Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini antara lain: Manfaat Penelitian Sistematika Penulisan

penerbitan keputusan BupatiWalikota. Penelitian ini terbatas pada pemilihan Kepala Desa Belang Malum tahun 2011.

1.4 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini antara lain:

1. Mendeskripsikan profil Desa Belang Malum dan Sulang Silima Marga Angkat. 2. Mendeskripsikan peran Sulang Silima Marga Angkat dalam pemilihan Kepala Desa Belang Malum, Kecamatan Sidikalang, Kabupaten Dairi tahun 2011.

1.5 Manfaat Penelitian

Setiap penelitian diharapkan mampu memberikan manfaat, khususnya untuk perkembangan ilmu pengetahuan. Maka manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain: 1. Manfaat akademik Penelitian ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan untuk memperkaya analisis teori di bidang ilmu sosial dan ilmu politik, khususnya dalam studi politik lokal. 2. Manfaat keilmuan Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan rujukan bagi peneliti yang lain untuk memahami politik di tingkat desa. 3. Manfaat praktis Penelitian ini bermanfaat sebagai masukan yang berguna bagi pengambil kebijakan khususnya tentang desa. Universitas Sumatera Utara

1.6 Kerangka Teori

Sebelum melakukan penelitian lebih lanjut, seorang penulis perlu menyusun kerangka teori sebagai landasan berfikir umtuk menggambarkan dari segi mana peneliti menyoroti masalah yang telah dipilih 8 . Hal ini menjadi penting karena disamping sebagai landasan berfikir, kerangka teori akan digunakan sebagai pisau analisis dalam mengkaji masalah yang telah dipaparkan diatas. Menurut Masri Singarimbun, teori adalah serangkaian asumsi, konsep, konstruksi, dan defenisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar kosep 9 . Teori yang digunakan dalam penelitian adalah teori kekuasaan, teori budaya politik, dan teori partisipasi poitik

1.6.1 Kekuasaan

Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau suatu kelompok untuk mempengaruhi seseorang atau kelompok lain, sesuai dengan keinginan para pelaku 10 Kekuasaan biasanya berbentuk hubungan dalam arti bahwa ada satu pihak yang memerintah dan ada pihak yang diperintah satu pihak yang memberi perintah, satu pihak yang mematuhi perintah dari yang memerintah. Tidak ada persamaan martabat, hirarki hadir sebagai aturan utama, selalu yang satu lebih tinggi daripada yang lain dan selalu ada unsur paksaan dalam hubungan kekuasaan. Paksaan tidak selalu perlu dipakai secara gamblang, tetapi adanya kemungkinan paksaan itu dipakai, sering sudah cukup. . Konsep kekuasaan erat sekali hubungnnya dengan konsep kepemimpinan. Dengan kekuasaan pimpinan memperoleh alat untuk mempengaruhi pengikutnya. Kekuasaaan merupakan suatu kondisi yang memunculkan dua pemahaman pertama pemahaman tentang orang yang memperoleh kekuasaan dan kedua pemahaman tentang orang yang dikuasai atau tunduk pada kekuasaan. Pemahaman sentral yang berkenaan dengan ini 8 Hadari Nawawi. 1987. Metodologi Penelitian Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Hal. 40 9 Masri Singarimbun dan Sofyan Effendi. 1955. Metode Penelitian Survey. Jakarta: LP3ES. Hal. 37 10 Miriam budiardjo. 2008. Dasar Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka utama. Hal. 17 Universitas Sumatera Utara berkisar pada sumber kekuasaan sebagai legitimasi atas kekuasaan itu pada satu sisi dan kemauan seseorang untuk tunduk pada kekuasaan yang maknanya adalah pembatasan dan bahkan menerima tekanan pada sisi lain. Legitimasi sebagai dasar berfungsinya kekuasaan bisa bermacam macam, di dalam perspektif lebih teknis rincian dari sumber kekuasaan khususnya secara formal administrartif ada 6 sebagai berikut : 1. Kekuasaan balas jasa reward power yaitu kekuasaan yang legitimasinya bersumber dari sejumlah balas jasa yang bersifat positif uang perlindungan, perkembangan karir, janji positif dan sebagainya yang diberikan kepada pihak penerima guna melaksanakan perintah ataub persyaratan lain. Faktor ketundukan seseorang pada kekuasaan dimotivisir oleh hal itu dengan harapan jika telah melakukan sesuatu akan memperoleh seperti yang dijanjikan 11

2. Kekuasaan paksaan coercive power berasal dari perkiraan yang dirasakan orang

bahwa hukuman dipecat, ditegur akan diterima jika mereka tidak melaksanakan perintah pimpinan. Kekuasaan menjadi suatu motivasi yang bersifat refresif terhadap kejiwaan seseorang untuk tunduk pada kekuasaan pimpinan itu dan melakukan seperti apa yang dikehendaki. Jika tidak paksaan yang diperkirakan akan dijatuhkan . 12

3. Kekuasaan legitimasi legitimate power , yaitu kekuasaan yang berkembang atas dasar

dan berangkat dari nilai nilai intern yang mengemuka dari dan sering bersifat konvensional bahwa seorang pimpinan mempunyai hak sah untuk mempengaruhi bawahannya. Sementara itu pada sisi lain seorang mempunyai kewajiban untuk menerima pengaruh tersebut karena seorang lainnya ditentukan sebagai pimpinannya atau petinggi sementara dirinya seorang bawahan. Legitimasi demikian bisa diperoleh atas dasar aturan formal tetapi bisa juga bersumber pada kekuasaan yang muncul karena . 11 Samsul Wahidin. 2007. Dimensi Kekuasaan Negara Indonesia. Yogjakarta: Pustaka pelajar. Hal 3 12 Ibid. Hal. 3 Universitas Sumatera Utara kekuatan alamiah dan kekuatan akses dalam pergaulan bersama yang mendudukkan seseorang beruntung memperoleh legitimasi suatu kekuasaan 13

4. Kekuasaan pengendalian atas informasi, kekuasaan ini ada dan berasal dari kelebihan

atas suatu pengetahuan dimana orang lain tidak mempunyai. Cara ini digunakan dengan pemberian atau penahanan informasi yang dibutuhkan oleh orang lain yang mau tidak mau tunduk secara terbatas pada kekuasaan pemilik informasi. Pemilik informasi dapat mengatur segala sesuatu yang berkenaan denga peredaran informasi, atas legitimasi kekuasaan yang dimiliki . 14

5. Kekuasaan panutan referent power , kekuasaan ini muncul di dasarkan atas pemahaman

secara kultural dari orang orang dengan yang berstatus sebagai pemimpin. Masyarakat menjadikan pemimpin tersebut sebagai panutan atau simbol dari perilaku mereka. Aspek kultural yang biasanya muncul dari pemahaman religiusitas direfleksikan pada kharisma pribadi, keberanian, sifat simpatik dan sifat sifat lain yang tidak ada pada kebanyakan orang. Hal ini menjadikan orang lain tunduk pada kekuasaannya . 15

6. Kekuasaan keahlian expert power, kekuasaan ini ada dan merupakan hasil dari tempaan

yang lama dan muncul karena suatu keahlian atau ilmu pengetahuan. Kelebihan ini menjadikan seorang menjadi winasis dan secara alamiah berkedudukan sebagai pemimpin dalam bidang keahliannya itu. Sang pemimpin bisa merefleksikan kekuasaan dalam batas-batas keahliannya itu dan secara terbatas pula orang tunduk pada kekuasaan yang bersumber dari keahlian yang dimiliki karena adanya kepentingan terhadap keahlian sang pemimpin. . 16 Sumber kekuasaan dapat berupa kedudukan, kekayaan, atau kepercayaan. Cakupan kekuasaan menunjuk pada kegiatan, perilaku, serta sikap dan keputusan-keputusan yang 13 Ibid. Hal. 4 14 Ibid. Hal. 4 15 Ibid. Hal. 5 16 Ibid. Hal. 5 Universitas Sumatera Utara menjadi objek dari kekuasaan. Istilah wilayah kekuasaan menjawab pertanyaan siapa-siapa saja yang dikuasai oleh orang atau kelompok yang berkuasa, jadi menunjuk pada pelaku, kelompok organisasi atau kolektivitas yang kena kekuasaan. Dalam suatu hubungan kekuasaan power relationship selalu ada satu pihak yang lebih kuat dari pihak lain. jadi, selalu ada hubungan tidak seimbang atau simetris. Ketidakseimbangan ini sering menimbulkan ketergantungan dependency; dan lebih timpang hubungan ini, lebih besar pula sifat ketergantungannya. Hal ini oleh generasi pemikir dekade 20-an sering disebut sebagai dominasi, hegemoni, atau penundukan 17 Konsep yang selau dibahas bersama dengan kekuasaan adalah pengaruh. Pada umumnya masyarakat berpendapat bahwa kekuasaan dapat mengadakan sanksi dan pengaruh. Namun dalam forum diskusi ilmiah sering dipertanyakan apakah kekuasaan dan pengaruh merupakan dua konsep yang berbeda, dan apakah satu diantaranya merupakan konsep pokok, dan yang lainnya bentuk khususnya. . Pengaruh biasanya tidak merupakan satu-satunya faktor yang menentukan perilaku seseorang, dan sering bersaing dengan faktor lain. Bagi pelaku yang dipengaruhi masih terbuka alternatif lain untuk bertindak. Akan tetapi, sekalipun pengaruh sering kurang efektif dibandingkan dengan kekuasaan, ia kadang-kadang mengandung unsur psikologis dan menyentuh hati, dan karena itu sering kali cukup berhasil 18 .

1.6.2 Budaya Politik

Budaya politik merupakan bagian dari kebudayaan masyarakat dengan ciri-ciri yang lebih khas. Istilah budaya politik meliputi masalah legitimasi, pengaturan kekuasaan, proses pembuatan kebijakan pemerintah, kegiatan partai-partai politik, perilaku aparat negara, serta gejolak masyarakat terhadap kekuasaan yang memerintah. Budaya politik terdiri dari 17 Miriam Budiardjo. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hal. 62-63 18 Ibid. Hal. 66-67 Universitas Sumatera Utara serangkaian keyakinan, simbol-simbol dan nilai-nilai yang melatar belakangi situasi dimana suatu peristiwa politik terjadi. Almond dan Verba mendefinisikan budaya politik sebagai suatu sikap orientasi yang khas warga negara terhadap sistem politik dan aneka ragam bagiannya, dan sikap terhadap peranan warga negara yang ada di dalam sistem itu. Dengan kata lain, bagaimana distribusi pola-pola orientasi khusus menuju tujuan politik diantara masyarakat bangsa itu. Lebih jauh mereka menyatakan, bahwa warga negara senantiasa mengidentifikasikan diri mereka dengan simbol-simbol dan lembaga kenegaraan berdasarkan orientasi yang mereka miliki. 19 Kebudayaan politik suatu bangsa adalah merupakan distribusi pola-pola orientasi khusus menuju tujuan politik diantara masyarakat bangsa itu. Orientasi itu mengacu pada aspek-aspek dan obyek yang dibakukan serta hubungan antar keduanya, termasuk: 20 1. Orientasi Kognitif : pengetahuan tentang dan kepercayaan pada politik, peranan dan segala kewajibannya, serta input, dan outputnya. 2. Orientasi afektif : perasaan terhadap sistem politik; peranannya, para aktor dan penampilannya. 3. Orientasi evaluatif : keputusan dan pendapat tentang obyek-obyek politik yang secara tipikal melibatkan kombinasi standar nilai dan kriteria dengan informasi dan perasaan. Berdasarkan sikap terhadap tradisi dan perubahan, budaya politik terdiri atas 2 jenis yaitu budaya politik yang memiliki sikap mental absolut dan budaya politik yang memiliki sikap mental akomodatif. a. Budaya politik yang memiliki sikap mental absolut adalah budaya politik yang memiliki nilai-nilai dan kepercayaan yang. dianggap selalu sempurna dan tak dapat diubah lagi. Usaha yang diperlukan adalah intensifikasi dari kepercayaan, bukan kebaikan. Pola pikir 19 Gabriel A. Almond dan Sidney Verba. 1990. Budaya Politik. Penerjemah: Sahat Simamora. Jakarta: Bumi Aksara. Hal. 14 20 Ibid. Hal. 16 Universitas Sumatera Utara demikian hanya memberikan perhatian pada apa yang selaras dengan mentalnya dan menolak atau menyerang hal-hal yang baru atau yang berlainan bertentangan. Budaya politik yang bernada absolut bisa tumbuh dari tradisi, jarang bersifat kritis terhadap tradisi, malah hanya berusaha memelihara kemurnian tradisi. Maka, tradisi selalu dipertahankan dengan segala kebaikan dan keburukan. Kesetiaan yang absolut terhadap tradisi tidak memungkinkan pertumbuhan unsur baru. 21 b. Budaya politik yang memiliki sikap mental akomodatif adalah budaya politik dengan struktur mental yang terbuka dan bersedia menerima apa saja yang dianggap berharga. Ia dapat melepaskan ikatan tradisi, kritis terhadap diri sendiri, dan bersedia menilai kembali tradisi berdasarkan perkembangan masa kini. 22 Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa tipe absolut dari budaya politik sering menganggap perubahan sebagai sesuatu yang membahayakan. Tiap perkembangan baru dianggap sebagai suatu tantangan yang berbahaya dan harus dikendalikan. Perubahan dianggap sebagai penyimpangan. Sedangkan, tipe akomodatif dari budaya politik melihat bahwa perubahan hanya sebagai salah satu masalah untuk dipikirkan. Perubahan mendorong usaha perbaikan dan pemecahan yang lebih sempurna. Berdasarkan orientasi politiknya, budaya politik juga memiliki jenis. Dalam realitas yang ditemukan, budaya politik memiliki beberapa variasi. Berdasarkan orientasi politik yang dicirikan dan karakter-karakter dalam budaya politik, maka setiap sistem politik akan memiliki budaya politik yang berbeda. Perbedaan ini terwujud dalam tipe-tipe yang ada dalam budaya politik yang setiap tipe memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Dari realitas budaya politik yang berkembang di dalam masyarakat, Gabriel Almond mengklasifikasikan budaya politik kedalam 3 jenis yaitu budaya politik parokial, budaya politik kaula, dan budaya politik partisipan. 21 Ibid. Hal. 18 22 Ibid. Hal. 18 Universitas Sumatera Utara Kebudayaan politik parokial parochial political culture yaitu tingkat partisipasi politiknya sangat rendah, yang disebabkan faktor kognitif misalnya tingkat pendidikan relatif rendah. Menyangkut budaya yang terbatas pada wilayah atau lingkup yang kecil, sempit misalnya yang bersifat provincial. Karena wilayah yang terbatas acapkali pelaku politik sering memainkan peranannya seiring dengan deferensiasi, maka tidak terdapat peranan politik yang bersifat khas dan berdiri sendiri. Yang menonjol dalam budaya politik adalah kesadaran anggota masyarakat akan adanya pusat kewenangan dan kekuasaan politik dalam masyarakat 23 Kebudayaan politik kaula subyak political culture merupakan masyarakat yang memiliki pengetahuan dan pemahaman yang relatif baik untuk unsur pengetahuan umum mengenai sistem politik dan output politik tetapi rendah dalam pengetahuan mengenai input sistem politik serta partisipasi politik yang pasif. Mereka menganggap dirinya tidak berdaya mempengaruhi atau mengubah sistem dan oleh karena itu menyerah saja kepada segala kebijakan dan keputusan para pemegang jabatan . 24 Kebudayaan politik partisipan, yaitu masyarakat dengan pengetahuan dan pemahaman yang tinggi mengenai semua unsur di atas dan memiliki tingkat partisipasi politik yang aktif. Masyarakat dakam tipe budaya ini memiliki sikap yang kritis untuk memberi penilaian terhadap sistem politik dan hampir pada semua aspek kekuasaan . 25 Mengenai kebudayaan politik dan konstektualitas fungsi analisanya Almond dan Verba menyatakan bahwa hubungan antara sikap-sikap dan motivasi individu yang mempunyai ciri-ciri tersendiri yang membentuk sistem-sistem politik dan karakter politik serta penampilan sistem politik dapat dilacak secara sistematis melalui konsep budaya politik. Dengan kata lain budaya politik adalah rantai penghubung antara mikro dan makro politik. . 23 Ibid. Hal. 20 24 Ibid. Hal. 21 25 Ibid. Hal. 22 Universitas Sumatera Utara Pendekatan budaya politik dapat digunakan untuk mengkaji kebudayaan politik dalam lingkup komunitas tertentu.

1.6.3 Partisipasi Politik

Pelaksanaan partisipasi dari warga negaramasyarakat dalam salah satu contoh keputusan yang dibuat oleh pemerintah yakni pemilihan umum di tingkat pusat dan di tingkat desa disebut pemilihan kepala desa. Pemilihan kepala desa tidak akan berjalan lancar apabila tidak ada partisipasi politik dari masyarakat desa. Partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, yaitu dengan jalan memilih pemimpin negara baik secara langsung atau tidak langsung dan mempengaruhi kebijakan pemerintah public policy. Kegiatan ini mencakup tindakan seperti memberikan suara dalam pemilihan umum, mengadiri rapat umum, menjadi anggota suatu partai atau kelompok kepentingan, mengadakan hubungan dengan pejabat pemerintah atau anggota perlemen, dan sebagainya. 26 Defenisi partisipasi politik menurut Inu Kencana Syafii dalam bukunya yang berjudul Sistem Pemerintahan Indonesia, yaitu partisipasi politik adalah kegiatan warga negara sipil yang bertujuan mempengaruhi keputusan oleh pemerintah 27 26 Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-Dasr Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Hal. 368 . Menurut Soemarsono dalam bukunya yang berjudul Komunikasi Politik, partisipasi politik pada hakikatnya sebagai ukuran untuk mengetahui kualitas kemampuan warga negara dalam menginterpretasikan sejumlah simbol kekuasaan kebijaksanaan dalam mensejahterakan masyarakat sekaligus langkah-langkahnya kedalam simbol-simbol pribadi. Atau dengan perkataan lain, partisipasi politik adalah proses memformulasikan ulang simbol-simbol komunikasi berdasarkan tingkat 27 Inu Kencana Syafii. 2002. Sistem Pemerintahan Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta. Hal. 132 Universitas Sumatera Utara rujukan baik secara pribadi maupun secara kelompok individual reference, social references yang berwujud dalam aktivitas sikap dan perilaku 28 Sementara menurut Rafael Raga Maran dalam bukunya yang berjudul Pengantar Sosisologi Politik bahwa partisipasi politik sebagai usaha yang terorganisir oleh para warga negara untuk memilih pemimpin mereka dan mempengaruhi bentuk dan jalannya kebijaksanaan umum. Usaha ini dilakukan berdasarkan kesadaran akan tanggung jawab mereka terhadap kehidupan bersama sebagai suatu bangsa dalam suatu negara. Dalam hal ini, partisipasi politik berbeda dengan mobilisasi politik, yaitu usaha pengerahan massa oleh golongan elite politik untuk mendukung kepentingan-kepentingannya . 29 Sedangkan menurut Mochtar Mas’oed dan Colin Mac Andrew dalam bukunya yang berjudul Perbandingan Sistem Politik, paling tidak terdapat lima hal yang menyebabkan timbulnya gerakan ke arah partisipasi lebih luas dalam proses politik ini antara lain: . 1. Modernisasi, komersialisasi pertanian, industrialisasi, urbanisasi yang meningkat, penyebaran kepandaian baca tulis, perbaikan pendidikan, dan pengembangan media komunikasi massa. Ketika penduduk kota baru yang buruh, pedagang mempengaruhi nasib mereka sendiri, mereka makin banyak menuntut untuk ikut dalam kekuasaan politik 30 2. Perubahan-perubahan Struktur Kelas Sosial, begitu bentuk suatu kelas pekerja baru dan kelas menengah yang meluas dan berubah selama prosesindustrialisasi dan modernisasi, masalah tentang siapa yang berhak berpartisipasi dalam pembuatan keputusan politik menjadi penting dan mengakibatkan perubahan-perubahan dalam pola partisipasi politik . 31 3. Pengaruh kaum Intelektual dan Komunikasi massa modern; kaum intelektual, sarjana, filsuf, pengarang dan wartawan sering mengemukakan ide-ide seperti egalitarisme dan . 28 Soemarsono. Op. Cit. 29 Rafael Raga Maran. 2001. Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta: Rineka Cipta. Hal. 147 30 Masoed Mochtar dan Colin Mac Andrews, 1997. Perbandingan Sistem Politik, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 42 31 Ibid. Hal. 42 Universitas Sumatera Utara nasioalisame kepeda masyarakat umum untuk membangkitkan tuntutan akan partisipasi massa yang luas dalam pembuatan keputusan politik 32 4. Konflik di antara Kelompok-Kelompok pemimpin politik; kalau timbul kompetisi memperebutkan kekuasaan, strategi yang biasa digunakan oleh kelompok-kelompok yang saling berhadapan adalah mencari dukungan rakyat . 33 5. Keterlibatan pemerintah yang meluas dalam urusan sosial ekonomi dan kebudayaan; perluasan kegiatan pemerintah dalam bidang-bidang kebijaksanaan baru biasanya berarti bahwa konsekuensi tindakan-tindakan pemerintahan menjadi semakin menyusup ke segala segi kehidupan sehari-hari rakyat. Tanpa hak-hak sah atas partisipasi politik, individu- individu betul-betul tidak berdaya menghadapi dan dengan mudah dapat dipengaruhi oleh tindakantindakan pemerintah yang mungkin dapat ruang lingkup aktivitas pemerintah sering merangsang timbulnya tuntutan-tuntutan yang terorganisir akan kesempatan untuk ikut serta dalam pembuatan keputusan politik . 34 Para ahli sosiologi politik telah merumuskan berbagai macam tipologi partisipasi politik. Huntington dan Nelson 1994: 16-17 menemukan bentuk-bentuk partisipasi politik yang meliputi: . 1. Kegiatan pemilihan, mencakup suara, juga sumbangan untuk kampanye, bekerja dalam suatu pemilihan, mencari dukungan bagi seorang calon, atau setiap tindakan yang bertujuan memengaruhi hasil proses pemilihan 35 2. Lobbying, mencakup upaya perorangan atau kelompok untuk menghubungi pejabat pemerintah dan pemimpin politik dengan maksud memengaruhi keputusan mereka mengenai persoalan yang menyangkut sejumlah besar orang. Seperti, kegiatan yang . 32 Ibid. Hal. 43 33 Ibid. Hal. 44 34 Ibid. Hal. 45 35 Prof. Dr. Damsar. 2010. Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta: Kencana. Hal. 188-189 Universitas Sumatera Utara ditujukan untuk menimbulkan dukungan bagi atau oposisi terhadap suatu usul legislatif atau keputusan administratif tertentu 36 3. Kegiatan orientasi menyangkut partisipasi sebagai anggota atau pejabat dalam suatu organiosasi yang tujuannya yang utama dan eksplisit adalah memengaruhhi pengambilan keputusan pemerintah . 37 4. Mencari koneksi contacting merupakan tindakan perorangan yang ditujukan terhadap pejabat pemerintah yang biasanya dengan maksud memperoleh manfaat bagi hanya satu orang atau segelintir orang . 38 5. Tindak kekerasan violence juga dapat merupakan suatu bentuk partisipasi politik, dan untuk analisia ada manfaatnya untuk mendefenisikannya sebagai satu kategori tersendiri; artinya sebagai upaya untuk memengaruhi pengambilan keputusan pemerintah dengan jalan menimbulkan kerugian fisik terhadap orang atau harta benda . 39 Di negara-negara demokrasi konsep partisipasi politik bertolak dari paham bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat, yang dilaksanakan melalui kegiatan bersama untuk menetapkan tujuan-tujuan serta masa depan masyarakat itu dan untuk menentukan orang- orang yang akan memegang tampuk pimpinan. Anggota masyarakat yang berpartisipasi dalam proses politik, misalnya melalui pemberian suara atau kegiatan lain, terdorong oleh keyakinan bahwa melalui kegiatan bersama itu kepentingan mereka akan tersalur atau sekurang-kurangnya akan diperhatikan. Masyarakat sedikit banyak dapat memengaruhi tindakan dari mereka yang berwenang untuk membuat keputusan yang mengikat. Dengan kata lain, kegiatan mereka mempunyai efek politik. . 40 Dalam masyarakat primitif, dimana politik cenderung erat terintegrasi dengan masyarakat pada umumnya, partisipasi condong tinggi dan mungkin sulit untuk 36 Ibid. Hal. 188 37 Prof. Dr. Damsar. Op. Cit. 38 Ibid. Hal. 189 39 Prof. Dr. Damsar. Op. Cit. 40 Budiardjo, Miriam. Op. Cit Universitas Sumatera Utara membedakannya dari kegiatan yang lain. Akan tetapi, dalam masyarakat berkembang, karena adanya kombinasi dari institusi dan pengaruh modern dan tradisional, partisipasi mungkin dibatasi oleh faktor-faktor seperti tingkatan melek huruf dan masalah umum dari komunikasi.

1.7 Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi yang alamiah, sebagai lawannya adalah eksperimen dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara trianggulasi gabungan, analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi 41 .

1.7.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif. Moh. Nasir dalam bukunya yang berjudul Metode Penelitian Sosial mengatakan bahwa metode penelitian kualitatif deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat deskriptif, gambaran lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai faktor-faktor, sifat-sifatserta hubungan antara fenomena yang diselidiki 42 Pengertian lain dari penelitian kualitatif deskriptif menurut Soehartono adalah bahwa penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang suatu masyarakat atau tentang suatu kelompok orang tertentu atau gambaran tentang suatu gejala atau hubungan antara dua gejala atau lebih . 43 41 Prof. Dr. Sugiono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV. Alfabeta. Hal. 1 . Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk 42 Moh Nazir. 1999. Metode Penelitian Sosial. Jakarta: Ghalia Indonesia. Hal. 63 43 Irawan Soehartono. 2002. Metode Penelitian Sosial. Bandung: Remaja Rosdakarya. Hal. 35 Universitas Sumatera Utara memberikan gambaran mengenai peranan Sulang Silima Marga Angkat dalam pemilihan Kepala Desa Belang Malum, Kecamatan Sidikalang, Kabupaten Dairi.

1.7.2 Lokasi Penelitian

Lokasi yang dipilih menjadi tempat penelitian adalah Desa Belang Malum, Kecamatan Sidikalang, Kabupaten Dairi. Pemilihan lokasi penelitian tersebut dikarenakan Desa Belang Malum desa selalu mendapat campur tangan dari Lembaga Adat Sulang Silima Marga Angkat ketika mengadakan pemilihan kepala desa. Desa Belang Malum merupakan salah satu desa tertua yang menjadi wilayah kekuasaan Sulang Silima Marga Angkat. Desa Belang Malum juga merupakan desa tempat berdirinya tugu Sulang Silima Marga Angkat sebagai sekretariat Marga Angkat Kabupaten Dairi.

1.7.3 Teknik Pengumpulan Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah berupa data kualitatif sebagai berikut: 1. Data Primer, yang diperoleh melalui wawancara secara langsung kepada narasumber yaitu masyarakat Desa Belang Malum, Kecamatan Sidikalang, Kabupaten Dairi dan juga pengurus Lembaga Adat Sulang Silima Marga Angkat Kabupaten Dairi, dimana pertanyaan yang diajukan bersifat terbuka tergantung pada objek lapangan. Adapun narasumber yang akan diwawancarai untuk mendapatkan data dan informasi yang berkaitan dengan penelitian ini antara lain: a. Ketua Sulang Silima Marga Angkat se-Indonesia, Abdul Angkat SH. b. Kepala desa terpilih St. Elom Simanungkalit. c. Calon Kepala desa tahun 2011, Sahat Hutauruk. d. Tokoh masyarakat, Tumbur Simorangkir. Universitas Sumatera Utara e. Anggota Sulang Silima Marga Angkat sekaligus panitia pemilihan Kepala Desa Belang Malum tahun 2011, Ucok Angkat. f. Ketua panitia pemilihan Kepala Desa Belang malum tahun 2011, Bangun Samosir 2. Data Sekunder, yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan, yaitu dengan mengumpulkan data-data yang relevan dengan masalah penelitian seperti melalui buku, koran dan dokumen.

1.7.4 Teknik Analisa Data

Analisis data kualitatif adalah bersifat induktif, yaitu suatu analisis berdasarkan data yang diperoleh, selanjutnya dikembangkan menjadi hipotesis. Maka teknik analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, ,menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami diri sendiri dan orang lain 44 .

1.8 Sistematika Penulisan

Untuk mendapatkan suatu gambaran yang jelas dan untuk mempermudah isi, maka penelitian ini dibagi ke dalam 4 empat bab, yaitu: BAB I : PENDAHULUAN Dalam bab ini berisikan mengenai Latar Belakang Masalah, Rumusan dan Pembatasan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Kerangka Teori, Metodologi Penelitian dan Sistematika Penulisan. BAB II : PROFIL DESA BELANG MALUM DAN SULANG SILIMA MARGA ANGKAT 44 Prof. Dr. Sugiono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV. Alfabeta. Hal. 89 Universitas Sumatera Utara Bab ini akan menguraikan tentang gambaran umum tentang deskriptif lokasi penelitian seperti profil Desa Belang Malum, dan gambaran umum Lembaga Adat Sulang Silima Marga Angkat. BAB III : PERANAN SULANG SILIMA MARGA ANGKAT DALAM PEMILIHAN KEPALA DESA BELANG MALUM Bab ini akan memuat hasil dari penelitian yang dilakukan oleh penulis mengenai peranan lembaga adat Sulang Silima Marga Angkat dalam pemilihan Kepala Desa Belang Malum tahun 2011. BAB IV : PENUTUP Bab ini berisikan kesimpulan analisis dan saran dari hasil penelitian yang dilakukan. Universitas Sumatera Utara BAB II PROFIL DESA BELANG MALUM DAN SULANG SILIMA MARGA ANGKAT

2.1. Gambaran Umum Desa Belang Malum