Penelitian Sebelumnya TINJAUAN TEORITIS

57 Teori kedua adalah teori Fei-Rains 1961 yang berkaitan dengan Negara berkembang yang mempunyai cirri-ciri sebagai berikut : kelebihan buruh, sumber daya alamnya belum dapat diolah, sebagian besar penduduknya bergerak di sector pertanian, banyak pengaguran, dan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi. Penelitian Firdausy et All 2002 menunjukkan bahwa sumber-sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia sangat banyak termasuk modal, tenga kerja, dan peranan dari institusi dalam proses pembangunan.

2.6 Penelitian Sebelumnya

Penelitian tentang ketimpangan wilayah di Indonesia diawali oleh Hendra Esmara 1975, Islam dan Khan 1986, dan Nasjid Majidi 1997. Dengan menggunakan data PDRB riil dikemukakan bahwa selama periode 1968-1997 indeks ketimpangan pendapatan antardaerah semakin meningkat. DKI Jakarta, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Bali, dan Riau merupakan propinsi yang paling makmur, sedangkan propinsi terparah yaitu: Nusa Tenggara Timur dan Barat, Bengkulu dan Jambi. Secara umum propinsi-propinsi di daerah timur Indonesia menempati posisi rendah. Penelitian Sjafrizal 1997 dan Welly dan Waluyo 2000 dengan menggunakan data PDRB tanpa migas antara tahun 1983 – 1997 menunjukkan indeks ketimpangan bergerak dari 0,49 – 0,54. Indeks ketimpangan Indonesia jika dibandingkan dengan kelompok negara maju 0,49 - 0,54 dan berpendapatan menengah 0,46 akan berada di atas rata-rata Waluyo, 2007. Penelitian Takahiro Akita 2003 menggunakan data PDB per-kapita China dan Indonesia dengan teknik two stage nested Theil inequality decomposition. Menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: Satu; Dalam pandangan efisiensi, ketimpangan pendapatan antardaerah disebabkan oleh ketidakmerataan distribusi Universitas Sumatera Utara 58 sumber daya alam dan rendahnya kualitas transportasi dibeberapa daerah. Dua; Di China 60 wilayah dalam propinsi menunjukkan ketimpangan pendapatan yang tinggi, sedangkan di Indonesia setengahnya mengalami ketimpangan. Kim 1996, dengan penelitian di Korea menjelaskan bahwa sektor publik lokal mempumyai pengaruh yang signifikan terhadapa pertumbuhan ekonomi di Korea selama periode 1970-1991. Yilmaz 2002, meneliti bagaimana pola dan struktur perekonomian cenderung konvergen dan divergen. Hasilnya menjelaskan bahwa perbedaan wilayah dan perilaku temporal dari perekonomian nasional mempunyai efek terhadap kecepatan kondisi konvergensi. Ardani 1966 telah menganalisis kesenjangan pendapatan dankonsumsi antar daerah dengan menggunakan indeks Williamson selama 1098-1993 dan 1983-1993. Kesimpulannya mendukung hipotesis Williamson 1965 bahwa pada tahap pembangunan ekonomi terdapat kesenjangan kemakmuran antar daerah. Namun semakin majunya pembangunan ekonomi kesenjangan tersebut semakin menyempit Waluyo,2007. Hirschman 1958 mengemukakan konsep pengembangan wilayah menyatakan bahwa dalam satu wilayah atau daerah yang cukup luas hanya terdapat berbagai titik pertumbuhan growth Center, dimana industri berada pada suatu kelompok daerah tertentu sehingga menyebabkan timbulnya daerah pusat dan daerah belakang hinterland. Untuk mengurangi ketimpangan ini perlu memperbanyak titik –titik pertumbuhan baru. Menurut Glasson 1977 pertumbuhan wilayah dapat terjadi sebagai akibat dari penentu endogen atau eksogen, yaitu faktor-faktor yang terdapat di dalam wilayah yang bersangkutan ataupun faktor-faktor luar wilayah, atau kombinasi dari keduanya. Dalam model-model ekonomi makro disebutkan bahwa ekonomi penentu intern pertumbuhan ekonomi wilayah adalah modal, tenaga kerja, tanah sumber daya Universitas Sumatera Utara 59 alam, dan sistem sosio-politik, sedangkan menurut model ekspor pertumbuhan,industri ekspor dan kenaikan permintaan adalah penentu pokok pertumbuhan wilayah yang bersifat ekstern. Pujiati, Amin 2007 telah melakukan penelitian tentang Analisis Pertumbuhan Ekonomi Di Karesidenan Semarang Era Desentralisasi Fiskal tahun 2002-2006 dengan menggunakan metode GLSGeneralized Least Square. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa tenaga kerja TK memainkan peran yang penting dalam penelitian ini, dengan melihat angka koefisiennya yang besar. Koefisien tenaga kerja menunjukkan tanda yang positif dan signifikan secara statistik pada tingkat kepercayaan 1 persen untuk semua kabupatenkota. Koefisien tenaga kerja yang besar ini belum bisa dikatakan adanya peningkatan kualitas tenaga kerja tetapi hanya dari sisi kuantitas. Hal ini bisa dilihat dari penduduk yang berumur 10 tahun keatas menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan rata-rata dari kabu-patenkota di karesidenan Semarang sebagian besar adalah tingkat SD, yaitu sebesar 70 persen kecuali kota Salatiga dan Kota Semarang rata-rata 40 persen, meskipun apabila dilihat dari jumlah jam kerja seminggu bagi yang bekerja lebih dari 35 jamminggu rata-rata 67 persen untuk semua kabupatenkota pada tahun 2005. Nilai koefisien tenaga kerja 0,76 artinya jika ada peningkatan tenaga kerja sebesar 10 persen akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi PDRB sebesar 7,6 persen. Jumlah tenaga kerja yang lebih besar diharapkan akan menambah jumlah tenaga yang produktif yang memacu pertumbuhan ekonomi Amin, Pujiati:2007. Soelistianingsih, Lana 2007 telah melakukan penelitian tentang Analisis Disparitas Pendapatan KabupatenKota di Provinsi Jawa Tengah Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Regional tahun 1993-2005 dengan menggunakan metode GLS Generalized Least Square. Hasil yang didapat Universitas Sumatera Utara 60 menunjukkan bahwa Pengeluaran pemerintah daerah memiliki efek positif signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dimana pengeluaran pemerintah kabupaten kota memiliki pengaruh positif signifikan sebesar 0,08 pada tingkat kepercayaan 99. Hal itu berarti setiap kenaikan 1 pengeluaran pemerintah kabupaten kota akan menaikkan pertumbuhan ekonomi regional di Propinsi Jawa Tengah sebesar 0,08. Dalam hal ini pengeluaran pemerintah menjadi fungsi fiskal stimulus yang cukup optimal dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Grossman 1988 menemukan hubungan positif antara pengeluaran pemerintah dan pertumbuhan ekonomi, tanpa melihat pengeluaran persektor regardless of the disaggregation of expenditures Diamond 1989 mengamati pengeluaran sosial, hasilnya menunjukkan signifikan positif berdampak terhadap per- tumbuhan jangka pendek saat pengeluaran infrastruktur lebih sedikit berpengaruh walaupun positif. Dia menemukan juga pengeluaran kapital negatif berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Sifat negatif di sini berhubungan pada periode jangka panjang dan tidak efisien berhubungan dengan pembiayaan publik. Mengikuti Barro 1990, kontribusi pengeluaran yang produktif positif terhadap pertumbuhan, dan sebaliknya untuk pengeluaran yang tidak produktif. Universitas Sumatera Utara 61

BAB III METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan langkah dan prosedur yang akan dilakukan dalam pengumpulan data atau informasi empiris guna memecahkan permasalahan dan menguji hipotesis penelitian. Adapun metode penelitian yang digunakan di dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

3.1 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah menitik beratkan pada analisis ketimpangan pendapatan antar daerah yang terjadi di 25 kabupatenkota di Sumatera Utara dan menganalisis bagaimana pengaruh penduduk yang bekerja dan pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi di setiap kabupatenkota di Sumatera Utara yakni: 1. Nias 2. Mandailing Natal 3. Tapanuli Selatan 4. Tapanuli Tengah 5. Tapanuli Utara 6. Tobasa Samosir 7. Labuhan Batu 8. Asahan 9. Simalungun 10. Dairi 11. Karo 12. Deli Serdang 13. Langkat 14. Nias Selatan Universitas Sumatera Utara