Sosial Budaya Politik Analisis Lingkungan Eksternal.

b Tarif Impor Transformasi proteksi dari rasio impor menjadi tarif impor memberikan perubahan bagi produk impor. Pada tarif impor, pemerintah Indonesia menetapkan beban tarif sebesar lima sampai tiga puluh persen untuk semua bahan baku dan semua produk susu olahan yang diimpor. Bahan baku, seperti halnya nonfat dry milk powder NFDM yang merupakan input dari produk susu olahan dikenakan tarif sebesar tiga puluh persen sebelum dipasarkan di pasar produk susu olahan nasional. c Lisensi Impor Kebijakan ekonomi lainnya yang juga mempengaruhi aktivitas KUD Giri Tani adalah kebijakan lisensi impor. Kebijakan lisensi impor menunjuk sejumlah importir untuk secara teknis melakukan impor bahan baku dan produk susu olahan yang tercantum dalam paket kebijakan Juni 1993. Beberapa perusahaan yang mendapatkan lisensi impor tersebut adalah: 1 PT Panca Niaga, mendapatkan lisensi untuk mengimpor bahan baku susu untuk industri non makanan yang berbasis susu. 2 PT Kerta Niaga mengimpor produk susu olahan end products untuk memenuhi kebutuhan domestik. 3 IPS diperbolehkan untuk mengimpor bahan baku susu menurut rasio impor yang telah ditetapkan. Kebijakan lisensi impor bagi importir terdaftar tersebut dilakukan sampai dengan tahun 1998. Setelah itu, pemerintah menghapuskan kebijakan tersebut dan mengeluarkan izin bagi para importir umum untuk melakukan impor bahan baku susu dan produk olahan susu.

6.2.2. Sosial Budaya

Budaya minum susu di Indonesia belum terlalu terikat kuat. Masih banyak keluarga di Indonesia yang tidak terbiasa minum susu. Jumlah konsumsi susu di Indonesia masih rendah dibandingkan negara di Asia lainnya. Berdasarkan data statistik, masyarakat Indonesia meminum susu 9 liter per kapita per tahun, jauh lebih rendah dari negara lain, seperti Malaysia yang meminum susu 25,4 liter per kapita per tahun, Vietnam yang meminum susu 10, 7 liter per kapita per tahun, India meminum susu 30 liter per kapita per tahun, Jepang 40 liter per kapita per tahun, sementara negara seperti Amerika Serikat, Australia, dan Selandia Baru mencapai 100 liter per kapita per tahun. Rendahnya budaya minum susu di Indonesia mungkin dikarenakan tidak adanya kebiasaan dari keluarga untuk meminum susu setiap hari, atau mungkin memang orang Indonesia tidak menyukai rasa susu. Selain itu masih banyak warga Indonesia yang menganggap susu itu adalah barang mahal, terutama bagi warga kalangan menengah ke bawah. Dalam pemasarannya KUD Giri Tani menyadari kondisi ini. Tetapi karena KUD hanya memasok susu ke Cimory lalu Cimory yang mengolah, maka KUD tidak perlu khawatir akan kekurangan konsumen. KUD menyadari bahwa susu yang diproduksinya itu dikelola lebih baik dan lebih menarik lagi di PT Cimory, maka merupakan urusan PT Cimory untuk menarik perhatian publik untuk menerapkan budaya minum susu dalam kehidupan sehari-hari.

6.2.3. Politik

Arah kebijakan dan stabilitas politik pemerintah menjadi faktor penting untuk pemasaran. Begitu juga dalam pemasaran yang dilakukan KUD Giri Tani, KUD Giri Tani selalu memperhatikan pengaturan perusahaan harus beroperasi. KUD Giri Tani memperhatikan undang-undang lingkungan dan perburuhan dalam operasi pemasarannya, hal ini dibuktikan dengan kesadaran KUD Giri Tani untuk menjaga lingkungan KUD dan lingkungan sekitar peternakan tidak tercemar oleh limbah peternakan. KUD Giri Tani juga selalu memperhatikan keamanan dan kesehatan kerja dari para karyawan dan sapi. Apabila ada karyawan, anggota, atau sapi yang sakit, KUD Giri Tani akan berupaya untuk membuat mereka sehat kembali, bisa dengan memberikan pinjaman untuk biaya pengobatan, dan bisa juga langsung diberikan obat. Sistem perpajakan juga selalu ditaati oleh KUD Giri Tani. Namun dalam perjalanannya KUD Giri Tani tentu saja pernah mengalami sandungan oleh karena kebijakan politik yang ada di Indonesia. Selama orde baru koperasi sering dijadikan alat politik pemerintah. Pendirian KUD di setiap desa didasari oleh keinginan penguasa negara untuk dapat menguasai masyarakat marjinal seperti petani, peternak, dan nelayan. Selanjutnya pembuatan undang- undang koperasi yang isinya seringkali tidak sesuai dengan jati diri koperasi yang sebenarnya. Contohnya UU no.25 tahun 1992 yang mengatakan bahwa koperasi merupakan badan usaha, padahal yang namanya badan usaha itu merupakan lembaga yang berorientasi kepada profit. Hal ini bertentangan dengan jati diri koperasi yang merupakan kumpulan individu atau kelompok yang berorientasi tidak hanya dari sisi ekonomi saja namun juga hubungan sosial antar anggota dan kesejahteraan masyarakat.

6.2.4. Teknologi