DISKUSI Analisis Hasil Penelitian
60
teman kelas maupun yang lain. Selain itu, aplikasi-aplikasi tersebut memperbolehkan penggunanya untuk membuat sebuah grup. Fitur ini yang
juga dimanfaatkan oleh para partisipan untuk membentuk grup-grup di media sosial atau pun aplikasi chatting. Umumnya grup tersebut
dimanfaatkan untuk berbagi informasi perkuliahan, seperti jadwal perkuliahan dan tugas perkuliahan.
Pembentukan grup-grup pada media sosial atau chatting yang digunakan oleh mahasiswa berfungsi sebagai ajang tukar informasi dan
kerjasama antar mahasiswa guna menyelesainkan tugas perkuliahan atau lain sebagainya, hal ini menunjukkan bahwa berdasarkan pendapat Gillin
dan Gillin terjadi proses sosial asosiatif.
Bentuk-bentuk interaksi sosial dapat berupa kerjasama, persaingan, dan dapat juga berbentuk pertentangan atau pertikaian.Gillin dan Gillin pernah mengadakan
penggolongan yang lebih luas lagi. Menurut mereka, ada dua macam proses sosial yang timbul sebagai akibat adanya interaksi sosial, yang pertama proses yang
asosiatif akomodasi, asimilasi dan akulturasi, yang kedua adalah proses yang disasosiatif yakni persaingan dan pertentangan.
62
Masih menurut Gillin dan Gillin 1954 interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara
individu dengan individu yang lain, antara kelompok dengan kelompok yang lain maupun individu dengan kelompok:
Bertemunya manusia secara fisik belaka tidak dapat menghasilkan kebutuhan hidup dalam suatu kelompok sosial, kebutuhan hidup tersebut dapat diperoleh apabila
manusia saling bekerja sama, saling berbicara dan seterusnya untuk mencapai tujuan bersama, mengadakan persaingan, pertikaian dan sebagainya.
63
Akan tetapi perlu diperhatikan pula, selain memiliki dampak positif gadget
telekomunikasi juga memiliki dampak negatif terhadap
62
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013, hlm 64-65
63
Gillin dan Gillin, Cultural Sociology, a revision of An Introduction to Sociology, New York: The Macmillan Company, 1954, hlm. 489 dalam Soerjono Soekanto: Sosiologi Suatu
Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013, hlm 56
61
penggunanya. Salah satu dampak negatif dari penggunaan gadget adalah menjadikan mahasiswa mengalami disfungsi sosial, dimana fungsi-fungsi
sosial mahasiswa tidak berfungsi. Seperti yang dialami oleh beberapa partisipan, partisipan U menyatakan kepada peneliti bahwa separuh
hidupnya ada di gadget telekomunikasi, sehingga ketika tidak ada gadget dia akan melakukan segala upaya untuk mendapatkannya kembali.
Begitupun dengan partisipan W, gadget telekomunikasi merupakan kebutuhan dalam melakukan segala aktifitas, dia merasa hampa kalau tidak
ada gadget telekomunikasi. Selain itu, masalah lain yang ditimbulkan adalah orang menjadi
terobsesi dengan diri sendiri, hal seperti ini dialami oleh partisipan U, dimana dia lebih menyukai komunikasi melalui gadget telekomunikasi serta
lebih mementingkan dirinya ketimbang orang lain.Penggunaan secara berlebihan juga menyebabkan sesuatu menjadi kurang baik, hal ini dialami
oleh beberapa partisipan, sebagai sebuah kebutuhan penggunaan gadget secara otomatis makin sering digunakan. Sebagaimana yang dipaparkan
partisipan IA dan T, bagi mereka menggunakan gadget kalau diperkirakan sekitar 12-14 jam dalam sehari semalam, bahkan bagi keduanya hal yang
pertama dilakukan sebelum dan setelah bangun tidur adalah membuka gadget.
Hasil studi yang dilakukan oleh Paula Pile seorang ahli terapi dari Greensboro Carolina Utara bersama timnya menganalisa tanda-tanda
ketergantungan smartphone.
Para ahli terapi mengkhawatirkan ketergantungan seseorang pada smartphone dan juga fitur yang ada
didalamnya karena dapat menyebabkan seseorang mengalami disfungsi sosial. Menurutnya:
Seseorang dikategorikan ketergantungan smartphone jika yang Pertama, tidur larut malam akibat asik bermain gadget atau smartphone, Kedua, menggunakannya lebih
dari dua jam, lalu yang Ketigaadalah terobsesi untuk menemukan hal-hal baru dalam gadget atau smartphone, yang Keempat yaitu mengabaikan pekerjakaan demi
62
berlama-lama memainkan gadget atau smartphone dan yang Kelima, merasa tidak bisa hidup tanpa gadget atau smartphone.
64
Selain itu pula, ternyata didapati lima partisipan EF, R, IA, T dan U mengabiskan waktu bersama teman jauh lebih sedikit dibandingkan dengan
memainkan gadget telekomunikasi, kalau sebelumnya dalam memainkan gadget telekomunikasi partisipan menghabiskan waktu hampir selama 14
jam dalam sehari maka ketika bersama dengan teman mereka hanya menghabiskan waktu 2-3 jam. Itu pun biasanya dilakukan ketika mereka
berada di kampus. Begitu pun dengan partisipan EF dan T, bagi keduanya mereka menghabiskan waktu selama 2-4 jam, itu pun biasanya dilakukan
setelah aktifitas perkuliahan atau ketika mereka berada di kampus.Dengan kata lain waktu yang digunakan untuk memainkan gadget telekomunikasi
jauh lebih banyak dibandingkan dengan waktu berkumpul dengan teman. Teman-teman di jejaring sosial pun nampak lebih dekat dan nyata
dibanding keberadaan tetangga kita sendiri. Orang kemudian menjadi begitu terobsesi dengan dunia maya dan menarik diri dari lingkungan sosialnya.
Hal inilah yang kemudian menimbulkan berbagai gangguan kepribadian seperti sikap menyendiri, anti-sosial cenderung tidak peka dengan
kebutuhan orang sekitar, individualistis dan lain-lain.
65
Pengalaman ini hampir dialami oleh partisipan, seperti misalnya partisipan EF, dia seringkali ditegur oleh temannya lantaran terlalu fokus
dengan gadget sehingga dia tidak mendengarkan apa yang temannya sampaikan. Begitu juga dengan partisipan W, dimana dia lebih asyik
memainkan game di gadget telekomunikasinya sehingga dia ditegur oleh temannya. Pengalaman lain di alami oleh partisipan R karena terlalu fokus
dengan gadget ketika berada dalam KRL dia harus menaiki kereta lagi karena stasiun yang dituju sudah terlewat.
64
Balitbang, SDM Kominfo, Dinamika Perkembangan Pemanfaatan Teknologi Komunikasi Serta Implikasinya di Masyarakat. Jakarta: Media Bangsa 2013. Hal 456
65
Balitbang, SDM Kominfo, Dinamika Perkembangan Pemanfaatan Teknologi Komunikasi Serta Implikasinya di Masyarakat.Jakarta: Media Bangsa 2013. Hal 451
63
Kepada peneliti partisipan U mengatakan seringkali dia tidak merespon karena asik dengan gadget apa yang temannya sampaikan
sehingga seringkali temannya merasa jengkel ketika mengajak partisipan U mengobrol atau hanya sekedar tegur sapa. Partisipan U sebetulnya tahu dan
menyadari apa yang temannya sampaikan akan tetapi dia lebih asik dengan gadgetnya.
Terdapat fenomena dimana tidak jarang individu lebih memilih memainkan atau menggunakan telepon selularnya, meskipun ia berada di
tengah-tengah suatu kegiatan atau sosialisasi dengan orang-orang di sekitarnya, berdasarkan survey siemens mobile lifestyle III, menyebutkan
bahwa 60 dari respondennya lebih senang mengirim dan membaca SMS atau memainkan Gadgetnya di tengah acara keluarga yang dianggap
membosankan.
66
Dengan begitu tidak heran ketika tiba-tiba gadget berdering atau terdengar suaru notifikasi dari gadget biasanya partisipan langsung melihat
gadget tersebut apakah penting atau tidak, namun demikian biasanya partisipan lebih melihat kondisi atau topik perbincangan. Sebagaimana yang
disampaikan partisipan EF, biasanya dia meminta maaf atau izin kepada temannya dahulu sebelum menerima telefon. Adapun dengan partisipan IA
secara refleks dia akan langsung melihat gadgetnya. Selain itu, ada beberapa hal yang membuat para partisipan merasa
kecewa ketika mereka berkomunikasi secara langsung akan tetapi lawan bicara mereka malah sibuk dengan gadgetnya. Meski demikian para
partisipan biasanya menanyakan atau menegur kepada teman tersebut untuk tidak memainkan gadgetnya. Pengalaman partisipan R ketika mengadakan
reuni, setelah bertahun-tahun tidak bertemu sekalinya ketemu berkumpul masing-masing malah sibuk dengan gadget. Bagi partisipan T makna
berkumpul mejadi hilang ketika sedang berkumpul teman-temannya malah asik dengan gadget masing-masing.
66
Balitbang, SDM Kominfo, Dinamika Perkembangan Pemanfaatan Teknologi Komunikasi Serta Implikasinya di Masyarakat.Jakarta: Media Bangsa 2013. Hal 451
64
Meski demikian, komunikasi langsung tatap muka merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan mengingat nilai keterlibatan manusia
secara jauh lebih tinggi dibandingkan dengan komunikasi dengan menggunakan perantara. Dari penjelasan tersebut Badwilan 2004 membagi
dua bagian mengenai dampak penggunaan gadget yaitu;
Pertama, Aspek Psikologis yakni banyaknya pesan melalui SMS yang berisi ajakan- ajakan bersifat rasisme dapat mempengaruhi kondisi psikologi seseorang, contohnya
yang marak ditemukan adalah pesan yang berisi pemboikotan barang produksi Amerika, selain itu juga terdapat peredaran pesan teks, gambar, maupun video yang
bersifat pornografi mudah akses keluar masuk pesan tersebut melalui gadget ponsel membawa dampak negatife terutama untuk generasi muda sekarang ini. Kedua,
Aspek Sosial yakni, Salah satu hal yang sering terjadi adalah tindakan seseorang yang membiarkan gadget miliknya tetap aktif atau hidup sehingga mengeluarkan
bunyi nyaring. Hal ini jelas mengganggu konsentrasi serta mengejutkan orang- orang disekitarnya seperti ketika sedang rapat bisnis, di rumah sakit, di tempat-
tempat ibadah dan lain-lain, selain itu penggunakaan gadget sebagai media komunikasi secara langsung tatap muka sering terjadi kesalahpahaman dalam
pemaknaan pesan melalui komunikasi secara tidak langsung.
67
Seperti yang dipaparkan partisipan EF, dia lebih menyukai komunikasi secara langsung dibandingkan dengan melalui gadget tidak
langsung, baginya ketika bertemu langsung hubungan emosinal lebih dapat ketimbang melalui gadget, dengan bertemu bisa lebih mengetahui apa yang
disampaikan oleh lawan bicara. Begitupun menurut partisipan R, baginya manusia sebagai makhluk sosial memerlukan interaksi langsung. Selaras
dengan apa yang disampaikan partisipan W, dia lebih menyukai komunikasi langsung karena tidak memiliki batas, tidak dikhawatirkan dengan capeknya
mengetik di gadget. Berbeda dengan partisipan EF, R, IA, T dan W, partisipan U malah sebaliknya, dia lebih senang komunikasi tidak langsung
daripada komunikasi langsung, baginya komunikasi tidak langsung lebih mendapat respon dengan orang yang diajak komunikasi.
Dalam Teori Kehadiran Sosial Social Presence Theory yang di kembangkan oleh John Short, Ederyn Wiliams, Bruch Christie 1976,
komunikasi akan efektif bila memiliki media komunikasi yang sesuai dengan kehadiran sosial yang dibutuhkan untuk tingkat keterlibatan
interpersonal yang diperlukan. Komunikasi menggunakan gadget telekomunikasi memang memberikan kepuasan tersendiri kepada para
67
Badwilan, Rayan Ahmad, Rahasia Dibalik Handphone,Jakarta: Darul Falah. 2004
65
penggunanya, sehingga tidak heran banyak pula mahasiswa yang lebih menyukai komunikasi menggunakan gadget telekomunikasi ini. Bentuk
komunikasi yang disukai partisipan umumnya adalah komunikasi langsung tatap muka, meski pun bentuk komunikasi ini jarang sekali dilakukan oleh
para partisipan, akan tetapi partisipan menyadari betul pentingnya komunikasi tatap muka ini.
Media tatap muka dianggap memiliki kehadiran sosial yang sangat berarti sedangkan yang ditulis teks adalah yang paling rendah. Fenomena komunikasi
melalui gadget atau smartphone sekarang ini bagi sebagian orang tampaknya lebih menarik daripada berkomunikasi secara langsung tatap muka. Gejala ini yang oleh
Walhter 2004 disebut komunikasi hyperpersonal yakni komunikasi dengan perantara jaringan internet yang secara sosial lebih menarik dari pada komunikasi
langsung. Fasilitas chating pada smartphone memberikan atau dapat meningkatkan efektifitas pesan komunikasi dengan mendayagunakan emoticon untuk membantu
mengekpresikan perasaan serta teks dan grafis sehingga efektivitasnya dapat mengimbangi komunikasi tatap muka.
68
68
Balitbang, SDM Kominfo, Dinamika Perkembangan Pemanfaatan Teknologi Komunikasi Serta Implikasinya di Masyarakat.Jakarta: Media Bangsa 2013. Hal 455