Harapan orangtua tentang pendidikan formal anak Hambatan yang dirasakan orangtua dalam pendidikan anak

56 Di sisi lain, orangtua dengan pendidikan terakhir di bawah SMA tidak terlalu peduli dengan pendidikan formal anaknya. Bagi mereka sekolah hanya sebuah formalitas seperti diungkapkan oleh Bapak S, , ketua RW 11 lingkungan Kampung Pajeksan “Warga dengan pendidikan formal lebih tinggi, anak-anaknya memiliki pendidikan formal lebih tinggi dan lebih diperhatikan oleh orangtuanya, sedangkan warga dengan pendidikan formal lebih rendah, anaknya memiliki pendidikan formal lebih rendah dan kurang diperhatikan oleh orangtuanya. Rata-rata pendidikan terakhir anak di Kampung Pajeksan adalah SMAsederajat, namun masih ada beberapa anak dari orangtua dengan pendidikan rendah yang putus sekolah karena kurangnya doronga n dari orangtua untuk terus melanjutkan sekolah.” Wawancara 11052016 Pernyataan Bapak S ini diperkuat dengan hasil observasi peneliti yang menemukan bahwa anak-anak putus sekolah di Kampung Pajeksan sebagian berasal dari keluarga yang orangtuanya memiliki pendidikan rendah. Pemahaman orangtua yang rendah terhadap pendidikan anak ini menyebabkan kurangnya dorongan dan motivasi dari orangtua agar anaknya melanjutkan pendidikan formal yang lebih tinggi.

b. Harapan orangtua tentang pendidikan formal anak

Pemahaman orangtua terhadap pendidikan anak memiliki pengaruh pada harapan orangtua tentang pendidikan anak-anaknya terutama pendidikan formal. Orangtua yang memiliki pemahaman bak tentang pendidikan anak memiliki harapan yang tinggi untuk pendidikan anak-anaknya. Hal demikian seperti yang terjadi pada orangtua di Kampung Pajeksan. 57 Harapan orangtua di Kampung Pajeksan tentang pendidikan formal anak hampir sama yaitu agar anaknya dapat menempuh pendidikan setinggi mungkin. Orangtua berharap dengan menempuh pendidikan setinggi mungkin anak akan memiliki kesempatan lebih besar untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik dan dapat mencapai cita-citanya seperti harapan Ibu RD “Harapannya cuma biar pintar, yang penting jangan seperti ibu dan bapaknya. Harus lebih dari itu. Bisa sekolah di sekolah yang bagus sampai setinggi- tingginya.” Wawancara 04062016 Selain berharap anaknya dapat menempuh pendidikan hingga jenjang yang lebih tinggi, orangtua juga berharap agar anaknya mendapatkan pendidikan yang layak seperti diungkapkan oleh Ibu NP “Harapannya saya bisa terus menyekolahkan anak-anak saya, biar mereka mendapat pendidikan yang layak, biar jadi anak yang pintar, mbak, yang sholih sholihah.” Wawancara 11062016 Hal tersebut sangat wajar diharapkan oleh orangtua. Orangtua merasa saat ini kehidupan mereka tergolong pas-pasan karena kesulitan mencari kerja sebagai akibat dari pendidikan formal yang rata-rata hanya lulusan SMA.

c. Hambatan yang dirasakan orangtua dalam pendidikan anak

Dalam proses pendidikan anak, orangtua mengalami hambatan- hambatan. Adapun hambatan-hambatan yang dialami orangtua di Kampung Pajeksan dalam proses pendidikan anak antara lain: 58 1 Hambatan dari diri anak sendiri Hambatan yang paling umum dirasakan oleh orangtua di Kampung Pajeksan dalam pendidikan anak adalah hambatan yang datang dari diri anak sendiri. Hambatan tersebut berupa sikap anak yang sulit diatur sehingga orangtua merasa kesulitan untuk mengondisikan anak untuk menurut pada orangtua seperti diungkapkan oleh Ibu RN “Kalau ekonomi sebenarnya tidak terlalu masalah, mbak, yang masalah malah dari anaknya sendiri. Anak saya susah sekali diatur, dia lebih nurut sama teman-temannya daripada sama saya atau bapaknya. ” Wawancara 26052016 Hambatan yang dirasakan oleh Ibu RN dalam mendidik anak juga dirasakan oleh orangtua lain. Ibu AR menyatakan “Anak saya masih bandel, mbak. Masih ngeyel kalau dikasih tau, ikut-ikutan temannya. Kadang kalau main juga sama temannya diajarin gini dia ikut-ikutan padahal saya tidak ngajari seperti itu. Syukurnya anak saya kalau sekolah rajin. ” Wawancara 30052016. Ibu NP juga menyatakan hal serupa “Iya mbak, anak saya badung. Ya namanya anak-anak, kan masih suka ngeyel kalo diberi tahu, disuruh belajar bilangnya nanti apalagi kalau sudah asik bermain susah sekali diberi tahu terutama anak saya yang laki-laki kalau yang perempuan masih mau nurut. ” Wawancara 11062016 Hambatan yang muncul dari dalam diri anak ini dinilai orangtua sebagai sesuatu yang masih wajar karena memang anak sedang dalam masanya sehingga orangtua tidak terlalu mengkhawatirkan hambatan ini. 59 2 Lingkungan Hambatan yang dirasakan orangtua dari lingkungan datang dari lingkungan pergaulan anak dan lingkungan masyarakat tempat tinggal. Lingkungan masyarakat di Kampung Pajeksan kurang kondusif untuk pendidikan anak karena banyaknya kenakalan remaja, minuman keras dan perilaku negatif lainnya seperti diungkapkan oleh Bapak S. “Banyak nilai negatif di sini, meskipun sudah jauh berkurang. Kampung Pajeksan masih dikenal sebagai salah satu kampung pembuat lapenmiras oplosan di Jogja, hal ini juga diketahui oleh anak-anak di sini. Juga adanya kumpulan-kumpulan kegiatan yang tidak mendukung perkembangan pribadi anak, ironisnya kegiatan itu juga diikuti oleh anak- anak.” Wawancara 11052016 Perilaku negatif masyarakat tersebut mempengaruhi pendidikan anak, baik cara orangtua mendidik anak maupun terhadap pribadi anak. Pada masa perkembangan perilaku anak yang berusia 6-18 tahun anak memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dan ingin mencoba hal-hal baru, seperti diungkapkan oleh Ibu RN “Berpengaruh sekali, mbak. Anak saya seperti ini juga karena kena pergaulan di luar. Anak usia segitu kan memang baru labil- labilnya.” Wawancara 26052016 Perilaku negatif tersebut sudah sejak lama ada di Kampung Pajeksan dan melekat pada kehidupan masyarakat sehingga nilai- nilai perilaku negatif tersebut dianggap sebagai hal yang biasa termasuk oleh anak-anak. Anak-anak yang cenderung mengikuti apa yang dia lihat kemudian ikut-ikut melakukan perilaku negatif tersebut. Hal ini pada akhirnya mempengaruhi perkembangan 60 kepribadian anak-anak di Kampung Pajeksan. Berdasarkan hasil observasi peneliti menemukan anak-anak usia SD yang sudah merokok dan dibiarkan saja oleh orang dewasa di dekatnya. Hal ini juga diungkapkan oleh Ibu RD, yaitu “Di sini anak-anak kelas 1 SD, kelas 2 SD udah bisa ngerokok. Kan gak pantas, mbak. Perkataannya juga, kayak menyebutkan kata-kata kasar. Jangan sampai lah, kita orang gak punya, a nak salah didik.” Wawancara 11062016 Orangtua di Kampung Pajeksan yang peduli terhadap pendidikan anaknya berusaha sebisa mungkin agar anak-anaknya tidak terpengaruh perilaku negatif di dalam masyarakat. Bentuk usaha orangtua untuk menghindarkan anak-anaknya dari pengaruh perilaku negatif adalah dengan menanamkan nilai-nilai positif dan membekali anak-anaknya dengan ajaran-ajaran agama, serta memberikan anak-anaknya kegiatan di luar Kampung Pajeksan agar anak lebih memahami dan membedakan nilai-nilai positif dan nilai-nilai negatif di dalam masyarakat yang lebih luas. 3 Kondisi ekonomi keluarga Kondisi ekonomi keluarga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pendidikan anak. Keluarga yang memiliki kondisi ekonomi lebih baik relative lebih mudah memenuhi kebutuhan pendidikan anaknya seperti memberikan pendidikan yang layak untuk anak dengan memasukkan anak-anaknya ke sekolah terbaik serta dalam hal penyediaan fasilitas-fasilitas penunjang pendidikan anak. 61 Masyarakat Kampung Pajeksan merupakan masyarakat dengan kondisi ekonomi rata-rata menengah ke bawah. Kondisi ini menyebabkan orangtua di Kampung Pajeksan cukup kesulitan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan anak-anaknya. Banyaknya kebutuhan keluarga yang harus dipenuhi membuat orangtua harus pandai mengatur prioritas pemenuhan kebutuhan dalam keluarga termasuk dalam pemenuhan kebutuhan pendidikan anak. Hal ini seperti diungkapkan oleh Ibu AR “Sekolahnya saya masukkan ke negeri, mbak, yang gratis. Kalau untuk kebutuhan sekolah saya usahakan ada walaupun harus nyari- nyari.” Wawancara 30052016 Sebagian orangtua di Kampung Pajeksan memilih menyekolahkan anaknya di sekolah negeri karena biaya pendidikan di sekolah negeri.

d. Bantuan yang diberikan orangtua dalam pendidikan formal anak