Konsep Koperasi Tinjauan Pustaka 1. Susu

h. Katalase setinggi-tingginya 3 cc. i. Titik beku -0.52 C sampai -0.56 C. j. Angka refraksi 43.0. k. Kadar protein sekurang-kurangnya 2.7. l. Angka reduktase dua sampai lima jam. m. Jumlah kuman yang dapat dibiakkan tiap CC setinggi-tingginya tiga juta Amaliah, 2008. Seluruh kriteria kualitas susu tersebut dirujuk berdasarkan standar SK Direktorat Jenderal Peternakan No. 17KptsDJPDeptan1983. Pada umumnya tidak semua kriteria tersebut dapat diaplikasikan melalui serangkaian pengujian pada lingkup peternak. Keterbatasan pengetahuan dan fasilitas menjadi kendala dalam mengukur kualitas. Kualitas merupakan dasar penetapan harga susu segar sebagai bahan baku industri. Berat Jenis BJ atau Total Solid TS dan kandungan lemak merupakan kriteria yang telah digunakan secara luas oleh Industri Pengolahan Susu IPS. Kriteria penting lainnya untuk menyerap bahan baku susu adalah total kandungan bakteri atau Total Place Cone TPC Amaliah, 2008. Susu dapat mencegah tumbuhnya mikroorganisme yang menyebabkan susu menjadi rusak.

2.1.2. Konsep Koperasi

Secara umum pembentukan koperasi menjadi hal yang sangat penting dalam pembangunan pertanian Kusnadi, 2005. Beberapa alasan yang menyebabkan hal tersebut, antara lain: 1. Petani menjalankan usaha yang relatif kecil dibandingkan rekan kerjanya, sehingga memiliki posisi rebut tawar yang lemah. 2. Pasar produk pertanian yang ada pada umumnya dikuasai oleh pembeli yang jumlahnya relatif sedikit dibandingkan dengan petani yang jumlahnya banyak. 3. Besarnya permintaan pembeli produk umumnya baru dapat dipenuhi dari penggabungan volume produksi banyak petani. 4. Keragaman kualitas produk pertanian menyulitkan proses pemasaran apabila dilakukan secara individu. 5. Karakter sektor pertanian yang secara geografis menyebar menyebabkan hanya sedikit petani menjangkau berbagai alternatif pembeli. 6. Kualitas sumberdaya manusia petani umumnya relatif rendah sehingga menyulitkan ekspansi usaha. 7. Cara hidup petani yang identik dengan prinsip gotong royong berpengaruh terhadap proses pemecahan masalah. Dua contoh pengertian koperasi yang mencantumkan prinsip-prinsip koperasi adalah yang dikemukakan oleh International Cooperative Alliance ICA dan UU No. 25 Tahun 1992 tentang perkoperasian di Indonesia. International Cooperative Alliance ICA dalam mendefinisikan koperasi sebagai kumpulan orang atau badan hukum yang bertujuan untuk perbaikan sosial ekonomi anggotanya dengan memenuhi kebutuhan ekonomi anggotanya dengan jalan berusaha bersama dengan saling membantu antara satu dengan lainnya dengan cara membatasi keuntungan, usaha tersebut harus didasarkan prinsip-prinsip koperasi Baswir, 1997. Di Indonesia, prinsip koperasi telah dicantumkan dalam UU No. 12 Tahun 1967 dan UU No. 25 Tahun 1992, prinsip koperasi dinyatakan sebagai berikut: a. Keanggotaan bersifat terbuka dan sukarela; b. Pengelolaan dilakukan secara demokratis; c. Pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota; d. Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal; e. Kemandirian; f. Pendidikan perkoperasian; dan g. Kerjasama antar koperasi. Prinsip terakhir f dan g merupakan prinsip pengembangan koperasi Baswir, 1997. Baswir 1997 berpendapat prinsip-prinsip koperasi telah mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Melalui berbagai rekomendasi yang datang dari berbagai ahli, ICA telah mengembangkan prinsip koperasi terbaru dan menghilangkan beberapa prinsip yang dikembangkan oleh pelopor-pelopor koperasi Rochdale. Prinsip koperasi terbaru yang dikembangkan oleh ICA adalah: a. Keanggotaan bersifat terbuka dan sukarela; b. Pengelolaan secara demokratis; c. Partisipasi anggota dalam ekonomi; d. Kebebasan dan otonomi; e. Mengembangkan pendidikan, pelatihan dan informasi; f. Kerjasama antarkoperasi; dan g. Bekerja untuk kepentingan komunitas. UU No.25 tahun 1992 dalam Baswir 1997, koperasi didefinisikan sebagai badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip-prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan. Sedangkan menurut International Labour Organization ILO, melalui Rekomendasi No. 127, koperasi didefinisikan sebagai suatu perkumpulan orang, yang bergabung secara sukarela untuk mewujudkan tujuan bersama, melalui pembentukan suatu organisasi yang diawasi secara demokratis, dengan memberikan kontribusi yang sama sebanyak jumlah yang diperlukan, turut serta menanggung risiko yang layak, untuk memperoleh kemanfaatan dari kegiatan usaha, dimana para anggota berperan serta secara aktif Baswir, 1997. Keunggulan koperasi harus menganalisis tiga pemain yang diperhitungkan, yaitu koperasi itu sendiri, para anggota atau anggota potensial dan pesaing. Masing-masing dari komponen strategis tersebut sering disebut “The Third’s C Strategic” Customermembers, Cooperative, dan Competitor Kusnadi, 2005. Keunggulan bersaing Gambar 1 Segitiga Strategis Kusnadi, 2005. Memberpotential members Cooperative koperasi Competitor pesaing Koperasi harus tahu menggunakan hubungan antara segitiga C tersebut dengan baik agar koperasi dapat berhasil. Kadang-kadang cara berpikir koperasi tradisional hanya dibangun di sekitar hubungan antara perusahaan koperasi dengan anggotanya dan kurang memperhatikan peranan pesaing dalam sistem pasar Kusnadi, 2005. Padahal sebenarnya untuk memberikan keunggulan kepada para anggota tidaklah cukup hanya dengan keberhasilan hidup dari suatu koperasi yang dibangun atas hubungan koperasi dengan anggotanya, tetapi harus mampu bersaing dengan organisasi lain pesaingnya. Suatu strategi yang sukses adalah strategi yang menjamin suatu kecocokan atau kesesuaian yang lebih baik atau lebih kuat antara kekuatan koperasi dan kebutuhan pelanggan bila dibandingkan dengan yang dapat diberikan oleh pesaingnya. Koperasi harus mampu menghasilkan paling sedikit keunggulan yang sama dengan pesaing yang nonkoperasi Kusnadi, 2005. Menurut Kusnadi 2005, masalah komitmen keanggotaan akan selalu aktual terutama ketika koperasi harus selalu bersaing dengan organisasi lain yang nonkoperasi. Komitmen anggota terhadap koperasi tidak akan menjadi masalah sejauh pelayanan-pelayanan yang dibutuhkan anggota dipenuhi oleh koperasi itu sendiri. Walaupun saat ini banyak pesaing koperasi yang menawarkan pelayanan- pelayanan khusus kepada anggota koperasi, masih mungkin kiranya koperasi mengikat secara ekonomis apabila koperasi menawarkan pelayanan yang lebih baik daripada pesaingnya. Dalam hal demikian koperasi masih mempunyai nilai lebih dari segi kualitas dan pelayanannya. Persaingan dan pasok pasar dapat menurunkan basis ekonomi pelayanan kepada anggotanya, sehingga mengakibatkan transaksi bisnis sebagian atau seluruhnya kepada pihak pesaing koperasi. Reaksi koperasi pada umumnya terhadap masalah ini adalah dengan jalan meningkatkan bisnisnya dengan nonanggota secara berlebihan hanya dengan dasar ingin meningkatkan keuntungan. Bila ini terjadi prinsip identitas yang menjadi pilar koperasi akan hilang, sebab anggota lebih merupakan investor bukan lagi rekan bisnis, apalagi bila koperasi lebih memalingkan bisnisnya kepada nonanggota Kusnadi, 2005. Mengingat koperasi adalah organisasi bisnis yang bertujuan meningkatkan taraf hidup anggotanya dan ini merupakan tanggung jawab dan tugas ekonomi, maka komitmen anggota harus dilihat hanya dari aspek-aspek ekonomi. Keterlibatan anggota terhadap koperasi sangat bergantung dari sejauh mana koperasi dapat menawarkan manfaat-manfaat ekonomi kepada para anggotanya, dan yang merupakan nilai nyata dari manfaat tersebut adalah besarnya hasil lebih dari perbandingan antara biaya-biaya transaksi dengan efisiensi pemasarannya. Faktor yang terpenting sebagai pengikat komitmen anggota adalah manfaat- manfaat pasar koperasi dan biaya-biaya transaksi yang dihasilkan dari pertukaran barang Kusnadi, 2005.

2.1.3. Pengertian Pemasaran dan Konsep Pemasaran