD.

2.2 Kerangka Teori

Penelitian ini didasarkan pada teori tipologi linguistik, khususnya tipologi gramatikal. Untuk mendapatkan hasil penelitian yang berhasil baik maka penelitian ini mengarahkan kerangka kerjanya pada sejumlah pokok-pokok pikiran dari kerangka teori tersebut.

2.2.1 Tipologi Linguistik

Secara etimologis, kata tipologis berarti pengelompokan ranah (

classification of domain). Pengertian tipologi bersinonim dengan istilah taksonomi. Istilah teknis tipologi yang masuk ke dalam linguistik mempunyai pengertian pengelompokan bahasa-bahasa berdasarkan ciri khas strukturnya. Di antara bentuk kajian tipologi linguistik pada periode awal yang terkenal adalah

word order typology atau tipologi tata urut dasar yang dilakukan oleh Greenberg ( dalam Comrie1995:35). Kajian ini berusaha mencermati fitur-fitur dan ciri-ciri khas gramatikal bahasa-bahasa di dunia, dan membuat pengelompokan yang bersesuaian dengan parameter tertentu, yang dikenal dalam dunia linguistik sebagai kajian tipologi linguistik ( linguistic typology ). Hasil kajian seperti itu melahirkan tipologi bahasa; pengelompokan bahasa-bahasa dengan sebutan tertentu. ( Artawa, 1995 ; Jufrizal, 2004 )

Bahasa dapat dikelompokkan dalam batasan-batasan ciri khas strukturalnya, dan menetapkan pengelompokan luas berdasarkan sejumlah fitur


(45)

yang saling berhubungan. Greenberg dalam Mallinson dan Blake (1981), menunjukkan bahwa bahasa-bahasa dapat dikelompokkan menurut tata urutan dasar (basic order) subjek, objek, dan verba (S,O,V). Greenberg mengusulkan suatu tipologi yang disebutnya sebagai Tipologi Urutan Dasar ( Basic Order ) yang menyimpulkan ada enam pola kalimat yaitu SVO, SOV, VSO, VOS, OSV, OVS. Bahasa Latin dan bahasa Rusia misalnya dapat mempergunakan keenam pola tersebut. Bahasa- bahasa lain ada yang hanya memiliki satu pola dominan misalnya bahasa Indonesia yaitu SVO, bahasa Inggris memiliki dua pola dominan yaitu SVO, dan VSO Tipologi urutan dasar ini merupakan kajian yang sangat penting karena sejumlah fitur dan parameter lainnya dapat ditafsirkan dari urutan ketiga unsur dasar ini.

Meskipun kajian tipologi bahasa pada dasarnya berhubungan dengan pengelompokan bahasa-bahasa menurut strukturnya, bukan berarti pengelompokan berdasarkan struktur bahasa ini saja yang mungkin dapat dilakukan. Pengelompokan bahasa berdasarkan bunyi (fonetik ), misalnya, juga masih mungkin dapat dilakukan. Sehingga akan menghasilkan kajian tipologi fonologis. Sekurang-kurangnya dapat dibedakan tiga dasar pengelompokan bahasa : yaitu pengelompokan berdasarkan genetis, pengelompokan berdasarkan tipologis, dan pengelompokan berdasarkan areal ( geografis ).

2.2.2 Tipologi Bahasa dan Kesemestaan Bahasa

Pada tahun 1970-an terlihat adanya keperluan akan kajian yang lebih bersifat lintas bahasa, baik dalam linguistik teoritis maupun dalam bidang kajian bahasa secara empiris teori netral (lihat Jufrizal, 2004 : 61 ). Perkembangan teori


(46)

dan pendekatan kajian lintas bahasa ini merupakan reaksi terhadap teori Tatabahasa Transformasi- Generatif yang cenderung didasarkan pada perilaku kebahasaan bahasa Inggris. Teori linguistik ( tatabahasa ) lain yang ada pada tahun 1970-an antara lain adalah Tatabahasa Relasional dan Tatabahasa Fungsional ( Dick,1978)

Mallison dan Blake (1981: 4-5) menyebutkan bahwa penelitian generalisasi lintas bahasa atau kesemestaan bahasa ( language universals ) dikenal luas sebagai pokok pikiran utama di belakang penelitian tipologi skala besar. Seperti halnya dengan tipologi bahasa, semestaan bahasa meliputi juga ciri fonologis, morfologis, sintaksis. Ciri-ciri kebahasaan yang tidak meliputi semua atau hampir semua bahasa di dunia tidak akan diperhitungkan sebagai kesemestaan bahasa, tetapi akan berguna bagi tipologi bahasa. Sebab itu antara semestaan bahasa dan tipologi bahasa terdapat hubungan timbal balik, tetapi di pihak lain terdapat juga perbedaan yang jelas. Penelitian kesemestaan bahasa menghendaki kajian tipologis yang dilakukan secara silang seluas mungkin. Pada pertengahan abad ke 20, kajian tipologi dan kesemestaan bahasa dilakukan berdampingan .

Comrie (1989:30-32) juga menyebutkan bahwa terdapat saling keterkaitan antara kesemestaan bahasa dan tipologi karena keduanya berjalan bergandengan. Kajian kesemestaan bahasa berusaha menemukan (1) perilaku dan sifat-sifat yang umum bagi semua bahasa manusia; (2) mencari/ menemukan kemiripan yang ada dalam lintas bahasa; dan (3) berusaha menetapkan batas-batas variasi dalam bahasa manusia. Sedangkan penelitian tipologi berusaha (1) mengelompokkan bahasa-bahasa, yaitu menetapkan bahasa-bahasa ke kelompok/ tipe yang berbeda;


(47)

(2) mengkaji perbedaan antara bahasa-bahasa; dan (3) mempelajari variasi-variasi bahasa manusia. Untuk menetapkan tipologi bahasa, perlu ditetapkan parameter tertentu untuk mengelompokkan bahasa di dunia. Menetapkan tipologi bahasa diperlukan asumsi tentang kesemestaan bahasa. Istilah kesemestaan bahasa bukan berarti seluruh bahasa mempunyai fitur atau kasus yang sama, melainkan hanya bersifat hampir keseluruhan ( kecenderungan umum ). Jadi istilah lain dari kesemestaan bahasa dipakai / disebut juga generalisasi lintas bahasa.

Song ( 2001 ) dalam ( Jufrizal,2007: 4 ) menambahkan bahwa ada empat jenis tahap analisis tipologis, yaitu (i) penentuan fenomena yang akan dipelajari; (ii) pengelompokan tipologis fenomena yang sedang diteliti; (iii) merumuskan simpulan umum (generalisasi ) atas pengelompokan tersebut; dan (iv) menjelaskan simpulan umum tersebut. Tipologi linguistik bukanlah teori tatabahasa, sebagaimana halnya teori TG atau teori tata bahasa lain yang dirancang untuk memodelkan bagaimana bahasa bekerja. Tipologi linguistik adalah bentuk kajian ketatabahasaan yang bertujuan untuk mengidentifikasi pola-pola linguistik secara lintas bahasa dan hubungan antara pola-pola-pola-pola tersebut. Oleh karena itu, teori tipologi linguistik akan bersesuaian saja dengan teori tatabahasa yang ada.Walaupun penelitian ini, seperti yang telah diuraikan pada bagian terdahulu, hanya dititikberatkan pada kajian sintaksisnya ( gramatikalnya ), namun, untuk memperkuat kajian ini maka kajian tipologi morfologis, semantis, dan pragmatis akan disinggung pula.


(48)

2.2.3 Tata bahasa dan Kajian Tipologi Bahasa

Dalam teori linguistik tradisional ada dua unit gramatikal yang dianggap deskripsi gramatikal dasar yaitu kata dan kalimat. Dari dua unit gramatikal dasar inilah berkembang empat bidang kajian yaitu : fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik, yang secara menyeluruh disebut tatabahasa atau gramatika ( grammar ). Namun dalam perkembangan ilmu bahasa yang sering dirujuk sebagai gramatika adalah morfologi dan sintaksis. Bahkan ada pula sebagian ahli yang menggunakan istilah gramatika untuk merujuk ke sintaksis saja. Walaupun sebagian besar ahli berpendapat bahwa gramatika suatu bahasa meliputi sistem/ tata bunyi, sistem tata kata, sistem tata kalimat, sistem tata makna dan lainnya yang lebih luas lagi.

Istilah sintaksis secara langsung terambil dari bahasa Belanda syntaxis. Dalam bahasa Inggris digunakan istilah syntax. Sintaksis adalah bagian atau cabang dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk-beluk wacana, kalimat , klausa, dan frase. Sintaksis sebagai bagian dari ilmu bahasa berusaha menjelaskan unsur-unsur satuan bahasa serta hubungan antara unsut-unsur itu dalam satu satuan, baik hubungan fungsional maupun hubungan maknawi. Lyons (1987: 170-171 ), menyatakan bahwa di antara tataran kata dan kalimat terdapat dua unit gramatikal lain yaitu frasa dan klausa. Dalam pandangan tradisional, setiap kelompok kata yang secara gramatikal setara dengan kata dan tidak menunjukkan adanya unsur subjek, predikat disebut frasa. Sementara itu, klausa adalah kelompok kata yang mempunyai unsur subjek predikat dan menempel pada kalimat induk.

Dalam penelitian ini, klausa diasumsi sebagai kalimat sederhana yaitu kalimat yang mempunyai satu subjek dan satu predikat ( lihat Lyons, 1988;


(49)

Jufrizal: 2007). Di samping itu, penelitian ini juga akan merujuk pendapat Alwi, dkk. (.2000,313-319 ) yang menyimpulkan bahwa klausa dasar adalah konstruksi klausa, yang paling tidak mempunyai ciri-ciri : 1) terdiri atas satu klausa; 2) unsur-unsur intinya lengkap; 3) susunan unsur-unsurnya menurut urutan yang paling umum; 4) tidak mengandung pertanyaan atau pengingkaran. Jadi, klausa dasar/ kalimat dasar adalah kalimat tunggal dekleratif afirmatif yang unsur-unsurnya paling lazim

Menurut Comrie (1995) tujuan tipologi linguistik adalah untuk mengelompokkan bahasa-bahasa berdasarkan sifat perilaku struktural bahasa yang bersangkutan. Ada dua asumsi pokok tipologi linguistik, yakni : (a) semua bahasa dapat dibandingkan berdasarkan strukturnya; dan (b) ada perbedaan di antara bahasa-bahasa yang ada. Dengan upaya seperti itu dikenal adanya istilah bahasa bertipologi akusatif, bahasa ergatif atau bahasa aktif yang merujuk ke sebutan tipologi bahasa-bahasa yang kurang lebih ( secara gramatikal ) mempunyai persamaan. Sebutan tipologis (kelompok) bahasa seperti bahasa akusatif , ergatif, atau bahasa aktif tersebut pada dasarnya dikaitkan dengan tataran morfosintaksis, sebutan untuk jenis relasi gramatikal yang dimiliki oleh bahasa-bahasa

Berdasarkan tipologi morfologis,(Comrie,1995:43) menyebutkan bahasa-bahasa di dunia dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu

(1) bahasa isolasi yaitu bahasa yang tidak mempunyaai struktur gramatikal ( tidak mempunyai morfem daan afiks), sehingga pada bahasa ini tidak mempunyai proses morfologi; adanya hubungan satu lawan satu antara kata dan morfem. Misalnya bahasa Cina, bahasa Samoa, bahasa Vietnam. Contoh kalimat


(50)

berikut dalam bahasa Vietnam memperlihatkan bahwa tiap kata hanya terdiri dari kata dasar yang monosilabis

Khi toi den nha ban toi chung toi

When I come house friend I plural I

Ketika saya datang rumah teman saya, JAMAK saya ‘Ketika saya tiba di rumah teman saya , kami

Bat dau lam bai

Begin do pelajaran

‘ mulai mengerjakan pelajaran’

Tiap kata dalam kalimat di atas tidak mengalami perubahan. Bentuk jamak orang I dinyatakan dengan merangkaikan kata toi ’saya’ dengan chung’jamak’ sehingga menjadi ’kami’. Tiap kata terdiri dari satu morfem, kecuali kata bat dau

’mulai’. Kata ini secara etimologis sebenarnya terdiri dari dua morfem, yaitu bat

’menangkap’ dan dau ’kepala’

(2) bahasa aglutinasi: bahasa yang mempunyai proses morfologis; kata dapat terdiri atas lebih dari satu morfem, dan batas antara morfem-morfem (kata) dapat dengan mudah dipisahkan / ditentukan, misalnya bahasa Hongaria, bahasa Indonesia, bahasa Finno Ugris, bahasa Tush ( suatu bahasa Kaukasus ), bahasa Tibet, dan lain-lain. Pada bahasa Indonesia bentuk aglutinatif ini dapat dilihat dalam kata pe + tani, pe + malas, per + gerak + an, me +letak + an, per + sembah + kan, dan sebagainya

(3) Bahasa fusional atau infleksi : bahasa yang morfemnya diwujudkan dengan afiks-afiks, tetapi umumnya tidak mudah dan tidak jelas untuk memisahkan/ menentukan merfem/ afiks yang mewujudkan kata atau morfem


(51)

tersebut. Misalnya bahasa Arab, bahasa Ibrani, bahasa Latin, bahasa Yunani, bahasa Sansekerta, dan bahasa Indo-Eropah. Istilah fusional ataupun infleksi diartikan dengan perubahan internal dalam akar kata seperti : sing-sang-sung, do-did-done, write-wrote-written, go-went-gone dan sebagainya.

(4) Bahasa polisintetik atau inkorporasi yaitu bahasa yang mempunyai kemungkinan mengambil sejumlah morfem leksikal dan menggabungnya bersama ke dalam kata tunggal. Misalnya bahasa Yana ( bahasa Indian Amerika, bahasa Chukchi, bahasa Greenlandic Eskimo, Inggris dan sebagainya.( Comrie (1989 : 41-42 ). Contoh dalam bahasa Yana, kalimat bahasa Indonesia saya menginap tiga malam akan diterjemahkan dalam sebuah kata saja : bulsidibalm? Gu? Asinz

(‘tiga malam- menginap-sedikit-PAST/PRESENT-saya’)

Dasar-dasar teori dan kerangka berfikir tipologi yang dirujuk dalam penelitian ini, khususnya dalam menganalisis relasi dan peran gramatikal BBD memanfaatkan teori teori yang disebut di atas. Teori dan rujukan dimaksud akan digunakan secermat mungkin untuk dapat menganalisis fenomena tipologi gramatikal BPD yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini

2.2.4 Relasi dan Peran Gramatikal 2.2.4.1 Relasi Gramatikal

Pengertian dan konsep dasar relasi gramatikal berdasar pada pendapat yang dikemukakan oleh Comrie ( 1989 : 65 ), yang menyebutkan bahwa relasi gramatikal ( baik menurut pendapat tradisional maupun dalam tulisan mutakhir ) adalah bagian-bagian atau unsur dari kalimat / klausa yang dikategorikan sebagai subjek ( S ), objek langsung ( OL ), dan objek tak langsung ( OTL ). Tiga relasi


(52)

gramatikal tersebut adalah relasi yang bersifat sintaksis. Di samping relasi gramatikal yang bersifat sintaksis, ada relasi yang bersifat semantik, yaitu : lokatif, benefaktif, dan instrumental yang secara kolektif disebut relasi oblik. (Blake ,1991 dalam Artawa, 2000:490)

Blake mengemukakan bahwa relasi sintaktik dianggap membentuk hirarki dengan penomoran 1, 2, 3 yang umumnya digunakan untuk menandai relasi yang bersangkutan :

S OL OTL OBL

1 2 3

( Blake, 1991 : 3 dalam Artawa 2000: 490 )

Artawa ( 2000: 490 ) menyebutkan bahwa pada strata awal ( initial ), agen diperlakukan sebagai relasi 1 ; pasien sebagai relasi 2; dan resipien sebagai relasi 3. Relasi- relasi gramatikal tersebut menjadi acuan untuk memerikan berbagai aspek srtuktur klausa serta prinsip-prinsip semesta yang menguasai struktur dan organisasi sintaksis bahasa alami. Relasi- relasi gramatikal diperlukan untuk mencapai tiga sasaran teori bahasa, yaitu (1) merumuskan kesemestaan bahasa; (2) menetapkan karakteristik setiap konstruksi gramatikal yang ada pada bahasa-bahasa alami; (3) membangun suatu tatabahasa-bahasa yang memadai untuk setiap bahasa. Untuk maksud tersebut, suatu teori tatabahasa harus mengkaji data umum bahasa, yang berlaku untuk semua bahasa, dan data khusus bahasa yang berlaku hanya untuk bahasa-bahasa tertentu. Relasi-relasi gramatikal dalam hal ini memberikan suatu konsep yang tepat, baik tentang cara kerja bahasa pada umumnya ( sasaran (1) dan (2), maupun tentang cara memerikan bahasa-bahasa tertentu ( sasaran (3) ( lihat Jufrizal 2004 : 55 ).


(53)

Relasi gramatikal yang bersifat sintaksis ( S, OL, OTL ) dan relasi yang bersifat semantis ( OBL ) akan dianalisis dengan pendekatan teori tipologi linguistik dengan tujuan utama merinci penelaahan tentang struktur dasar BPD. Topik-topik telaahan yang bersangkutpaut dengan relasi gramatikal yang menjadi kajian penelitian ini adalah kesubjekan dan subjek, objek dan relasi oblik. Comrie (1995 : 104 )menyebutkan prototipe ( hakekat asal ) subjek itu adalah memperlihatkan adanya saling terkait antara agen dan topik. Artinya maksud yang paling jelas dari subjek itu, secara lintas bahasa adalah bahwa subjek itu agen dan juga topik. Namun dalam penelitian ini, pengujian sifat perilaku subjek BPD akan didasarkan pada sifat perilaku gramatikal.

Pengertian dan penetapan subjek dalam suatu bahasa masih memunculkan fenomena yang hingga kini merupakan masalah yang terus dipertanyakan. Hal ini disebabkan oleh perilaku gramatikal bahasa yang beragam dan tipologi bahasa yang berbeda pula. Selain itu, perbedaan filsafat pengkajian dan dasar pijakan teoretis juga menjadi penyebab sulitnya mengidentifikasi subjek bahasa tertentu. Namun penelitian ini mendasarkan teorinya pada pendapat Comrie (1983 : 101) yang menyebutkan bahwa prototipe (hakekat asal ) subjek adalah adanya keterkaitan antara agen dan topik. Dengan kata lain, secara lintas bahasa, subjek itu adalah agen dan juga topik. Agen sebenarnya istilah yang terkait dengan fungsi semantis, sementara topik berkaitan dengan fungsi-fungsi pragmatis

Li (ed.), (1976) dalam Jufrizal (2007 : 33) menyebutkan basic subject

(selanjutnya disebut subjek) secara lintas bahasa mempunyai ciri dan sifat perilaku khas yang dapat dikelompokkan menjadi empat : a) sifat perilaku otonomi; b) sifat-perilaku kasus; c) peran semantis; d) dominasi langsung (


(54)

immediate dominance ). Sifat perilaku otonomi subjek meliputi : (a) keberadaannya bebas (independent existence); (b) ketidaktergusuran /sangat diperlukan (indispensability); (c) rujukan sendiri (autonomous reference). Sifat-perilaku pemarkah kasus meliputi : (1) subjek kalimat intransitif umumnya tidak dimarkahi jika setiap frasa nomina (FN) dalam bahasa tersebut tidak bermarkah; (2) FN yang mengubah penanda kasusnya pada pengkausatifan termasuk subjek; (3) FN yang mengubah penanda kasus nominalisasi tindakan termasuk subjek. Peran semantis (agen, pemengalam, dsb) dari subjek dapat diramalkan dari bentuk verba utama. Berdasarkan peran semantis ini, kesubjekan dapat diungkapkan : (1) subjek biasanya mengungkapkan agen (dari tindakan), jika hanya satu; (2) subjek biasanya mengungkapkan frasa tujuan (addressee phrase) bentuk imperatif; (3) subjek biasanya memperlihatkan posisi, pemarkah kasus, dan persesuaian verba yang sama dengan FN penyebab dalam jenis kalimat kausatif yang paling dasar. Sementara itu, dominasi langsung berarti bahwa subjek itu secara langsung didominasi langsung oleh simpul dasar S (sentence)

Sifat perilaku subjek secara lintas bahasa seperti di atas bukanlah nilai mutlak. Mungkin saja ada sebagian sifat perilaku tersebut yang tidak benar-benar cocok untuk perilaku bahasa tertentu. Pengujian sifat perilaku subjek yang didasari oleh sifat perilaku gramatikal telah dilakukan oleh Artawa (1998: 11-17) terhadap bahasa Bali. Menurutnya karena subjek adalah relasi gramatikal, maka penentuan/penetapan subjek dalam suatu bahasa hendaknya didasarkan pada sifat perilaku gramatikal. Berkaitan dengan ini, hakekat kesubjekan dilihat berdasarkan pengertian (1) penaikan (raising), (2) pengambangan penjangka (quantifier float), (3) perelatifan (relativisation).


(55)

(1) Objek dan Oblik

Menurut Culicover (1997 : 16-17; lihat juga Jufrizal 2007:49-63), menyebutkan bahwa secara umum ada dua jenis argumen yaitu : (i) argumen subjek yang kehadirannya dalam kalimat sebagai bagian yang paling independen dari suatu verba; (ii) argumen yang dikaitkan dengan verba tertentu. Argumen terakhir inilah yang menurut teori Tatabahasa Relasional (dan juga tatabahasa Tradisional ) disebut objek. Jadi, objek dalam sebuah klausa transitif merupakan argumen inti (di samping subjek).

Objek adalah argumen yang mengalami tindakan yang dinyatakan oleh verba transitif. Argumen yang mengalami tindakan yang dinyatakan oleh verba tersebut menduduki posisi kedua pada hirarki fungsi gramatikal setelah subjek (Verhaar,1999; Alsina,1996; Jufrizal,2007). Objek langsung (OL) dan objek tidak langsung (OTL) harus muncul bersamaan pada klausa dengan verba dwitransitif. Secara lintas bahasa tidak banyak verba yang menuntut tiga argumen secara serentak. Verba give dalam bahasa Inggris, beri dalam BI, dan beberapa verba lain yang setara dengan itu adalah contoh verba dwitransitif. (Jufrizal,2007: 51)

Alsina (1996:149-160) berdasarkan data bahasa Romawi menyatakan sebuah srtuktur argumen dapat terdiri atas lebih dari satu argumen internal, sehingga sebuah klausa dapat mempunyai lebih dari satu O. Jumlah O tersebut ditentukan oleh jenis verba klausa yang bersangkutan. Verba transitif menghendaki dua O yang secara tradisional dikenal dengan OL dan OTL. Dengan bukti data bahasa Romawi, Alsina mengatakan bahwa OTL mirip dengan oblik ( OBL ) yang ditandai adanya preposisi, dan posisi OTL cenderung


(1)

(388) Terembah namberu pinahan sim belgah i ‘hewan yang besar itu bisa dibawa oleh bibi’ (389) Tertangkih ni si Angiat bena sin dates i ‘pohon yang tinggi itu bisa teripanjat oleh si

Anggiat’

(380) Niembah mo ia mertambar mi datu ‘dia akan dibawa berobat ke dukun’ (381) Nilulun mo sukat mi porlak an ‘talas dicari ke kebun’

8. Kalimat pasif yang ditopikalkan

(382) Kalak perkuta ibere kalak i panganen ’orang kampung diberi mereka makanan’

(383) Panganen ibere kalaki bai kalak perkuta ’makanan diberi mereka kepada orang kampung

(384) Tambar itokor ken namberu bai popun ’obat dibelikan bibi kepada nenek’ (385) Bai popung tambar itokorken namberu ’kepada nenek obat dibelikan oleh bibi’ (386) Bai popung itokorken namberu tambar ’untuk nenek dibelikan bibi obat’

(387) Jukut kerbo ibereken inang bai puhun ’daging kerbau diberikan ibu pada paman’ (388) Bai puhun jukut kerbo ibereken inang ’pada paman daging kerbau diberikan ibu’ (389) Tasna idabuhken Anggiat idates belagen ‘tasnya dijatuhkan Anggiat di atas tikar’ (390) Surat bapa kami tengesken ‘surat bapa kami kirimkan’

(391) Popung itokorken inang abit pesta ‘nenek dibelikan ibu kain pesta’

(392) Popung itokorken inang abit pesta ‘nenek dibelikan ibu kain pesta’

(393) Bapa iberekan poli sabah i kuta ‘bapak diberikan kakek sawah di kampung’

7. Pelepasan ke kiri /Left dislocation

(394) Popung Peang, i sapo ia ‘mengenai nenek Peang,dia di rumah’ (395) Si Anggiat, menokor juma ia ‘mengenai Anggiat, dia membeli sawah’ (396) Karambir i, merdabuhen ia mi tanoh ‘mengenai gambir itu, ia berjatuhan ke


(2)

7. Klausa kompleks

(397) Mulak bana asa boi menengngen kami ‘dia pulang supaya bisa melihat kami’ (398) Asa boi menengngen kami, bana mulak ‘supaya bisa melihat kami,dia pulang’ (399) Dedahen mersiajar asa boi lulus ujian ‘adik belajar supaya bisa lulus ujian’ (400) Asa boi lulus ujian dedahen mersiajar ‘supaya bisa lulus ujian adik belajar’

(401) Memangkur dukut bapa dekket inang menutungna’bapak mencangkul rumput dan lalu ibu membakarnya’

(402) Roh bapa dungi lako muse ‘bapak datang lalu pergi lagi’ (403) Roh bapa dungi menjaka koran ‘bapak datang lalu membaca koran’ (404) Menengngen Anggiat bapa dungi tertaba ‘bapak melihat Anggiat lalu tertawa’ (405) Menengngen Anggiat bapa dungi meng-kaol puhun ‘bapak melihat Anggiat lalu

memeluk paman’

(405) Menengngen bapa dungi mengkaol puhun ‘bapak melihat lalu memeluk paman’ (406) Roh bapa dungi itonggor Anggiat ‘bapak datang lalu dilihat Anggiat’ (407) Roh bapa dungi Anggiat tonggor ‘bapak datang lalu Anggiat lihat’ (408) Itonggor Anggiat bapa dungi tertaba ‘bapa dilihat Anggiat lalu tertawa’ (408) Bapa Anggiat tonggor dungi tertaba ‘bapak Anggiat lihat lalu tertawa’

(409) Itonggor Anggiat bapa dungi i-jalang puhun ‘bapak dilihat Anggiat lalu disalam paman’ (410) Bapa Anggiat tonggor dungi puhun jalang ‘bapak Anggiat lihat lalu paman salam’ (411) Itonggor Anggiat bapa dungi menjalang puhun ‘bapak dilihat Anggiat lalu menyalam

paman’

(412)Bapa Anggiat tonggor dungi menjalang puhun ‘bapak Anggiat lihat lalu menyalam paman’

(413) Menonggor Angiat bapa dungi ijalang puhun ‘bapak melihat Anggiat lalu disalam paman’

(414) Bapa menonggor Anggiat dungi puhun jalang ‘bapak melihat Anggiat lalu paman salam’ (416) Menonggor Anggiat bapa dungi ijalang bapa ‘bapak melihat Anggiat lalu disalam bapak’ (415) Bapa menonggor Anggiat dungi Bapa jalang ‘bapak melihat Anggiat lalu Bapak salam’


(3)

(417) Roh ia mi sen asa boi meddem ‘ia datang ke mari supaya bisa tidur’ (418) Asa boi meddem, ia reh mi sen ‘supaya bisa tidur, ia datang ke sini’ (419) Mulak ia asa boi menengngen kami ‘ia pulang supaya bisa melihat kami’ (420) Asa boi menengngen kami, bana mulak ia pulang supaya bisa melihat kami’ (421) Membaba konci ia asa boi masuk ‘dia membawa kunci supaya bisa masuk’ (422) Asa boi masuk, ia membaba konci ‘supaya bisa dia masuk membawa kunci’ (423) Mendea juma ia asa boi menokor motor ‘ia menjual sawah supaya bisa membeli

motor’

(424) Asa boi menokor motor, mendea juma ia ‘ia menjual sawah supaya bisa membeli motor’

(425) Mengaleng aku ia asa boi menungkunku ‘dia menjemput aku supaya bisa menanya aku’

(426) Asa boi menungkun ku, bana mengaleng aku ’dia menjemput aku supaya bisa menanya aku’

(427) la lakami mi sade asa boi ibere popung tambar ‘kami pergi ke sana supaya bisa diberi nenek obat’

(428) Lako kami mi sade asa boi popung bere tambar ‘kami pergi ke sana supaya bisa nenek beri obat’

(429) Dianju inang dedahen asa ndor meddem ‘adik dibujuk ibu supaya segera tidur ’ (430) Dedahenku inang anju asa ndor meddem ‘adik ibu bujuk supaya segera tidur’ (431) Ialap Bonar Anggiat asa iajar bapa ‘anggiat dijemput Bonar supaya diajar bapak’ (432) Anggiat Bonar alap asa bapa ajar ‘anggiat Bonar jemput supaya bapak ajar’ (433) Ialap Bonar Anggiat asa memekpek Demu ‘anggiat dijemput Bonar supaya memukul

Demu’

(434) Anggiat Bonar alap asa memekpek Demu ‘anggiat Bonar jemput supaya memukul Demu’

(435) Mengalap Bonar Anggiat asa ipekpek Demu ‘anggiat menjemput Bonar supaya dipukul Demu’


(4)

pukul’

(437) Mengalap Bonar Anggiat asa ipekpekna ‘anggiat menjemput Bonar supaya dipukulnya’

(438) Mengalap Bonar Anggiat asa Anggiat pekpek ‘anggiat menjemput Bonar supaya Anggiat pukul’

(439) Laus kalak i nderrang kundul ‘orang itu pergi sebelum duduk’ (440) Tertaba bapa tikan mengidah Anggiat ‘bapak tertawa ketika melihat Anggiat’ (441) Mengidah Anggiat bapa tikani tertaba ‘bapak melihat Anggiat sebelum tertawa’ (442) Mengidah Anggiat bapa tikan menokor koran ‘bapak melihat Anggiat ketika membeli koran’

(443) Menjalang bapa nderrang menungkun Anggiat ‘bapak menyalam sebelum menanya Anggiat’

(445) Meddem puhun tikan ialeng Anggiat ‘paman tidur ketika dijemput Anggiat’ (446) Meddem puhun tikan Anggiat aleng ‘paman tidur ketika Anggiat jemput’ (447) Ialeng Anggiat puhun tikan meddem ‘paman dijemput Anggiat ketika tidur’ (448) Puhun Anggiat aleng tikan meddem ‘paman Anggiat jemput ketika tidur’

(449) I idah Anggiat puhun tikan ialeng Bapa ‘paman dilihat Anggiat ketika dijemput Bapak’

(450) Puhun Anggiat idah tikan Bapa aleng ‘paman Anggiat lihat ketika Bapak jemput’ (451) Ialeng Anggiat puhun tikan meng-kuso Bapa ‘paman dijemput Anggiat ketika menanya

Bapak’

(452) Puhun Anggiat aleng tikan meng-kuso Bapa ‘paman Anggiat jemput ketika menanya Bapak’

(453) Mengaleng Anggiat puhun tikan ikuso Bapa ‘Paman menjemput Anggiat ketika ditanya Bapak’

(454) Mengaleng Anggiat puhun tikan Bapa kuso ‘Paman menjemput Anggiat ketika Bapak tanya’

(455) Mengaleng Anggiat puhun nderrang ikuso bana ‘Paman menjemput Anggiat sebelum ditanyanya’


(5)

(456) Mengaleng Anggiat puhun tikani bapa kuso ‘Paman menjemput Anggiat sebelum bapak tanya’

(457) Boi ngo ia mengkuso nehena ’dia bisa membersihkan kakinya’ (458) Ipiali inang i mo kurumna ’pipinya sendiri dicubiti ibu itu’ (459) Puhun ikerpi bapa ‘paman dipeluk bapak’

Diatesis Medial

(460) Kalak i mersikerpin ‘mereka berpelukan’ (461) Mer suri kalak i ‘mereka bersisir’

(462) Mersijalangan bapa dekket panguda ‘ayah bersalaman dengan bapak uda’ (463) Merputar roda pedati ‘roda pedati berputar sendiri’

(464) Merputar sandiri roda pedati i ‘roda pedati itu berputar sendiri.’ (465) Boi ngo ia mengkuso nehena ’dia bisa membersihkan kakinya’ (466) Ipiali inang i mo kurumna ’pipinya sendiri dicubiti ibu itu’ (467) Mersijalangan bapa dekket panguda ‘ayah bersalaman dengan bapak (468) Mersipekpeken kalaki i sikkola ‘saling memukul mereka di sekolah’ (469) Mersigettuken kalak i ‘mereka saling mencubit’

(470) Mersionjaren kalak i ‘mereka saling dorong’

(471) Nunga mersigettuken dedahen dekket dengngan-na ‘adik saling mencubit dengan kawannya’

(472) Mersionjaren dedahen dekket dengnganna ‘adik saling dorong dengan kawannya’ (473) Merperang kalak i ‘mereka saling berperang’

(474) Merubat kalak i ‘mereka saling bertengkar’

(475) Merdame kami ‘kami saling berdamai’

(476) Mersilaten kalak i ‘mereka saling iri’

(477) Torus mo kita mersitengngosen surat ‘teruslah kita saling mengirim surat’ (478) Sipata mersialon kata kalak i ‘terkadang mereka saling berbalas cakap

(479) Enggo mersidahin kalak i dung pesta ‘setelah pesta sudah saling kunjung mereka’ (480) Bapa marsuan page i juma ’ayah bertanam padi di sawah’


(6)

(481) Kami merseban mi perlak ’kami mencari kayu ke kebun.

(482) Bapa marsuan page i juma ’ayah bertanam padi di sawah.’ (483) Kami merseban mi perlak ’kami mencari kayu ke kebun’

(484) Mersodip mo ia ‘dia berdoa’

(485) Merdalan inangta i ‘ibu itu berjalan’

(486) Merpangir mo bana sae mersodip ‘ia cuci rambut setelah berdoa’

(487) Mersipatu puhun ‘paman memakai sepatu’

(488) Menangkok ia mi dolok ‘ia naik ke gunung’

(489) Mersijengjeng mo kerina humalaput ‘semua berdiri tergesa-gesa’ (490) Hum-orot bana sien lambungku ‘ia bergeser dari sampingku’ (491) Merputar roda pedati ‘roda pedati berputar sendiri’

(492) Merputar sandiri roda pedati i ‘roda pedati itu berputar sendiri.’ (493) Boi ngo ia mengkuso nehena ’dia bisa membersihkan kakinya’ (494) Ipiali inang i mo kurumna ’pipinya sendiri dicubiti ibu itu’ (495) Mersijalangan bapa dekket panguda ‘ayah bersalaman dengan bapak uda’ (496) Kalak i mersikerpin ‘mereka berpelukan’