Cookies Non Terigu TINJAUAN PUSTAKA A.

19 emulsi air dalam minyak WO berubah menjadi minyak dalam air OW, dan gelembung udara bergerak dari fase lemak ke fase cair. Pada suhu 52-99ºC terjadi gelatinisasi pati. Udara dibebaskan dari adonan selama pada suhu 65ºC. selanjutnya, pada suhu 70ºC terjadi penguapan air serta denaturasi dan koagulasi protein. Pada waktu pemanggangan, struktur cookies akan terbentuk akibat gas yang dilepaskan oleh bahan pengembang dan uap air akibat kenaikan suhu. Ketebalan biasanya meningkat sampai empat hingga lima kali. Kadar air dari 21 menjadi lebih kecil dari 1.5 Pratiwi 2008. Pada umumnya, suhu di dalam oven akan naik ke puncak tertentu di bagian tengah oven dan turun mendekati pintu masuk oven. Cookies wire cut akan menyebar dan mengalami peningkatan ukuran selama pemanggangan Lallemand 2000. Fluktuasi panas dalam oven selama pemanggangan dapat menyebabkan pengembangan dan pembentukan produk gagal Manley 2001. Setelah keluar dari oven, cookies harus cepat didinginkan untuk menurunkan suhu dan mengeraskan cookies akibat pemadatan gula dan lemak. Waktu mendinginkan biasanya 2-3 kali lebih lama daripada waktu pemanggangan Manley 1983 diacu dalam Pratiwi 2008.

E. Cookies Non Terigu

Terigu merupakan tepung yang paling banyak digunakan dari semua jenis tepung pada produk pangan. Tepung terigu sudah menduduki posisi teratas bahan pangan non beras di Indonesia. Tingginya penggunaan tepung ini disebabkan protein yang dimiliki terbuat dari gluten sehingga dapat memberi penampilan yang baik produk Sibuea 2001. Meski tepung substitusi terigu masih belum ditemukan, tetapi titik cerah sudah mulai tampak. Indonesia memiliki sejumlah tepung yang memiliki potensi untuk dikembangkan. Sumbernya berasal dari serealia, umbi dan sagu. Serealia yang bisa digunakan adalah jagung, padi, sorgum, dan jali, sedangkan umbi bisa berasal dari singkong, ubi jalar, talas, garut, dan kentang Sibuea 2001. Tepung- tepung yang terbuat dari serealia dan umbi tersebut telah cukup banyak diteliti dalam pengembangan produk untuk mensubstitusi terigu. Salah satu produk yang 20 sering dikembangkan adalah produk cookies. Produk cookies telah dikembangkan dari tepung hotong, pati garut, iles-iles dan ubi jalar. Tepung hotong kukus dan pati sagu menjadi bahan dasar cookies hotong Pratiwi 2008. Formulasi cookies hotong tersebut bertujuan untuk memperoleh formula cookies hotong yang optimum, yaitu formula yang memiliki basis bahan tepung hotong terbanyak. Tepung yang digunakan tidak menggunakan terigu sama sekali. Rasio tepung hotong kukus terhadap pati sagu yang digunakan adalah 100:0, 60:20, 65:35, dan 50:50. Pembuatan cookies hotong diawali dengan pencampuran gula, margarin, mentega selama 1 menit hingga terbentuk krim. Kemudian ditambahkan telur dan diaduk kembali selama 1 menit. Lalu, garam, baking powder, tepung campuran, dan air dimasukkan ke dalam adonan dan diaduk hingga terbentuk adonan. Setelah adonan dicetak, maka hasil cetakan cookies hotong dimasukkan ke dalam oven untuk pemanggangan selama 125⁰C selama 18 menit dan cookies hotong didinginkan setelahnya. Perbedaan perbedaan tepung hotong dan pati sagu berpengaruh nyata pada cookies yang dihasilkan. Penambahan pati sagu ke dalam adonan mempengaruhi warna yang dihasilkan. Semakin besar konsentrasi pati sagu yang dihasilkan, semakin cerah warna cookies yang dihasilkan dan semakin disukai panelis. perbedaan pati sagu dan hotong pun berpengaruh nyata terhadap rasa cookies yang dihasilkan. Penggunaan tepung hotong ke dalam adonan cookies menimbulkan rasa hotong yang khas dan hal tersebut tidak disukai oleh panelis. Semakin banyak komposisi tepung hotong, maka rasa cookies yang dihasilkan semakin tidak tertutupi oleh komponen lainnya. Perbedaan konsentrasi pati sagu yang digunakan berpengaruh nyata pada tekstur cookies. Hal ini disebabkan oleh sifat pati sagu yang lebih halus dibandingkan dengan tepung hotong yang banyak mengandung serat. Semakin banyak pati sagu yang digunakan, semakin tinggi kesukaan panelis. Perubahan pada tekstur cookies tersebut disebabkan oleh berkurangnya tekstur berpasir sandiness pada produk seiring dengan meningkatnya jumlah pati sagu yang ditambahkan. Penambahan pati sagu ke dalam adonan menyebabkan tekstur 21 cookies menjadi lebih lembut karena tekstur pati sagu yang lebih halus dibandingkan dengan tekstur hotong yang lebih banyak mengandung serat. Kadar air dan a w cookies hotong berturut-turut sebesar 3.48 dan 0.327. Kadar air kritis cookies hotong sebesar 4.75 bk. Perhitungan umur simpan menunjukkan bahwa umur simpan cookies hotong dengan menggunakan kemasan polipropilena sebesar 2.36 bulan. Pati garut pun dimanfaatkan dalam pembuatan cookies. Pati garut mudah dicerna sehingga di beberapa tempat telah dimanfaatkan sebagai makanan bayi atau orang yang mengalami gangguan pencernaan. Gustiar 2009 melaporkan pembuatan cookies dari pati garut diawali dengan pencampuran bahan gula halus, margarin, susu skim, kuning telur selama 10 menit dan ditambahkan garam, soda kue, dan pati termodifikasi. Sebelum pembentukan adonan, waktu pencampuran adonan harus diperhatikan untuk mendapatkan adonan yang homogen dengan pengembangan gluten yang diinginkan. Setelah semua bahan dicampur, adonan dicetak dengan ketebalan 8 mm dan dilakukan pemanggangan pada suhu 160- 170⁰C selama 10-12 menit. Setelah matang, cookies didinginkan agar terjadi penguapan air. Cookies pati garut dibandingkan dengan cookies terigu dengan formula yang sama dan hanya berbeda pada tepung yang digunakan. Cookies pati garut memiliki kadar air sebesar 3.82 bb, sedangkan nilai a w sebesar 0.398. Kadar air yang rendah pada cookies pati garut kemungkinan disebabkan oleh terjadinya pembentukan granula pati karena pembengkakan yang irreversible. Pembengkakan ini mempengaruhi sifat penyerapan maupun pengikatan granula terhadap air Gustiar 2009. Nilai kadar air tersebut masih memenuhi syarat mutu kadar air cookies 5 dan nilai a w cookies pati garut masih berada di bawah a w kritis produk pangan. Penelitian yang dilakukan Gustiar 2009 tidak melakukan pendugaan umur simpan produk, tetapi dilihat dari nilai kadar air dan a w produk tersebut, cookies pati garut cukup aman dari kerusakan mikrobiologis. Perubahan bahan terigu menjadi pati jagung berpengaruh nyata terhadap tekstur cookies pada selang kepercayaan 95. Penerimaan konsumen terhadap cookies pati garut lebih rendah dibandingkan dengan cookies terigu. Cookies pati garut memiliki kekerasan yang lebih rendah dibandingkan dengan cookies terigu. 22 Hal tersebut disebabkan oleh rendahnya kandungan protein dalam cookies pati garut. Tekstur pada cookies pati garut yang dihasilkan menjadi mudah hancur dan lebih renyah. Wepner et al 1999 yang diacu dalam Gustiar 2009 menyatakan bahwa penambahan pati termodifikasi akan meningkatkan kerenyahan pada wafer. Penambahan pati garut menyebabkan warna cookies yang dihasilkan semakin kecoklatan. Lasmini 2002 melakukan penelitian dengan memanfaatkan tepung iles- iles Amorphophallus onchophyllus kuning pada pembuatan cookies berserat tinggi. Iles-iles mengandung glukomannan. Glukomannan merupakan serat yang larut air soluble dietary fiber. Cookies iles-iles terbuat dari bahan dasar tepung, margarin, gula, halus, telur ayam, baking powder, garam, dan vanili. Tepung yang digunakan adalah campuran tepung glukomannan dan terigu. Substitusi tepung glukomannan sebesar 0, 10, 20, 30, dan 40 dari total tepung yang digunakan. Pembuatan cookies iles-iles diawali dengan pencampuran bahan tepung terakhir kali, pengadukan, pencetakan, lalu pemanggangan dalam oven 180⁰C selama 2 menit. Peningkatan substitusi tepung iles-iles memberikan pengaruh yang nyata terhadap kekerasan cookies yang dihasilkan. Semakin tinggi tepung iles-iles yang ditambahkan, semakin tinggi nilai kekerasan produk. Hal ini disebabkan oleh derajat pengembangan yang semakin menurun. Penambahan tepung iles-iles berpengaruh nyata terhadap rasio pengembangan cookies. Selain itu, penambahan iles-iles mempengaruhi warna cookies. Semakin tinggi penambahan tepung iles- iles, semakin rendah nilai kecerahan cookies. Hal ini disebabkan tepung iles-iles bewarna kecoklatan. Tepung ubi jalar pun telah dikembangkan menjadi bahan dasar cookies. Penggunaan ubi jalar sebagai bahan baku pembuatan biskuit didasarkan pada potensinya yang besar sebagai bahan pangan lokal yang hampir tersedia di Indonesia Hartoyo dan Sunandar 2006. Ubi jalar merupakan sumber provitamin A yang potensial dan memiliki kandungan karbohidrat dalam jumlah yang cukup banyak 91.94. Rianti 2008 melakukan pembuatan cookies dengan karakteristik tekstur menyerupai cookies keladi. Cookies keladi adalah cookies yang terbuat dari terigu, gula, minyak sawit, serbuk kelapa, garam, leaving agent, 23 dan pewarna buatan. Tepung ubi jalar menimbulkan aftertaste pahit pada produk akhir sehingga dapat mengganggu cita rasa produk. Formula cookies ubi jalar adalah tepung ubi jalar 80 mesh, margarin, air, gula halus, susu skim, kacang, room butter, natrium bikarbonat, vanili, dan garam. Terigu tidak digunakan sama sekali dalam pembuatan cookies ubi jalar. Margarin dan gula halus dicampur selama 10 menit. Lalu ditambahkan room butter dan susu skim ke dalam krim dan dicampur selama 5 menit. Lalu kacang ditambahkan dan kembali diaduk selama 2 menit. Terakhir, air, vanili, garam, natrium bikarbonat, dan tepung dimasukkan ke dalam adonan dan diaduk selama 8 menit. Adonan kemudian dicetak dan dioles dengan putih telur sebelum dipanggang dalam oven pada suhu 120⁰C selama 1 jam. Penggunaan suhu rendah dan waktu lama dilakukan sehubungan dengan ukuran cookies yang cukup tebal. Setelah mengalami pemanggangan, cookies didinginkan. Evaluasi kesesuaian cookies ubi jalar dengan kontrol cookies keladi dilakukan dengan uji pembedaan dengan kontrol. Metode yang digunakan dalam pengujian tersebut adalah metode penggigitan sampel dan penekanan sampel menggunakan telunjuk dan ibu jari. Semakin banyak margarin yang ditambahkan, tekstur cookies ubi jalar semakin mendekati cookies keladi yang terbuat dari terigu. Metode penggigitan menunjukkan bahwa bahwa tesktur cookies ubi jalar berbeda nyata dengan cookies keladi. Hasil metode penekanan menunjukkan bahwa tekstur cookies ubi jalar tidak berbeda nyata dengan cookies keladi. Secara keseluruhan, tingkat fluktuasi grafik cookies ubi jalar hampir serupa dengan cookies keladi. Penggunaan tepung terigu sebagai bahan dasar cookies keladi bertanggung jawab terhadap tekstur cookies keladi. Cookies keladi mengalami fluktuasi tingkat kerenyahan produk yang cukup besar sehingga menyebabkan munculnya perbedaan sensasi tekstur cookies pada saat gigitan dan dirasakan oleh indera perasa. Fluktuasi grafik tekstur tersebut mengindikasikan bahwa produk pangan yang diukur memiliki tingkat kerenyahan tinggi. Kadar air cookies ubi jalar sebesar 2.37 bk. Nilai kadar air tersebut jauh lebih rendah dari batas maksimal kadar air cookies 5. A w cookies ubi jalar adalah 0.45 dan masih berada di bawah a w 0.65 yang merupakan a w kritis produk pangan. Nilai kadar air 24 dan a w cookies jagung menunjukkan bahwa cookies ubi jalar cukup aman dari kerusakan mikrobiologi. Hartoyo dan Sunandar 2006 menyatakan bahwa penggunaan terigu tidak dapat digantikan seluruhnya oleh tepung ubi jalar pada pengolahan biskuit. Penggunaan terigu yang semakin sedikit akan menyebabkan pembentukan adonan biskuit yang lebih sukar dibentuk karena adonan yang dibentuk bersifat tidak elastis dan cenderung lebih mudah pecah. Hal ini disebabkan karena jumlah protein gluten yang terkandung dalam adonan menjadi lebih sedikit. Fungsi gluten dalam pembuatan biskuit masih dibutuhkan sebagai bahan pengikat, walaupun fungsinya dalam pembuatan tekstur pada biskuit tidak terlalu mendominasi seperti pada pembuatan bakery. Oleh karena itu, peran pembentukan tekstur dalam formulasi biskuit dengan penggunaan tepung non terigu dapat dilakukan dengan mengatur penggunaan bahan formulasi lainnya berupa lemak Djuanda 2003 diacu dalam Hartoyo dan Sunandar 2006. Lemak yang digunakan akan berperan sebagai matriks perekat antara bahan-bahan dalam adonan, sehingga adonan yang dihasilkan akan lebih kompak dan tidak mudah pecah Hartoyo dan Sunandar 2006.

F. Tekstur Cookies dan Penurunan Mutu Cookies