Akibat Hukum Privatisasi BUMN Terhadap Kewenangan Negara

100

C. Akibat Hukum Privatisasi BUMN Terhadap Kewenangan Negara

Salah satu tujuan negara Republik Indonesia sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945, khususnya dalam alinea keempat, adalah memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Berdasarkan hal itu, maka ditetapkan dasar dan sistem perekonomian Indonesia dalam suatu ketentuan dasar, yakni dalam ketentuan Pasal 33 UUD 1945. Namun demikian, rumusan pasal tersebut dalam pelaksanaannya paling banyak diperdebatkan meskipun dalam bagian penjelasan UUD 1945 sebelum dilakukan proses amandemen itu sendiri sudah dianggap jelas. Padahal masih banyak yang menilai bahwa ketentuan dalam pasal tersebut sukar sekali dipahami dan memerlukan banyak interpretasi, baik karena cita-cita besar yang terkandung didalamnya maupun karena belum adanya ketentuan yang secara resmi menjabarkan apa dan bagaimana maksud dan tujuan dari pasal tersebut. 130 Pasal 33 UUD 1945 yang menjadi dasar dari perekonomian nasional merupakan dasar bagi negara untuk meguasai sektor-sektor produksi penting yang menguasai hajat hidup orang banyak. Hal ini lah yang menjadi landasan negara dalam melaksanakan pendirian BUMN. Negara mentransfer kewenangannya untuk mengelola sektor-sektor penting kedalam BUMN. Dan atas dasar pasal ini pula negara sebagai pemegang kekuasaan melakukan privatisasi kepada BUMN. Adapun tujuan pelaksanaan privatisasi sebagaimana tercantum dalam Pasal 74 UU BUMN adalah meningkatkan kinerja dan nilai tambah perusahaan serta meningkatkan peran serta masyarakat dalam pemilikan saham persero. 130 Aminuddin Ilmar, Op.Cit., hlm. 43. Universitas Sumatera Utara 101 Penerbitan peraturan perundangan tentang BUMN dimaksudkan untuk memperjelas landasan hukum dan menjadi pedoman bagi berbagai pemangku kepentingan yang terkaitserta sekaligus merupakan upaya untuk meningkatkan kinerja dan produktivitas BUMN. Privatisasi bukan semata-mata kebijakan final, namun merupakan suatu metode regulasi untuk mengatur aktivitas ekonomi sesuai mekanisme pasar. Kebijakan privatisasi dianggap dapat membantu pemerintah dalam menopang penerimaan negara dan menutupi defisit APBN sekaligus menjadikan BUMN lebih efisien dan profitable dengan melibatkan pihak swasta didalam pengelolaannya sehingga membuka pintu bagi persaingan yang sehat dalam perekonomian. Privatisasi adalah penjualan saham Persero, baik sebagian maupun seluruhnya kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat serta memperluas kepemilikan saham oleh masyarakat Pasal 1 ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2005 tentang Tata Cara Privatisasi Perusahaan Perseroan Persero. Menurut J.A. Kay dan D.J. Thompson, privatisasi adalah cara untuk mengubah hubungan antara pemerintah dan sektor swasta. Sementara Dubleavy menyatakan bahwa privatisasi merupakan pemindahan permanen aktivitas produksi barang dan jasa yang dilakukan oleh perusahaan negara ke perusahaan swasta atau dalam bentuk organisasi non-publik, seperti lembaga swadaya masyarakat. Sedangkan Besley dan Littlechild, meskipun kata “privatisasi” secara Universitas Sumatera Utara 102 umum dapat diartikan sebagai “pembentukan perusahaan” namun dalam Company Act, privatisasi didefinisikan sebagai penjualan berkelanjutan yang sekurang-kurangnya sebesar 50 dari saham milik negara ke pemegang saham swasta. Pengertian diatas juga sejalan dengan UU BUMN yang menyebutkan bahwa privatisasi adalah penjualan saham persero, baik sebagian maupun seluruhnya, kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat serta memperluas saham oleh masyarakat. Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa privatisasi adalah peubahan kepemilikan perusahaan negara menjadi milik swasta. 131 Terjadinya pelaksanaan program privatisasi BUMN dari kepemilikan negara yang kemudian beralih kepada kepemilikan swasta maka tentu status hukum BUMN akan berubah, dan juga akan terjadi perubahan pengarutan hukum terkait BUMN. Selain itu, fungsi-fungsi yang harus diemban oleh BUMN tidak lagi menjadi suatu keharusan karena setelah beralih menjadi kepemilikan swasta, tentu yang menjadi sasaran utama adalah mencari keuntungan atau profitisasi, tanpa embel-embel melayani kepentingan masyarakat. Walaupun demikian, bila BUMN itu sudah berubah status, maka pertanggung jawaban BUMN yang selama ini diatur dengan ketetuan hukum publik berubah pula, yakni negara tidak lagi sebagai pemilik dari BUMN itu, melainkan hanya sebagai pemegang saham saja. Dengan berkedudukan sebagai pemegang saham berarti negara tidak lagi diperkenankan untuk bertindak 131 A. Habubullah, Op.Cit ., hlm. 17 Universitas Sumatera Utara 103 seenaknya mencampuri urusan manajemen perusahaan, akan tetapi harus berdasarkan dan melalui Rapat Umum Pemegang Saham RUPS. Pertanggungjawaban pengunaan kekayaan negara itu harus melalui RUPS dan tergantung pada seberapa besar modal yang disetorkan oleh negara kedalam PT yang bersangkutan. Penyelenggaraan perusahaan semakin transparan melalui pertanggungjawaban direksi dalam laporan tahunan kepada para pemegang saham dengan mekanisme RUPS. Negara tidak lagi dapat melaksanakan kehendaknya untuk melakukan penempatan anggota direksi, perubahan keputusan perusahaan, penetapan kebijakan investasi serta pengembangan sumber daya manusianya. Pendek katanya, negara c.q. pemerintah menjadi terbatas kekuasaan dan kewenangannya pada BUMN serta tidak lebih dari peserta biasa. 132 Dalam hal ini, pemerintah tidak berdaya untuk turut mengontrol berjalannya fungsi pelayanan, distribusi dan keadilan berkonsumsi. Padahal di negara maju sendiri, peran pemerintah tetap dipertahankan lewat kepemilikan golden share saham istimewa. 133 Umumnya para pakar hanya merumuskan bahwa privatisasi BUMN terjadi bilamana negara melepaskan hak kekayaannya berupa saham perusahaan baik seluruhnya atau sebagian saja kepada pihak swasta. Namun demikian, tidak ditetapkan secara tegas berapa jumlah saham yang seharusnya dilepas kepada pihak swasta. Dalam pemahaman penulis, dari beberapa rumusan pengertian mengenai privatisasi BUMN yang telah diuraikan sebenarnya tersimpul suatu ketentuan bahwa privatisasi BUMN adalah suatu proses kegiatan pengalihan 132 Aminuddin Ilmar, Op.Cit., hlm. 158. 133 A. Habibullah, Op.Cit ., hlm. x. Universitas Sumatera Utara 104 kepemilikan negara dalam BUMN, kemudian diserahkan kepada swasta untuk menguasai dan menyelengarakannya. Dengan pengertian dan pemahaman seperti diatas maka privatisasi BUMN haruslah suatu prose kegiatan peralihan kepemilikan yang dahulunya dikuasai dan diselengarakan oleh negara, kemudian slanjutnya dialihkan kepada swasta untuk menguasai dan menyelenggarakan. Dengan kata lain, dalam privatisasi BUMN itu harus tercermin adanya suatu proses peralihan penguasaan dari negara kepada swasta yakni, minimal 51 dari jumlah saham milik negara dalam BUMN. 134 Privatisasi BUMN menjadi suatu proses peralihan hak penguasaan negara dalam BUMN kepada pihak swasta, sehingga memungkinkan swasta dapat menguasai dan menyelengarakan usaha tersebut. Dengan demikian, syarat perta ma untuk terjadinya privatisasi BUMN adalah proses atau kegiatan itu harus mencerminkan telah terjadinya pengalihan penguasaan dari negara kepada swasta yang ditandai berupa beralihnya saham BUMN kepada swasta, apakah secara keseluruhan atau sebagian saja minimal saham yang tersisa negara masih mempunyai penguasaan bilamana BUMN itu berusaha dalam cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak, sehingga tujuan privatisasi dapat tercapai yakni untuk meringankan beban negara. 135 Kedua , sebagai akibat dari privatisasi BUMN tersebut maka tentunya penguasaan negara dalam BUMN itu secara otomatis akan menjadi hilang kalau privatisasi itu dilakukan pengalihan saham seluruhnya, atau meskipun ada tidak 134 Aminuddin Ilmar, Op.Cit ., hlm. xviii. 135 Ibid., hlm. xix. Universitas Sumatera Utara 105 sebesar pada waktu sebelum diadakan privatisasi. Ketiga, privatisasi yang dilakukan itu haruslah meningkatkan peranan swasta melalui pembelian saham atau hak kekakyaan negara lainnya. Hal ini akan dapat memberikan inidikasi bahwa privatisasi BUMN itu pada akhirnya akan mengalihkan peran yang dahulunya dilakukan oleh negara, maka dengan terjadinya privatisasi tentunya peran itu haruslah dialihkan kepada pihak swasta sesuai dengan konsepsi dasar dari privatisasi BUMN. 136 Kewenangan negara terhadap BUMN yang telah di privatisasi hanya dapat ditentukan oleh seberapa besar saham yang dimilik oleh negara didalan perusahaan tersebut. Privatisasi BUMN mencerminkan kepengurusan perusahaan oleh pihak swasta akan membawa BUMN menjadi lebih berkembang, dan negara harus menyediakan regulasi yang tepat dalam menyongsong perkebangan tersebut. 136 Ibid., hlm. xx. Universitas Sumatera Utara 106 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan