Terwujudnya Hasil inovasi dan Layanan Teknologi Bahan Bakar Nabati Untuk Substitusi BBM

LAKIP TIEM TAHUN 2016 Bab II - 38 melalui produksi dalam negeri. Dengan mempertimbangkan pentingnya keberlanjutan dalam penyediaan energi nasional dan dalam rangka meningkatkan kemandirian nasional di bidang bahan bakar, maka dipandang sangat urgen bahwa Indonesia harus segera memberdayakan dan membangun industri nasional untuk bahan bakar cair, yakni bio-energi. Peraturan Pemerintah No. 79 Tahun 2014 mentargetkan kontribusi EBT sebesar 23 dari bauran energi nasional pada tahun 2025 mendatang. Biomassa menjadi salah satu opsi strategis penyediaan bio-energi untuk substitusi BBM. Namun, potensi yang ada saat ini belum bisa langsung dan maksimal dimanfaatkan tanpa melalui rekayasa teknologi. Program inovasi dan layanan teknologi pemanfaatan BBN diarahkan untuk menghasilkan teknologi bio-energi yang kompetitif sehingga industri dapat memanfaatkan hasil inovasi ini. Dalam lima tahun ke depan, program ini ditargetkan bisa menghasilkan 1 produk inovasi teknologi bio-energi dalam bentuk demo plant yang dapat dimanfaatkan oleh industri dalam negeri. Program inovasi dan layanan teknologi bio-energi bertujuan untuk menghasilkan teknologi produksi bio-energi yang dapat dimanfaatkan oleh industri. Program ini mendukung program pemerintah dalam percepatan dan peningkatan mandatori pemanfaatan bio-energi. Percepatan peningkatan pemanfaatan bio-energi merupakan tindak lanjut 4 paket kebijakan ekonomi yang dikeluarkan Pemerintah yang salah satunya adalah memperbaiki defisit transaksi berjalan dan mengurangi impor migas dengan cara meningkatkan pemanfaatan biodiesel. Mandatori bio-energi bertujuan untuk mengurangi ketergantungan pada energi fosil khususnya BBM. Untuk pengembangan industri bio-energi dalam negeri perlu segera dilakukan dalam rangka memberikan nilai tambah pada perekonomian, mengurangi emisi GRK akibat pembakaran energi fosil, serta untuk mengurangi impor BBM yang semakin meningkat penghematan devisa LAKIP TIEM TAHUN 2016 Bab II - 39 akibat pengurangan impor BBM. Meningkatnya porsi biodiesel, maka dapat melakukan penghematan devisa dengan meningkatkan pemanfaatan biodiesel untuk kebutuhan dalam negeri. Dalam lima tahun ke depan, hasil inovasi teknolgi yang ditargetkan dimanfaatkan oleh industri adalah biodiesel dan biomethanol. Teknologi biodiesel dari proses non katalitik ditargetkan dapat memberikan outcome pada tahun 2019, demikian juga teknologibio-methanol diharapkan dapat memberikan outcome pada tahun 2019. 2. Terwujudnya hasil inovasi dan layanan teknologi produksi dan pemanfaatan migas dan batubara Sebagaimana disadari bahwa saat ini bahan bakar untuk pembangkit listrik yang dominan adalah batubara, demikian juga kecenderungannya kedepan adalah masih batubara. Melihat kenyataan bahwa sumber batubara Indonesia kebanyakan adalah Low Rank Coal, maka diperlukan upaya yaitu upgrading batubara sehingga batubara tersebut mempunyai kalor yang relative cukup untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap PLTU. Untuk mensuport program pemerintah dibidang bahan bakar cair BBM, batubara juga bisa berkontribusi memenuhi kebutuhan BBM transportasi yaitu dengan proses pencairan batubara dengan teknologi hidrogenasi. Kedua upaya ini meningkatkan peranan secara nasional bahwa saat ini pemakaian nasional hanyalah 23 sedangkan untuk ekspor adalah 77. Untuk bahan bakar gas dimasa mendatang masih akan besar peranannya sehingga masih diperlukan upaya upaya untuk teknologi pemanfaatannya untuk transportasi, rumah tangga, industri kimia dan pembangkit listrik. Disamping itu juga perlu upaya upaya untuk memproduksi gas-gas sistesis dari bahan bakar lainnya sehingga dapat dihasilakan bahan bakar yang cukup. LAKIP TIEM TAHUN 2016 Bab II - 40 Untuk peningkan ketersediaan pasokan bahan bakar perlu dilakukan upaya untuk memanfaatkan potensi sumber minyak maka upaya pemanfaatan kilang mini sangat diperlukan. 3. Terwujudnya hasil layanan teknologi di bidang perencanaan dan optimalisasi sistem energi nasional Perencanaan energi nasional adalah mutlak diperlukan untuk menghasilkan perencanaan pembangunan yang optimum. Hal ini disadari karena energi memegang peranan yang cukup penting di dalamnya. Untuk itu Kajian outlook energi di BPPT berharap bisa menjadi rujukan utama nasional dan merupakan outcome kedeputian TIEM.

4. Terwujudnya hasil inovasi dan layanan teknologi industri kimia.

Permasalahan utama industri petrokimia ada pada 3 komponen yaitu teknologi, bahan baku dan katalis yang semuanya masih bergantung pada lisensi asing, ditambah dengan permasalahan penggunaan pupuk nasional yang tidak efisien menyebabkan beban subsidi pemerintah yang cukup tinggi yaitu mencapai Rp. 18 trilyuntahun. Keppres No. 4 tahun 2010 tentang revitalisasi industri pupuk nasional ditindaklanjuti oleh pemerintahdengan menyediakan dana untuk melakukan optimalisasi pabrik pupuk yang ada dan membangun pabrik pupuk baru untuk meningkatkan kapasitas produksi dari 3 juta tontahun menjadi 7 juta tontahun. Dengan melihat potensi tersebut, dan modal invensi pupuk SRFCRF yang mampu menghemat penggunaan pupuk 30-50, Kedeputian TIEM melanjutkan kegiatan pengembangan kedepan untuk menghasilkan paten yang dimanfaatkan oleh mitralisensi pupuk SRFCRF kapasitas 10.000 – 100.000 tonth dan dilengkapi dengan pupuk mikro nutrient 1.000 – 10.000 tonth yang diharapkan dapatmengurangi beban subsidi sekitar Rp.5,4 trilyun per tahun. Sedangkan faktor hambatan eksternal BPPT antara lain: banyak perusahaan yang terikat oleh peraturan prinsipal di luar negeri, serta political will pemerintah lemah misalnya aturan tentang royalty untuk peneliti dan LAKIP TIEM TAHUN 2016 Bab II - 41 perekayasa. Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, maka perlu disusun strategi yang mencakup apa yang ingin dicapai, langkah-langkah dan tahapan untuk mencapainya, dan sumberdaya yang dibutuhkan untuk mendukung pencapaian dimaksud. Formulasi Strategis Program Inovasi Teknologi Industri Petrokimia mendukung program prioritas nasional pembangunan kedaulatan pangan, terutama dalam hal peningkatan produksi padi dan pangan lainnya. Sebagai outcome dari program ini adalah dimanfaatkannya teknologi produksi pupuk SRFCRF oleh mitra industri dengan kapasitas 10.000 – 100.000 ton per tahun. Beberapa impact yang dapat dicapai dari implementasi pupuk SRFCRF diantaranya : menghemat penggunaan pupuk sekitar 30 – 50, fleksibelitas formulasi pupuk yang dihasilkan menyesuaikan dengan spesifikasi lokasi speklok dan komoditas, memulihkan kesuburan lahan karena matriks yang digunakan, mengurangi beban subsidi sekitar Rp. 5 - 9 Trilyun per tahun, meningkatkan panen rata- rata sekitar 10. Sesuai dengan target yang diharapkan maka pada tahun 20172018 pupuk SRFCRF sudah diproduksi dan didistribusikan oleh mitra. Mitra pengguna teknologi ini antara lain Industri Pupuk BUMN, BUMDPerusda, swasta. Adapun untuk mengatasi shortage gas alam sebagai bahan baku petrokimia pupuk, maka diharapkan adanya sumber gas alternative yang diperoleh melalui inovasi teknologi produksi syngas. Syngas ini dapat diproduksi dengan menggunakan bahan baku batubara maupun biomassa yang berlimpah di Indonesia. Program migas diharapkan menghasilkan penguasaan teknologi kilang mini dalam rangka mendukung program prioritas nasional pembangunan kedaulatan energy, khsususnya kegiatan pembangunan kilang minyak yang dicanangkan secara nasional. Kilang Mini ini dipersiapkan untuk daerah, remote area yang tersebar di beberapa daerah di Indonesia.