Limbah Padat Limbah Cair

74

c. Pajak

Industri penyamakan kulit tidak terlepas dari kewajiban membayar pajak yang dibebankan, sesuai dengan Undang-undang No.17 tahun 2000 tentang pajak penghasilan yang menyatakan bahwa yang menjadi subyek pajak adalah badan yang terdiri dari Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, Badan Usaha Milik Negara BUMN, Badan Usaha Milik Daerah BUMD, Perseroan atau perkumpulan lainnya, Firma Kongsi, Koperasi, Yayasan atau lembaga untuk usaha tetap. Penentuan besar pajak penghasilan yang dilakukan berdasarkan Undang-undang perpajakan No. 36 tahun 2008 pasal 17 ayat 2a yang menyatakan bahwa wajib pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar 28 dua puluh delapan menjadi 25 dua puluh lima yang mulai berlaku sejak tahun pajak 2010.

4.5.2 Aspek Lingkungan

Aspek ini mempelajari pengaruh industri kulit samoa terhadap lingkungan, Tujuan dari kajian aspek lingkungan adalah menentukan apakah secara lingkungan hidup industri kulit samoa ini layak atau tidak. Studi aspek lingkungan hidup dilakukan dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan AMDAL. AMDAL merupakan merupakan informasi yang detail mengenai keadaan lingkungan pada waktu penelitian proyek dan gambaran keadaan pada waktu proyek dibangun sehingga dengan adanya AMDAL sebagai acuan diharapkan kualitas lingkungan tidak rusak akibat beroperasinya industri kulit samoa. AMDAL harus mengacu pada peraturan dan perundangan yang berlaku mengenai lingkungan hidup di lokasi tempat studi AMDAL dilakukan. Tujuan AMDAL adalah menduga kemungkinan terjadinya dampak dari suatu rencana usaha atau kegiatan. AMDAL harus mengacu pada peraturan dan perundangan mengenai lingkungan hidup setempat studi AMDAL dilakukan. Pemanfaatan limbah dapat menunjang peningkatan pendapatan industri. Dalam tahapan operasinya industri kulit samoa akan menghasilkan limbah cair, limbah padat, dan limbah udara. Limbah yang akan dibuang ke lingkungan akan diolah terlebih dahulu agar tidak menyebabkan pencemaran dan kerusakan lingkungan sekitar.

1. Limbah yang diihasilkan

Kegiatan produksi kulit samoa akan menghasilkan limbah yang tidak dapat dihindari ataupun dihilangkan, namun limbah yang dihasilkan akan dikelola agar dampak akibat pencemaran limbah seminimal mungkin. Dalam tahapan proses produksi kulit samoa akan menghasilkan limbah padat, limbah cair, dan limbah udara.

a. Limbah Padat

Sumber dan volume limbah padat dapat dipengaruhi antara lain oleh: macam dan banyaknya kulit yang diproses, tahapan proses, lamanya proses, teknologi proses yang diterapkan, dan juga cara menjaga kebersihan. Limbah padat yang dihasilkan industri kulit samoa ini meliputi bungkil ampas biji karet yang berasal dari pengepresan minyak biji karet, limbah garam yang diperoleh dari proses perontokan garam pada gudang bahan baku, limbah bulu kambing yang diperoleh dari proses pengapuran, 75 limbah sisa daging dan lemak yang berasal dari proses buang daging, limbah hasil shaving dan buffing kulit, limbah sisa pemotongan kulit, serta lumpur sludge.

b. Limbah Cair

Proses penyamakan kulit samoa akan menghasilkan limbah cair dan limbah domestik limbah ini berasal dari kegiatan sanitasi MCK pabrik. Limbah cair berasal dari proses perendaman soaking, pencucian, pengapuran liming, buang kapur deliming , pickling, dan penyamakan, serta limbah dari pencucian peralatan produksi. 1. Perendaman Soaking dan pencucian Air limbah soaking dan pencucian mengandung sisa daging, darah, bulu, garam, mineral, dan kotoran lain, atau bahkan bakteri antrax. Volume limbah soaking yang dihasilkan adalah 5000ton kulit. Air sisa rendaman dan pencucian berbau busuk dan kotor. Selain itu UNEP 1991 menambahkan bahwa air limbah soaking juga mengandung garam dan bahan organik lain yang akan mempengaruhi BOD, COD, dan SS 2. Buang bulu dan liming Air limbah pengapuran berwarna putih kehijauan dan kotor, berbau menyengat, pH 9-10, mengandung kalsium, natrium sulfida, albumin, bulu, sisa daging dan lemak, dan suspended solid 3,6. Volume limbah liming yang dihasilkan adalah 1.100 literton . UNEP 1991 menambahkan bahwa limbah unhairing dan liming akan berpengaruh terhadap air, tanah, dan udara. Pengaruh terhadap air terutama pada BOD, COD, SS, Alkalinitas, Sulfhida H-organik dan N-amonia. Adanya gas H 2 S akan menyebabkan terjadinya pencemaran udara. 3. Air limbah buang kapur Deliming dan bating Air limbah dari proses deliming mempunyai beban polutan yang lebih kecil dibanding dengan unhairing dan liming. Air limbah ini mempunyai volume 1.058 literton kulit mentah dengan pH 3-9. 4. Air limbah pikel Air limbah dari proses ini akan mengandung bahan protein, sisa garam, dan sejumlah kecil mineral. Air limbah pikel mempunyai volume 793 literton kulit dengan pH 2,9-4. 5. Limbah penyamakan Air limbah yang dihasilkan dari proses ini meliputi limbah dari proses pencucian kulit, pretanning, dan fiksasi. Volume limbah cair dari proses ini berkisar antara 19,929 literton kulit. Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam industri penyamakan kulit sebagian besar termasuk kelompok bahan berbahaya dan beracun B3. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 74 Tahun 2001, definisi bahan berbahaya dan beracun B3 adalah bahan yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung amupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau merusak llingkungan hidup, dan atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta mahluk hidup lainnya. Identifikasi bahan pembantu industri kulit yang berkategori B3 disajikan pada Tabel 23. Beberapa klasifikasi B3 adalah sebagai berikut: a. Mudah meledak explosive b. Pengoksidasi oxidizing agent c. Sangat mudah sekali menyala extremely flammable d. Sangat mudah menyala highly flammable e. Mudah menyala flammable 76 f. Amat sangat beracun extremely toxic g. Sangat beracun highly toxic h. Beracun moderately toxic i. Berbahaya harmful j. Korosif corrosive k. Iritasi irritant l. Berbahahaya bagi lingkungan dangerous to the environment m. Karsinogenik carcinogenic n. Teratogenik teratogenic o. Mutagenik mutagenic Tabel 23. Identifikasi bahan pembantu industri kulit yang berkategori B3 No Sumber Nama Bahan Rumus Kimia Sifat B3 1 Soaking Natrium hidroksida NaOH Korosif 2 Liming Kalsium hidroksida CaOH 2 Iritasi 3 Liming Natrium sulfida Na 2 S Korosif, beracun 4 Liming Natrium hidrosulfida NaHS Korosif 5 Deliming pickling Asam sulfat H 2 SO 4 Korosif 6 Deliming pickling dyeing fatliquoring Asam formiat HCOOH Korosif 7 Dyeing Ammonia NH 4 OH Korosif 8 Deliming Ammonium sulfat NH 4 2 SO 4 Beracun Ammonium clorida NH 4 Cl Beracun 9 Tanning Chromium sulfat Cr 2 SO 4 3 OH Iritasi 10 Tanning Formaldehida HCOH Beracun Glutaraldehida C 5 H 8 O 2 Beracun 11 Fatliquoring Chlorinated fatliquoring Beracun, iritasi 12 Dyeing Pewarna pigmen dengan logam Pb, Cd, Cr Beracun, iritasi 13 Finishing Etilene glikol Iritasi 14 Finishing Butylacetat Mudah terbakar 15 Finishing Icolac SNA cellulose ester, wax white organic solvent iritasi, beracun 16 Finishing Nitro cellulose Mudah terbakar 17 Finishing Melamine C 3 H 6 Mudah terbakar 18 Perawatan mesin Minyak tanah bensin solar pelumas Mudah terbakar BBKKP 1994 Bahan pembantu industri kulit samoa yang termasuk dalam kategori B3 adalah kalsium hidroksida CaOH 2 , Natrium sulfida Na 2 S, natrium hidrosulfida NaHS yang bersumber dari proses liming, asam sulfat H 2 SO 4 bersumber dari proses deliming, Asam formiat HCOOH bersumber dari proses pickling, dan glutaraldehida C 5 H 8 O 2 bersumber dari proses pretanning. 77 c. Limbah debu dan gas buang Limbah gas buang yang dihasilkan berasal dari proses rumah basah beamhouse, penyamakan, dan proses pengolahan limbah cair. Sumber limbah partikel debu berasal dari shaving dan buffing. Limbah ini bersifat korosif dan berpengaruh terhadap kesehatan manusia. Pengelolaan limbah gas buang dan debu ini difokuskan untuk menjaga kualitas udara di lokasi pabrik kulit samoa dan sekitarnya agar berada di bawah baku mutu yang telah ditetapkan pemerintah. Ambang batas tempat kerja penyamakn kulit yaitu untuk SO 2 sebesar 5 ppm, NH 3 sebesar 18 ppm, H 2 S sebesar 10 ppm, serta partikel debu sebesar 10 mgm 3 . Karakteristik gas buang dan partikel debu pada industri penyamakan kulit disajikan pada Tabel 24. Tabel 24. Karakteristik gas buang dan partikel debu pada industri penyamakan kulit No Bentuk limbah Tempat pengukuran Kadar polutan 1 Gas buang Ruang beam house dan penyamakan SO 2 0,0144-0,0166 ppm NH 3 0,00307-0,3576 ppm H 2 S 0,00345-6,8807 ppm 2 Partikel debu Ruang penyerutan shaving 0,01579-0,3988 mgm 3 3 Suhu Ruang proses penyamakan 32,07-35,5 °C 4 Kelembapan Ruang proses penyamakan 65,70-82,74 q BBKKP, 1994 d. Kebisingan Dalam industri penyamakan kulit, timbulnya kebisingan yang berasal dari mesin-mesin produksi dan pembangkit tenaga tidak dapat dihindari. Ambang batas baku mutu kebisingan diruang kerja sebesar 85 dBA. Sumber kebisingan yang diukur pada beberapa mesin industri disajikan dalam Tabel 25. Tabel 25. Sumber dan Karakteristik Kebisingan Pada Industri Penyamakan Kulit No. Tahapan proses Mesin Kebisingan dBA 1 Beam house dan tanning Drum putar 79-82,5 2 Penyerutan Mesin shaving 77-83 3 Setting out Mesin setting out 90-95 4 Pengampelasan Mesin buffing 79-83 5 Pelemasan Mesin staking 84-85 6 Pembangkit tenaga Boiler 78-80 r BBKKP 1994 Penanganan Limbah Padat Limbah sisa daging dapat diolah kembali menghasilkan produk yang berguna lainnya diantaranya adalah untuk makanan unggas, sumber nitrogen untuk pupuk tanaman, diambil lemaknya tallow yang dapat digunakan untuk sabun, kosmetik, dsb. Limbah hasil shaving dan buffing kulit sudah berupa kulit tersamak sehingga limbah tersebut tidak dapat terdegradasi oleh mikroorganisme, hal tersebut akan menyulitkan penanganan Prayitno, 2009. Menurut BAPEDAL 2007 sisa shaving dapat digunakan 78 untuk berbagai keperluan seperti pembuatan leather board, panel serba guna, kertas seni, kertas karton dan pembuatan asbes, eternit, genteng, dll. Upaya yang akan dilakukan untuk menangani limbah padat yang dihasilkan industri kulit samoa yaitu: 1. Memasang instalasi penyedot debu atau pengumpulan limbah debu pada ruang penyerutan shaving dan pengampelasan buffing. 2. Sebelum dilakukan proses beam house, garam yang menempel pada kulit mentah dirontokkan terlebih dahulu. Rontokan garam kemudian dikumpulkan dan dimanfaatkan kembali dalam proses penggaraman. 3. Memanfaatkan bulu, sisa daging dan lemak dari hasil buang daging, serta bungkil ampas hasil pengepresan biji karet untuk pembuatan kompos. 4. Untuk limbah padat yang belum termanfaatkan, dikumpulkan kemudian dibuang ke TPA yang disediakan oleh Pemerintah. 5. Sisa-sisa kulit samoa hasil pemotongan digunakan sebagai bahan pembuat samoa ball. Penanganan Limbah Cair Limbah yang dihasilkan industri kulit harus sesuai dengan baku mutu limbah yang ditetapkan. Baku Mutu tersebut dikeluarkan oleh Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup dengan Surat Keputusan No. 03MENKLHII1991. Baku mutu ini memuat 8 parameter pokok dan berdasarkan kapasitas limbah cair maksimum 70 m 3 ton. Baku mutu limbah cair disajikan pada Tabel 26. Tabel 26. Baku mutu limbah cair sesuai Surat Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Lingkungan Hidup No. 51MENLH101995 Parameter Nilai maksimum Beban Pencemaran COD 300 mgl 21,0 kgton BOD 5 150 mgl 10,5 kgton Total suspended solid 150 mgl 10,5 kgton Sulfida H 2 S 1,0 mgl 0,07 kgton Cr total 2 mgl 0,14 kgton Amoniak NH 3 -N 10 mgl 0,70 kgton Minyak dan lemak 5 mgl 0,35 kgton pH 6-9 mgl Debit Limbah Maksimum 70 m 3 ton bahan baku s BBKKP 1994 Setiap tahapan proses penyamakan kulit dihasilkan limbah yang memiliki karakteristik berbeda- beda. Agar mencapai baku mutu limbah cair yang ditetapkan oleh pemerintah, dilakukan pengolahan limbah cair sebelum limbah tersebut dibuang ke lingkungan. Pengolahan limbah yang dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu pengolahan primer, sekunder, dan tersier. 79 1. Pengolahan primer Pengolahan primer dilakukan secara fisika dan kimia. Limbah cair dari proses penyamakan kulit disaring dengan menggunakan saringan bertingkat yaitu saringan kasar, menengah, dan saringan halus. Tujuan dilakukan penyaringan adalah memisahkan benda padat agar pipa saluran dan mesin pengolahan IPAL tidak tersumbat akibat benda padat tersebut. Setelah dilakukan penyaringan limbah dimasukkan ke dalam bak equalisasi yang dilengkapi dengan pengaduk atau blower agar karakteristik air limbah menjadi homogen, kemudian pH cairan limbah dinetralkan agar kondisi pH limbah cair cocok untuk proses biologis. Pengaturan pH dilakukan dengan cara menambahkan asam atau basa pada bak netralisasi koagulasi. Selanjutnya limbah cair ditambah dengan bahan-bahan koagulan untuk menggabungkan partikel-partikel kecil menjadi partikel yang lebih besar sehingga mudah mengendap. Bahan kimia yang ditambahkan sebagai koagulan adalah aluminium sulfat tawas. Tawas akan menetralisir colloidal yang bermuatan ionik dalam efluen dan membuatnya mengendap. Kemudian limbah cair masuk ke bak pengendap. Pada tahapan proses pengolahan primer endapan akan mengendap di dasar bak pengendap dan cairan masuk ke bak pengolahan biologis. 2. Pengolahan sekunder Pengolahan sekunder dilakukan secara biologis. Tujuan dilakukannya pengolahan sekunder adalah untuk menghilangkan kandungan bahan pencemar yang tidak bisa dihilangkan pada tahap pengolahan primer. Pengolahan sekunder dilakukan dengan sistem pengolahan aerob, anaerob, dan lumpur aktif. Pengolahan aerob dilakukan dengan menggunakan sistem Anaerobic Contact Filter, waktu tinggal untuk kontak bakteri dengan bahan organik 1-2 hari. Sistem ini ditandai dengan terbentuknya lapisan film pada bagian permukaan filter di dalam reaktor. Dalam sistem pengolahan anaerob dibutuhkan nutrient dan oksigen untuk perkembangbiakan bakteri, kondisi pH yang cocok yaitu 6-9 dan bebas dari kandungan beracun. Limbah setelah diolah dengan sistem biologi anaerob dilanjutkan dengan pengolahan biologi lumpur aktif. limbah yang akan diolah dimasukkan dalam bak aerasi dan dicampur dengan flok kultur bakteri sehingga didapatkan bentuk suspensi yang konstan. Setelah waktu kontak cukup maka suspense bakteri yang konstan dialirkan ke bak clarifier dan ekstrak lumpur direcycle ke bak aerasi biologi. 3. Pengolahan tersier Pengolahan tertier adalah proses penjernihan dengan filtrasi. Proses ini dapat dilakukan dengan menggunakan saringan pasir atau menggunakan proses filter press. Dalam industri kulit samoa ini pengolahan limbah tersier yang diterapkan dengan menggunakan filter press. Teknik filtrasi dengan menggunakan filter press meliputi pemisahan padatan dari cairannya dengan mengalirkan lumpur ke dalam medium filter sehingga padatan akan dikeluarkan melalui lubang pori-pori filter dengan memberikan tekanan press. 80

4.6 ASPEK FINANSIAL