H. Desain Faktorial
Desain faktorial merupakan aplikasi persamaan regresi yang
menggabungkan beberapa level pada satu faktor dengan beberapa level dari faktor yang lain. Desain faktorial digunakan untuk mengevaluasi efek dari beberapa
faktor secara terpisah maupun interaksinya satu sama lain De Muth, 1999. Pendekatan desain faktorial mempunyai beberapa istilah yang perlu diketahui,
yaitu: 1.
Faktor adalah variabel yang ditetapkan, misal konsentrasi, jenis bahan, waktu, dan suhu. Faktor dapat bersifat kualitatif maupun kuantitatif namun harus dapat
ditetapkan nilainya dalam angka. 2.
Level adalah nilai yang ditetapkan faktor. 3.
Respon adalah hasil terukur yang diperoleh dari percobaan. Respon harus dapat dikuantifikasikan dan perbedaan respon yang terjadi dikarenakan variasi level
yang digunakan. 4.
Interaksi dianggap batas dari penambahan efek-efek faktor. Interaksi dapat bersifat sinergis maupun antagonis. Sinergis berarti hasil interaksi mempunyai
efek yang lebih besar dari masing-masing efek faktor. Antagonis berarti hasil mempunyai efek yang lebih kecil daripada masing-masing efek yang
dihasilkan faktor Kurniawan dan Sulaiman, 2009. Desain faktorial sering menggunakan notasi dua level yaitu level tinggi
dan level rendah. Faktor yang berada di level tingg i dilambangkan dengan „+‟,
sedangkan yang berada di level rendah dilambangkan dengan „-„ Armstrong dan James, 1996.
Desain faktorial dengan dua level dan dua faktor memerlukan empat percobaan 2
n
= 4, dua menunjukkan level dan n menunjukkan jumlah faktor. Persamaan untuk desain faktorial dengan dua faktor dan dua level:
Y = b + b
1
A + b
2
B + b
12
AB ................................................................. 1 Keterangan:
Y = respon hasil atau sifat yang diamati
A, B = level faktor A dan B yang nilainya antara -1 sampai +1
b , b
1
, b
2
, b
12
= koefisien yang dihitung dari hasil percobaan Kurniawan dan Sulaiman, 2009.
Konsep percobaaan desain faktorial dengan dua level dan dua faktor dapat dilihat pada tabel I.
Tabel I. Desain faktorial dengan dua faktor dan dua level
Keterangan tabel: 1 = formula dengan faktor A pada level rendah dan faktor B pada level rendah
a = formula dengan faktor A pada level tinggi dan faktor B pada level rendah b = formula dengan faktor A pada level rendah dan faktor B pada level tinggi
ab = formula dengan faktor A pada level tinggi dan faktor B pada level tinggi Armstrong dan James, 1996.
Eksperimen Faktor A
Faktor B Interaksi
1 -
- +
a +
- -
b -
+ -
ab +
+ +
I. Landasan Teori
Daun cocor bebek dapat dimanfaatkan untuk mengobati inflamasi. Kandungan daun cocor bebek yang berperan sebagai agen anti-inflamasi adalah
flavonoid. Flavonoid memiliki beberapa mekanisme aktivitas anti-inflamasi salah satunya adalah menghambat metabolisme enzim pada jalur asam arakidonat yang
merupakan mediator penting dalam proses inflamasi dan sinergis dengan aktivitas antioksidan flavonoid Lafuente dkk., 2009.
Ekstrak daun cocor bebek akan diformulasi menjadi suatu sediaan gel agar mudah digunakan dan acceptable. Sediaan dalam bentuk gel mempunyai
kelebihan yaitu mudah dicuci, mudah mengering membentuk lapisan film, dan memberikan efek dingin pada kulit sehingga cocok jika digunakan sebagai gel
anti-inflamasi Voigt, 1995. Gel mempunyai komponen utama yang dapat mempengaruhi sifat fisik
dan stabilitas gel yaitu gelling agent dan humektan. Sifat fisik meliputi viskositas dan daya sebar gel, sedangkan stabilitas meliputi pergeseran viskositas sediaan
gel. Gelling agent yang digunakan adalah CMC Na dan humektan yang digunakan adalah propilen glikol. Oleh karena itu, optimasi untuk menentukan komposisi
gelling agent dan humektan diperlukan untuk mendapatkan sifat fisik dan
stabilitas gel yang optimum. Aplikasi desain faktorial digunakan untuk menentukan area optimum komposisi gelling agent dan humektan yang digunakan
dan menentukan faktor yang dominan yang mempengaruhi sifat fisik dan
stabilitas fisik gel. Area optimum didapatkan dari superimposed contour plot respon viskositas dan daya sebar.
J. Hipotesis