32
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Determinasi Tanaman Cocor Bebek Kalanchoe pinnata Lam.
Determinasi tanaman dilakukan untuk memastikan kebenaran tanaman yang digunakan dalam penelitian ini. Determinasi tanaman mengacu pada buku
Flora of Java Spermatophytes only Backer dan van Der Brink, 1963.
Determinasi dilakukan dengan mencocokan ciri-ciri tanaman cocor bebek dengan kunci determinasi. Hasil determinasi menunjukkan bahwa tanaman tersebut
merupakan tanaman cocor bebek dengan nama latin Kalanchoe pinnata Lam.. Hasil determinasi dinyatakan dalam bukti tertulis surat keterangan determinasi
yang dikeluarkan oleh Laboratorium Kebun Tanaman Obat Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Lampiran 1.
B. Pembuatan Ekstrak Daun Cocor Bebek
1. Pengumpulan dan cara panen daun cocor bebek
Tanaman cocor bebek yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari Merapi Farma Kaliurang dalam bentuk bibit tanaman dan dibudidayakan di
satu tempat tumbuh yaitu Kebun Obat Universitas Sanata Dharma Kampus III Paingan. Pembudidayaan tersebut dilakukan untuk mengendalikan variabel
pengacau yang mungkin terjadi pada saat penanaman tanaman cocor bebek seperti habitat tumbuh, iklim, keadaan tanah, dan pemeliharaan tanaman.
Tanaman cocor bebek dipanen daunnya pada umur tiga bulan sebelum tanaman berbunga.
Menurut Milad, El-Ahmady, dan Singab 2014 dalam penelitian uji anti- inflamasi antara daun cocor bebek yang dipanen sebelum berbunga dan setelah
berbunga menyatakan bahwa daun cocor bebek yang dipanen sebelum berbunga menunjukkan aktivitas anti-inflamasi sedangkan daun cocor bebek
setelah berbunga tidak menunjukkan aktivitas anti-inflamasi .
Daun cocor bebek kemudian di sortasi basah untuk memisahkan kotoran atau bahan asing yang tidak diinginkan dari bahan simplisia. Sortasi basah ini
dilakukan untuk menjaga kemurnian dan mengurangi kontaminasi awal yang dapat
mengganggu proses
selanjutnya. Simplisia
kemudian dicuci
menggunakan air mengalir dan dirajang untuk mempercepat proses pengeringan simplisia basah. Semakin tipis ukuran hasil rajangan makan
semakin cepat proses penguapan air sehingga lama waktu pengeringan simplisia semakin singkat. Pengeringan simplisia dilakukan untuk mengurangi
kadar air, menghentikan reaksi enzimatik, dan mencegah pertumbuhan jamur dan mikroba. Simplisia dikeringkan dengan pengeringan udara di tempat teduh
selama 2 hari dilanjutkan pengeringan menggunakan lemari pengering pada suhu 35
o
C hingga benar-benar kering, hal ini ditandai dengan mudah hancur bila diremas. Simplisia yang sudah kering kemudian diserbukkan
menggunakan blender hingga didapatkan serbuk halus. Penyerbukan simplisia ini penting karena proses ekstraksi yang efektif tergantung pada ukuran partikel
simplisia, jika ukuran partikel besar akan sulit diekstraksi sedangkan pada ukuran partikel kecil akan memiliki luas permukaan yang lebih besar dan dapat
meningkatkan kontak antara serbuk dan cairan pengesktraksi sehingga
ekstraksi akan berjalan lebih efisien. Namun jika tingkat penghalusan simplisia terlalu tinggi dapat menyebabkan serbuk simplisia susah dipisahkan dari cairan
pengekstraksi dan ekstraksi pun akan berjalan tidak optimal. Serbuk tersebut kemudian diayak dengan ayakan mesh 40 untuk membuat ukuran partikel
menjadi seragam. Serbuk simplisia daun cocor bebek langsung digunakan untuk proses selanjutnya untuk meminimalkan terjadinya peningkatan kadar air
selama penyimpanan.
2. Pembuatan ekstrak daun cocor bebek
Ekstrak daun cocor bebek diperoleh melalui ekstraksi menggunakan metode maserasi dengan cara merendam serbuk simplisia ke dalam cairan
pengekstraksi dengan penggojokan selama proses ekstraksi. Metode maserasi dipilih karena penggunaannya mudah, sederhana, dan sesuai untuk jaringan
tumbuhan lunak. Prinsip metode maserasi seperti prinsip difusi yaitu masuknya sejumlah
cairan pengekstraksi ke dalam ekstrak sehingga kandungan dari dalam ekstrak akan terdesak ke luar hingga mencapai titik keseimbangan. Saat cairan
pengekstraksi kontak dengan serbuk simplisia, sel-sel yang rusak akibat proses penyerbukan langsung bersentuhan dengan cairan pengekstrak sehingga
komponen sel akan mudah keluar dari bahan simplisia. Proses selanjutnya cairan pengekstraksi harus mampu menembus dinding sel dan masuk ke rongga
sel untuk melarutkan komponen sel yang tidak rusak atau terluka. Cairan pengekstraksi yang masuk ke dalam rongga sel menyebabkan komponen sel
terlarut dan terdesak keluar sel karena adanya perbedaan konsentrasi.
Komponen sel akan terus terdesak dari dalam sel hingga mencapai keseimbangan yaitu pada saat konsentrasi komponen sel di dalam dan di luar
sel sama besar Voigt, 1995. Komponen dari daun cocor bebek yang ingin diekstraksi adalah
flavonoid. Ekstraksi dilakukan dengan menimbang 200 gram serbuk daun cocor bebek kemudian dilarutkan dalam 500 ml etanol 70 selama 48 jam
dengan penggojokan terus menerus selama ekstraksi. Penggojogan tersebut dilakukan agar terjadi kontak secara keseluruhan antara cairan pengekstraksi
dengan serbuk simplisia sehingga proses keseimbangan lebih cepat tercapai. Hasil maserasi kemudian disaring menggunakan kertas saring dan corong
Buchner dengan bantuan pompa vakum untuk mempercepat proses penyaringan. Bagian serbuk sisa penyaringan kemudian dimaserasi kembali
menggunakan 500 ml etanol 70 selama 48 jam untuk memaksimalkan keluarnya kandungan flavonoid dari serbuk simplisia daun cocor bebek. Filtrat
hasil maserasi pertama dan kedua dicampur kemudian diuapkan menggunakan vacuum
rotary evaporator dengan suhu 55
o
C untuk menguapkan fase etanol kemudian menguapkan fase air dengan waterbath pada suhu 70
o
C selama 3 jam dengan pengadukan selama 30 menit sekali. Hasil ekstraksi daun cocor
bebek yang didapatkan berwarna hijau tua dengan konsistensi cairan yang mudah mengalir agar dapat bercampur dengan basis gel yang dibuat. Persen
yield ekstrak etanol daun cocor bebek yang didapatkan sebanyak 8 .
Menurut Voigt 1995, cairan pengekstraksi etanol dapat menghambat kerja enzim sehingga dapat meminimalkan terjadinya reaksi enzimatik, etanol
70 juga efektif digunakan sebagai cairan pengekstraksi karena mampu mengambil komponen aktif secara optimal dan lebih selektif dalam
mengekstraksi komponen di dalam bahan simplisia.
3. Uji kuantitatif kandungan esktrak daun cocor bebek
Uji kuantitatif terhadap daun cocor bebek dilakukan untuk mengetahui kadar flavonoid yang terdapat pada ekstrak daun cocor bebek Kalanchoe
pinnata Lam.. Pengujian kadar flavonoid dilakukan oleh Laboratorium
Penelitian dan Pengujian Terpadu UGM LPPT UGM dengan metode spektrofotometri visibel dan diperoleh kadar flavonoid 45,305 ppm dalam
202,4 ppm sampel 22,38 dengan pembanding quersetin. Quersetin termasuk golongan flavonoid sehingga dapat digunakan sebagai pembanding
pada penetapan kadar flavonoid.
C. Orientasi Level Faktor Penelitian
Orientasi level faktor penelitian dilakukan untuk menentukan level rendah dan tinggi dari faktor CMC Na dan propilen glikol sebagai gelling agent
dan humektan pada sediaan gel anti-inflamasi ekstrak daun cocor bebek Kalanchoe pinnata Lam.. Level faktor dapat ditentukan dengan melihat respon
viskositas dan daya sebar masing-masing faktor. Menurut Rowe dkk. 2009, CMC Na digunakan sebagai gelling agent
dalam sediaan gel pada konsentrasi 3,0-6,0 atau pada sediaan gel 200 gram mempunyai jumlah 6
–12 gram. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka
orientasi level faktor CMC Na dilakukan pada rentang jumlah antara 6 gram hingga 8,5 gram seperti terlihat pada gambar 5 dan 6.
Gambar 5. Profil grafik variasi komposisi CMC Na terhadap viskositas
Gambar 6. Profil grafik variasi komposisi CMC Na terhadap daya sebar
Menurut Rowe dkk. 2009 peningkatan konsentrasi CMC Na dapat meningkatkan viskositas seiring terjadinya penurunan kemampuan daya sebar gel
anti-inflamasi. Gambar 5 menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi CMC Na menyebabkan peningkatan viskositas sediaan gel. CMC Na pada jumlah 6 gram
hingga 7,5 gram terjadi peningkatan respon viskositas yang linier. Gambar 6 menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi CMC Na menyebabkan respon daya
sebar menurun. Penurunan yang linier terjadi dari jumlah 6 gram hingga 8,5 gram. Berdasarkan kedua profil variasi komposisi CMC Na terhadap viskositas dan daya
sebar, diambil irisan dan ditentukan level rendah dan level tinggi gelling agent CMC Na adalah 6 gram dan 7,5 gram Tabel IV.
Menurut Rowe dkk. 2009, propilen glikol digunakan sebagai humektan pada sediaan topikal pada konsentrasi hingga 15 atau hingga 30 gram pada
sediaan 200 gram sehingga orientasi propilen glikol dilakukan mengacu pada konsentrasi tersebut. Orientasi level faktor humektan propilen glikol
menggunakan rentang jumlah 5 gram hingga 30 gram seperti terlihat pada gambar 7 dan 8. Gambar 7 menunjukkan terjadi penurunan viskositas yang linier pada
jumlah 5 gram hingga 10 gram dan 20 gram hingga 30 gram. Gambar 8 menunjukkan respon daya sebar meningkat secara linier pada jumlah propilen
glikol 15 gram hingga 30 gram. Berdasarkan irisan yang didapatkan pada profil grafik variasi komposisi propilen glikol terhadap viskositas dan daya sebar
ditentukan level rendah dan level tinggi propilen glikol sebagai humektan adalah 20 gram dan 30 gram Tabel IV.
Gambar 7. Profil grafik variasi komposisi propilen glikol terhadap viskositas
Gambar 8. Profil grafik variasi komposisi propilen glikol terhadap daya sebar
Tabel IV. Level rendah dan tinggi jumlah CMC Na dan propilen glikol pada sediaan gel anti-inflamasi ekstrak daun cocor bebek
Faktor Jumlah CMC Na g
Jumlah propilen glikol g
Level rendah 6
20 Level tinggi
7,5 30
D. Pembuatan Gel Anti-inflamasi Ekstrak Daun Cocor Bebek