1998 dengan mengikut sertakan input mereka pada jumlah sumber daya yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas mereka. Greenberg dan Folger 1983
berpendapat bahwa partisipasi dapat meningkatkan kinerja karena i partisipasi memungkinkan bawahan mengkomunikasikan apa yang mereka butuhkan kepada
atasannya dan ii partisipasi dapat memungkinkan bawahan untuk memilih, dan tindakan memilih tersebut dapat membangun komitmen dan dianggap sebagai tanggung
jawab atas apa yang telah dipilih. Semua kelebihan partisipasi ini sangat mungkin akan memperluas tingkat persetujuan dengan gaya evaluasi yang digunakan, sehingga pada
akhirnya akan meningkatkan kinerja Otley, 1978. Hal ini mengindikasikan hubungan yang positif antara partisipasi anggaran dengan kinerja manajerial.
2.4. Partisipasi Anggaran dan Kinerja Manajerial
Partisipasi anggaran didefinisikan sebagai keterlibatan manajer-manajer pusat pertanggungjawaban dalam penyusunan anggaran Govindarajan, 1986 dalam Wasisto
dan Sholihin, 2004, sedangkan menurut Kenis 1979 dalam Fitri 2004 partisipasi anggaran adalah tingkat partisipasi manajer dalam mempersiapkan anggaran dan
berpengaruh dalam menentukan pencapaian tujuan anggaran di pusat pertanggungjawabannya. Argyris 1952 dalam Fitri 2004 menyatakan bahwa kunci
dari kinerja yang efektif adalah apabila tujuan dari anggaran tercapai dan partisipasi dari bawahan memegang peranan penting dalam pencapaian tujuan tersebut. Partisipasi
manajer dalam penentuan anggaran mendorong para manajer untuk mengidentifikasikan tujuan atau target, menerima anggaran secara penuh, dan melaksanakannya untuk
mencapai target tersebut, Argyris 1952 dalam Fitri, 2004, dan Hanson, 1996 dalam Supriono, 2004. Hofstede 1968 dalam Wasisto dan Sholihin 2004 menyatakan
Panangaran Ritonga: Pengaruh Budaya Paternalistik Dan Komitmen Organisasi terhadap Hubungan Antara Partisipasi Anggaran Dan Kinerja Manajerial Pada PDAM Tirtanadi Propinsi Sumatera Utara, 2008.
USU e-Repository © 2008
bahwa partisipasi penyusunan anggaran dapat meningkatkan motivasi untuk mencapai target yang ditetapkan dalam anggaran. Anggaran partisipatif menyebabkan sikap respek
bawahan terhadap pekerjaan dan perusahaan menurut Milani 1975 dalam Wasisto dan Sholihin, 2004 serta terhadap sistem anggaran yang diberlakukan perusahaan.
Siegel dan Marconi, 1989 berpendapat bahwa partisipasi manajer dalam penyusunan anggaran akan menimbulkan inisiatif bagi mereka untuk menyumbangkan
ide dan informasi, meningkatkan kebersamaan dan rasa memiliki, sehingga kerjasama di antara anggota dalam mencapai tujuan juga akan meningkat. Para bawahan yang merasa
aspirasinya dihargai dan mempunyai pengaruh pada anggaran yang disusun akan lebih mempunyai tanggung jawab dan konsekuensi moral untuk meningkatkan kinerja sesuai
dengan yang ditargetkan dalam anggaran Soepomo, 1998. Ini menunjukkan bahwa individu yang dilibatkan dalam penyusunan anggaran akan lebih bertanggung jawab
terhadap pekerjaannya dibandingkan dengan individu yang tidak dilibatkan dalam penyusunan anggaran. Selanjutnya Milani 1975 menyatakan bahwa tingkat
keikutsertaan dan pengaruh bawahan terhadap pembuatan keputusan dalam proses penyusunan anggaran merupakan faktor utama yang membedakan anggaran partisipatif
dengan anggaran non partisipatif. Partisipasi anggaran menurut Brownell 1982 dalam Wasisto dan Sholihin 2004,
adalah suatu proses di mana manajemen tingkat bawah diberi kesempatan untuk terlibat, mempunyai pengaruh pada proses penyusunan anggaran. Dengan demikian dapat
dibedakan antara angggaran partisipatif, dengan non partisipatif, di mana anggaran partisipatif menyebabkan sikap respektif bawahan terhadap pekerjaaan dan perusahaan,
Milani, 1975 dalam Wasisto dan Sholihin, 2004, serta terhadap sistem angggaran yang
Panangaran Ritonga: Pengaruh Budaya Paternalistik Dan Komitmen Organisasi terhadap Hubungan Antara Partisipasi Anggaran Dan Kinerja Manajerial Pada PDAM Tirtanadi Propinsi Sumatera Utara, 2008.
USU e-Repository © 2008
diberlakukan oleh perusahaan. Perbedaan tingkat partisipasi juga dikemukakan oleh Argyris 1952 dalam Fitri 2004, yaitu antara partisipasi sesungguhnya dengan Pseudo
– participation. Partisipasi sesungguhnya berarti bahwa individu dapat secara spontan atau bebas melakukan diskusi atau memberikan masukan, sedangkan dalam Pseudo –
participation manajer tidak sungguh-sungguh menyetujui tentang apa yang diputuskan, tetapi mereka menyatakan menyetujui karena perusahaan atau organisasi membutuhkan
persetujuan mereka. Brownell dan McInnes 1986 dalam Supriono 2004 memasukkan variabel
motivasi yang bersandar pada teori ekspektasi sebagai variabel intervening untuk menguji hubungan antara partisipasi anggaran dengan kinerja manajerial. Hasil
penelitian tersebut menemukan bukti bahwa motivasi dan partisipasi anggaran memiliki hubungan dengan kinerja manajerial secara langsung. Meskipun demikian, penelitian
tersebut ternyata gagal menemukan bukti bahwa partisipasi akan meningkatkan kinerja manajerial melalui peningkatan motivasi. Berdasarkan hasil penelitian Brownell dan
McInnes tersebut, mereka menganjurkan bahwa penelitian di masa mendatang sebaiknya tidak bersandar pada teori ekspektasi, tetapi mungkin bersandar pada teori motivasi
alternatif, seperti teori goal-setting. Penelitian ini mengacu pada anjuran tersebut. Kinerja manajerial merupakan seberapa jauh manajer melaksanakan fungsi-
fungsi manajemen. Kinerja manajerial ini diukur dengan mempergunakan indikator Mahoney et. al,1963 :
1. Perencanaan, yaitu tindakan yang dibuat berdasarkan fakta dan asumsi
mengenai gambaran kegiatan yang dilakukan pada waktu yang akan datang guna mencapai tujuan yang diinginkan.
Panangaran Ritonga: Pengaruh Budaya Paternalistik Dan Komitmen Organisasi terhadap Hubungan Antara Partisipasi Anggaran Dan Kinerja Manajerial Pada PDAM Tirtanadi Propinsi Sumatera Utara, 2008.
USU e-Repository © 2008
2. Investigasi, yaitu upaya yang dilakukan untuk mengumpulkan dan
mempersiapkan informasi, dalam bentuk laporan-laporan, catatan dan analisa pekerjaan untuk dapat mengukur hasil pelaksanaannya.
3. Koordinasi, menyelaraskan tindakan yang meliputi pertukaran informasi
dengan orang – orang dalam unit organisasi lainnya, guna dapat berhubungan dan menyesuaikan program yang akan dijalankan.
4. Evaluasi, yaitu penilaian atas usulan atau kinerja yang diamati dan dilaporkan.
5. Supervisi, yaitu mengarahkan, memimpin, dan mengembangkan potensi
bawahan, serta melatih dan menjelaskan aturan-aturan kerja kepada bawahan. 6.
Staffing, yaitu memelihara dan mempertahankan bawahan dalam suatu unit kerja, menyeleksi pekerjaan baru, menempatkan dan mempromosikan
pekerjaan tersebut dalam unitnya atau unit kerja lainnya. 7.
Negosiasi, yaitu usaha untuk memperoleh kesepakatan dalam hal pembelian, penjualan atau kontrak untuk barang-barang dan jasa.
8. Representasi, yaitu menyampaikan informasi tentang visi, misi, dan kegiatan-
kegiatan organisasi dengan menghadiri pertemuan kelompok bisnis dan konsultasi dengan perusahaan-perusahaan lain.
Menurut Indriantoro 1993 dan Soepomo 1998, kinerja dinyatakan efektif apabila tujuan anggaran tercapai dan bawahan mendapatkan kesempatan terlibat atau
berpartisipasi dalam proses penyusunan anggaran serta memotivasi bawahan, mengidentifikasi dan melakukan negosiasi dengan atasan mengenai target anggaran,
menerima kesepakatan anggaran dan melaksanakannya sehingga dapat
Panangaran Ritonga: Pengaruh Budaya Paternalistik Dan Komitmen Organisasi terhadap Hubungan Antara Partisipasi Anggaran Dan Kinerja Manajerial Pada PDAM Tirtanadi Propinsi Sumatera Utara, 2008.
USU e-Repository © 2008
menghindarkan dampak negatif anggaran yaitu faktor kriteria, sistem penganggaran reward dan konflik.
Selanjutnya kinerja manajerial menurut Stoner 1992 adalah seberapa efektif dan efisien manajer telah bekerja untuk mencapai tujuan organisasi. Ada dua alasan
menurut Brownel 1982 dalam Wasisto dan Sholihin 2004 mengapa partisipasi menjadi topik yang menarik dalam akuntansi manajemen. Pertama, partisipasi pada
umumnya merupakan pendekatan manajerial yang dinilai dapat meningkatkan kinerja anggota organisasi. Kedua, beberapa penelitian yang menguji hubungan antara
partisipasi dengan kinerja menunjukkan hasil yang tidak konsisten. Argyris 1952 dalam Fitri 2004 menemukan adanya hubungan yang positif
antara partisipasi penganggaran dan kinerja. Ia menyimpulkan, agar partisipasi anggaran mempunyai pengaruh terhadap kinerja, maka yang pertama kali harus ada
penerimaan atas tujuan anggaran. Dalam hal ini, partisipasi anggaran memainkan peranan sentral dalam mendapatkan penerimaan atas tujuan anggaran.
Becker dan Green dalam Leach 2002 dalam Supriono 2004 setuju dengan kesimpulan ini. Mereka menemukan bahwa partisipasi memiliki peran penting dalam
meningkatkan motivasi. Begitu juga Bass dan Leavitt dalam Leach 2002 yang mengadakan eksperimen dengan menggunakan para manajer dan supervisor sebagai
subjek eksperimen dan menemukan bahwa kelompok eksperimen yang lebih terlihat dalam perumusan target mempunyai kinerja yang lebih tinggi.
Dalam penelitian survey terhadap manajer dan supervisor departemen di tingkat pabrik yang memiliki tanggung jawab anggaran, Kenis, 1979 menemukan
hubungan yang positif tapi kecil antara partisipasi dengan kinerja. Namun demikian,
Panangaran Ritonga: Pengaruh Budaya Paternalistik Dan Komitmen Organisasi terhadap Hubungan Antara Partisipasi Anggaran Dan Kinerja Manajerial Pada PDAM Tirtanadi Propinsi Sumatera Utara, 2008.
USU e-Repository © 2008
Cherrington dan Cherrington dalam Leach 2002 yang melakukan penelitian mengenai partisipasi anggaran menemukan bahwa struktur reward berperan sebagai
variabel intervening dalam hubungan antara partisipasi dan kinerja dan membuktikan bahwa terdapat hubungan negatif antara partisipasi dan kinerja. Ketika partisipasi
penganggaran rendah, hasil kinerja tinggi jika hasilnya ketat terhadap keseluruhan out put yang dikaitkan dengan anggaran. Dalam kondisi dimana partisipasinya tinggi,
kinerja lebih tingggi ketika reward dikaitkan dengan pencapaian anggaran. Menurut Merchant 1981, hubungan negatif antara anggaran partisipatif dan
kinerja manajerial dapat terjadi akibat tingkat partisipasi yang tinggi berdampak terhadap menurunnya kinerja. Hal ini disebabkan oleh adanya pengaruh budgetary
slack yang timbul akibat partisipasi yang tinggi dalam penganggaran tersebut. Budgetary slack yang merupakan disfungsional dalam penganggaran ini adalah usaha
yang dilakukan untuk menyelenggarakan anggaran dengan harapan dapat mencapai kinerja yang lebih baik. Manajer membuat slack ini dengan mengestimasikan
pendapatan lebih rendah, biaya lebih tinggi atau mengestimasikan terlalu tinggi jumlah out put yang dibutuhkan untuk memproduksi suatu unit out put Ikhsan dan
Ishak, 2005.
2.5. Review Penelitian Sebelumnya