Pemilihan Lokasi Pengambilan Data pada Kawasan Ruang Terbuka Hijau RTH Kota Pemilihan Titik Pengambilan Data pada Struktur Vegetasi

Tabel 4.5 Pemilihan lokasi CBD No Nama Kelurahan Luas Ruang Terbuka Hijau Ha Luas Lahan Terbangun Ha 1 Babakan Pasar 0,63 13,05 2 Bantarjati 8,91 30,51 3 Baranangsiang 10,08 36,63 Rata-rata 6,54

4.4.3 Pemilihan Lokasi Pengambilan Data pada Kawasan Perumahan

Berdasarkan peta RTRW Kota Bogor tahun 2011-2031, tiga kawasan perumahan terbesar terdapat di kelurahan Baranangsiang, Cibadak, dan Curug Mekar. Rata-rata luas RTH dari tiga perumahan tersebut adalah sebesar 13,71 Ha, sehingga kawasan yang dipilih adalah kawasan perumahan pada kelurahan Cibadak dengan luas RTH sebesar 12,87 Ha. Setelah dilakukan ground check, kawasan perumahan terbesar yang terdapat di Kelurahan Cibadak adalah Bukit Cimanggu City, sehingga pengambilan data iklim mikro diambil pada kawasan perumahan Bukit Cimanggu City. Tabel 4.6 Pemilihan lokasi perumahan No Nama Kelurahan Luas Ruang Terbuka Hijau Ha Luas Lahan Terbangun Ha 1 Baranangsiang 18,45 78,21 2 Cibadak 12,87 38,52 3 Curug Mekar 9,81 39,42 Rata-rata 13,71

4.4.4 Pemilihan Lokasi Pengambilan Data pada Kawasan Ruang Terbuka Hijau RTH Kota

Kota Bogor memiliki dua RTH terbesar yaitu Hutan Cifor yang terletak di Kelurahan Situ Gede dan Kebun Raya Bogor yang terletak di Kelurahan Paledang. Untuk pemilihan lokasi pengambilan data RTH berbeda dengan land use lainnya karena Kota Bogor hanya memiliki dua RTH kota terbesar, untuk itu dipilih RTH kota yang memiliki luas paling besar. Sehingga pengambilan data untuk RTH kota diambil di Kebun Raya Bogor dengan luas 72,72 Ha. Tabel 4.7 Pemilihan lokasi RTH kota No Nama Kelurahan Luas Ruang Terbuka Hijau Ha Luas Lahan Terbangun Ha 1 Situ Gede 55,17 1,80 2 Paledang 72,72 6,66 Gambar 4.4 Peta pemilihan lokasi pengambilan data

4.4.5 Pemilihan Titik Pengambilan Data pada Struktur Vegetasi

Struktur vegetasi yang dipilih untuk diukur pengaruhnya terhadap iklim mikro suhu dan kelembaban udara adalah pohon, semak, dan rumput. Ketiga struktur vegetasi tersebut memiliki karakteristik struktural yang berbeda sehingga diduga memiliki perbedaan dalam mempengaruhi iklim mikro di sekitarnya. Penentuan titik pengambilan dipilih saat turun lapang dengan menggunakan teknik purposive atau dengan adanya tujuan khusus dimana titik yang diambil merupakan tempat yang terdapat ketiga struktur vegetasi tersebut. Penentuan pemilihan setiap struktur vegetasi setiap kawasan untuk diukur iklim mikronya berdasarkan pada karakter umum karena tidak adanya jenis pohon dan semak yang sama yang berada pada tempat yang berdekatan di setiap land use. Untuk pohon dipilih yang mempunyai tinggi sedang 6-15 meter, mempunyai karakteristik daun lebar, dan mempunyai fungsi sebagai penaung. Semak dipilih yang mempunyai tinggi sedang 1-2 meter dan mempunyai karakteristik daun lebar. Rumput yang diambil pada semua land use adalah rumput gajah Axonopus compressus karena jenis rumput ini sangat mudah ditemukan di semua land use. Titik pengambilan data yang dipilih adalah RTH berbentuk areal yang ada di depan pabrik Lampiran 1. Pengukuran iklim mikro diambil pada pohon meranti kuning Shorea macrobalanos dengan tinggi ±6 meter, semak pangkas kuning Duranta sp. dengan tinggi ±1,5 meter, dan rumput gajah Axonopus compressus. Gambar 4.5 Vegetasi pengambilan data industri dari kiri Shorea macrobalanos, Duranta sp., Axonopus compressus Pengukuran iklim mikro pada kawasan CBD diambil pada pohon angsana Pterocarpus indicus dengan tinggi ±10 meter, semak bugenvil Bougainvillea sp. dengan tinggi ±1,5 meter, dan rumput gajah Axonopus compressus. Titik pengambilan data yang dipilih adalah RTH dengan bentuk linear karena pada CBD tidak ditemukan RTH dengan bentuk areal. Peta titik pengambilan data pada kawasan CBD dapat dilihat pada Lampiran 2. Gambar 4.6 Vegetasi pengambilan data CBD dari kiri Pterocarpus indicus, Bougainvillea sp., Axonopus compressus Pengukuran iklim mikro pada kawasan perumahan diambil pada pohon kerai payung Felicium decipiens dengan tinggi ±6 meter, semak firebush Hamelia patens dengan tinggi ±1,5 meter, dan rumput gajah Axonopus compressus. Titik pengambilan data dipilih pada taman lingkungan di tengah- tengah kawasan perumahan dengan tipe RTH berbentuk areal. Peta titik pengambilan data pada kawasan perumahan dapat dilihat pada Lampiran 3. Gambar 4.7 Vegetasi pengambilan data perumahan dari kiri Felicium decipiens, Hamelia patens, Axonopus compressus Peta titik pengambilan data pada kawasan RTH kota dapat dilihat pada Lampiran 4. Titik pengambilan data diambil ditengah-tengah kawasan RTH kota dimana tempat tersebut terdapat tiga struktur vegetasi berupa pohon, semak, dan rumput. Pengukuran iklim mikro dilakukan pada pohon anggerit Nauclea lanceolata dengan tinggi ±8 meter, semak soka Ixora sp. dengan tinggi ±1,5 meter, dan rumput gajah Axonopus compressus. Gambar 4.8 Vegetasi pengambilan data RTH kota dari kiri Nauclea lanceolata, Ixora sp., Axonopus compressus

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun 2011

Penutupan lahan menggambarkan konstruksi vegetasi dan buatan yang menutup permukaan lahan Burley 1961 dalam LO 1996. Peta penutupan lahan menggambarkan keadaan RTH, lahan terbangun, dan badan air di Kota Bogor. Dalam penelitian ini dibutuhkan peta penutupan lahan untuk menentukan kawasan yang akan dipilih untuk pengambilan data iklim mikro suhu dan kelembaban udara di empat land use yang berbeda industri, CBD, perumahan, dan RTH kota. Lokasi pengambilan data dipilih berdasarkan luasan RTH masing-masing land use tersebut, sehingga digunakan Sistem Informasi Geografi SIG dalam memudahkan membuat peta penutupan lahan Kota Bogor. Penutupan lahan didapat dengan menggunakan klasifikasi citra satelit. Klasifikasi citra bertujuan untuk pengelompokan atau melakukan segmentasi terhadap kenampakan- kenampakan yang homogen dengan menggunakan teknik kuantitatif Purwadhi 2001. Citra yang digunakan adalah Landsat 7 ETM+ pathrow 12265 yang diambil pada tanggal 12 dan 28 Agustus 2011 yang kemudian dipotong dengan wilayah administrasi Kota Bogor. Wilayah administrasi Kota Bogor didapat dari hasil digitasi batas wilayah Kota Bogor pada peta RTRW Kota Bogor tahun 2011- 2031. Data citra yang diambil menggunakan data citra tahun 2011 karena data citra tersebut merupakan data citra dari Landsat 7 ETM+ terbaru yang memiliki gangguan dari awan paling sedikit untuk menghasilkan peta yang lebih akurat. Klasifikasi citra dilakukan dengan menggunakan metode klasifikasi terbimbing supervised classification. Metode klasifikasi terbimbing dipilih karena operator dalam hal ini pembuat peta telah memiliki referensi penutupan lahan dan dapat melakukan groundcheck langsung pada kawasan Kota Bogor. Klasifikasi terbimbing merupakan proses klasifikasi dengan pemilihan kategori informasi yang diinginkan dan memilih training area untuk tiap kategori penutupan lahan yang mewakili sebagai kunci interpretasi Purwadhi 2001. Training area didapat