Emansipasi Wanita Dalam Pandangan Islam
selamatkanlah aku dari Firaun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yan
g zhalim.”
At-Tahrim: 11.
41
Ayat di atas menjelaskan bahwa wanita memiliki hak untuk menentukan nasibnya sendiri, meskipun hal tersebut bertentangan dengan
suaminya dan dengan catatan bahwa selama suami tersebut sudah tidak lagi taat kepada Allah SWT dan rasul-Nya. Kebebasan ini juga
dicontohkan di dalam al-
Qur’an yakni figur ratu Balqis yang memiliki
kemandirian di bidang politik dengan menjadi pemimpin di kerajaan sabaiyah.
Artinya:
“Sesungguhnya aku menjumpai seorang wanita yaitu ratu
Balqis yang memerintah kerajaan Sabaiyah di zaman Nabi Sulaiman yang memerintah mereka, dan Dia dianugerahi segala sesuatu serta
mempunyai singgasana yang besar.”
QS: an-Naml: 23.
42
Selain itu, peran perempuan lain dicatatkan juga di dalam al-
Qur’an
tentang seorang perempuan yang memiliki kemandirian di bidang ekonomi dengan menjadi seorang pengelola peternakan dalam kisah Nabi Musa di
Madyan.
Artinya:
“dan tatkala ia sampai di sumber air negeri Mad
-yan ia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang meminumkan
41
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 561.
42
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 379.
ternaknya, dan ia menjumpai di belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang sedang menghambat ternaknya. Musa berkata:
Apakah maksudmu dengan berbuat begitu? kedua wanita itu menjawab: Kami tidak dapat meminumkan ternak kami, sebelum
pengembala-pengembala itu memulangkan ternaknya, sedang bapak
Kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya.”
QS: al-Qashash: 23.
43
Ketiga adalah prinsip persaudaraan, semangat ini muncul dari realitas sosial bahwa setiap manusia adalah bersaudara karena setiap manusia
merupakan keturunan dari Nabi Adam dan Hawa.
44
Prinsip ini juga yang nantinya akan melahirkan persatuan ukhuwah islamiyah antar sesama
umat muslim sehingga dengan moral inilah akan tercipta kedamaian yang menjadi pondasi bagi laki-laki dan perempuan dalam menjalani hubungan
antar sesama manusia. Al-
qur’an memerintahkan wanita untuk saling bekerjasama dengan
kaum pria dalam berbuat kebaikan dan menolak kemungkaran atau memperbaiki ketimpangan sosial di masyarakatnya, hal ini menjadi wujud
persaudaraan yang dianjurkan di dalam Islam. Sehingga tidak hanya pria yang akan mendapatkan ganjaran surga, namun juga bagi kaum wanita
yang taat dalam menjalankan perintah-Nya akan mendapat ganjaran surga, seperti ditegaskan Allah SWT dalam firman-Nya:
43
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 388.
44
Musdah Mulia, Indahnya Islam: Menyuarakan Kesetaraan dan Keadilan Gender, Cet Ke-1, h. 50.
Artinya:
“dan orang
-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka adalah menjadi penolong bagi sebahagian yang
lain. mereka menyuruh mengerjakan yang maruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat
pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Allah
menjanjikan kepada orang-orang mukmin, lelaki dan perempuan, akan mendapat surga yang dibawahnya mengalir sungai-sungai,
kekal mereka di dalamnya, dan mendapat tempat-tempat yang bagus di surga Adn. dan keridhaan Allah adalah lebih besar; itu adalah
keberuntungan yang besar
.”
QS: at-Taubah: 71-72.
45
Keempat adalah prinsip keadilan. Islam sangat menentang struktur sosial yang tidak adil dan menindas suatu kaum tertentu. Mereka yang
tertindas adalah golongan masyarakat lemah seperti fakir miskin, yatim piatu, janda, budak dan anak perempuan. Islam muncul untuk mengangkat
harkat dan martabat mereka dari kaum-kaum yang bertindak tidak adil kepada mereka.
Prinsip keadilan ini ditegakkan sebagai moral Islam dalam semua sektor kehidupan. Begitu pentingnya konsep ini, sampai kedudukannya
diletakkan sejajar di bawah taqwa. Dengan demikian, al-
Qur’an
menempatkan keadilan sebagai bagian integral dari taqwa.
46
45
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 198.
46
Musdah Mulia, Indahnya Islam: Menyuarakan Kesetaraan dan Keadilan Gender, Cet Ke-1, h. 51.
Gambaran yang menempatkan wanita sangat mulia di dalam al-
Qur’an
tidak terdapat di dalam kitab-kitab suci sebelumnya, karena adanya peluang bagi wanita untuk mengembangkan diri dan menyamai derajatnya
dengan kaum pria. Namun, pada zaman keemasan Islam, banyak wanita- wanita yang memiliki kecerdasan dan kelebihan yang sama dengan kaum
pria. Bahkan melebihi kaum pria. Perempuan dalam Islam tidak dibatasi ruang geraknya hanya pada
sektor domestik di rumah tangga saja, melainkan diizinkan aktif di sektor publik, termasuk bidang politik, ekonomi, sosial, iptek, ketenagakerjaan,
dan HAM. Hanya saja, perlu digaris bawahi bahwa keaktifannya tersebut jangan sampai membuat ia lupa atau mengingkari kodratnya sebagai
perempuan yang berhak menjalankan fungsi-fungsi reproduksinya dengan wajar seperti hamil, melahirkan dan menyusui anaknya. Hal yang lebih
penting lagi adalah bahwa keaktifannya itu tidak sampai menjerumuskan dirinya ke luar batas-batas moral yang diperintahkan agama.
Kebebasan yang diberikan Islam kepada perempuan bukan kebebasan tanpa batas, namun kebebasan ini adalah kebebasan yang terkendali oleh
nilai-nilai akhlak mulia. Oleh karena itu, gerakan pemberdayaan perempuan sudah sepatutnya melahirkan perempuan muslimah yang
beriman, berakhlak mulia, berpendidikan, berwawasan luas, dan beramal sholeh yang antara lain terwujud dalam aktivitasnya membangun dan
memberdayakan masyarakat menuju terciptanya masyarakat adil, damai, dan sejahtera.
50