25 pembelajaran yang mengendalikan fungsi kedua belahan otak
secara harmonis akan membantu siswa berprakarsa mengatasi dirinya, dan mampu meningkatkan prestasi belajar.
Berdasarkan uraian di atas maka faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa meliputi faktor internal yang berasal dari dalam diri siswa
dan faktor eksternal yang berasal dari luar. Selain itu, faktor lain yang mempengaruhi prestasi belajar adalah kebutuhan psikologis, emosi,
motivasi, dan pengembangan kreativitas siswa.
C. Hubungan Kecerdasan Emosi dengan Prestasi Belajar Matematika
Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalani dengan sengaja,
teratur dan
berencana dengan
maksud mengubah
atau mengembangkan prilaku yang di inginkan. Sekolah sebagai lembaga formal
merupakan sarana dalam rangka mencapai tujuan pendidikan tersebut. Melalui sekolah, siswa mampu belajar berbagai macam hal. Proses belajar di sekolah
adalah proses yang sifatnya kompleks dan menyeluruh. Banyak orang berpendapat bahwa untuk meraih prestasi tinggi dalam belajar, seseorang harus
memiliki Intelligence Quontient IQ yang tinggi, karena inteligensi merupakan bakal potensial yang akan memudahkan dalam belajar dan pada giliranya akan
mengasilkan prestasi belajar yang optimal. Menurut Binet dalam Winkel, 1997:529 “hakikat inteligensi adalah kemampuan untuk menetapkan dan
mempertahankan suatu tujuan, mengadakan penyesuain dalam rangka mencapai tujuan itu, dan untuk menilai keadaan secara kritis dan objektif”.
26 Goleman 2000:44 menyatakan bahwa kecerdasan intelektual IQ
hanya menyumbang 20 bagi kesusksesan, sedangkan yang lainya adalah sumbangan faktor kekuatan-kekuatan lain, diantaranya adalah kecerdasan
emosi atau Emotional Quotient EQ yakni kemampuan mengembangkan diri, kemampuan
mengembangkan motivasi,
kemampuan mengembangkan
pengaturan diri, kemampuan mengembangkan empati, dan kemampuan mengembangkan kecakapan dalam membina hubungan dengan orang lain.
Dalam proses belajar siswa, kedua inteligensi itu sangat diperlukan. IQ tidak dapat berfungsi dengan baik tanpa partisipasi penghayatan dari emosi terhadap
mata pelajaran yang disampaikan di sekolah. Namun biasanya kedua inteligensi itu saling melengkapi.
Keseimbangan antara IQ dan EQ merupakan kunci keberhasilan belajar siswa di sekolah Goleman, 2002. Pendidikan di sekolah bukan hanya perlu
mengembangkan retional intelligince yaitu model pemahaman yang lazimnya dipahami siswa saja, melainkan juga perlu mengembangkan emotional
intelligence siswa. Goleman 2002:170 menyebutkan : hasil beberapa penelitian di University of Vermon mengenai analisis struktur neuologis otak
manusia dan penelitian perilaku oleh LeDoux pada tahun 1970 menunjukkan bahwa dalam peristiwa penting kehidupan seseorang, EQ selalu mendahului
intelegensi rasional. “EQ yang baik dapat menentukan keberhasilan individu dalam prestasi belajar membangun kesusksesan karir, mengembangkan
hubungan suami-istri yang harmonis dan dapat mengurangi agresivitas, khususnya dalam kalangan remaja. Kemunculan kecerdasan emosi dalam
27 pendidikan, bagi sebagian orang mungkin dianggap sebagai jawaban atas
kejanggalan tersebut. Teori Daniel Golemen, sesuai dengan judul bukunya memberikan definisi baru terhadap kata
cerdas. “Walaupun EQ merupakan hal yang relatif baru dibandingkan dengan IQ, namun beberapa penelitian telah
mengisyaratkan bahwa kecerdasan emosi tidak kalah penting dengan IQ”
Goleman, 2002:14. Berdasarkan uraian di atas, kecerdasan emosi memiliki hubungan
dengan prestasi belajar. Perserta didik yang memiliki kemampuan mengembangkan diri, kemampuan mengembangkan motivasi, kemampuan
mengembangkan pengaturan diri, kemampuan mengembangkan empati, dan kemampuan mengembangkan kecakapan dalam membina hubungan dengan
orang lain, maka dapat diindikasikan prestasi belajarnya meningkat.
D. Penelitian Yang Relevan