Pengaruh Pendekatan Pembelajaran Konstruktivisme Terhadap Hasil Belajar Sains Siswa MI Nurul Islamiyah Ciseeng Bogor

(1)

1

KONSTRUKTIVISME TERHADAP HASIL BELAJAR SAINS

SISWA MI NURUL ISLAMIYAH CISEENG BOGOR

Oleh :

ASEP SURYADI

NIM. 503016029879

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA)

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

LEMBAR UJI REFERENSI Nama : Asep Suryadi

NIM : 503016029879

Jurusan : Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Biologi

Judul Skipsi : Pengaruh Penggunaan Pembelajaran Dengan Pendekatan Kontruktivisme Terhadap Hasil Belajar Sains Siswa MI. Nurul Islamiyah Ciseeng

No. Judul dan Halaman Buku/Referensi

Paraf Pembimbing

1 2

I 1. H. Ahmad Sabri, M. Pd.,Strategi Belajar Mengajar dan Micro Teaching, (Jakarta: Quantum Teaching, 2005), h.33

2. Nurhasanah, Pengaruh Pembelajaran Remedial Terhadap Hasil Belajar Biologi Siswa (UIN, Jakarta, 2005)h.1

3. Syafarudin dan Irwan Nasution, Manajemen Pembelajaran,(Jakarta : Quantum Teaching, 2005), h. 101-102

4. Depag RI, Pedoman Khusus Pengetahuan Alam Madrasah Ibtidaiyah,(Jakarta: Dirjen Kelembagaan Agama Islam, 2004), h. 1

5. Depag RI., Standar Kompetensi Kurikulum 2004, (Jakarta : Dirjen kelembagaan agama Islam, 2004), h. 205-206

6.M. Muttaqin, Pembelajaran IPA di SD/MI, (Bandung:IAIN Bandung,2001), h.49

II 7. Zulfiani, M.Pd,Model Pembelajaran Sains Berbasis Konstruktivisme di MI/MTs, Seminar Strategi Pembelajaran Sains yang Efektif di Madrasah, (Jakarta : CEQDA UIN, 2008), h.1

8. Depag RI, Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan 2006, (Jakarta : Dirjen Kelembagaan Agama Islam,


(3)

2006), h. 484- 485

9. Depag RI., Kurikulum 2004, Standar Kompetensi (Jakarta : Dirjen Kelembagaan Agama Islam, 2004), h. 210

10. Margaretha Sri Yuliariatiningsih,The Development of Interactive Teaching Model to Enhance The Grade 3 Students Rational Thinking Scill, (Bandung : Seminar nasional MIPA, 2004), h. 4 11. M. Muttaqin, Pembelajaran IPA di SD/MI,

(Bandung : IAIN Bandung, 2001), h. 53-54

12. Judy Mousley and Russel Tyttler, Constructivism View of Learning, (Deakin University Press, 1998), p.2

13. M. Muttaqin, Pembelajaran IPA di SD/MI, (Bandung : IAIN Bandung, 2001), h. 52-53

14. Didik P., Efektivitas Model Pembelajaran Biologi Berbasis Hands-on, Seminar Nasional MIPA, (JICA,2004), h. 2-3

15. M. Muttaqin, Pembelajaran IPA di SD/MI, (Bandung : IAIN Sunan Gunung Djati, 2001), h. 51

16. http://www.freewebs.com/hijrahsaputra/25/03/200 17. http:///www.geocities.com/heksagon

2001/pendidikankonstruktivisme/25/03/2008 18. M. Muttaqin, Pembelajaran IPA di SD/MI,

(Bandung: IAIN Bandung, 2001), h.52-54 19. Ibid, h. 50-57

20. Munas Prianto Ramli, Pembelajaran Sains Yang Menyenangkan Dengan Metode Konstruktivisme, (Jakarta: Metamorfosa Pendidikan Jurnal Pendidikan IPA, 2006), h.52-53

21. H. Ahmad Sabri, Strategi Belajar Mengajar dan Micro Teaching, (Jakarta : Quantum Teaching,


(4)

2005), h.33-34

22. Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya(Jakarta : Rineka Cipta, 2003), h.2

23. Drs. Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2004), h. 231-232

24. Syafarudin Dan Irwan Nasution, Manajemen Pembelajaran, (Jakarta : Quantum Teaching, 2005), h. 104

25. Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung : Sinar Baru Algensindo, 2004), cet. Ke-4, h.45-54

26. Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2004), h. 233-238

27. Slameto, belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya, (Jakarta : Rineka Cipta, 2003), h. 54

28. H. Ahmad Sabri, Strategi Belajar Mengajar dan Micro Teaching, (Jakarta : Quantum Teaching, 2005), h. 48-49

29. Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung : Sinar Baru Algensindo, 2004), cet. Ke-4, h.42-43

III 30. Prof. Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), cet. Ke-4, h.70

31. Anas Sudjiono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 2006), h.208 32. M. Ngalim Purwanto, Prinsip-Prinsip dan Teknik

Evaluasi Pengajaran, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2004) Cet.ke-12, h.119

33. Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses belajar Mengajar, (Bandung : Rosdakarya, 2001), h. 137


(5)

34. M. Ngalim Purwanto, Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2004) Cet.ke-12, h.120

35. Prof. Dr. Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta : Rineka Cipta, 2002), h.275

IV 36. Dra. Margareha Sri Yuliariatiningsih, The Development Of Interactive Teaching Model To Enhance The Grade 3 Students Rational Thinking Skill, (Bandung : Seminar nasional MIPA, 2004), h. 9-10


(6)

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi berjudul : “ Pengaruh Pendekatan Pembelajaran Konstruktivisme Terhadap Hasil Belajar Sains Siswa MI. Nurul Islamiyah Ciseeng Bogor “, diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan telah dinyatakan lulus dalam sidang munaqasyah pada tanggal 22 Januari 2009 di hadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) pada Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam Program Studi Pendidikan Biologi.

Jakarta, Januari 2009

Panitia Ujian Munaqasyah Tanggal Tanda Tangan

Ketua Jurusan Pend. IPA

Ir. Mahmud M. Siregar, M. Si ... ... NIP. 150222933

Sekretaris Jurusan Pend. IPA

Baiq Hana Susanti, M. Sc ... ... NIP. 150299475

Penguji I

Prof. Dr. Aziz Fachrurrozi, M.A ... ... NIP. 150202343

Penguji II

Drs. Ahmad Sofyan, M. Pd ... ... NIP. 150231502

Mengetahui :

Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A NIP. 150231356


(7)

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi berjudul: “Pengaruh Pendekatan Pembelajaran Konstruktivisme Terhadap Hasil Belajar Sains Siswa MI. Nurul Islamiyah Ciseeng Bogor “, yang disusun oleh : Asep Suryadi, NIM : 503016029879, Program Studi Pendidikan Biologi, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, telah melalui bimbingan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diujikan pada sidang munaqasyah sesuai ketentuan yang ditetapkan fakultas.

Jakarta, Januari 2009

Yang Mengesahkan :

Pembimbing (I) Pembimbing (II)

Ir. Mahmud M. Siregar, M. Si Eny S. Rosyidatun, S. Si., M.A


(8)

ABSTRACT

Asep Suryadi, The Influence Of Constructivism Teaching to The Result Of Science Learning Activities; An experiment in Nurul Islamiyah Islamic Elementary School at Ciseeng Bogor. Department Of Biology Education Faculty Of Tarbiyah and Teachers Training Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta.

This research was aimed to know are the influence of constructivism teaching to result of science learning activities . This research was established in Nurul Islamiyah Islamic Elementary School at Ciseeng Bogor. Experiment was used as the methodology of this research. There were 60 students who invaded to two groups, experiment group and control group. The hypothesis testing using a "t" test, and from the result of it calculation obtained "t" count was equal to 2,23 while t table at level of significant5 %equal to1,67. There by t-count was bigger than t-table (t-count>t-table). This matter mean that Ho was refused and Ha was accepted. Conclusion of this research is there are difference of mean the result of science learning activities among student which was given the constructivism teaching to result of learn science accepted or agreed. This matter indicate of constructivism teaching is bring positive significant to the result of science learning activities.


(9)

ABSTRAK

Asep Suryadi, Pengaruh Pembelajaran Pendekatan Konstruktivisme Terhadap Hasil Belajar Sains Siswa, (sebuah eksperimen di MI. Nurul Islamiyah Ciseeng Bogor), Jurusan Pendidikan IPA Biologi, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh pembelajaran pendekatan Konstruktivisme terhadap hasil belajar sains siswa. Penelitian ini dilaksanakan di MI. Nurul Islamiyah Ciseeng Bogor dengan menggunakan metode eksperimen. Ada sebanyak 60 orang siswa yang kemudian dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Pengujian hipotesis menggunakan uji "t". Dari hasil perhitungan diperoleh nilai t-hitung sebesar2,23, sedangkan t-tabel pada taraf signifikansi5 %sebesar 1,67. dengan demikian t-hitung lebih besar daripada t-tabel (t-hitung > t-tabel). Hal ini berarti Ho ditolak dan Ha diterima. Kesimpulan dari peneliian ini adalah terdapat perbedaan antara penggunaan pendekatan Konstruktivisme dengan penggunaan metode ceramah. Hal ini menunjukkan pembelajaran pendekatan konstruktivisme membawa pengaruh positif terhadap hasil belajar sains siswa.

Kata kunci : Pembelajaran Pendekatan Konstruktivisme, Hasil Belajar Sains Siswa


(10)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT. Yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya yang tak terhingga, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Junjungan Alam Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa umat manusia kepada jalan kebenaran, amien.

Dalam penyusunan skripsi ini tentunya tidak luput dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingim menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Ir. Mahmud M. Siregar, M.Si., Ketua Jurusan IPA, sekaligus sebagai Dosen Pembimbing I, yang telah dengan sabar memberikan bimbingan, pengarahan, ilmu, dan waktunya kepada penulis.

3. Ibu Eny S. Rosyidatun, S. Si. MA., Dosen Pembimbing II, terima kasih atas segala bimbingan, waktu, saran dan motivasinya.

4. Ibu Baiq Hana Susanti, M. Sc., Sekretaris Jurusan IPA Biologi.

5. Bapak/Ibu Dosen Jurusan IPA Biologi, yang telah dengan sabar dan ikhlas mendidik penulis, semoga ilmu yang telah diberikan bermanfaat dan dapat penulis amalkan, amien.

6. Pimpinan dan Staf Admnistrasi Perpustakaan UIN, Perpustakaan FITK dan CSE, yang telah memberikan fasilitas pustakanya kepada penulis.

7. Bapak Endin, S.Ag. (Kepala Madrasah) dan para guru MI. Nurul Islamiyah, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengadakan penelitian di sekolah tersebut.

8. Bapak dan Ibuku tercinta, yang tiada henti-hentinya mendo'akan, membimbing, dan memotivasi, sehingga ananda dapat menyelesaikan skripsi


(11)

ini. Semoga Allah SWT. senantiasa memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya, amien.

9. Adikku (Khotib Al Insy) yang selalu setia menemaniku dalam suka dan duka.

10. Teman-teman mahasiswa scholarship, Nurlaila Khairani (terima kasih atas segalanya), Ibu Ida Farida, Laelatul Robiah, dan Lita Fuadah, terima kasih atas kekompakan dan semangatnya.

Serta semua pihak yang tidak disebutkan satu persatu, semoga Allah SWT membalas segala kebaikan yang lebih banyak lagi, amien. Akhirnya semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya, dan pembaca pada umumnya. Mohon maaf atas segala keterbatasan dan kekurangan

Jakarta, Februari 2009


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... i

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR... ix

DAFTAR LAMPIRAN... x

BAB I : PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah... 6

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 6

D. Kegunaan Penelitian ... 7

BAB II : PENYUSUNAN KERANGKA TEORITIS, KERANGKA BERPIKIR, DAN PENGAJUAN HIPOTESIS... 8

A. Kerangka Teoretis Konsep Sains ... 8

B Pembelajaran Sains Melalui Pendekatan Konstruktivisme... 11

1. Teori-teori yang mendasari pandangan konstruktivisme... 11


(13)

3. Model Pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran

Sains di MI/SD ... 16

a. Kelebihan Pendekatan Konstruktivisme ... 16

b. Kebermaknaan Pendekatan Konstruktivisme... 16

c. Prinsip Pembelajaran Pendekatan Konstruktivisme 17 d. Implikasi dalam Pembelajaran Pendekatan Konstruktivisme... 18

e. Aplikasi Model Pembelajaran dengan Pendekatan Konstruktivisme ... 20

B. Hasil Belajar Siswa dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya ... 22

1. Hakikat Belajar... 22

2. Bentuk dan Tipe Hasil Belajar ... 24

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Siswa... 32

C. Kerangka Berpikir... 34

D. Pengajuan Hipotesis... 37

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN... 38

A. Tujuan Penelitian ... 38

B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 38

C. Sampel Penelitian ... 38


(14)

E. Variabel Penelitian... 39

F. Instrumen Penelitian ... 39

G. Teknik Analisis Data... 40

BAB IV: HASIL DAN PEMBAHASAN... 45

A. Deskripsi Data ... 45

1. Data Hasil Penelitian... 45

2. Data Hasil Tes... 46

B. Analisis Data ... 49

1. Uji Prasyarat ... 54

2. Uji Hipotesis Penelitian... 54

C. Interpretasi Hasil Penelitian... 56

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN... 57

A. Kesimpulan... 57

B. Saran... 58

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(15)

DAFTAR TABEL

1. Langkah-langkah Pembelajaran Pendekatan Konstruktivisme... 20 2. Kisi-kisi Instrumen Hasil Belajar sains...

39 3. Distribusi Frekuensi Relatif/Persentase Hasil Belajar

Siswa (Kelas Eksperimen)... 47 4. Distribusi Frekuensi Relatif/Persentase Hasil (Kelas Kontrol)...

48

5. Perhitungan Uji Normalitas Kelas Eksperimen... 50

6. Perhitungan Uji Normalitas Kelas Kontrol ... 51


(16)

DAFTAR GAMBAR

1. Bagan Proses Perubahan Struktur Kognitif Siswa ... 15 2. Bagan Kerangka Berpikir Pembelajaran Pendekatan

Konstruktivisme dengan Hasil Belajar Siswa...

36

3. Grafik Histogram Hasil Belajar (Kelas Eksperimen)...

47

3. Grafik Histogram Hasil Belajar (Kelas Kontrol)...


(17)

LAMPIRAN-LAMPIRAN

1. Rencana Pembelajaran ... 65

2. Lembar Kerja Siswa Tentang Tekanan Darah... 67

3. Lembar Kerja Siswa Tentang Tekanan Darah dan Aliran jantung.. 68

4. Kisi-kisi soal tes... 69

5. Soal Tes Hasil Belajar Sains... 70

6. Kunci Jawaban Tes Soal sains... 75

7. Tabel Hasil Uji Coba Instrumen... 76

8. Tabel Validitas Tes... 77

9. Tabel Indeks Kesukaran Tes... 78

10. Soal Terpilih... 79

11. tabel Daya Pembeda Tes... 80

12. Perhitungan Reliabilitas Tes Hasil... 81

13. Perhitungan Data Distribusi Frekuensi... 82

14. Perhitungan Nilai Rata-rata... 84

15. Nilai Product moment... 85

16. Luas di bawah Lengkungan Kurve Normal... 86

17. Tabel Harga Kritik D... 87

18. Nilai-nilai Data Distribusi t... 88


(18)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Belajar mengajar merupakan dua konsep yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain, belajar menunjukkan apa yang harus dilakukan seseorang sebagai subjek yang menerima pelajaran (sasaran didik), sedangkan mengajar menunjukkan apa yang harus dilakukan oleh guru sebagai pengajar.1

Pendidikan sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Sistem

Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, adalah “Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Dalam hal ini berarti dalam praktik usahanya pendidikan bertujuan untuk mewujudkan suasana belajar yang aktif sehingga dapat meningkatkan potensi yang dimiliki oleh peserta didik. Dalam rangka meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan anak didik dapat dilakukan dengan cara memberikan bimbingan, pengajaran, dan latihan atau pembiasaan yang diarahkan dalam rangka mengembangkan kepribadian dan kemampuan peserta didik ke tingkat kedewasaan.2

Dalam pengertian yang agak luas, pendidikan dapat diartikan sebagai sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku sesuai dengan kebutuhan. Jadi pendidikan merupakan usaha sadar yang mengarah kepada tujuan yang hendak dicapai. Tujuan pendidikan merupakan target atau sasaran yang akan dicapai dalam setiap kegiatan pendidikan. Perumusan tujuan pendidikan harus

1

H. Ahmad Sabri,Strategi Belajar Mengajar dan Micro Teaching, (Jakarta: Quantum Teaching, 2005)h.33

2

Nurhasanah,Pengaruh Model Pembelajaran Remedial Terhadap Hasil Belajar Biologi Siswa, (UIN Jakarta, 2005 ) h. 1


(19)

diarahkan kepada dasar pendidikan yang ada. Dasar Pendidikan Nasional negara kita adalah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Tujuan Pendidikan Nasional tertuang dalam Undang-Undang Tentang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, yang berbunyi :

“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.3

Kebijakan pemerintah menggunakan kurikulum berbasis kompetensi didasarkan pada Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan PP Nomor 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pusat dan Daerah Otonom. Pada PP ini, dalam bidang Pendidikan dan Kebudayaan, dinyatakan bahwa kewenangan pusat adalah dalam hal penetapan standar kompetensi peserta didik warga belajar serta pengaturan kurikulum nasional dan penilaian hasil belajar secara nasional serta pedoman pelaksanaannya, dan penetapan standar materi pokok.Berdasarkan hal itu disusunlah standar nasional untuk seluruh mata pelajaran di Madrasah Ibtidaiyah, yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok, dan indikator pencapaian.4

Pendidikan dasar sebagaimana tercantum dalam Tujuan Pendidikan Nasional, dinyatakan bahwa Pendidikan dasar merupakan pendidikan yang berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) atau bentuk lain yang sederajat, lebih menekankan pada kemampuan siswa untuk menguasai dasar-dasar ilmu pengetahuan dan teknologi yang disesuaikan dengan kebutuhan lingkungan.

3

Syafarudin dan Irwan Nasution, Manajemen Pembelajaran, (Jakarta: Quantum Teaching, 2005), h.101-102

4

Depag RI,Pedoman Khusus Pengetahuan Alam Madrasah Ibtidaiyah, (Jakarta: Dirjen Kelembagaan Agama Islam,2004), h.1


(20)

Pengetahuan Alam merupakan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis untuk menguasai pengetahuan, fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, proses penemuan, dan memiliki sikap ilmiah. Pendidikan Alam di Sekolah Dasar atau Madrasah Ibtidaiyah bermanfaat bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar.

Pendidikan Pengetahuan Alam menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar peserta didik mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan Alam

diarahkan untuk “mencari tahu” dan “berbuat” sehingga dapat membantu peserta

didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.5 Dalam perkembangan pendidikan, siswa Madrasah Ibtidaiyah (MI) mulai diperkenalkan pada pengertian dasar keilmuan, seperti hukum sebab akibat dan cara-cara pengamatan yang obyektif dengan menggunakan alat-alat yang dapat memperluas jangkauan panca indera mereka. Selain itu di MI diperkenalkan pula rekayasa untuk menumbuhkan dan memupuk kreativitas produktif dalam pendayagunaan sumber daya alam yang tersedia, dan menjadi ciri pelajaran sains untuk dapat meningkatkan kesadaran siswa terhadap kebesaran dan kekuasaan penciptaan-Nya.

Dari tujuan tersebut perlu diciptakan adanya sistem lingkungan (kondisi) belajar yang lebih kondusif, dan siswa dapat berinteraksi dengan lingkungan belajar melalui proses pembelajaran yang diatur oleh guru. Mengingat kedudukan siswa sebagai subyek dalam pembelajaran maka inti proses pembelajaran adalah kegiatan pembelajaran siswa dalam mencapai suatu tujuan pengajaran. Tujuan ini penting karena merupakan pedoman untuk mengarahkan siswa dalam belajar.

Belajar bukan menghafal dan bukan pula mengingat. Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri sesorang. Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk

5

Depag RI, Standar Kompetensi Kurikulum 2004(Jakarta:Dirjen kelembagaan Agama Islam,2004)h.205-206


(21)

seperti berubah pemahamannya, pengetahuannya, sikap dan tingkah lakunya, keterampilannya, dan aspek-aspek lain yang ada pada individu.

Proses belajar siswa di sekolah diatur dan direncanakan supaya tujuan pendidikan tercapai, yaitu sejumlah perubahan dalam kognitif, psikomotor dan afektif yang terjadi melalui pengalaman-pengalaman belajar yang direncanakan untuk menunjang perkembangan siswa.

Dari tujuan tersebut perlu dilakukan usaha untuk meningkatkan mutu pendidikan. Salah satu faktor yang sangat penting adalah melalui penggunaan berbagai model pendekatan pembelajaran. Dengan berbagai macam model pembelajaran itu diharapkan dapat memperbaiki proses pembelajaran yang tradisional (teaching centered), yang hanya menekankan pada penyampaian informasi dan hanya dilakukan oleh guru. Ini merupakan suatu kekeliruan besar karena hanya mengajarkan sains hanya dengan mentransfer apa-apa yang terdapat di dalam buku teks. Pengajaran seperti ini ternyata tidak sesuai dengan keadaan sekarang. Untuk itu diharapkan guru tidak lagi bersifat demikian, akan tetapi mengubah teknik pengajaran dengan berpusat pada anak didik (student centered) yang menekankan bahwa dalam pembelajaran siswa sendirilah yang akan membangun pengetahuannya.6

Menurut Gilbert, Osborn, dan Fensham dalam Saptono (1977) terdapat tiga alternatif kegiatan pembelajaran IPA yang sering terjadi. Pertama, siswa tidak tahu sama sekali tentang sesuatu konsep sampai akhirnya pembelajaran dilakukan guru secara informatif dengan metode ceramah. Kedua, siswa mempunyai pengetahuan namun masih mudah dipengaruhi oleh pengetahuan guru. Ketiga, siswa menpunyai pengetahuan yang sangat melekat dalam struktur kognitifnya sehingga tidak mudah dipengaruhi guru. Dalam kondisi seperti ini guru harus merancang kegiatan pembelajaran yang baik bagi siswa untuk meningkatkan atau mengubah pengetahuan awalnya.7

6

M. Muttaqin, Pembelajaran IPA di SD/MI (Bandung : IAIN Sunan Gunung Djati Bandung, 2001), h. 49

7

M. Muttaqin, Pembelajaran IPA di SD/MI (Bandung: IAIN Sunan Gunung Djati,2001),h.49


(22)

Adanya ketidak-selarasan antara pemahaman siswa (struktur kognitif) dengan konsep sains yang diajarkan, merupakan masalah yang harus diperbaiki dalam pembelajaran sains.

Permasalahan pembelajaran sains yang sering terjadi diantaranya adalah siswa tidak tahu sama sekali tentang suatu konsep yang diajarkan, yang pada akhirnya pembelajaran dilakukan guru secara informatif dengan metode ceramah saja. Seorang siswa sebelum masuk ke kelas sebenarnya telah memiliki pengetahuan yang telah ia dapatkan sebelumnya, dan kadang seorang guru tidak memperhatikan hal ini, sehungga pengetahuan awal siswa diabaikan.

Dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran sains di SD/ MI guna memperoleh hasil yang maksimal dan bermakna para ahli sains telah mencoba berbagai model pembelajaran dengan berbagai pendekatan, gaar diharapkan dapat memperbaiki proses pembelajaran sains yang masih bersifat tradisional menjadi pembelajaran yang bersifat interaktif. Karena selama ini seorang guru telah melakukan suatu kekeliruan besar dalam mengajarkan sains hanya mentransfer apa-apa yang terdapat dalam buku teks. Pengajaran seperti ini tentunya sudah tidak relevan dengan keadaan sekarang, untuk itu diharapkan seorang guru harus mengubah teknik mengajarnya dengan cara menekankan kepada siswa untuk melakukan proses pembelajaran dengan cara mengkonstruk pengetahuannya.

Bertolak dari uraian di atas, maka dalam merancang kegiatan pembelajaran sains sebaiknya guru memperhatikan pengetahuan awal siswanya tentang konsep sains. Salah satu model pembelajaran yang bertolak dari pengetahuan awal siswa adalah pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme. Realita yang terjadi dalam konsep pembelajaran masih ada guru sains yang mengajarkan ilmu sains dengan menerangkan dan menyuruh siswa membaca dan menghafal. Semua pengetahuan diperlakukan sama seperti mengajarkan Pengetahuan Sosial, padahal pengetahuan sains harus dimulai dan dibangun oleh siswa secara langsung, tidak bisa ditransfer dari orang lain (termasuk guru).

Salah satu cara untuk meningkatkan keterampilan berpikir siswa adalah melalui pembelajaran IPA yang menekankan pada pendekatan konstruktivisme.


(23)

Karena penerapan model ini sangat baik dalam memotivasi siswa untuk berpikir aktif serta mengambil tanggung jawab dalam pembelajaran dirinya. Berkembangnya keterampilan berpikir akan berdampak pada peningkatan hasil belajar IPA (sains).

Model konstruktivisme dalam pembelajaran adalah bahwa proses belajar mengajar siswa sendiri yang aktif secara mental membangun pengetahuannya yang dilandasi oleh struktur kognitif yang telah dimilikinya. Guru lebih berperan sebagai fasilitator dan mediator pembelajaran. Penekanan tentang belajar dan mengajar lebih berfokus pada suksesnya siswa mengorganisasi pengalaman mereka.

Bertitik tolak pada uraian di atas maka dalam penelitian ini akan dikaji lebih lanjut tentang berbagai faktor yang berhubungan dengan peningkatan keterampilan berpikir rasional siswa melalui variasi pembelajaran yang lebih menekankan pada pengalaman siswa sebelum siswa diajak dalam kegiatan belajar mengajar, yang dalam penelitian ini akan dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai‘Pengaruh Pembelajaran Dengan Pendekatan Konstruktivisme Terhadap Hasil Belajar Sains Siswa MI. Nurul Islamiyah Ciseeng”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan pernyataan pada latar belakang masalah, maka dapat diidentifikasi beberapa masalah yaitu :

1. Bagaimana guru sains menggunakan metode dalam melakukan kegiatan pembelajaran di sekolah ?

2. Faktor-faktor apa saja yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada bidang studi sains ?

3. Bagaimana hasil belajar sains yang dilakukan dengan menggunakan pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme ?


(24)

1. Pembatasan Masalah

Dari sekian banyak masalah yang terkait dengan hasil belajar siswa, dalam penelitian ini hanya dibatasi pada: pengaruh pembelajaran pendekatan konstruktivisme terhadap hasil belajar sains siswa MI. Nurul Islamiyah, Ciseeng Bogor.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, untuk merumuskan

permasalahannya, yaitu “Bagaimanakah penagruh pembelajaran

pendekatan konstruktivisme terhadap hasil belajar sains siswa MI. Nurul Islamiyah Ciseeng Bogor?”

D. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan berguna :

1. Bagi penulis khususnya, dan umumnya bagi guru sains untuk meningkatkan profesionalisme dalam meningkatkan kualitas pembelajaran sains.

2. Untuk mengetahui pengaruh pembelajaran pendekatan konstruktivisme tehadap hasil belajar sains..

3. Bagi kepala sekolah dan pengawas diharapkan agar dapat memberikan pembinaan kepada guru-guru sains dalam mengembangkan pembelajaran sains di sekolah.


(25)

BAB II

PENYUSUNAN KERANGKA TEORETIS

KERANGKA BERPIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Kerangka Teoretis Konsep Sains

Ilmu Pengetahuan Alam (sains) adalah ilmu yang berhubungan dengan mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga sains bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Oleh karenanya pendekatan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya sehari-hari.8

Sebagaimana tercantum dalam Kurikulum 2006, Ilmu Pengetahuan Alam atau sains diartikan sebagai cara untuk mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan, fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan proses penemuan. Pendidikan Pengetahuan Alam di tingkat Madrasah Ibtidaiyah/Sekolah Dasar diharapkan ada penekanan Salingtemas (sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat) yang diarahkan pada pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana.9

Mata pelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inquiri ilmiah (scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja, dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu pembelajaran IPA di SD/MI menekankan pada pengalaman

8

Zulfiani,“Model Pembelajaran Berbasis Konstruktivisme di MI/MTs”,(Seminar:strategi Pembelajaran Sains yang Efektif di Madrasah:CEQDA UIN Jakarta)h.1

9

Depag RI, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006, (Jakarta:Direktorat Jenderal Kelembagaan Islam, 2006), h. 484. 8


(26)

langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah.

Mata pelajaran Pengetahuan Alam di Madrasah Ibtidaiyah (MI) bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut :

1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa, berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya.

2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat.

4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan.

5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan alam.

6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan proses IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs. :10

Konsep-konsep sains maupun proses-proses sains mempunyai kedudukan penting dalam pelajaran, khususnya siswa-siswi di negara maju. Siswa perlu mengetahui konsep-konsep Sains agar pengetahuan yang dimiliki lebih luas.

Konsep-konsep sains dapat diperoleh siswa melalui informasi-informasi yang diberikan oleh guru. Namun demikian, konsep-konsep sains itu juga dapat diperoleh siswa melalui proses sains yang dikembangkan dalam pembelajaran pendekatan konstruktivisme yang dilakukan melalui demonstrasi, di samping melalui eksperimen. Kegiatan siswa dalam pendekatan konstruktivisme dapat disusun dalam melakukan konsep-konsep sains.

Sains adalah kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematik dimana dalam penerapannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam.

10


(27)

Perkembangan sains tidak hanya ditunjukkan oleh kumpulan fakta (produk) saja, tetapi juga timbulnya metode ilmiah dan sikap ilmiah.

Metode pengamatan ilmiah menekankan pada hakikat sains yang dinamis selama manusia dapat melanjutkan untuk melakukan pengamatan (observasi). Dan penerapan metode ilmiah sains merupakan pengetahuan yang dinamis dan berkembang, tidak statis, baik dalam prinsip maupun dalam praktik.

Kondisi yang memungkinkan membawa siswa untuk menuju ke penguasaan terhadap pengertian struktur sains adalah dengan metode pembelajaran konstruktivisme yang dapat dilakukan di Madrasah Ibtidaiyah.

Nilai kebenaran sains bersifat relatif dan terbuka. Hukum-hukum sains dapat diperiksa oleh siapapun. Oleh karena itu dalam melakukan metode ilmiah harus bersifat obyektif, jujur, dan terbuka.

Hakikat sains mencakup dua aspek yaitu sains sebagai konsep (produk), dan sains sebagai keterampilan proses (proses). Selain mampu menerapkan kedua aspek tersebut, harus memiliki sikap dan nilai-nilai sains. Pemberian pengalaman belajar secara langsung sangat ditekankan melalui pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah dengan tujuan untuk memahami konsep-konsep dan memecahkan masalah. Keterampilan proses yang digunakan dalam pengetahuan alam adalah : (1) Mengamati, (2) Menggolongkan, (3) Mengukur, (4) Menggunakan alat, (5) Mengkomunikasikan hasil melalui berbagai bentuk seperti lisan, tulisan, dan diagram, (6) Menafsirkan, (7) Memprediksi, dan (8) Melakukan percobaan.11

Dengan dikembangkannya keterampilan proses pada pendidikan sains, berarti bahwa proses belajar lebih ditekankan pada keterampilan intelektual dari pada materi pelajaran, karena materi pelajaran selalu dikaitkan dengan keterampilan proses, maka keterampilan proses merupakan sejumlah keterampilan yang memungkinkan siswa memproses lebih lanjut dalam mempelajari sains. Karena siswa akan lebih berhasil bila proses belajar itu merupakan pengalaman yang menyenangkan bagi siswa dan dengan belajar diharapkan siswa dapat

11

Kurikulum 2004, Standar Kompetensi, ( Jakarta :Depag RI Direktorat Jenderal Kelembagaan Islam, 2004), h.210


(28)

mengembangkan cara berpikirnya, sehingga siswa dapat memecahkan masalah yang baru berdasarkan konsep yang sudah ada.

Carin & Sund (1993) seperti dikutip dalam Zulfiani, mendefinisikan

sebagai “Pengetahuan yang sistematis dan tersusun secara teratur, berlaku umum

(universal), dan merupakan kumpulan data hasil observasi dan eksperimen”. Berdasarkan pernyataan tersebut jadi dapat disimpulkan bahwa hakikat sains meliputi empat unsur utama, yaitu :12 (1) sikap, (2) proses, (3) produk, dan (4) aplikasi, sains sebagai sikap ialah rasa ingin tahu tentang benda, fenomena alam, makhluk hidup, serta hubungan sebab akibat yang menimbulkan masalah baru yang dapat dipecahkan melalui prosedur yang benar, serta bersifat open ended ; hakikat IPA sebagai proses dan produk yang diwujudkan dalam bentuk prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah yang menghasilkan produk yang berupa fakta, prinsip, teori dan hukum. Penerapan metode ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan sehari-hari merupakan perwujudan aplikasi dari hakikat IPA.

B. Pembelajaran Sains Melalui Pendekatan Konstruktivisme 1. Teori-teori yang mendasari pandangan konstruktivisme

Pada dasarnya sebelum memperoleh pelajaran IPA, siswa telah mempunyai gagasan tentang peristiwa-peristiwa ilmiah yang terbentuk melalui proses belajar informal dalam memahami pengalaman sehari-hari (Tytler, 1998:1)seperti dikutip dalam Margaretha, ketika sedang berinteraksi dengan lingkungannya. Hal ini sangat dipengaruhi oleh kemampuan bahasa, kebudayaan, pengetahuan intuitif, keadaan fisik, lingkungan, orang tua, teman sebaya atau orang lain.13

12

Zulfiani, Model Pembelajaran Sains Berbasis Konstruktivisme di MI/MTs,(Seminar Strategi Pembelajaran Sains yang Efektif Di Madrasah:CEQD, UIN Jakarta)h.1

13

Margaretha Sri Yuliariatingsih,The Development Of Interactive Teaching Model To Enhance The Grade 3 Students Rational Thinking Skills, (Bandung : Seminar Nasional MIPA, 2004), h. 4


(29)

Berikut ini adalah beberapa teori yang mendasari perkembangan tentang pembelajaran pendekatan konstruktivisme.14

Teori Piaget

Berdasarkan penelitiannya tentang bagaimana anak -anak memperoleh pengetahuan Piaget sampai pada kesimpulannya bahwa pengetahuan itu dibangun dalam pikiran anak sambil anak (yang belajar) mengatur pengalaman-pengalamannya yang terdiri atas struktur-struktur mental atau skema yang sudah ada padanya. Dengan kata lain anak-anak akan siap untuk mengembangkan konsep tertentu hanya bila anak telah memiliki struktur kognitif (skemata) yang menjadi prasyaratnya.

Teori David Ausubel

Menurut Ausubel faktor yang paling penting yang mempengaruhi belajar siswa adalah apa yang telah diketahui siswa atau konsep awal siswa. Hal ini mengandung pengertian bahwa, agar terjadi pembelajaran yang bermakna, konsep baru atau informasi baru harus dikaitkan dengan konsep yang sudah ada dalam struktur kognitifnya.

Teori Harlen

Seorang memiliki pengetahuan pribadi yang merupakan pemahaman sendiri tentang keadaan di sekitar. Pengetahuan ini dapat bersifat ilmiah yaitu dapat tahan uji terhadap kenyataan dan sebagian bersifat sehari-hari. Di samping itu, ada pula pengetahuan umum yang dimiliki masyarakat. Pengetahuan inipun dapat bersifat ilmiah dan sebagian bersifat sehari-hari. Teori Vigotsky

Menurut Vigotsky, pada saat anak memasuki ruang kelas, anak telah membawa konsep awal yang diperoleh dari kehidupannya sehari-hari. Gagasan atau konsep awal tersebut perlu disadari oleh pendidik dalam kegiatan pembelajaran agar proses pembelajaran bukanlah sekedar pemindahan gagasan guru kepada anak/siswa, melainkan sebagai proses untuk mengubah gagasan-gagasan yang ada

14

M. Muttaqin, Pendidikan IPA di SD/MI, Program Kerjasama Peningkatan Pendidikan Dasar, (Bandung : Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Gunung Djati, 2001), h.53-54


(30)

melalui pengalaman di kelas. Dengan kata lain, dasar pemikiran para konstruktivis ialah bahwa pengajaran efektif menghendaki guru agar mengetahui bagaimana para siswa memandang fenomena yang menjadi subyek pengajaran atau bagaimana gagasan anak mengenai topik yang akan dibahas sebelum pelajaran tentang topik itu dimulai.

2. Pengertian Pembelajaran Pendekatan konstruktivisme

Secara umum pendekatan konstruktivisme adalah˝Constructivism is about what can be known and how knowledge develops. Constructivism is a method of teaching, however constructivism has been a strong driving force in many areas of education, and has spawned new perspective on the processes of learning and teaching.˝15

Jadi konstruktivisme adalah tentang apa-apa yang dapat diketahui dan bagaimana pengetahuan berkembang dan konstruktivisme juga adalah sebagai perspektif baru dalam proses belajar mengajar.

Berdasarkan pandangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa dalam kegiatan belajar mengajar pada model konstruktivisme siswa sendiri yang aktif secara mental membangun pengetahuannya, yang dilandasi oleh struktur kognitif yang telah dimilikinya. Guru lebih bersifat sebagai fasilitator dan mediator pembelajaran. Penekanan dalam belajar mengajar lebih berfokus pada suksesnya siswa dalam memahami atas apa yang dilakukan.

Secara lebih rinci dapat dikemukakan dalam kegiatan belajar mengajar yang mengacu pada model konstruktivisme, seorang guru harus memperlihatkan hal-hal sebagai berikut:16

1. Mengakui adanya konsepsi awal siswa yang dimiliki siswa melalui pengalamannya.

2. Menekankan pada kemampuanminds ondanhands on.

15

Judy Mousley and Russel Tyttler, Constructivism Views Of Learning,(Deakin University ,1998) p. 2

16

M. Muttaqin, Pembelajaran IPA di SD/MI, (Bandung : IAIN Sunan Gunung Djati, 2001), h. 52-53


(31)

Minds on adalah keterampilan berpikir siswa, sedangkan hands on menurut Haury dan Rillero (dalam Didik) adalah segala aktivitas yang dilakukan siswa untuk menangani, memanipulasi atau mengobservasi proses-proses sains.17

3. Mengakui bahwa dalam proses belajar mengajar terjadi perubahan konseptual.

4. Mengetahui bahwa pengetahuan tidak dapat diperoleh secara pasif. 5. Mengutamakan terjadinya interaksi sosial.

Pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme adalah model pembelajaran yang memandang belajar sebagai pengaturan diri sendiri (self regulation) yang dilakukan seseorang dalam mengatasi konflik kognitif. Konflik kognitif timbul pada saat terjadi ketidak selarasan(disequilibration) antara informasi yang diterima siswa dengan struktur kognitif yang dimilikinya. Adapun pengaturan sendiri adalah proses internal untuk mencapai keselarasan (equilibration) yang dilakukan melalui dua fungsi yakni organisasi dan adaptasi.

Konflik kognitif tersebut terjadi antara konsepsi awal yang telah dimiliki siswa dengan fenomena baru yang tidak dapat diintegrasikan begitu saja, sehingga diperlukan perubahan atau modifikasi struktur kognitif (skemata) untuk mencapai keseimbangan. Peristiwa ini terjadi secara berkelanjutan selama siswa menerima pengetahuan baru. Terjadinya proses struktur kognitif dapat dilukiskan dalam bentuk diagram di bawah ini :18

17

Didik P., Efektivitas Model Pembelajaran Biologi Berbasis Hands on, Seminar nasional Pendidikan MIPA, JICA, 2004, h. 2-3

18

M. Muttaqin,“Pendidikan IPA di SD/MI”,(IAIN SGD, Bandung,2001),h. 51

SKEMATA

Dibandingkan dengan konsepsi awal

Cocok Hal Baru

Hasil Interaksi dengan lingkungannya (dalam pembelajaran)


(32)

Bagan 1. Proses Perubahan Strukur Kognitif Siswa

2. Model Pembelajaran Dengan Pendekatan Konstruktivisme Dalam Pembelajaran Sains di MI

a. Kelebihan Pendekatan Konstruktivisme

Ada beberapa kelebihan pendekatan konstruktivisme dalam pelaksanaan pembelajaran, di antaranya adalah :19

1. Kelebihan dalam belajar-mengajar. Pendekatan konstruktivisme memandang bahwa pengetahuan adalah non objektif, bersifat temporer (selalu berubah-ubah). Belajar konstruktivisme adalah menyusun pengetahuan dari pengalaman nyata (konkrit). Sedangkan mengajar adalah menciptakan lingkungan agar siswa termotivasi dalam menggali cara berpikir rasional.

19

http://www. freeewebs.com./hijrahsaputra, 25/03/08

Tidak Cocok

Ketidak Seimbangan Akomodasi

Jalan Buntu ( Tak Mengerti )

Cocok

Mencapai

Keseimbangan


(33)

2. Kelebihan dalam tujuan pembelajaran. Pada pembelajaran pendekatan konstruktivisme tujuan pembelajaran ditentukan pada belajar tentang bagaimana belajar sesungguhnya.

3. Kelebihan dalam strategi pembelajaran. Penyajian isi materi pembelajaran pendekatan konstruktivisme menekankan pada pengetahuan secara bermakna mulai dari urutan yang umum ke urutan yang spesifik (bagian-bagian). Pembelajaran lebih banyak diarahkan untuk melayani pertanyaan-pertanyaan dan pemahaman siswa. Aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada data penting dan bahan manipulatif dengan penekanan pada keterampilan proses. 4. Kelebihan dalam evaluasi. Evaluasi menekankan pada penyusunan

makna secara aktif yang melibatkan keterampilan terintegrasi, dengan menggunakan masalah dalam konteks nyata. Evaluasi juga menggali berpikir secara divergen, pemecahan ganda, bukan hanya jawaban benar, dan evaluasi juga merupakan bagian utuh dari belajar dengan cara memberikan tugas-tugas yang menuntut aktivitas belajar bermakna serta menerapkan apa yang dipelajari dalam konteks nyata. b. Kebermaknaan Pendekatan Konstruktivisme

Ada beberapa kebermaknaan pendekatan konstruktivisme yakni sebagai berikut :20

1. Siswa memiliki peluang dalam mengemukakan pendapat mereka terhadap suatu konsep.

2. Siswa dapat menyamakan persepsi/pandangan mereka satu sama lain. 3. Siswa dapat menghormati semua pendapat teman-temannya.

4. Semua pendapat siswa dapat diterima.

5. Siswa dapat mengaplikasikan ide baru mereka ke dalam konteks yang berbeda.

6. Siswa dapat mengemukakan hipotesisnya.

7. Siswa dapat berinteraksi dengan siswa lain dan juga dengan guru. 8. Pembelajaran berpusat kepada siswa.

9. Guru lebih bersifat sebagai fasilitator dalam pembelajaran. 10. Guru hanya mengarahkan dan siswa yang mencari jawaban.

c. Prinsip Pembelajaran Pendekatan Konstruktivisme

Dalam melaksanakan proses belajar mengajar sains dengan pendekatan konstruktivisme perlu diperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut :

20


(34)

1. Sisipkanlah benda - benda nyata untuk digunakan para siswa. Ada dua alasan prinsip ini, yaitu memperoleh pengetahuan fisik melalui pengamatan pada benda dan melihat reaksi benda-benda tersebut, dan pengembangan pengetahuan logika matematika, di mana anak menghubungkan perubahan- perubahan dalam perbuatannya dan perubahan-perubahan terhadap benda-benda. 2. Empat pendekatan mengenai berbuat terhadap benda-benda

pilihlah yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak :

a. Berbuat terhadap benda-benda untuk menghasilkan bagaimana benda- benda itu dapat bereaksi.

b. Berbuat terhadap benda – benda untuk menghasilkan efek-efek yang diinginkan.

c. Menjadi sadar bagaimana sesorang menghasilkan efek-efek yang yang diinginkan.

d. Menjelaskan.

3. Perkenalkanlah kegiatan yang layak dan menarik dan berilah para siswa kebebasan untuk menolak saran-saran guru.

4. Tekankan penciptaan pertanyaan-pertanyaan dan masalah-masalah beserta pemecahannya.

5. Anjurkan siswa untuk saling berinteraksi:

a. Menurut Piaget, pertukaran gagasan tidak dapat dihindari untuk perkembangan penalaran, juga para siswa hendaknya dianjurkan untuk mempunyai pendapat sendiri (walaupun mungkin

“salah”), mengemukakannya, mempertahankannya, dan

bertanggung jawab.

b. Guru membangkitkan interaksi dengan meminta seluruh kelas untuk membandingkan berbagai masalah-masalah pengamatan dan interpretasi.

6. Hindari istilah-istilah teknis dan tekankan berpikir.


(35)

8. Perkenalkan ulang (reintroduce) materi dan kegiatan yang sama setelah beberapa tahun.21

d. Implikasi Dalam Pembelajaran Pendekatan Konstruktivisme

Kajian epistemologis dari psikologi tentang bagaimana hakikat seorang siswa dalam memperoleh pengetahuan terus berlangsung hingga sekarang. Salah satunya adalah kajian terhadap pembelajaran pendekatan konstruktivisme yang sangat kontributif terhadap pembelajaran sains yang diharapkan (Dahar, 1991:160).22

Implikasi pembelajaran pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran sains meliputi empat tahap, di mana langkah-langkah yang harus dikerjakan adalah :

1. Apersepsi (mengungkapkan konsepsi awal siswa dan membangkitkan motivasi siswa).

Pada tahap ini siswa didorong agar mampu mengemukakan pengetahuan awalnya tentang konsep yang akan dibahas. Bila perlu guru memancing siswa dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan problematis tentang fenomena yang sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari dengan mengaitkan konsep yang akan dibahas. Siswa diberi kesempatan untuk mengilustrasikan pemahamannya tentang konsep itu.

2. Eksplorasi.

Pada tahap ini, siswa diberi kesempatan untuk menyelediki dan menemukan konsep melalui pengumpulan, pengorganisasian, dan penginterpretasian data dalam suatu kegiatan dan diskusi. Hasil temuan kemudian secara kelompok didiskusikan kembali dengan kelompok lain secara keseluruhan. Tahap ini siswa akan menemui rasa ingin tahu tentang fenomena alam di sekelilingnya.

21

opcit, h. 52 -54

22

M. Muttaqin,Pembelajaran IPA di SD/MI,(Bandung: IAIN SGD Bandung, 2001), h. 52-54


(36)

3. Diskusi dan Penjelasan Kelompok.

Tahap ketiga ini, siswa diberikan penjelasan dan solusi yang didasarkan pada hasil observasinya ditambah dengan penguatan guru, maka dengan demikian siswa akan membangun pemahamannya yang sedang dipelajarinya. Hal ini menjadikan siswa tidak ragu-ragu lagi tentang konsepsinya.

4. Pengembangan dan aplikasi.

Pada tahap ini, guru berusaha menciptakan iklim pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat mengaplikasikan pemahaman konseptualnya, baik melalui kegiatan atau pemunculan dan pemecahan masalah-masalah yang berkaitan dengan isu-isu di lingkungannya.

e. Aplikasi Model Pembelajaran Dengan Pendekatan Konstruktivisme Untuk mengaplikasikan pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme dalam kelas, guru diharapkan mampu memahami dan melaksanakan langkah-langkah dalam pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme, Alters (2004).23 Seperti dikutip dalam Munas. Memberikan ilustrasi tentang langkah-langkah tersebut yaitu:

Tabel 1. Langkah-langkah Pembelajaran Pendekatan Konstruktivisme

No. Langkah/tahap-tahap

pembelajaran Uraian Kegiatan

1. Menarik Perhatian Dalam tahapan ini, guru memberikan pengertian singkat tentang sebuah fenomena dan

23

Munas Prianto ramli, “Pembelajaran Sains Menyenangkan dengan Metode


(37)

menanyakan pengalaman anak tentang fenomena tersebut.

2. Prediksi Pribadi Pada tahapan ini, siswa diberi kesempatan untuk membuat prediksi tentang percobaan yang akan dilakukan

3. Prediksi Kelompok Guru mengajak anak untuk membuat kelompok kecil dan berdiskusi untuk membuat prediksi kelompok. Kemudian masing-masing kelompok diharapkan menyampaikan prediksi mereka. Prediksi ini berupa keterangan atau gambar dan bisa ditulis di papan tulis (jika memungkinkan).

4. Percobaan Ini adalah salah satu bagian

terpenting, karena bagian ini anak akan melakukan sendiri percobaan mereka. Mereka akan melakukan percobaan untuk menguji hipotesa mereka, dan mengobservasi apakah prediksi mereka akurat atau tidak. 5. Diskusi Kelompok Setelah melakukan percobaan, anak

didik diajak untuk berdiskusi dalam kelompok mengenai hasil percobaan mereka. Mereka berdiskusi apakah prediksi mereka akurat atau tidak.

6. Laporan Kelompok Masing-masing kelompok


(38)

kelompok mereka, dan bermacam alasan untuk mendukung hipotesa dan konsep mereka.

7. Penjelasan Pada tahapan ini, guru

menyampaikan penjelasan singkat tentang teori dan konsep yang mendasari percobaan serta juga mengkoreksi sekiranya terdapat kesalah-pahaman siswa.

8. Aplikasi Pada tahap ini, guru mengajak

siswa untuk berpikir tentang apa yang bisa mereka lakukan untuk mengembangkan percobaan yang tadi dikerjakan atau menjelaskan fakta lain mengenai percobaan yang mereka lakukan.

C. Hasil Belajar Siswa dan faktor-faktor yang Mempengaruhinya 1. Hakikat belajar

Belajar merupakan hal yang kompleks, karena definisi atau pandangan seseorang tergantung pada teori yang dianutnya. Belajar merupakan unsur yang sangat penting dalam setiap jenjang pendidikan. Berhasil atau tidaknya pencapaian tujuan pendidikan tergantung pada proses belajar yang dialami siswa baik ketika berada di sekolah maupun di luar lingkungan sekolah.

Oleh sebab itu, belajar adalah proses yang aktif. Belajar adalah proses mereaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu. Belajar adalah proses yang diarahkan kepada tujuan, proses berbuat melalui berbagai


(39)

pengalaman. Belajar adalah proses melihat, mengamati, memahami sesuatu. Apabila kita berbicara tentang belajar maka kita berbicara tentang bagaimana mengubah tingkah laku seseorang.

Oleh karena itu belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Inilah yang merupakan sebagai inti proses pembelajaran. Perubahan tersebut bersifat intensional, positif-aktif, dan efektif fungsional.24

1. Perubahan Intensional, yaitu perubahan yang terjadi karena pengalaman atau praktek yang dilakukan, proses belajar mengajar dengan sengaja dan disadari buka terjadi secara kebetulan.

2. Perubahan yang bersifat positif-aktif. Perubahan ini bersifat positif yaitu perubahan yang bermanfaat sesuai dengan harapan pelajar, di samping menghasilkan sesuatu yang baru dan lebih baik dibanding sebelumnya, sedangkan perubahan yang bersifat aktif yaitu perubahan yang terjadi karena usaha yang dilakukan pelajar, bukan terjadi dengan sendirinya. 3. Perubahan yang bersifat efektif, yaitu perubahan yang memberikan

pengaruh dan manfaat bagi pelajar. Adapun yang bersifat fungsional yaitu perubahan yang relatif tetap serta dapat diproduksi atau dimanfaatkan setiap kali dibutuhkan.

Sebagai landasan pengertian mengenai apa yang dimaksud dengan belajar, di bawah ini akan dikemukakan pendapat beberapa ahli :

Menurut Slameto25, bahwa belajar adalah :

“belajar adalah suatu proses yang dilakukan seseorang untuk

memperoleh perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan

lingkungannya”.

Cronbach (dalam Sumadi), menyatakan bahwa:

24

H. Ahmad Sabri, Strategi Belajar Mengajar dan Micro Teaching, (Jakarta: Quantum Teaching,2005), h.33-34

25

Slameto,Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya, (Jakarta : Rineka Cipta, 2003), h. 2


(40)

“Learning is shown by a change in behaviour as a result of experience”.26

Senada dengan yang dikemukakan oleh Cronbach di atas itu ialah pendapat McGeoh (dalam Skinner, 1958:109).27

“Learning is a change in performance as a result of practice.” Hilgard (dalam Sumadi Suryabrata), mengatakan:

“Learning is the process by which an activity originales or is changed through training procedures wether in the laboratory or in the natural environment as distinguished from change by factors not attributable to training .”28

Hamalik (dalam Syafarudin dan Irwan nasution), mengemukakan:

“Proses pendidikan sebagai proses untuk mengubah tingkah laku dan sikap sesuai dengan tujuan kognitif, afektif, dan psikomotor merupakan komponen yang sangat penting dalam pola sistem

pendidikan.”29

Definisi-definsi yang telah dikemukakan di atas memberikan kesimpulan pokok tentang belajar, yakni sebagai berikut:

(a). Bahwa belajar itu membawa perubahan (dalam arti behavioural changes, aktual maupun potensial)

(b). Bahwa perubahan itu pada pokoknya adalah didapatkannya kecakapan baru

(c). Bahwa perubahan itu terjadi karena usaha (dengan sengaja).

2. Bentuk dan Tipe Hasil Belajar

Dalam proses belajar-mengajar, tipe hasil belajar yang diharapkan dapat dicapai siswa penting diketahui oleh guru, agar guru dapat merancang/mendesain pengajaran secara tepat dan penuh arti. Setiap 26

Sumadi Suryasubrata, Psikolgi Pendidikan, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2007), h. 231

27

Ibid.231

28

Drs. Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), h. 231-232

29

Syafarudin dan Irwan,Manajemen Pembelajaran, (Jakarta: Quantum Teaching, 2005), h. 104


(41)

proses belajar-mengajar keberhasilannya diukur dari seberapa jauh hasil belajar yang dicapai siswa, disamping diukur dari segi prosesnya. Artinya, seberapa jauh tipe hasil belajar dimiliki siswa. Tipe hasil belajar harus nampak dalam tujuan pengajaran (tujuan instruksional), sebab tujuan itulah yang akan dicapai oleh proses belajar-mengajar.

Peristiwa belajar-mengajar adalah alat untuk mencapai tujuan pengajaran. Ada beberapa pendapat yang melihat proses belajar. Dari semua pendapat tersebut dapat dibagi menjadi tiga sudut pandang, yakni (a) melihat belajar sebagai proses, (b) melihat belajar sebagai hasil, (c) melihat belajar sebagai fungsi. Ketiga cara tentang ini perlu bagi guru, karena tugas guru adalah membina/membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa, agar memperoleh hasil yang telah dirancang sebelumnya. Dalam uraian ini peristiwa belajar akan dipandang dari segi hasil.

Howard Kingsley (Sudjana, 2004) membagi tiga macam hasil belajar, yakni (a) keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian, (c) sikap dan cita-cita yang masing-masing golongan dapat diisi dengan bahan yang ditetapkan dalam kurikulum sekolah.30

Sedangkan Gagne (Sudjana,2004) mengemukakan lima kategori tipe hasil belajar, yakni (a) verbal information, (b) intelektual skill, (c) cognitive strategy, (d) Attitude, dan (e) motoric skill. Sementara Benyamin Bloom berpendapat bahwa tujuan pendidikan yang hendak kita capai digolongkan atau dibedakan (bukan dipisahkan) menjadi tiga bidang, yakni (a) bidang kognitif, (b) afektif, dan (c) bidang psikomotor.31

Dalam tulisan ini, hanya akan dibahas tipe hasil belajar menurut Gagne dan Benyamin Bloom. Sekalipun dalam sistem pendidikan kita menganut teori yang dikemukakan oleh Benyamin Bloom, namun ada baiknya dikemukakan pendapat Gagne sebagai bahan 30

Nana Sudjana, ”Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar” (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2004) h.45.

31


(42)

perbandingan, sekaligus dapat memperkaya pembaca, sebab pendapat keduanya banyak persamaannya.

1. Bentuk Perbuatan Belajar

Gagne berpendapat, bahwa belajar dapat dilihat dari segi proses dan dapat pula dilihat dari segi hasil. Dari segi proses, menurut Gagne ada delapan tipe perbuatan belajar, yakni:32

(a) Belajar signal. Bentuk belajar ini paling sederhana yaitu memberikan reaksi terhadap perangsang.

(b) Belajar mereaksi perangsang melalui penguatan, yaitu memberikan reaksi yang berulang-ulang manakala terjadi reinforcementatau penguatan.

(c) Belajar membentuk rangkaian, yaitu belajar menghubung-hubungkan gejala/faktor yang satu dengan yang lain, sehingga menjadi satu kesatuan (rangkaian) yang berarti.

(d) Belajar asosiasi verbal, yaitu memberikan reaksi dalam bentuk kata-kata, bahasa, terhadap perangsang yang diterimanya. (e) Belajar membedakan hal yang majemuk, yaitu memberikan

reaksi yang berbeda terhadap perangsang yang hampir sama sifatnya.

(f) Belajar konsep, yaitu menempatkan objek menjadi satu klasifikasi tertentu.

(g) Belajar kaidah atau belajar prinsip yaitu menghubung-hubungkan beberapa konsep.

(h) Belajar memecahkan masalah, yaitu menggabungkan beberapa kaidah atau prinsip, untuk memecahkan persoalan.

Kedelapan tipe di atas, disusun mulai dari yang sederhana sampai kepada yang kompleks. Dengan kata lain mempunyai hubungan hirarki. Belajar ditinjau dari proses, seperti dikemukakan di atas memberi petunjuk bagaimana belajar itu dilakukan, atau

32

Nana Sudjana, ”Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar” (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2004), h. 46-47


(43)

bagaimana terjadinya perbuatan belajar. Bukan pada petunjuk mengenai hasil belajar yang harus dicapai siswa.

Sedangkan belajar yang berkenaan dengan hasil, (dalam pengertian banyak hubungannya dengan tujuan pengajaran), Gagne mengemukakan ada lima jenis atau lima tipe, yakni

a Belajar kemahiran intelektual (kognitif)

Dalam tipe ini termasuk belajar diskriminasi belajar konsep dan belajar kaidah.

Belajar diskriminasi, yakni belajar kesanggupan membedakan beberapa objek berdasarkan ciri-ciri tertentu. Untuk itu diperlukan pengamatan yang cermat dan ciri-ciri objek tersebut seperti bentuknya, ukuran, warna, dan lain-lain. Kemampuan membedakan objek dipengaruhi oleh kematangan, pertumbuhan, dan pendidikannya.

b. Belajar informasi verbal

Pada umumnya belajar, berlangsung melalui informasi verbal, apalagi belajar di sekolah, seperti membaca, mengarang, bercerita, mendengarkan uraian guru, kesanggupan, menyatakan pendapat dalam bahasa lisan/tulisan, berkomunikasi, kesanggupan memberi arti dari setiap kata/kalimat dan lain-lain.

c. Belajar mengatur kegiatan intelektual

Tipe belajar ini menekankan aplikasi kognitif dalam memecahkan persoalan. Ada dua aspek penting dalam tipe belajar ini, yakni prinsip pemecahan masalah dan langkah berpikirdalam pemecahan masalah (problem solving). Prinsip pemecahan masalah memerlukan kemahiran intelektual seperti belajar diskriminasi, belajar konsep dan belajar kaidah. Kemahiran intelektual tersebut, pada gilirannya akan membentuk satu kemampuan intelektual yang lebih tinggi, yakni langkah-langkah berpikir dalam pemecahan masalah.


(44)

Dengan kata lain, kemampuan memecahkan masalah merupakan aspek kognitif tingkat tinggi.

d. Belajar sikap

Sikap merupakan kesiapan dan kesediaan seseorang untuk menerima atau menolak suatu objek berdasarkan penilaian terhadap objek itu apakah berarti atau tidak bagi dirinya. Itulah sebabnya sikap berhubungan dengan pengetahuan, dan perasaan seseorang terhadap objek. Sikap juga dapat dipandang sebagai kecenderungan seseorang untuk berperilaku (predisposisi). Hasil belajar sikap nampak dalam bentuk kemauan, minat, perhatian, perubahan perasaan, dan lain-lain. Sikap dapat dipelajari dan dapat diubah melalui proses belajar. e. Belajar keterampilan motorik

Belajar keterampilan motorik banyak berhubungan dengan kesanggupan menggunakan gerakan badan, sehingga memiliki rangkaian gerakan yang teratur, luwes, tepat, cepat, dan lancar. Misalnya belajar melakukan eksperimen dalam IPA. Belajar motorik memerlukan kemahiran intelektual dan sikap, sebab dalam belajar motorik bukan semata-mata hanya gerakan anggota badan, tetapi juga memerlukan pemahaman dan penguasaan akan prosedur yang harus dilakukan.

2. Tipe Hasil Belajar

Tujuan pendidikan yang ingin dicapai dapat dikategorikan menjadi tiga bidang, yakni bidang kognitif (penguasaan intelektual), bidang afektif (berhubungan dengan sikap dan nilai), serta bidang psikomotor (kemampuan/keterampilan bertindak/berperilaku). Ketiga aspek ini tidak berdiri sendiri, tapi merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan, bahkan membentuk hubungan hirarki.

Berikut ini dikemukakan unsur-unsur yang terdapat dalam ketiga aspek hasil belajar : :


(45)

Adapun tingkatan belajat tipe bidang kognitif, meliputi : a. Tipe hasil belajar pengetahuan hafalan(knowledge)

Pengetahuan hafalan dimaksudkan sebagai terjemahan dari kata ‘knowledge” dari Bloom. Cakupan dalam pengetahuan hafalan termasuk pula pengetahuan yang sifatnya faktual, di samping pengetahuan yang mengenai hal-hal yang perlu diingat kembali seperti batasan, peristilahan, pasal, hukum, bab, ayat, rumus, dan lain-lain.

b. Tipe hasil belajar pemahaman(comprehension)

Tipe hasil belajar ini lebih tinggi satu tingkat dari tipe hasil belajar pengetahuan hafalan pemahaman memerlukan kemampuan menangkap makna atau arti dari sesuatu konsep. Untuk itu diperlukan hubungan atau pertautan antara konsep dengan makna yang ada dalam konsep tersebut. Ada tiga macam pemahaman yang berlaku umum; pertama pemahaman terjemahan, kedua pemahaman penafsiran, dan ketigapemahamanekstrapolasi(kesanggupan melihat di balik yang tertulis, tersirat, dan tersurat).

c. Tipe hasil belajar penerapan aplikasi

Aplikasi adalah kesanggupan menerapkan dan mengabstraksi suatu konsep, ide, rumus, hukum dalam situasi yang baru. Misalnya, memecahkan persoalan dengan menggunakan rumus tertentu, menerapkan suatu dalil atau hukum dalam suatu persoalan. Dengan perkataan lain, aplikasi bukan keterampilan motorik tapi lebih banyak keterampilan mental. d. Tipe hasil belajar analisis

Analisis adalah kesanggupan memecah, mengurai suatu integritas (kesatuan yang utuh) menjadi unsur-unsur atau bagian yang mempunyai arti, atau mempunyai tingkatan/hirarki. Analisis merupakan tipe hasil belajar yang


(46)

kompleks, yang memanfaatkan unsur tipe hasil belajar sebelumnya, yakni pengetahuan, pemahaman, dan aplikasi. e. Tipe hasil belajar sintesis

Sintesis adalah lawan analisis. Bila pada analisis tekanan pada kesanggupan menguraikan suatu integritas menjadi bagian yang bermakna, pada sintesis adalah kesanggupan menyatukan unsur atau bagian menjadi satu integritas. Sudah barang tentu sintesis memerlukan kemampuan hafalan, pemahaman, aplikasi, dan analisis. Pada berpikir sintesis adalah berpikir divergen sedangkan berpikir analisis adalah berpikir konvergen.

f. Tipe hasil belajar evaluasi

Evaluasi adalah kesanggupan memberikan keputusan tentang nilai sesuatu berdasarkan judgment yang dimilikinya, dan kriteria yang dipakainya. Tipe hasil belajar ini dikategorikan paling tinggi, dan terkandung semua tipe hasil belajar yang telah dijelaskan sebelumnya.

2. Tipe Hasil Belajar Bidang Afektif

Ada beberapa tingkatan bidang afektif sebagai tujuan dan tipe hasil belajar. Tingkatan tersebut dimulai dari tingkat yang sederhana/dasar sampai tingkatan yang kompleks.33

a. Receiving/attending, yakni semacam kepekaan dalam menerima rangsangan (stimulasi) dari luar yang datang pada diri siswa.

b. Responding atau jawaban, yakni reaksi yang diberikan seseorang terhadap stimulasi yang datang dari luar. Dalam hal ini termasuk ketepatan reaksi, perasaan, kepuasan dalam menjawab stimulus tadi.

33

Nana Sudjana, ”Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar” (Bandung : Sinar Baru Algensindo, 2004), 47-49


(47)

c. Valuing (penilaian), yakni berkenaan dengan nilai dan kepercayaan terhadap gejala atau stimulus tadi. Dalam evaluasi ini termasuk di dalamnya kesediaan menerima nilai, latar belakang atau pengalaman untuk menerima nilai, dan kesepakatan terhadap nilai tersebut.

d. Organisasi, yakni pengembangan nilai ke dalam suatu sistem organisasi, termasuk menentukan hubungan satu nilai dengan nilai yang lain dan kemantapan, dan prioritas nilai yang telah dimilikinya.

e. Karakteristik nilai atau internalisasi nilai, yakni keterpaduan dari semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya.

3. Tipe Hasil Belajar Bidang Psikomotorik

Hasil belajar bidang psikomotorik tampak dalam bentuk keterampilan (skill), kemampuan bertindak individu (seseorang). Ada 6 tingkatan keterampilan, yakni :

a. Gerakan refleks (keterampilan pada gerakan yang tidak sadar). b. Keterampilan pada gerakan-gerakan dasar.

c. Kemampuan perseptual termasuk di dalamnya membedakan visual, membedakan auditif motorik dan lain-lain.

d. Kemampuan di bidang fisik, misalnya kekuatan, keharmonisan, dan ketepatan.

e. Gerakan-gerakan skill, mulai dari ketrampilan sederhana sampai keterampilan yang kompleks.

f. Kemampuan yang berkenaan dengannon decursivekomunikasi seperti gerakan ekspresif dan interpretatif.34

3. Faktor–faktor yang Mempengaruhi Hasil belajar Siswa

34

Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung : Sinar Baru Algensindo, 2004), h.49-54


(48)

Hasil belajar siswa di sekolah dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Sumadi Suryabrata, faktor-faktor tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :35

1. Faktor non sosial dalam belajar.

Kelompok faktor-faktor ini boleh dikatakan juga tak terbilang jumlahnya, seperti misalnya : keadaan udara, suhu udara, cuaca, waktu (pagi, siang, ataupun malam), tempat (letaknya, pengedungannya), alat-alat yang dipakai untuk belajar (seperti alat tulis–menulis dan sebagainya yang biasa kita sebut sebagai alat-alat pelajaran.

2. Faktor-faktor sosial dalam belajar.

Yang dimaksud dengan faktor-faktor sosial di sini adalah faktor manusia (sesama manusia), baik manusia itu ada (hadir) maupun kehadirannya itu dapat disimpulkan, jadi tidak langsung hadir. 3. Faktor-faktor fisiologis dalam belajar.

Faktor-faktor ini masih dapat dibedakan lagi menjadi dua macam, yaitu : (a). Tonus jasmani (latar belakang aktivitas belajar), dan

(b). Keadaan fungsi-fungsi fisiologis tertentu. 4. Faktor-faktor psikologi dalam belajar.

Faktor-faktor ini seperti misalnya sifat ingin tahu, sifat kreatif, adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan dan lain sebagainya.

Selain faktor-faktor di atas, faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar banyak jenisnya tetapi dapat digolongkan menjadi dua golongan saja, yaitu faktor intern (faktor yang ada di dalam diri siswa) dan faktor ekstern (faktor yang ada dari luar diri siswa).36

Selain itu pula faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah faktor lingkungan. Salah satu lingkungan belajar yang paling dominan mempengaruhi hasil belajar di sekolah, ialah kualitas pengajaran. Yang

35

Drs. Suryabrata,Psikologi Pendidikan(Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 2004)h.233-238

36

Slameto, Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya, (Jakarta : Rineka Cipta, 2003), h.54


(49)

dimaksud dengan kualitas pengajaran ialah tinggi rendahnya atau efektif atau tidaknya proses belajar-mengajar dalam mencapai tujuan pengajaran. Oleh sebab itu hasil belajar siswa pada hakikatnya tersirat dalam tujuaan pengajaran. Oleh sebab itu hasil belajar siswa di sekolah dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan kualitas pengajaran pendapat ini sejalan dengan teori belajar di sekolah( Theory of School Learning ) dari Bloom. Yang mengatakan ada tiga variabel utama dalam teori belajar di sekolah, yakni karakteristik individu, kualitas pengajaran dan hasil belajar siswa. Sedangkan Caroll berpendapat bahwa hasil belajar siswa dipengaruhi oleh lima faktor yakni ; (a) bakat belajar, (b) waktu yang tersedia untuk belajar, (c) waktu yang diperlukan siswa untuk menjelaskan pelajaran, (d) kualitas pengajaran, dan (e) kemampuan individu. Empat faktor di atas (a, b , c, dan e) berkenaan dengan kemampuan individu, dan faktor (d) adalah faktor di luar individu (lingkungan).37

Adanya pengaruh kualitas pengajaran, khususnya kompetensi guru terhadap hasil belajar siswa telah ditunjukkan oleh hasil penelitian, salah satunya penelitian dalam bidang pendidikan.

Di samping faktor guru, kualitas pengajaran dipengaruhi juga oleh karakteristik kelas.38diantaranya adalah :

a. Besarnya kelas(class size). Artinya banyak sedikitnya jumlah siswa yang belajar. Ukuran yang biasa digunakan ialah ratio guru dengan siswa. Pada umumnya dipakai ratio 1: 40, artinya satu orang guru melayani 40 orang siswa. Diduga makin besar jumlah siswa yang harus diajar dalam satu kelas, makin rendah juga kualitas pengajaran, demikian pula sebaliknya.

b. Suasana belajar. Suasana belajar yang demokratis memberikan peluang mencapai hasil belajar yang optimal, dibandingkan dengan

37

Ahmad Sabri, Strategi Belajar dan Micro Teaching (Jakarta : Quantum Teaching, 2005), h. 48-49

38

Nana Sudjana, dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung : Sinar Baru Algensindo, 2004) h. 42-43


(50)

suasana belajar yang kaku, disiplin yang ketat dengan otoritas ada pada guru.

c. Fasilitas dan sumber belajar yang tersedia. Sering kita temukan bahwa guru satu-satunya sumber belajar di kelas. Situasi ini kurang menunjang kualitas pengajaran, sehingga hasil belajar yang dicapai tidak optimal.

Faktor lain yang mempengaruhi kualitas pengajaran di sekolah adalah karakteristik sekolah itu sendiri. Karakteristik sekolah berkaitan dengan displin sekolah, perpustakaan yang ada di sekolah, letak geografis, lingkungan sekolah,estetika dalam arti sekolah memberikan perasaan yang nyaman, dan kepuasaan belajar, bersih dan nyaman.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada tiga unsur dalam kualitas pengajaran yang berpengaruh terhadap hasil belajar siswa, yaitu : kompetensi guru, karakteristik kelas, dan karakteristik sekolah.

D. Kerangka Berpikir

Dalam proses belajar mengajar banyak faktor yang mempengaruhinya, salah satunya pembelajaran pendekatan konstruktivisme. Agar pembelajaran bukanlah sekedar pemindahan gagasan guru kepada siswa, melainkan sebagai proses untuk mengubah gagasan-gagasan yang ada melalui pengalaman-pengalaman siswa baik di luar maupun di dalam kelas. Dengan kata lain dasar pemikiran para konstruktivisme adalah pengajaran efektif menghendaki guru agar mengetahui bagaimana para siswa memandang fenomena yang menjadi subjek pengajaran atau bagaimana gagasan anak mengenai topik yang akan dibahas sebelum pelajaran tentang topik itu dimulai.

Namun pembelajaran pendekatan konstruktivisme yang digunakan harus maksimal sesuai dengan langkah-langkah yang jelas sehingga berperan terhadap meningkatkan minat siswa, rasa ingin tahu siswa, mengembangkan berpikir kreatif, mampu memecahkan masalah, mengembangkan intelektual siswa, serta mampu mengembangkan aplikasinya (praktikum). Semuanya itu akan meningkatkan hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa inilah yang nantinya akan


(51)

menjadi suatu hasil nilai yang diperoleh siswa setelah selesai mengikuti proses pembelajaran yang diukur dengan tes.

Bertolak dari sebuah pemikiran di atas, maka dapat digambarkan dalam bagan kerangka berpikir di bawah ini :

Mengungkapkan Konsepsi Awal Membangkitkan Motivasi

Eksplorasi

Diskusi dan Penjelasan Konsep

Pengembangan Aplikasi Konstruktivisme


(52)

Bagan 2. Kerangka Berpikir Pembelajaran Pendekatan Konstruktivisme dengan Hasil Belajar


(53)

E. Pengajuan Hipotesis

Berdasarkan kerangka teori dan kerangka berpikir di atas, maka dalam penelitian ini dapat diajukan hipotesis sebagai berikut :

Ho = Tidak terdapat pengaruh penggunaan pendekatan konstruktivisme terhadap hasil belajar sains siswa .

Ha = Terdapat pengaruh penggunaan pendekatan konstruktivisme terhadap hasil belajar sains siswa.


(54)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui pengaruh pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme terhadap hasil belajar siswa pada bidang studi sains.

b. Untuk mengetahui efektivitas pembelajaran pendekatan konstruktivisme pada pembelajaran sains dalam meningkatkan hasil belajar siswa.

c. Untuk mengetahui usaha peningkatan hasil belajar siswa dalam proses belajar sains.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada semester II Tahun Pelajaran 2006/2007. Adapun tempat penelitian adalah MI. Nurul Islamiyah, kecamatan Ciseeng Kabupaten Bogor.

C. Sampel Penelitian

Sampel penelitian ini adalah siswa kelas V MI. Nurul Islamiyah Ciseeng Bogor. Siswa berjumlah 60 orang, yang terdiri dari 30 orang siswa kelas VA, dan 30 orang siswa kelas VB.

D. Metode Penelitian

Metode penelitian ini menggunakan metode eksperimen. Di mana dari dua kelas yang berjumlah 60 orang siswa dibagi menjadi kelas kontrol (tanpa menggunakan pendekatan konstruktivisme), dan kelas eksperimen (menggunakan pendekatan konstruktivisme). Sedangkan untuk mendapatkan angka sebagai alat


(55)

untuk menemukan keterangan yakni dengan menggunakan tes dalam bentuk postes pada masing-masing kelompok.

E. Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini digunakan dua variabel, yakni:

1. Variabel independent ( bebas ) adalah pembelajaran pendekatan konstruktivisme. Variabel ini disimbolkan dengan huruf X.

2. Variabel dependent ( terikat ) adalah berupa skor hasil belajar pada mata pelajaran sains yang terdiri dari nilai sebelum dan sesudah dilakukan pembelajaran pendekatan konstruktivisme. Variabel ini disimbolkan dengan Huruf Y.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini meliputi lembaran soal (tes). Soal tes yang digunakan disusun berdasarkan ruang lingkup materi yang disesuaikan dengan ranah kognitif yang meliputi aspek ingatan, pemahaman, dan aplikasi siswa terhadap materi pelajaran Sauns, yakni pada pokok bahasan Sistem Peredaran darah Manusia.

Tabel 2.

Kisi-kisi Instrumen Hasil Belajar Sains

NO.

PB/SPB Jenjang Kemampuan Jumlah

C1 C2 C3

Sistem Peredaran Darah Manusia

A. Sistem peredaran Darah Manusia

B. Penyakit yang Mempengaruhi

1,2,3,4,5,6,7,8 23, dan 24 26 dan 27

9,10,11, 12,13,14 15,16,17

20

19

15


(56)

Alat Peredaran Darah Pada Manusia

C. Kebiasaan Hidup Sehat 30 dan 25

18,21 dan 22

28 29 4

14 13 3 30

Keterangan :

C1 = Hasil belajar kategori pengetahuan C2 = Hasil belajar kategori pemahaman C3 = Hasil belajar kategori aplikasi

G. Teknik Analisis Data 1. Uji Validitas Instrumen

Tes dapat dilakukan baik jika tes tersebut mengukur apa yang hendak diukur atau tes dapat dikatakan valid atau shahih.

Pengujian validitas tes pada penelitian ini didasarkan pada pendekatan validitas konten, yaitu instrumen tes yang dibuat dengan disesuaikan ruang lingkup materi yang disajikan, indikator, dan aspek yang dikembangkan yang merupakan ranah kognitif yang meliputi aspek ingatan, pemahaman, dan aplikasi pada pokok bahasan sistem peredaran darah manusia.

Setelah melakukan penelitian di kelas eksperimen dan kelas kontrol, instrumen berupa tes hasil belajar pada pokok bahasan Sistem Peredaran Darah Manusia (yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya), diberikan kepada siswa di dua kelompok ini. Tes berupa pilihan ganda berjumlah 30 soal. Setelah dilakukan hasil uji coba validitas dan reliabilitasnya hanya 19 soal saja yang dianggap telah memenuhi validitasnya.


(57)

Untuk menguji apakah instrumen yang digunakan pada penelitian ini tetap konsisten atau tidak untuk digunakan, maka terlebih dahulu dilakukan uji coba instrumen. Dalam melakukan perhitungan koefisien reliabilitas dengan menggunakan rumus:39

r

11 = ( n ) ( S² -Σpq)

n–1

Keterangan :

r11 = koefisien reliabilitas instrumen

n = banyaknya item butir yang dikeluarkan dalam tes St² = varians total

p = proporsi responden yang menjawab benar q = propoesi responden yang menjawab salah

3. Perhitungan Analisis Butir Instrimen

Tingkat kesukaran butir soal ialah proporsi tes yang menjawab benar terhadap butir soal tersebut. Makin besar proporsi yang menjawab benar, berarti makin rendah kesukaran butir soal itu. Yang selanjutnya berarti bahwa butir soal itu makin mudah. Tingkat kesukaran butir soal sangat dipengaruhi oleh tingkat kemampuan anggota kelompok peserta tes.

Dalam penelitian ini untuk mengatur taraf kesukaran digunakan rumus sebagai berikut:40

TK = U + L T Keterangan :

TK = Indeks TK atau tingkat/ taraf kesukaran yang dicari

39

Anas Sudjiono,Pengantar Evaluasi Pendidikan(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), h.208

40

M. Ngalim Purwanto, Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2004), cet.ke-12, h. 119


(58)

U = Jumlah siswa yang termasuk kelompok pandai (upper group)yang menjawab benar untuk tiap soal

L = Jumlah siswa yang termasuk kelompok kurang (lower group)yang menjawab benar untuk tiap soal

T = Jumlah siswa dari kelompok pandai dan kelompok kurang(jumlah upper group dan lower group)

Menurut ketentuan yang telah sering diikuti, indeks kesukaran sering diklasifikasikan sebagai berikut :41

• 0,00 sampai 0,30 adalah soal kategori sukar • 0,31 sampai 0,70 adalah soal kategori sedang • 0,71 sampai 1,00 adalah soal kategori mudah

Sedangkan daya pembeda (DP) soal digunakan untuk mengetahui kemampuan suatu soal dengan membedakan siswa yang pandai dengan yang kurang pandai. Daya pembeda dapat dihitung dengan menggunakan rumus :42

DP = U–L ½T Keterangan :

DP = Indeks DP atau daya pembeda yang dicari

U, L, dan T = sama dengan keterangan pada rumus ‘”taraf kesukaran”” Besarnya daya pembeda memiliki kriteria sebagai berikut :

0,00–0,20 = termasuk kategori jelek 0,20–0,40 = termasuk kategori cukup 0,40–0,70 = termasuk kategori baik 0,70–1,00 = termasuk kategori baik sekali

41

Nana Sudjana,Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar,(Bandung : Rosdakarya, 2001), h.137

42

M. Ngalim Purwanto, Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2004), cet.ke-12, h. 120


(59)

4. Uji Normalitas

Uji Normalitas dimaksud untuk mengetahui apakah sampel yang diteliti berdistribusi normal atau tidak. Pengujian normalitas data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan uji kenormalan yang dikenal dengan uji Liliefors.

Lo = F ( Zi) - S(Zi) Keterangan :

Lo/L observasi = harga mutlak terbesar F (Zi) = peluang angka baku S (Zi) = proporsi angka baku Kriteria pengujian :

L hit < L tab data berdistribusi normal L hit > L tab data berdistribusi tidak normal

5. Uji F untuk mengetahui adanya homogenitas atau variansi populasi antar dua kelompok

Uji homogenitas atau uji kesamaan dua varians sampel atau dua kelompok perlakuan dilakukan dengan menggunakan rumus :

Fh = S1² dengan S1 = S2 = N.ŽFx – (ŽFx)²

S2² N(N-1)

Keterangan : Fh = F hitung S1² = variasi terbesar S2² = variasi terkecil

6. Untuk membandingkan perbedaan rata-rata antara kelompok kontrol dan

eksperimen digunakan uji “t”

Dalam mengolah data penulis menggunakan cara analisis statistik dari data kuantitatif. Untuk melihat apakah ada pengaruh pembelajaran


(60)

Uji “t”adalah tes statistik yang dapat dipakai untuk menguji perbedaan atau kesamaan dua kondisi perlakuan atau dua kelompok berbeda atas perlakuan itu.43

Kemudian dengan menggunakan rumus:

1 2 2 1 1 1 2 1 2 2        N SDX N SDX X X t Keterangan :

X1 = rata-rata hasil belajar kelompok siswa yang diajar dengan menggunakan pendekatan konstruktivisme

X2 = rata-rata hasil belajar kelompok siswa yang tidak diajar dengan pendekatan konstruktivisme

N1 = jumlah sampel pada kelompok eksperimen N2 = jumlah sampel pada kelompok kontrol

1 = bilangan konstan

SDX1 = standar deviasi kelompok eksperimen SDX2 = standar deviasi kelompok kontrol t = hasil hitung uji t

Hasil perhitungan thitung dibandingkan dengan ttabel dengan taraf signifikansi 0,05.

Kriteria pengujiannya :

Jika thitung > ttabel, maka Ho ditolak, dan Ha diterima Jika thitung < ttabel, maka Ho diterima, dan Ha ditolak

43

Prof. Dr. Suharsimi Arikunto,Prosedur Penelitian,(Jakarta : Rineka Cipta, 2002), Cet. Ke-12, h. 275.


(61)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data

1. Data Hasil Penelitian

Pembelajaran dilaksanakan sebanyak 6 kali pertemuan.Penulis memberikan perlakuan yang berbeda di dua kelas V MI. Nurul Islamiyah Ciseeng, yang telah dipilih sebagai kelas penelitian. Kelas VA sebagai kelas eksperimen mendapat perlakuan pengajaran menggunakan pendekatan pembelajaran konstruktivisme. Sedangkan kelas VB sebagai kelas kontrol mendapat perlakuan strategi konvensional. Berikut ini adalah hal-hal yang terjadi saat pembelajaran berlangsung di kelas eksperimen.

a. Siswa memiliki inisiatif untuk memprediksi manfaat yang akan mereka peroleh setelah mempelajari Sistem Peredaran Darah Manusia. Hal ini menunjukkan bahwa jika siswa diberi kesempatan untuk berpendapat maka secara berkesinambungan maka pelajaran di kelas akan menjadi lebih aktif. Selain itu manfaat yang dikemukakan dapat meningkatkan minat belajar bagi siswa yang lain karena mereka akan merasa membutuhkan pelajaran. Dengan demikian akan muncul secara otomatis perhatian atau konsentarsi siswa dalam pembelajaran.

b. Siswa tampak menyimak penjelasan guru meskipun diiringi perasaan tegang karena mereka harus mendemonstrasikan ulang apa yang diajarkan oleh guru. Ketegangan yang mereka rasakan akan mengakibatkan konsentrasi dalam memperhatikan guru sehingga materi yang disampaikan terserap secara optimal.

c. Siswa terlihat penasaran saat penentuan pasangan kelompok karena setiap pertemuan sistem penentuan akan berganti-ganti. Hal ini mengakibatkan suasana kelas menjadi seru karena siswa cenderung gembira jika terbentuk siswa secara berpasangan. Kebanyakan siswa tampak senang tapi sebagian lagi kurang senang karena mendapat pasangan yang tidak diharapkan.


(1)

TABEL

LUAS DIBAWAH LINGKUNGAN KURVE NORMAL DARI 0 S/D Z


(2)

Tabel Harga Kritik D


(3)

(4)

(5)

(6)