Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini mengemukakan bab pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

1.1. Latar Belakang Masalah

Dunia fashion saat ini sudah menjadi kebutuhan pokok masyarakat yang tidak dapat dielakan hal tersebut sebanding dengan kebutuhan makanan pokok sehari- hari. Di kalangan remaja sampai orang tua hal ini sudah menjadi pembicaraan yang hangat. Kehadiran berbagai macam produk fashion yang memiliki berbagai macam bentuk dan berbagai keunggulan masing-masing, mulai dari model tas dan pakaian yang sedang trend, kosmetik trend tahun ini, dan berbagai macam produk fashion lainnya menjadikan kehidupan modern yang semakin berkembang, ditambah lagi dengan kemajuan iptek yang melesat begitu cepat hingga akhirnya menghasilkan pemikiran dan inovasi baru untuk dapat memenuhi kebutuhan masyarakat yang semakin beragam. Di Indonesia khususnya di wilayah Bogor menurut Khoirullah 2010 kebutuhan akan fashion cukup meningkat hal tersebut terbukti dengan adanya data dari Susenas, yaitu presentasi pengeluaran penduduk untuk produk non makanan jauh lebih besar dibandingkan untuk produk makanan, di mana pada tahun 2007 presentasi pengeluaran penduduk untuk produk non makanan mencapai angka 62,33. Hal ini dipengaruhi oleh gaya hidup dan selera masyarakat Bogor yang sudah mementingkan trend masa kini, sehingga hal tersebut mempengaruhi pola konsumsi masyarakat kota Bogor terhadap produk- produk non makanan. Begitulah kebutuhan akan fashion saat ini, kebutuhannya menyaingi kebutuhan pokok sekalipun. Dari dulu sampai sekarang fashion menjadi trend yang wajib diikuti perkembangannya. Tahun 1920 adalah abad baru ketika dunia fashion terlahir kembali setelah sebelumnya baju-baju ala Cinderella menguasai dunia fashion. Baju-baju Cinderella dengan rok super megar dengan pinggang ekstra ketat yang menyiksa kaum cewek. Inovasi terbaru muncul dari desainer dunia seperti Coco Chanel yang menyuguhkan potongan, warna serta gaya yang mementingkan karakter seorang cewek. Dari sinilah dunia fashion mulai berkibar. Memasuki tahun 1930, perkembangan fashion sedikit agak lambat hingga akhirnya memasuki perang dunia ke dua 1940-1946. Dari yang tadinya hanya bersifat fungsional, sebuah pakaian juga punya sisi estetik dan sisi cantik yulissamoa, 2010. Dengan perkembangan fashion dari tahun ketahun tersebut, maka perusahaan fashion harus merancang strategi yang dapat mempengaruhi konsumen untuk membeli. Seperti salah satu perusahaan fashion yang besar di Indonesia adalah Sophie Martin, di mana Sophie Martin ini adalah perusahaan yang bergerak di bidang fashion dengan pendekatan strategi bisnis Multi Level Marketing MLM. Berbagai macam strategi dan usaha yang dilakukan Sophie Martin agar produknya menjadi merek yang unggul dibanding yang lain dan menjadikan konsumen beralih untuk membeli produknya, seperti diskon yang diadakan pada tanggal 28 Agustus 2010 di Plaza Semanggi Jakarta yang lalu, perusahaan Sophie Martin tidak tanggung-tanggung mengeluarkan diskon hingga 80. Diskon yang tidak tanggung-tanggung itu memang menjadi incaran banyak pengunjung. Diskon diberikan untuk berbagai jenis barang seperti tas, pakaian, ikat pinggang maupun dompet. Dalam strategi tersebut Sophie Martin dapat meraup konsumen hingga ratusan orang, namun pihak perusahaan tidak dapat memberikan akses masuk kepada semua pengunjung oleh karena stok produk pada saat itu terbatas Hana puspita, 2010. Terhitung pada tanggal 22 juli 2010 perusahaan Sophie Martin menargetkan penjualannya naik 20 dibandingkan tahun lalu menjadi Rp800 miliar dengan memperbesar pasar ekspor. Presiden Direktur PT Sophie Martin Indonesia Bruno Hasson mengatakan bisnis produk fashion yang dipasarkan dengan sistem Multi Level Marketing itu terus berkembang. Adapun kontribusi nilai ekspor, katanya, baru mencapai 10 dari total penjualannya. Untuk itu pihaknya terus memperbesar pasar luar negeri, karena peluang bisnisnya besar. Produk Sophie didominasi oleh tas, setelah itu busana, sepatu, dan aksesoris. Untuk meningkatkan citra produk yang diproduksi oleh pasangan asal Paris itu, pihaknya juga menggunakan model asing sebagai model untuk memperagakan produknya dibuku katalog yang dibuatnya setiap bulan. Keberadaan buku katalog itu sangat penting sebagai sarana pemasaran produk yang dipasarkan secara multi level marketing itu Reni Efita Hendry, 2010. Omset penjualan produk Sophie Martin dari tahun 2001 ke 2002 naik sekitar 135. Hal tersebut membuat perusahaan Sophie Martin menambah jumlah karyawannya sekitar 280 karyawan yang mayoritas berada di Divisi Gudang dan Pelayanan Konsumen Admin, 2003. Kenyataan di atas mengisyaratkan bahwa perusahaan fashion harus meningkatkan penjualannya agar tak sedikit konsumen yang membeli dan tertarik serta memakai produk tersebut, dan hal itu membuat pihak perusahaan meningkatkan strategi penjualannya agar dapat mempengaruhi konsumen untuk membeli. Dalam keputusan membeli pada konsumen hal yang terpenting adalah bagaimana menjadikan konsumen untuk sadar dan tertarik dengan keberadaan produk yang ditawarkan sehingga hal tersebut mempengaruhi persepsinya dan memutuskan untuk membeli. Menurut Kotler Armstrong 2008, saat ini para pemasar harus pandai menciptakan nilai bagi para pelanggan dan mengatur hubungan dengan pelanggan. Mereka harus menarik pelanggan sasaran dengan prosisi nilai yang kuat. Sebagai imbalannya, perusahaan mendapat penghargaan dari pelanggan dalam bentuk penjualan, keuntungan, dan kesetiaan pelanggan. David L. Loudon dan Albert J. Della Bitta menjelaskan bahwa keputusan membeli yaitu proses pengambilan keputusan dan aktivitas individu secara fisik yang dilibatkan dalam proses mengevaluasi, memperoleh, menggunakan atau dapat mempergunakan barang-barang dan jasa dalam Anwar Prabu, 2005. Kotler dan Keller 2007 menjelaskan faktor yang mempengaruhi keputusan membeli pada konsumen, yaitu faktor budaya budaya, sub-budaya, kelas sosial faktor sosial kelompok acuan, keluarga, peran dan status, faktor pribadi usia dan tahap siklus hidup, pekerjaan dan keadaan ekonomi, kepribadian dan konsep diri, gaya hidup dan nilai dan faktor psikologis motivasi, persepsi, pembelajaran, dan memori. Keputusan membeli itu sendiri dipertimbangkan oleh motif kepuasan diri di mana biasanya konsumen mencari produk yang sesuai dengan keinginannya, misalnya harganya murah, produknya terkenal, kualitasnya terjangkau, dan pelayanan serta promosi yang memuaskan dari para penjualnya. Promosi yang baik akan menimbulkan kepuasan terhadap konsumen, sehingga konsumen akan mengulangi pembeliannya. Senada dengan ini Buchari Alma 2000 mengatakan bahwa adanya kepuasan yang dirasakan oleh konsumen, menimbulkan respons positif berupa terjadinya pembelian ulang, dan menganjurkan konsumen lain agar membeli produk yang sama. Keuntungan berlipat ganda akan diperoleh produsen, melalui penyebaran informasi positif dari konsumen ke konsumen lain. Dalam keputusan membeli pada konsumen tidak terlepas dari pengaruh eksternal seperti lingkungan sekitar yang mempengaruhi keputusannya untuk membeli, penjual misalnya yang mencoba memberikan pengaruh dalam mempromosikan produknya pada konsumen agar membeli produk tersebut. Penjual menjadi faktor terpenting dalam proses pemasaran, penjual berusaha agar dapat mempengaruhi pola pikir konsumen tentang keberadaan produk yang ditawarkan, hal ini menjadikan strategi pemasaran sebagai acuan bagi perusahaan yang dapat mempengaruhi persepsi konsumen akan produk yang ditawarkan sehingga terjadilah keputusan konsumen untuk membeli. Jadi promosi merupakan salah satu aspek yang penting dalam pemasaran karena dengan promosi bias membuat konsumen yang semula tidak tertarik terhadap suatu produk bisa berubah pikiran dan menjadi tertarik pada produk tersebut. Hal tersebut sesuai apa yang dikatakan oleh Buchori Alma 2000, bahwa setiap penjual harus dapat memberikan keterangan-keterangan kepada pembeli dengan jelas dan menarik. Setiap kata dan kalimatnya itu harus meyakinkan dan setiap keberatan orang lain harus dapat dijawab dengan tepat dan memuaskan. Persaingan yang terjadi pada perusahaan memberikan pengaruh pada maju atau mundurnya perusahaan itu, hal inilah yang mendorong semakin tajamnya persaingan diantara perusahaan-perusahaan yang menghasilkan produk yang sejenis. Persaingan yang paling terasa adalah adanya usaha perusahaan dalam memasarkan hasil produksinya kepada konsumen untuk memperoleh pasar yang tentunya sudah menjadi sasaran tujuannya. Oleh karena itu pemasaran dituntut untuk dapat mencapai tujuan yang diinginkan konsumen dan berfungsi untuk mengenali kebutuhan konsumen, namun diharapkan dalam persaingan tersebut terdapat dampak positif pada kemajuan antar perusahaan. Dalam jurnal ilmiah yang berjudul “ analisis trend persaingan pada perusahaan-perusahaan besar”, dijelaskan bahwa persaingan yang tidak sehat mempunyai dampak positif dan negatif. Dampak positif yang terjadi adalah banyaknya persaingan sehingga banyak ide yang muncul untuk melakukan inovasi produk, produk juga dapat dikenal masyarakat karena iklan dan pelayanan yang diberikan, selain itu dapat memahami dan melakukan penelitian dan pengembangan sehingga mengetahui keinginan konsumen pasar serta memudahkan untuk pengambilan keputusan Indupurnahayu, 2007. Dalam penjualan keahlian seorang penjual sangat menentukan banyak atau tidaknya konsumen membeli produknya. Perusahaan besar yang menghasilkan produk yang sama harus siap berkompetisi untuk berhasil di pasaran. Untuk memperkenalkan produk fashion yang dijualnya, penjual harus berusaha untuk mempengaruhi persepsi konsumen dan dapat menerapkan strategi pemasaran yang efektif. Personal Selling adalah salah satu cara yang dilakukan perusahaan fashion untuk dapat menarik perhatian konsumen dan meningkatkan hasil penjualan produknya. Personal Selling itu sendiri yaitu aktivitas komunikasi antara produsen yang diwakili oleh tenaga potensial yang melibatkan pikiran dan emosi, serta tentu saja berhadapan langsung dengan kosumen Nugroho J. Setiadi, 2005. Melalui cara tersebut penjual berusaha mempengaruhi konsumen dengan percakapan secara langsung karena dengan cara tersebut diperlukan pendekatan yang lebih pribadi kepada konsumen sasaran. Sebagaimana yang dikatakan Kotler Armstrong 2008 bahwa personal selling melibatkan interaksi pribadi antara dua orang atau lebih, sehingga masing-masing orang dapat mengetahui kebutuhan dan karakteristik orang lain serta membuat pilihan secara cepat. Jika strategi personal selling ini dapat dipahami dengan mudah oleh konsumen maka hal tersebut akan mempengaruhi persepsinya dan memutuskan untuk membeli. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Doddy Aryanto 2008 yaitu penelitian tentang “ Personal Selling dan Keputusan Membeli Nasabah Studi Korelasi Personal Selling Asuransi Kerugian terhadap Keputusan Membeli Nasabah di PT. Fadent Mahkota Sahid Medan. Hasil penelitiannya adalah bahwa Personal Selling Asuransi Kerugian berpengaruh terhadap keputusan membeli nasabah di PT. Fadent Mahkota Sahid. Besarnya pengaruh yang diberikan sebesar 98. Dengan strategi personal selling perusahaan lebih menekankan pada aspek komunikasi pribadi kepada konsumen, di mana komunikasi itu bersifat persuasif. Dalam komunikasi persuasif ini yang dikehendaki justru perubahan perilaku, keyakinan, dan sikap yang lebih mantap seolah-olah perubahan tersebut bukan atas kehendak komunikator akan tetapi justru atas kehendak komunikan sendiri Nugroho J. Setiadi, 2005. Dengan komunikasi secara persuasif yang dilakukan penjual diharapkan dapat mempengaruhi persepsi konsumen serta memberikan keyakinan dan sikap terhadap produk agar konsumen memutuskan untuk membeli. Sehingga dengan demikian dengan komunikasi secara persuasive kegiatan personal selling akan mampu mempengaruhi konsumen untuk membeli. Menurut Sofyan Assauri 1990, di samping menjelaskan atau memberitahukan tentang produk dan membujuk merayumenggugah calon pembeli, personal selling juga menampung keluhan dan saran dari para pembeli, sebagai umpan balik bagi perusahaan. Dengan personal selling terdapat suatu pengaruh secara langsung yang timbul dalam pertemuan tatap muka antara penjual dan pembeli, dimana terdapat pengkomunikasian fakta yang diperlukan untuk mempengaruhi keputusan pembelian, atau menggunakan faktor psikologis, dalam rangka membujuk dan memberi keberanian pada waktu pemberian keputusan. Dalam personal selling terdapat komunikasi persuasif yang diciptakan penjual, di mana penjual berusaha merubah pendapat, sikap, dan perilaku konsumen. Namun dalam personal selling di sini lebih menitikberatkan pada bagaimana cara pendekatan penjual dalam mempromosikan produknya kepada konsumen, sedangkan dalam komunikasi persuasif yaitu bagaimana cara penjual memberikan informasi atau pesan yang akan disampaikannya kepada konsumen. Oleh karena itu strategi personal selling ini diharapkan dapat mempengaruhi persepsi konsumen untuk membeli, bagaimana penjual berusaha mempengaruhi dan membujuk konsumen dengan cara bertatap muka langsung sehingga konsumen bisa bertanya mengenai produk kepada tenaga penjual, karena keputusan membeli terjadi karena konsumen mempersepsikan apa yang diinderakannya kemudian diinterpretasi menjadi sebuah arti. Persepsi itu sendiri adalah kemampuan membeda-bedakan, mengelompokkan, memfokuskan perhatian terhadap satu objek rangsang. Dalam proses pengelompokkan dan membedakan ini persepsi melibatkan proses interpretasi berdasarkan pengalaman terhadap satu peristiwa atau objek Shaleh Wahab, 2005. Philip Kotler dan Kevin Lane Keller 2007 menjelaskan bahwa persepsi merupakan bagian dari faktor psikologis yang merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi keputusan membeli. Karena menurutnya seseorang yang termotivasi itu siap untuk bertindak. Bagaimana sebenarnya tindakan seseorang yang termotivasi akan dipengaruhi oleh persepsinya terhadap situasi tertentu. Dalam pemasaran, persepsi itu lebih penting daripada realitas, karena persepsi itulah yang akan mempengaruhi perilaku aktual konsumen. Penelitian ini juga ingin melihat pengaruh jenis kelamin penjual dan familiaritas penjual terhadap keputusan membeli. Keputusan membeli merupakan bagian dari proses kognitif yang tidak mudah untuk kita ketahui, karena melibatkan faktor internal dan juga eksternal. Hal ini menarik untuk kita ketahui secara lebih mendalam. Pada umumnya manusia digolongkan berdasarkan jenis kelaminnya. Secara alamiah, jenis kelamin anak yang baru lahir disebut laki-laki atau perempuan. Anak muda laki-laki dikenal sebagai putra dan laki-laki dewasa sebagai pria. Anak muda perempuan dikenal sebagai putri dan perempuan dewasa sebagai wanita. Antara pria dan wanita berbeda dalam menyikapi persoalan. Begitupun juga dalam keputusan untuk membeli, jenis kelamin penjual dapat mempengaruhi keputusan membeli pada seseorang, penjual pria mungkin akan lebih agresif dalam mempromosikan produknya dibandingkan dengan penjual wanita atau penjual wanita lebih sabar dalam melayani konsumen dibandingkan dengan penjual pria. Familiaritas penjual juga dapat mempengaruhi keputusan seseorang untuk membeli, dimana penjual yang dikenal dan sudah menjadi langganan akan mempengaruhi konsumen untuk membeli di tempatnya karena sudah terbiasa dan merasa nyaman, begitupun sebaliknya penjual yang belum dikenal cenderung membuat konsumen untuk tidak membeli karena tidak terbiasa dan merasa asing. Selain variabel persepsi tentang personal selling, jenis kelamin penjual dan familiaritas penjual, peneliti juga ingin melihat pengaruh variabel demografi terhadap keputusan membeli. Dalam penelitian kali ini variabel demografi yang ingin peneliti teliti adalah usia yang terdiri dari usia remaja akhir dan usia dewasa awal, angkatan yang terdiri dari angkatan baru dan angkatan lama, dan fakultas yang terdiri dari fakultas umum dan fakultas agama, karena terkait dengan sampel yang peneliti ambil yaitu mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, peneliti ingin mengetahui bagaimana persepsi konsumen tentang personal selling, apakah persepsi tersebut dapat mempengaruhi konsumen dalam melakukan pembelian, dan apakah jenis kelamin penjual dan familiaritas penjual serta variabel demografi yakni usia, angkatan, dan fakultas dapat mempengaruhi keputusan konsumen untuk membeli, yang dalam penelitian ini konsumen yang dimaksud adalah mahasiswi. Sehingga penulis perl u mengkaji dan meneliti lebih mendalam mengenai “Pengaruh Persepsi tentang Personal Selling, Jenis Kelamin Penjual, Familiaritas Penjual, dan Demografi terhadap Keputusan Membeli pada Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta”.

1.2. Pembatasan Masalah