18 | P a g e
3. Pencampuran bahan – untuk industri semen misalnya menggunakan bahan pengganti
klinker termasuk menggunakan bahan daur ulang.
2.2.5 Kebijakan Terkait Sektor Energi dan Transportasi
Di sektor energi, beberapa dokumen dan peraturan nasional telah diterbitkan yang terkait dengan pengurangan emisi gas rumah kaca; Masterplan Energi Nasional, Blueprint Energi Nasional,
Kebijakan Nasional Energi, Perpres 22008, dan sebagainya. Potensi penghematan energi, diverisifikasi energi, dan elastisitas energi yang ditargetkan pada dokumen
– dokumen tersebut akan berimplikasi terhadap jumlah emisi yang dihasilkan. Di sisi lain, Menteri Keuangan juga
telah menerbitkan beberapa peraturan yang dapat berimplikasi terhadap investasi di bidang energi.
Dalam RAN-GRK arahan kebijakannya berupa komitmen efisiensi dalam pemanfaatan energi diterapkan pada seluruh sektor pengguna energi, yakni sektor transportasi, industri, rumah
tangga, dan komersial.
Dalam ICCSR arahan kebijakannya dijelaskan bahwa emisi gas rumah kaca yang diperoleh dari sektor energi harus dikelola karena sektor ini sangat penting untuk pembangunan perekonomian
Indonesia, baik untuk ekspor produktif tukar pendapatan valas asing dan untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negeri.
Dalam Renstra Kementerian ESDM 2010-2014 memiliki salah satu arahan kebijakannya berupa meningkatkan kesadaram masyarakat melalui diversifikasi dan konservasi energy dalam rangka
untuk mengurangi gas rumah kaca.
Untuk sektor transportasi Kementerian Lingkungan Hidup telah mengesahkan beberapa peraturan terkait transportasi; sebagai contoh standar emisi untuk kendaraan baru dan lama.
Pemerintah Provinsi juga perlu mempersiapakn regulasi dan dokumen lebih detail untuk mitigasi emisi yang sesuai dengan strategi
avoidreduce
–
shift
–
improve
yang tertulis di dalam ICCSR. Sedangkan pada RAN-GRK pendekatan pengurangan emisi dilakukan dengan beberapa
pendekatan seperti trip demand management, shifting, improvement dan green transport. Pada Renstra Kementerian Perhubungan 2010-2014 telah terdapat strategi untuk
mengarusutamakan isu perubahan iklim kedalam perencanaan pembangunan nasional, termasuk koordinasi, sinergi, monitoringdan evaluasi merupakan tantangan dalam memitigasi dan
beradaptasi terhadap setiap perubahan iklim.
2.2.6 Kebijakan Terkait Sektor Pengelolaan Sampah
Peraturan dasar bagi sektor pengelolaan sampah berasal dari UU 182008 mengenai pengelolaan sampah, UU 262007 mengenai penataan ruang, dan UU 322009 mengenai lingkungan hidup.
Undang – undang tersebut didukung oleh regulasi detail maupun panduan yang disediakan oleh
Kementerian Pekerjaan Umum. Secara umum, regulasi tersebut mengatur mengenai pengelolaan dan pembangunan infrastruktur pengelolaan sampah.
19 | P a g e
Pada RAN-GRK terdapat Kebijakan pengelolaan limbah sampah dalam rangka mitigasi perubahan iklim dilakukan dengan pengelolaan sampah dengan penerapan konsep 3R
Reduce, Reuse, Recycle
, fasilitasi prasarana pengumpulanpengangkutan sampah, pembangunan peningkatan Tempat Pemrosesan akhir TPA sampah menjadi
sanitary landfill
dan juga pengembangan TPA yang terpadu dengan teknologi pemanfaatan GRK untuk energi.
Dalam ICCSR, kebijakan pengelolaan sampah ke depan sekurangnya harus menerapkan dua kebijakan utama. Kebijakan pertama adalah pengurangan
reduce
sampah di sumber sebanyak mungkin, digunakan kembali
reuse
dan didaur ulang
recycle
3R sebelum diangkut ke TPA. Kebijakan kedua yaitu pengelolaan sampah harus dilakukan dengan mengintegrasikan partisipasi
masyarakat. Dua kebijakan ini digunakan sebagai prinsip dasar pengelolaan sampah sebagaimana yang dideskripsikan di dalam undang-undang pengelolaan sampah. Sementara itu,
partisipasi aktif masyarakat dalam program 3R sampah padat dimulai dari tingkat perumahan dengan mengubah kebiasaan masyarakat menjadi lebih bersih dan sehat. Partisipasi industri juga
akan dilakukan dengan melaksanakan EPR
Extended Producer Responsibility
yaitu prinsip untuk produsen dan importir sampah B3.
Pada Rencana Strategis Kementerian Pekerjaan Umum 2010-2014 arahan kebijakannya berupa pengelolaan persampahan dikelola secara lebih efektif dan efisien melalui pola BLU Badan
Layanan Umum ini diharapkan dapat menjadi langkah awal dalam pembaharuan manajemen keuangan sektor publik, demi meningkatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat. Dalam 5
lima tahun ke depan Pemerintah dalam hal ini Kementerian Pekerjaan Umum merencanakan untuk terus mendorong berbagai alternatif pembiayaan untuk investasi pembangunan
infrastruktur, termasuk
pola-pola KPS, yang salah satunya pengelolaan persampahan.
2.3 Peran Institusi dan Kewenangannya