Contoh Materi Bermuatan Kearifan Lokal Wisata Religi Syawalan di Krapyak

2. Model pembelajaran berbasis budaya melaui cerita rakyat. 3. Model pembelajaran berbasis budaya melalui penggunaan alat-alat taradisional.

2.2.4.4 Contoh Materi Bermuatan Kearifan Lokal Wisata Religi Syawalan di Krapyak

Bagi masyarakat di pesisir pantai utara pantura Jawa Tengah, Lebaran yang sesungguhnya baru dirasakan pada sepekan setelah Idul Fitri. Warga setempat menamai momentum tersebut sebagai Pekan Syawalan atau Bakda Kupat Lebaran Ketupat. Pekan Syawalan di Kota Pekalongan sudah menjadi tradisi tahunan. Pesta adat yang digelar sepekan setelah Idul Fitri tersebut selalu ditandai dengan acara pemotongan lopis penganan berbahan baku beras ketan dalam ukuran raksasa. Tidak tanggung-tanggung, lopis yang dipotong itu ada dua, masing-masing berbobot 1 ton dan 550kilogram. Atraksi yang mampu menyedot ribuanwisatawan tersebut berlangsung di dua tempat, yaitu Krapyak Lor Gang I dan Krapyak Kidul Gang 8. Sekilas Sejarah Tradisi Syawalan yang rutin dilakukan oleh masyarakat Kota Pekalongan ini sudah dimulai sejak 130-an tahun yang lalu, tepatnya pada tahun 1855M. Kali pertama yang menggelar hajatan ini adalah KH. Abdullah Sirodj, yang merupakan keturunan dari Kiai Bahurekso. Beliau wafat diMagelang, sedangkan makamnya terletak di kompleks pemakaman Masjid Payaman Magelang. Hingga kini, makamnya masih banyak dikunjungi peziarah dari segenap penjuru Tanah Air, khususnya Jawa Tengah, baik pagi, siang, sore maupun malam hari, sepanjang tahun. Adapun haulnya bertepatan dengan Syawalan di Kota Pekalongan, yaitu tanggal 8 Syawal. Memang pada masa lalu Lopisan masih berlangsung sangat sederhana. Baru menginjak tahun 1950, tradisi Lopisan mulai dilakukan secara besar-besaran. Selepas Idul Fitri, masyarakat akan selalu kembali berpuasa selama enam hari yang puncaknya ditandai dengan pesta kue lopis raksasa. Lopis punya kaitan yang erat dengan budaya Islam dan adat-istiadat Jawa pada masyarakat Pekalongan, khususnya masyarakat kampung Krapyak. Mengenal Makna Selepas ritual pemotongan lopis raksasa, ribuan orang yang kebanyakan wisatawan lokal dan sudah menanti sejak pagi, akan serempak menyerbu serta memperebutkan kue lopis tersebut secara gratis. Mereka rela berdesak- desakan untuk mendapat secuil lopis. Semua it bukan didorong oleh rasa lapar, namun karena mereka meyakini lopis tersebut bakal memberi berkah kehidupan yang lebih mapan dan menyenangkan. Selain itu, lopis dimaknai sebagai pengikat persatuan dan kesatuan, karena terbuat dari beras ketan yang cukup ulet. Bagi warga Krapyak, Pekalongan, kue ini menjadi sarana paling ampuh menciptakan kerukunan umat muslim. Betapa tidak? Lopis raksasa ini tidak mungkin bisa terwujud, kalau tidak ada semangat gotong- royongnya. Tak mengherankan, jika ribuan warga rela berdesak-desakan, lalu berebut potongan lopis raksasa.. Setiap tahun, ukuran kue lopis makin besar, karena banyaknya warga yang terlibat. Masyarakat Krapyak juga biasanya menyediakan makan-an ringan dan minuman secara gratis kepada para pengunjung. Jumlah pengunjung pada tradisi ini mencapai ribuan orang yang berasal dari seluruh Kota Pekalongan dan sekitarnya. Keberadaan lopis terbesar selama ini menunjukkan bahwa semangat masyarakat dalam melestarikan tradisi itu begitu besar. Tradisi itu cukup baik. Masyarakat dari luar pun menilai perilaku masyarakat yang menyelenggarakan lopisan dan menyediakan makan gratis tanpa memandang pengunjungnya, menunjukkan keterbukaan masyarakat Krapyak. Itu artinya mengembangkan persatuan di antara masyarakat. Tradisi menyediakan makanan gratis itu merupakan tradisi khas Pekalongan yang menggambarkan jiwa masyarakatnya. Bahkan bukan hanya sdilakukan saat lopisan, tetapi saat masyarakat kini juga mengembangkan makanan gratis itu pada Agustusan. Tamu yang datang dijamu makanan secara gratis, meski tidak dikenalnya. Karena itu, tradisi ini perlu tetap dilestarikan sebagai ikon budaya Pekalongan. Dukungan dari berbagai kalangan tetap dibutuhkan, yaitu seluruh masyarakat, tokoh masyarakat, dan pemerintah sehingga wisatawan yang kebetulan berkunjung bertepatan dengan pergelaran acara-acara tradisional ini bisa ikut menyaksikan jalannya upacara yang menarik dan unik.

2.2.5 Pengembangan Materi Pembelajaran Menyimak Informasi Bermuatan Kearifan Lokal