Cuplikan hlm.175-176 Cuplikan hlm.76

Ichiyo diluar kendali dan tidak dapat berpikir dengan tenang lagi. Dan Super ego menghukum Ego yang tidak dapat mengendalikan Id Ichiyo dengan memberikan perasaan menyesal yang mendalam.

6. Cuplikan hlm.175-176

“Kau makan sangat sedikit akhir-akhir ini,” protes Kuniko. “Berat badanmu akan terus menyusut dan kau bisa jatuh sakit. “Bagaimana kau dapat menulis novel-novel berkualitas jika kau bahkan tak punya tenaga untuk memegang pena?” Namun Ichiyo menggelengkan kepala dan mendorong makanannya meskipun perutnya bergejolak hebat. “Tidak, ambillah bagianku, hari ini saat rapat dengan penerbit, aku dijamu makan siang yang sangat mewah,” ucapnya bohong. “Selain itu, terlalu banyak makan di malam hari membuatku mengantuk dan mengganggu pekerjaan menulisku.” Malam itu, ia melawan perihnya rasa lapar di dalam perutnya dan duduk dengan penuh tekad untuk menulis, memicingkan matanya dalam keredupan cahaya dari satu-satunya lampu yang mampu mereka beli. Namun begitu ia menulis dan memasuki dunia para tokoh teranyarnya, Ichiyo segera melupakan hal-hal lain. Analisis Dalam cuplikan di atas ditunjukkan sikap dari Ichiyo yang menolak untuk makan malam. Ichiyo ingin memberikan jatah makan malam tersebut kepada Kuniko, meskipun ia sendiri sangat merasa lapar. Ketika Id sudah menuntut pemenuhan kebutuhan akan rasa laparnya, namun Ego bekerja lebih dominan. Ego menekan Id dengan bepikir bahwa Universitas Sumatera Utara Kuniko lebih membutuhkan makanan daripada dirinya untuk pemulihan tenaga untuk bekerja esok harinya. Ego juga yang membuat Ichiyo berkata bohong pada Kuniko bahwa ia telah makan dengan penerbit. Akhirnya, untuk memenuhi tuntutan Id yang membuatnya sangat tidak nyaman karena lapar, Ego memberikan sarana pemuasan kebutuhan lain, yaitu dengan menulis. Ia berjuang melawan perihnya rasa lapar dengan menulis. Dan kegiatan menulis ternyata dapat membuat Ichiyo melupakan rasa laparnya. Ia mulai tenggelam dengan tokoh-tokoh dalam novelnya. Id tidak lagi menuntut pemenuhan kepuasan terhadap lapar, karena Ego sudah memberikan kepuasan terhadapnya ketika menulis. Dalam hal ini, Ego bekerja lebih dominan dan berperan penting mengalihkan tuntutan Id.

7. Cuplikan hlm.236

Mereka terus berbicara sementara Ichiyo mulai merasa pusing dan muncullah sakit kepala yang belakangan ini menyerangnya makin sering dan makin parah. Ia menelan rasa mualnya dan terus berbincang dengan para tamunya yang terkenal hingga mereka berdiri untuk pamit pulang dan Ichiyo dapat berlari ke kamar mandi dan memuntahkan penyakitnya dengan tenang. Analisis Pada cuplikan di atas ditunjukkan kondisi Ichiyo berjuang menahan rasa sakitnya yang seketika kambuh di hadapan para penulis terkenal. Ego Ichiyo menekan Id untuk tidak menunjukkan penyakitnya di Universitas Sumatera Utara hadapan mereka. Ketika ia diserang sakit kepala yang hebat, ia justru menelan rasa mualnya tersebut. Bagi Id, rasa sakit adalah tegangan yang membuat keadaan menjadi tidak menyenangkan sehingga menuntut pemuasan. Id sebenarnya menuntut pemuasan untuk segera ke kamar mandi untuk memuntahkan penyakitnya dengan tenang, namun Ego tidak mengijinkannya melakukan demikian di hadapan orang lain. Ichiyo memilih untuk bungkam dan berjuang melawan kesehatannya yang memburuk serta rasa sakit yang datang dan pergi dalam diam karena ia tak ingin merusak perhatian orang lain terhadapnya. Ia tidak ingin orang lain, baik itu keluarganya, penggemar dan pendukungnya mengetahui kalau ia sedang sakit parah. Ia belum siap memikirkan bahwa ia akan ditinggalkan penggemarnya dan popularitas yang baru saja dia dapatkan akan segera menghilang hanya karena ia sedang sakit parah. Dalam hal ini, Ego Ichiyo lebih bekerja dominan sehingga dapat menekan tuntutan Id.

3.2.2 Lingkungan Sekolah

1. Cuplikan hlm.54 Ia adalah anak teladan yang tidak memiliki masalah kedisplinan dan mempelajari apa pun dengan sangat cepat hingga Noriyoshi merasa bangga dan ia adalah murid kesayangan guru-gurunya di sekolah. Natsuko yakin bahkan sejak usia semuda itu ia dapat meraih apa pun yang ia inginkan jika ia bertahan dan bertekad untuk mewujudkannya. Universitas Sumatera Utara Namun ada saat-saat ketika jiwa anak kecil dalam diri Natsuko merasa takut akan energi dan kekuatan emosinya sendiri dan ambisi yang jauh melampaui usianya dan bertanya-tanya mengapa ia tak dapat bermain, menyanyi, menari, dan menangis seperti anak-anak lain yang menjauhinya karena menurut mereka ia anak yang aneh. “Mengapa anak-anak lain menjauhiku?” ia bertanya pada kakaknya Sentaro, lebih karena rasa ingin tahu daripada hal lainnya. Analisis Pada cuplikan di atas ditunjukkan bahwa Ichiyo mengalami konflik batin dalam dirinya disebabkan karena ia tidak dapat bertingkah laku seperti anak-anak lain di sekolahnya. Ada kecemasan yang timbul karena ia tidak dapat bergaul dengan anak lain sebagaimana mestinya. Ia tidak dapat bermain, menyanyi, menari dan menangis seperti anak-anak lain. Di usia semuda itu ia sudah memiliki impian dan bertekad untuk mewujudkan impiannya. Suatu pemikiran yang terlalu dalam bagi anak-anak pada usianya. Dengan pemikiran tersebut, akhirnya Ichiyo tidak dapat bergaul dengan teman-temannya. Ia hanya fokus dengan buku-buku bacaannya. Hal itulah yang membuat anak-anak lain tidak dapat bergaul dengan Ichiyo dan berpikir untuk menjauhinya karena menurut mereka ia anak yang aneh. Dalam dinamika kepribadian menurut Sigmund Freud, kecemasan seperti ini tergolong dalam kecemasan moral. Perasaan bersalah dan rasa takut dalam batin Ichiyo apakah dia telah melakukan hal-hal yang bertentangan dengan nilai moral anak-anak seusianya karena energi dan Universitas Sumatera Utara kekuatan emosi dan ambisi yang jauh melampaui usianya sehingga ia dijauhi oleh anak-anak lainnya. Meskipun sebenarnya ia tidak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan nilai moral.

2. Cuplikan hlm.76

“Untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku merasa miskin dan lemah dibandingkan teman-temanku meskipun tak seharusnya aku merasa demikian,” ungkap Ichiyo di dalam salah satu halaman buku hariannya selama masa ini. “Namun dari cara mereka memandang pakaianku yang kusam dan rambutku yang polos tanpa hiasan, aku tahu mereka tidak menganggapku bagian dari mereka. Karena itu aku, seperti biasa, berdiri di luar memandang ke dalam. Akankah selalu demikian? Inikah jalan hidupku?” Analisis Dalam cuplikan ini ditunjukkan kondisi Ichiyo mengalami rasa rendah diri di hadapan teman-temannya karena ia miskin. Ia merasa dipandang hina karena hanya memiliki pakaian yang kusam dan rambut yang polos tanpa hiasan. Dalam hal ini, tampak bahwa Ego Ichiyo telah kalah pada Super ego. Ego seharusnya dapat berpikir realistis bahwa ia tidak boleh memandang hina dirinya sendiri. Ia seharusnya tetap merasa berharga dan spesial karena ia memiliki bakat sastra yang luar biasa yang tidak dimiliki oleh teman-teman lainnya. Tidak peduli walaupun ia berasal dari keluarga yang miskin yang tidak mampu membuatnya memiliki pakaian mewah dan hiasan rambut yang indah. Ia tidak perlu merasa Universitas Sumatera Utara rendah diri di hadapan teman-temannya karena ia tidak melakukan hal yang bertentangan dengan nilai moral yang berlaku di masyarakat. Ego tidak dapat mengendalikan pikirannya. Pada bagian cuplikan yang terakhir tersirat adanya kecemasan dalam kata-katanya. Ia cemas terhadap kondisinya yang demikian. Cemas terhadap pandangan teman-temannya yang seperti tidak menganggap dia adalah bagian dari mereka. Kecemasan dalam cuplikan ini tergolong dalam kecemasan realistik dalam dinamika kepribadian Sigmund Freud. Kecemasan yang takut kepada bahaya yang nyata dari luar. Bahaya dalam konteks cuplikan ini adalah tidak adanya pengakuan yang menganggap Ichiyo sebagai bagian dari diri teman-temannya.

3. Cuplikan hlm.78-79