33 pemasaran jasa. Dalam hubungan penyedia jasa dan pelanggan ini,
efektivitas individu yang menyampaikan jasa contact-personnel merupakan unsur penting.
3 Variability, jasa bersifat sangat variabel karena merupakan non- standarized output, artinya banyak variasi bentuk, kualitas dan jenis
tergantung pada siapa, kapan, dan di mana jasa tersebut dihasilkan. Para pembeli jasa sangat peduli dengan variabilitas yang tinggi ini dan
seringkali mereka meminta pendapat responden lain sebelum memutuskan untuk memilih.
4 Perishability, jasa merupakan komoditas tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan. Hal ini tidak menjadi masalah bila permintaannya
tetap karena mudah untuk menyiapkan pelayanan untuk permintaan tersebut sebelumnya. Bila permintaan berfluktuasi, berbagai
permasalahan muncul berkaitan dengan kapasitas menganggur saat permintaan sepi dan pelanggan tidak terlayani dengan resiko mereka
kecewa atau beralih ke penyedia jasa lainnya saat permintaan puncak
b. Pengertian Kualitas
Menurut Garvin dalam Tjiptono, 2008:77, setidaknya ada lima perspektif kualitas yang berkembang saat ini. Kelima macam perspektif
inilah yang bisa menjelaskan mengapa kualitas diinterpretasikan secara berbeda oleh masing
– masing individu dalam konteks berlainan.
34
1 Transcendental Approach
Dalam perspektif ini kualitas dipandang sebagai innate excellence, yaitu sesuatu yang secara intuitif bisa dipahami, namun
nyaris tidak mungkin dikomunikasikan, contohnya kecantikan dan cinta. Perspektif ini menegaskan bahwa orang hanya belajar
memahami kualitas melalui pengalaman yang didapatkan dari eksposur berulang kali repeated exposur. Sudut pandang semacam
ini biasanya diterapkan dalam dunia seni seperti seni musik, seni
drama, seni tari dan seni rupa.
2 Product-Based Approach Perspektif ini mengasumsikan bahwa kualitas merupakan
karakteristik, komponen
atau atribut
objektif yang
dapat dikuantitatifkan dan dapat diukur. Perbedaan dalam hal kualitas
mencerminkan perbedaan dalam jumlah beberapa unsur atau atribut yang dimiliki produk. Semakin banyak atribut yang dimiliki produk
atau merek, semakin berkualitas produk tersebut. 3 User-Based Approach
Perspektif ini didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas bergantung pada orang yang menilainya. Sehingga produk yang paling
memuaskan preferensi seseorang maximum satisfaction merupakan produk yang berkualitas paling tinggi. Perspektif yang bersifat
subyektif ini juga menyatakan bahwa setiap pelanggan memiliki kebutuhan dan keinginan masing
– masing yang berbeda satu sama lain, sehingga kualitas bagi seseorang adalah sama dengan kepuasan
maksimum yang dia rasakan.
35 4 Manufacturing-Based Approach
Perspektif ini bersifat supply-based dan lebih berfokus pada praktik - praktik perekayasaan dan pemanufakturan, serta
mendefinisikan kualitas sebagai kesesuaian atau kecocokan dengan persyaratan conformance to requirements. Dalam konteks bisnis
jasa, kualitas berdasarkan perspektif ini cenderung bersifat operation driven. Ancangan seperti ini menekankan penyesuaian spesifikasi
produksi dan operasi yang disusun secara internal, yang sering kali dipicu oleh keinginan untuk meningkatkan produktivitas dan menekan
biaya. Jadi yang menentukan kualitas adalah standar - standar yang ditetapkan perusahaan, bukan konsumen yang membeli produk jasa.
5 Value Based Approach Perspektif ini memandang kualitas dari aspek nilai value dan
harga price. Dengan mempertimbangkan trade-of antara kinerja dan harga, kualitas didefinisikan sebagai affordable excellence, yakni
tingkat kinerja terbaik atau sepadan dengan harga yang dibayarkan. Kualitas dalam perspektif ini bersifat relatif, sehingga produk yang
memiliki kualitas paling tinggi belum tentu produk yang paling bernilai. Akan tetapi yang paling bernilai adalah barang jasa yang
paling tepat dibeli best-buy. Contohnya mobil ekonomis yang berkualitas dengan mobil mewah berkualitas.
Menurut Tjiptono dkk 2008:67 dalam rangka menciptakan kepuasan konsumen produk yang ditawarkan harus berkualitas. Istilah
36 kualitas tersebut mengandung berbagai macam penafsiran, karena
kualitas memiliki sejumlah level yaitu: universal sama dimanapun, kultural tergantung sistem nilai budaya, sosial dibentuk oleh kelas
sosial ekonomi, kelompok etnis, keluarga, teman pergaulan. Secara sederhana, kualitas bisa diartikan produk yang bebas cacat. Dengan kata
lain, produk sesuai dengan standar target, sasaran atau persyaratan yang bisa didefinisikan, diobservasi atau diukur, namun definisi berbasis
manufaktur ini kurang relevan untuk sector jasa. Oleh karena itu, pema
haman mengenai kualitas kemudian diperluas menjadi “fitness for use
” dan ”conformance to requerements”. Kualitas mencerminkan semua definisi penawaran produk yang menghasilkan manfaat benafits bagi
pelanggan. Istilah nilai value sering kali digunakan untuk mengacu pada kualitas relatif suatu produk di kaitkan dengan harga produk
bersangkutan. Menurut Zeithaml et al dalam Faisal 2010:20 kualitas pelayanan
mempengaruhi kepuasan konsumen yang pada akhirnya mempengaruhi loyalitas konsumen.
c. Dimensi Kualitas Pelayanan