Ruang Lingkup Penelitian PENDAHULUAN

pengangkutan sampah dari sumber ke lokasi TPA, melakukan evaluasi terhadap Instalasi Pengolahan Air Sampah IPAS setiap 6 bulan, serta mengelola zona pembuangan. Namun, kerjasama tersebut dihentikan karena pengolahan TPA menjadi semakin buruk banyak sampah yang tak terangkut dan air lindi yang kian mencemari sungai. Tabel 1 Overview Kerjasama Pengelolaan TPST Bantargebang Tahun Kerjasama Pihak-pihak yang Terkait Operator Lapangan Bentuk Kerjasama 1989-1999 Pemkot Bekasi - Pemprov DKI Jakarta Pemrov DKI Jakarta Pemprov DKI Jakarta bertanggungjawab atas infastruktur akses jalan sarana kesehatan serta memberi kompensasi berupa dana tunai ke Pemkot Bekasi. 2000-2004 Pemkot Bekasi - Pemprov DKI Jakarta Pemrov DKI Jakarta Karena gejolak politik, bentuk kerjasama pada kurun waktu ini dikaji ulang namun operasional tetap berjalan. 2004-2006 Pemkot Bekasi - Pemprov DKI Jakarta - Swasta PT. PBB Swasta PT. PBB Tipping fee dibayarkan oleh Pemprov DKI Jakarta 80 untuk PT. PBB dan 20 untuk Pemkot Bekasi. 2007-2008 Pemkot Bekasi - Pemprov DKI Jakarta Pemrov DKI Jakarta Tipping fee dibayarkan oleh Pemprov DKI Jakarta 80 untuk operasional dan 20 untuk Pemkot Bekasi. 2008 - Sekarang Pemkot Bekasi - Pemprov DKI Jakarta - Swasta PT. GTJ joint operation PT NOEI Swasta PT. GTJ joint operation PT NOEI Tipping fee dibayarkan oleh Pemprov DKI Jakarta 80 untuk Swasta dan 20 untuk Pemkot Bekasi. Mulai tahun 2008, operasional TPST Bantargebang dipercayakan kepada PT Godang Tua Jaya GTJ dan PT Navigat Organic Energy Indonesia NOEI. Hingga saat ini TPST menerapkan pengolahan produk kompos dan biji plastik ranah kerja PT GTJ dan PLTSa oleh PT NOEI. Aktivitas produksi tersebut Sumber: Juliansah, 2010 memungkinkan manfaat ekonomi yang lebih tinggi terutama pada PLTSa karena menghasilkan energi ramah lingkungan serta mereduksi emisi karbon dari timbulan sampah TPST.

2.4.1 Manfaat Ekonomi Energi Ramah Lingkungan

Environmental Protection Agency EPA pada tahun 2010 merilis hasil penelitian mengenai banyaknya manfaat yang didapatkan melalui penerapan energi ramah lingkungan. Beberapa diantaranya yaitu meningkatkan pendapatan, penyerapan tenaga kerja, efisiensi pengeluaran outflow, serta ekspansi pasar karena sekaligus melakukan program efisiensi energi. Teknologi energi fosil seperti minyak dan batu bara membutuhkan insentif modal dan alat yang cukup banyak sehingga ekstraksi energi sangat bergantung secara teknik. Oleh karena itu, proyek energi fosil merupakan usaha padat modal. Ekstraksi energi dari sampah merupakan proyek padat karya karena industri membutuhkan lebih banyak pekerja jika dibandingkan dengan energi fosil. Hal ini memberi dampak positif bagi negara berkembang yang memiliki proyek PLTSa untuk menyerap tenaga kerja dari populasi penduduk yang padat. Gambar 3 Positive Benefits dari Suatu Proyek Konsep eksternalitas positif dari Pindyck dan Rubenfield 2009 pada Gambar 3 dapat dikaitkan dengan proyek energi ramah lingkungan. Ketika suatu kegiatan atau proyek memberikan eksternalitas positif, maka marginal social benefits MSB menjadi lebih besar dari permintaan yang ada D. MSB Sumber: Pindyck dan Rubenfield, 2009