18
hal ini pihak sekolah bukanlah lingkungan utama yang dapat mendukung keberhasilan pengembangan karakter, tetapi juga
melibatkan orang tua dan masyarakat. Dari beberapa pengertian tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa pendidikan karakter adalah
usaha sengaja sadar yang dilakukan oleh para personel sekolah, orang tua, dan masyarakat untuk menanamkan nilai-nilai kepribadian dalam
diri anak agar memiliki sifat, watak, dan tabiat yang baik dalam kehidupan sehari-hari.
2.1.1.2.3 Tujuan Pendidikan Karakter
Menurut Zubaedi 2011: 18, pendidikan karakter secara terperinci memiliki lima tujuan yaitu 1 mengembangkan potensi
afektif peserta didik sebagai manusia dan warga negara yang memiliki nilai-nilai karakter bangsa, 2 mengembangkan kebiasaan dan perilaku
peserta didik yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius, 3 menanamkan jiwa
kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai generasi penerus bangsa, 4 mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi
manusia yang mandiri, kreatif, dan berwawasan kebangsaan, serta 5 mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan
belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas, persahabatan, rasa kebangsaan yang tinggi, dan penuh kegiatan. Menurut Kesuma dalam
Narwanti, 2011: 17, tujuan pendidikan karakter yaitu 1 memfasilitasi pengembangan nilai-nilai tertentu sehingga terwujud dalam perilaku
19
anak, baik ketika proses sekolah maupun setelah proses sekolah; 2 mengoreksi perilaku peserta didik yang tidak bersesuaian dengan nilai-
nilai yang dikembangkan sekolah; dan 3 membangun koneksi yang harmoni dengan keluarga dan masyarakat dalam memerankan tanggung
jawab pendidikan karakter secara bersamaan. Berdasarkan pendapat Zubaedi dan Kesuma terdapat persamaan dan perbedaan tujuan
pendidikan karakter. Persamaannya yaitu mengembangkan perilaku peserta didik agar sesuai dengan nilai-nilai karakter bangsa.
Perbedaannya yaitu Zubaedi hanya mengarahkan pada pengembangan sekolah sebagai lingkungan penanaman pendidikan karakter. Kesuma
lebih menekankan pada pengembangan sekolah, keluarga, dan masyarakat sebagai penanaman pendidikan karakter. Dari beberapa
pendapat tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa pendidikan karakter bertujuan untuk mengembangkan kemampuan, watak, dan lingkungan
pemegang peran penanaman karakter pada peserta didik sekolah, keluarga, dan masyarakat.
2.1.1.2.4 Nilai-nilai dalam Pendidikan Karakter
Dalam rangka lebih memperkuat pelaksanaan pendidikan karakter pada satuan pendidikan,
Kemendiknas 2011 telah
mengidentifikasi 25 nilai yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional, yaitu 1 kereligiusan, 2
kejujuran, 3 kecerdasan, 4 tanggung jawab, 5 kebersihan dan kesehatan, 6 kedisiplinan, 7 tolong-menolong, 8 berfikir logis, kritis,
20
kreatif, dan inovatif, 9 kesantunan, 10 ketangguhan, 11 kedemokratisan, 12 kemandirian, 13 keberanian mengambil resiko,
14 berorientasi pada tindakan, 15 berjiwa kepemimpinan, 16 kerja
keras, 17 percaya diri, 18 keingintahuan, 19 cinta ilmu, 20
kesadaran akan hak dan kewajiban diri dan orang lain, 21 kepatuhan terhadap aturan-aturan sosial, 22 menghargai karya dan prestasi orang
lain, 23 kepedulian terhadap lingkungan, 24 nasionalisme, dan 25 menghargai keberagaman. Menurut Kesuma 2011: 124, nilai-nilai
yang ditanamkan dapat berupa nilai yang bersifat individual personal maupun yang lebih sosial. Nilai yang bersifat individual personal
adalah tanggung jawab, kemurahan hati, penghargaan diri, kejujuran, pengendalian diri, bela rasa, disiplin, daya tahan, percaya diri, dan rasa
terimakasih. Nilai yang bersifat lebih sosial adalah tanggung jawab, kewarganegaraan, kerjasama, keadilan, dan kesediaan mendengarkan.
Tanggung jawab termasuk ke dalam nilai karakter yang bersifat individual personal dan individual sosial karena tanggung jawab bisa
terhadap diri sendiri maupun orang lain.
2.1.1.3 Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi
Menurut Bloom dalam Windie, 2013: 17, berpikir tingkat tinggi
merupakan proses
kognitif yang
bermanfaat untuk
mengembangkan pengetahuan peserta didik. Bloom juga mengatakan terdapat 3 aspek yang menjadi bagian dari kemampuan berpikir tinggi
yaitu aspek analisa, aspek evaluasi, dan aspek mencipta sebagai pedoman
21
berpikir. Benyamin Bloom, menggolongkan tujuan pendidikan menjadi tiga ranah, antara lain:
a. Ranah kognitif berkaitan dengan kognisi atau penalaran
pemikiran–dalam bahasa pendidikan Indonesia disebut “cipta”.
b. Ranah afektif berkaitan dengan afeksi atau “rasa”. c. Ranah psikomotor berkaitan dengan psikomotor atau gerak
jasmani-jiwani, gerak-gerik jasmani yang terkait dengan jiwa; mirip dengan “karya”–walau sebenarnya tidak sama persis.
Selain itu, Bloom memuat dimensi proses kognitif, yaitu: 1 tahap
mengingat, 2
tahap memahami,
3 tahap
menerapkanmengaplikasikan, 4 tahap menganalisi, 5 tahap mengevaluasi, dan 6 tahap mencipta. Tahap-tahap tersebut dapat
dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 1. Revisi Taksonomi Bloom
1. Tahap Mengingat
Tahap mengingat yaitu mengambil pengetahuan dan memori jangka panjang.