30
moral adalah filsafat, ilmu atau disiplin tentang moda-moda tingkah laku manusia atau konstansi-konstansi tindakan manusia.
Dengan mengkritik terlalu sederhananya persepsi umum atas pengertian etika yang hanya dianggap sebagai pernyataan benar dan. salah atau baik dan buruk. Etika
sebenarnya meliputi suatu proses penentuan yang kompleks tentang apa yang harus dilakukan seseorang dalam situasi tertentu. Proses itu sendiri meliputi penyeimbangan
pertimbangan sisi dalam inner dan sisi luar outer yang disifati oleh kombinasi unik dari pengalaman dan pembelajaran masing masing individu.
Kemudian Chua dkk 1994, dalam konteks etika profesi, mengungkapkan bahwa etika profesional juga berkaitan dengan perilaku moral. Perilaku moral di sini
lebih terbatas pada pengertian yang meliputi kekhasan pola etis yang diharapkan untuk profesi tertentu. Pada riset tentang isu-isu etika dalam akuntansi, secara umum
menghindari diskusi filosofi tentang benar atau salah dan pilihan baik atau buruk. Namun lebih difokuskan pada perilaku etis atau tidak etis para akuntan yang didasarkan
pada apakah mereka mematuhi kode etik profesinya atau tidak Adams dalam Rianto, 1994.
2.1.2. Kecerdasan Emosional
Cooper dan Sawaf dalam Tikollah dkk 2006 mengatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan, memahami, dan secara selektif menerapkan
daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi dan pengaruh yang manusiawi. Kecerdasan emosi menuntut penilikan perasaan, untuk belajar mengakui, menghargai
Universitas Sumatera Utara
31
perasaan pada diri dan orang lain serta menanggapinya dengan tepat, menerapkan secara efektif energi emosi dalam kehidupan sehari-hari.
Sedangkan Goleman 2005 mendefinisikan kecerdasan emosional adalah kemampuan lebih yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan dalam
menghadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan menunda kepuasan, serta mengatur keadaan jiwa. Dengan kecerdasan emosional tersebut seseorang dapat menempatkan
emosinya pada porsi yang tepat, memilah kepuasan dan mengatur suasana hati. Lebih lanjut Goleman 2005 mengatakan bahwa koordinasi suasana hati adalah inti dari
hubungan sosial yang baik. Apabila seseorang pandai menyesuaikan diri dengan suasana hati individu yang lain atau dapat berempati, orang tersebut akan memiliki tingkat
emosionalitas yang baik dan akan lebih mudah menyesuaikan diri dalam pergaulan sosial serta lingkungannya.
Goleman 2005 yang mengadaptasi model Salovey-Mayer membagi kecerdasan emosional ke dalam lima unsur yang meliputi: kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi,
empati, dan kecakapan dalam membina hubungan dengan orang lain. Kelima unsur tersebut dikelompokkan ke dalam dua kecakapan, yaitu: a Kecakapan pribadi; yang
meliputi kesadaran diri, pengaturan diri, dan motivasi; serta b Kecakapan sosial; yang meliputi empati dan keterampilan sosial Goleman, 2005.
Kecerdasan emosional dapat berpengaruh terhadap sikap etis seorang mahasiswa akuntansi karena dengan memiliki kecerdasan emosional yang memadai maka ia dapat
mengelola emosinya dengan lebih baik. Dengan demikian ia akan lebih dapat mempertimbangkan apakah suatu tindakan etis atau tidak untuk dilakukan. Kecerdasan
Universitas Sumatera Utara
32
emosional juga memperluas gagasan seseorang tentang sikap etis dan pemikiran strategis, sebab jelas bahwa di samping menjalankan strategi rasional, seseorang juga
menjalankan strategi emosional, atau setidaknya bahwa sering terdapat suatu kontribusi emosional pada strategi-strategi disusunnya.
2.1.3. Kecerdasan Spiritual