Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

18

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Belajar mengajar merupakan dua konsep yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain, belajar menunjukkan apa yang harus dilakukan seseorang sebagai subjek yang menerima pelajaran sasaran didik, sedangkan mengajar menunjukkan apa yang harus dilakukan oleh guru sebagai pengajar. 1 Pendidikan sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, adalah “Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Dalam hal ini berarti dalam praktik usahanya pendidikan bertujuan untuk mewujudkan suasana belajar yang aktif sehingga dapat meningkatkan potensi yang dimiliki oleh peserta didik. Dalam rangka meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan anak didik dapat dilakukan dengan cara memberikan bimbingan, pengajaran, dan latihan atau pembiasaan yang diarahkan dalam rangka mengembangkan kepribadian dan kemampuan peserta didik ke tingkat kedewasaan. 2 Dalam pengertian yang agak luas, pendidikan dapat diartikan sebagai sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku sesuai dengan kebutuhan. Jadi pendidikan merupakan usaha sadar yang mengarah kepada tujuan yang hendak dicapai. Tujuan pendidikan merupakan target atau sasaran yang akan dicapai dalam setiap kegiatan pendidikan. Perumusan tujuan pendidikan harus 1 H. Ahmad Sabri, Strategi Belajar Mengajar dan Micro Teaching, Jakarta: Quantum Teaching, 2005h.33 2 Nurhasanah, Pengaruh Model Pembelajaran Remedial Terhadap Hasil Belajar Biologi Siswa, UIN Jakarta, 2005 h. 1 19 diarahkan kepada dasar pendidikan yang ada. Dasar Pendidikan Nasional negara kita adalah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Tujuan Pendidikan Nasional tertuang dalam Undang-Undang Tentang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, yang berbunyi : “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. 3 Kebijakan pemerintah menggunakan kurikulum berbasis kompetensi didasarkan pada Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan PP Nomor 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pusat dan Daerah Otonom. Pada PP ini, dalam bidang Pendidikan dan Kebudayaan, dinyatakan bahwa kewenangan pusat adalah dalam hal penetapan standar kompetensi peserta didik warga belajar serta pengaturan kurikulum nasional dan penilaian hasil belajar secara nasional serta pedoman pelaksanaannya, dan penetapan standar materi pokok. Berdasarkan hal itu disusunlah standar nasional untuk seluruh mata pelajaran di Madrasah Ibtidaiyah, yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok, dan indikator pencapaian. 4 Pendidikan dasar sebagaimana tercantum dalam Tujuan Pendidikan Nasional, dinyatakan bahwa Pendidikan dasar merupakan pendidikan yang berbentuk Sekolah Dasar SD dan Madrasah Ibtidaiyah MI atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama SMP dan Madrasah Tsanawiyah MTs atau bentuk lain yang sederajat, lebih menekankan pada kemampuan siswa untuk menguasai dasar-dasar ilmu pengetahuan dan teknologi yang disesuaikan dengan kebutuhan lingkungan. 3 Syafarudin dan Irwan Nasution, Manajemen Pembelajaran, Jakarta: Quantum Teaching, 2005, h.101-102 4 Depag RI, Pedoman Khusus Pengetahuan Alam Madrasah Ibtidaiyah, Jakarta: Dirjen Kelembagaan Agama Islam,2004, h.1 20 Pengetahuan Alam merupakan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis untuk menguasai pengetahuan, fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip- prinsip, proses penemuan, dan memiliki sikap ilmiah. Pendidikan Alam di Sekolah Dasar atau Madrasah Ibtidaiyah bermanfaat bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar. Pendidikan Pengetahuan Alam menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar peserta didik mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan Alam diarahkan untuk “mencari tahu” dan “berbuat” sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. 5 Dalam perkembangan pendidikan, siswa Madrasah Ibtidaiyah MI mulai diperkenalkan pada pengertian dasar keilmuan, seperti hukum sebab akibat dan cara-cara pengamatan yang obyektif dengan menggunakan alat-alat yang dapat memperluas jangkauan panca indera mereka. Selain itu di MI diperkenalkan pula rekayasa untuk menumbuhkan dan memupuk kreativitas produktif dalam pendayagunaan sumber daya alam yang tersedia, dan menjadi ciri pelajaran sains untuk dapat meningkatkan kesadaran siswa terhadap kebesaran dan kekuasaan penciptaan-Nya. Dari tujuan tersebut perlu diciptakan adanya sistem lingkungan kondisi belajar yang lebih kondusif, dan siswa dapat berinteraksi dengan lingkungan belajar melalui proses pembelajaran yang diatur oleh guru. Mengingat kedudukan siswa sebagai subyek dalam pembelajaran maka inti proses pembelajaran adalah kegiatan pembelajaran siswa dalam mencapai suatu tujuan pengajaran. Tujuan ini penting karena merupakan pedoman untuk mengarahkan siswa dalam belajar. Belajar bukan menghafal dan bukan pula mengingat. Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri sesorang. Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk 5 Depag RI, Standar Kompetensi Kurikulum 2004 Jakarta:Dirjen kelembagaan Agama Islam,2004h.205-206 21 seperti berubah pemahamannya, pengetahuannya, sikap dan tingkah lakunya, keterampilannya, dan aspek-aspek lain yang ada pada individu. Proses belajar siswa di sekolah diatur dan direncanakan supaya tujuan pendidikan tercapai, yaitu sejumlah perubahan dalam kognitif, psikomotor dan afektif yang terjadi melalui pengalaman-pengalaman belajar yang direncanakan untuk menunjang perkembangan siswa. Dari tujuan tersebut perlu dilakukan usaha untuk meningkatkan mutu pendidikan. Salah satu faktor yang sangat penting adalah melalui penggunaan berbagai model pendekatan pembelajaran. Dengan berbagai macam model pembelajaran itu diharapkan dapat memperbaiki proses pembelajaran yang tradisional teaching centered, yang hanya menekankan pada penyampaian informasi dan hanya dilakukan oleh guru. Ini merupakan suatu kekeliruan besar karena hanya mengajarkan sains hanya dengan mentransfer apa-apa yang terdapat di dalam buku teks. Pengajaran seperti ini ternyata tidak sesuai dengan keadaan sekarang. Untuk itu diharapkan guru tidak lagi bersifat demikian, akan tetapi mengubah teknik pengajaran dengan berpusat pada anak didik student centered yang menekankan bahwa dalam pembelajaran siswa sendirilah yang akan membangun pengetahuannya. 6 Menurut Gilbert, Osborn, dan Fensham dalam Saptono 1977 terdapat tiga alternatif kegiatan pembelajaran IPA yang sering terjadi. Pertama, siswa tidak tahu sama sekali tentang sesuatu konsep sampai akhirnya pembelajaran dilakukan guru secara informatif dengan metode ceramah. Kedua, siswa mempunyai pengetahuan namun masih mudah dipengaruhi oleh pengetahuan guru. Ketiga, siswa menpunyai pengetahuan yang sangat melekat dalam struktur kognitifnya sehingga tidak mudah dipengaruhi guru. Dalam kondisi seperti ini guru harus merancang kegiatan pembelajaran yang baik bagi siswa untuk meningkatkan atau mengubah pengetahuan awalnya. 7 6 M. Muttaqin, Pembelajaran IPA di SDMI Bandung : IAIN Sunan Gunung Djati Bandung, 2001, h. 49 7 M. Muttaqin, Pembelajaran IPA di SDMI Bandung: IAIN Sunan Gunung Djati,2001,h.49 22 Adanya ketidak-selarasan antara pemahaman siswa struktur kognitif dengan konsep sains yang diajarkan, merupakan masalah yang harus diperbaiki dalam pembelajaran sains. Permasalahan pembelajaran sains yang sering terjadi diantaranya adalah siswa tidak tahu sama sekali tentang suatu konsep yang diajarkan, yang pada akhirnya pembelajaran dilakukan guru secara informatif dengan metode ceramah saja. Seorang siswa sebelum masuk ke kelas sebenarnya telah memiliki pengetahuan yang telah ia dapatkan sebelumnya, dan kadang seorang guru tidak memperhatikan hal ini, sehungga pengetahuan awal siswa diabaikan. Dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran sains di SD MI guna memperoleh hasil yang maksimal dan bermakna para ahli sains telah mencoba berbagai model pembelajaran dengan berbagai pendekatan, gaar diharapkan dapat memperbaiki proses pembelajaran sains yang masih bersifat tradisional menjadi pembelajaran yang bersifat interaktif. Karena selama ini seorang guru telah melakukan suatu kekeliruan besar dalam mengajarkan sains hanya mentransfer apa-apa yang terdapat dalam buku teks. Pengajaran seperti ini tentunya sudah tidak relevan dengan keadaan sekarang, untuk itu diharapkan seorang guru harus mengubah teknik mengajarnya dengan cara menekankan kepada siswa untuk melakukan proses pembelajaran dengan cara mengkonstruk pengetahuannya. Bertolak dari uraian di atas, maka dalam merancang kegiatan pembelajaran sains sebaiknya guru memperhatikan pengetahuan awal siswanya tentang konsep sains. Salah satu model pembelajaran yang bertolak dari pengetahuan awal siswa adalah pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme. Realita yang terjadi dalam konsep pembelajaran masih ada guru sains yang mengajarkan ilmu sains dengan menerangkan dan menyuruh siswa membaca dan menghafal. Semua pengetahuan diperlakukan sama seperti mengajarkan Pengetahuan Sosial, padahal pengetahuan sains harus dimulai dan dibangun oleh siswa secara langsung, tidak bisa ditransfer dari orang lain termasuk guru. Salah satu cara untuk meningkatkan keterampilan berpikir siswa adalah melalui pembelajaran IPA yang menekankan pada pendekatan konstruktivisme. 23 Karena penerapan model ini sangat baik dalam memotivasi siswa untuk berpikir aktif serta mengambil tanggung jawab dalam pembelajaran dirinya. Berkembangnya keterampilan berpikir akan berdampak pada peningkatan hasil belajar IPA sains. Model konstruktivisme dalam pembelajaran adalah bahwa proses belajar mengajar siswa sendiri yang aktif secara mental membangun pengetahuannya yang dilandasi oleh struktur kognitif yang telah dimilikinya. Guru lebih berperan sebagai fasilitator dan mediator pembelajaran. Penekanan tentang belajar dan mengajar lebih berfokus pada suksesnya siswa mengorganisasi pengalaman mereka. Bertitik tolak pada uraian di atas maka dalam penelitian ini akan dikaji lebih lanjut tentang berbagai faktor yang berhubungan dengan peningkatan keterampilan berpikir rasional siswa melalui variasi pembelajaran yang lebih menekankan pada pengalaman siswa sebelum siswa diajak dalam kegiatan belajar mengajar, yang dalam penelitian ini akan dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai ‘Pengaruh Pembelajaran Dengan Pendekatan Konstruktivisme Terhadap Hasil Belajar Sains Siswa MI. Nurul Islamiyah Ciseeng” .

B. Identifikasi Masalah